"Haa?" Semua orang syok luar biasa, mata mereka hampir keluar melihat baju Pak An ikut kotor dari badan Nadira. Sontak semua orang sampai menutup mulut melihat apa yang terjadi. Dengan cepat mereka membubarkan diri dengan ketakutan, termasuk Merlyn. "Berhenti!" Ucapan tegas yang Anand keluarkan membuat semua orang langsung ngerem mendadak. Nadira mengerjap, ikut terkejut. Ia pun segera menjaga jarak dari Anand. Anand menatap Nadira yang terus menunduk, hatinya bertanya-tanya, kenapa Nadira bersikap seolah tak mengenalinya? Tak ada raut keterkejutan di wajahnya saat mereka saling bertatapan tadi.Anand beralih menatap yang lain. "Ada apa ini?" Ia berkata dengan nada santai, tetapi mampu membuat semua pundak gemetar. Mereka kompak menunjuk Merlyn."S-saya ... Saya gak ngelakuin apa-apa, Pak An!" bantah Merlyn.Nadira mengerjap, lalu melirik laki-laki di depannya. "Pak An? Jadi dosen killer itu dia? Ternyata lebih tampan aslinya daripada di foto," bisiknya dalam hati sambil tersenyu
"Ayo masuk!" Anand menggerakkan kepalanya ke arah rumah megah bercat putih itu. Dengan cepat Nadila merentangkan tangan demi menjaga jarak antara kedua nya, wajahnya panik luar biasa. "Tunggu-tunggu! Aku tahu, pesonaku gak kaleng-kaleng, tapi aku bukan perempuan seperti yang Pak An kira. Aku perempuan baik-baik, masih segel dan terjamin. Aku mahal, Pak!" "Ha?" Anand mengerutkan kening dan nyengir heran sambil memiringkan kepala. Namun tanpa permisi sebuah ide gila muncul di kepalanya. "Oh, ya? Semahal apa? Saya yakin sanggup membayarnya," ucap Anand sambil mendekat perlahan.Nadila membulatkan mulut seketika. "Jangan mendekat! Saya sudah menikah! Lihat!" Anand tertegun, ia menatap cincin mas kawin pemberiannya melingkar indah di jari manis Nadila. Tiba-tiba hatinya menghangat. "Aku bisa jaga diri, aku gak akan sembarangan masuk ke rumah laki-laki. Bapak pikir dengan ketampanan yang Bapak miliki bisa menjerumuskan gadis polos kaya aku, hah? Jangan harap. Dasar dosen me sum! Ca bu
"Kamu gak ada kelas hari ini?" tanya Abram saat melihat anaknya pagi-pagi sudah nongkrong di depan tv sambil ngemil."Males aja.""Mulai lagi malesnya? Kalau kaya gini terus kamu gak bakalan ada peningkatan, Dira. Kamu menyia-nyiakan uang yang papa keluarkan buat bayar biaya kuliah kalo kaya gini.""Ada apa, Pa?" tanya Melati. Mendengar ribut-ribut, ia langsung datang dari dapur. "Lihat, anak ini sudah malas kuliah lagi. Padahal baru beberapa Minggu gak pernah absen."Nadira yang menjadi tersangka utama dalam keributan itu justru malah terus ngemil dengan santai seolah tak mendengar apa-apa. "Papa gak mau tahu, pokoknya kalau kamu males-malesan lagi kaya gini papa tidak akan memberikan tempat sedikit pun dari rumah ini buat kamu.""Maksud Papa?" tanya Nadira."Papa akan usir kamu." Nadira malah mencebik. "Yang bener aja, masa tega ngusir anak satu-satunya? Emang papa mau aku terlunta-lunta di jalan? Jadi gelandangan dan terancam banyak kejahatan?" Abram mendengkus. "Papa gak khawa
"Masa iya, Ra?""Sulit dipercaya, bukannya pak An itu galak? Kok bisa?" "Iya. Gak percaya gue.""Lo gak bohong, kan, Ra?" "Udah gue bilang jangan percaya, si Dira ini tukang halusinasi," ucap Merlyn.Nadira memicingkan mata. "Loh? Lo gak percaya?" Nadira bangkit dari kursi dan memamerkan baju yang kini ia kenakan sambil berputar. "Ini baju pemberian pak An kemarin. Masih baru, wangiii!" ucap Nadira dengan wajah teler. Semua orang lagi-lagi heboh, banyak yang tak percaya, tetapi juga tak sedikit yang begitu takjub dan memuji-muji Nadira. "Lo pasti kena hukuman kalo pak An tahu Lo nyebarin gosip tentang dia, Dira!" geram Merlyn dengan dada membara. "Ya silakan, laporin aja sana. Gue gak takut!" ucap Nadira sambil kembali duduk. Yasmin dan Triana menatap Nadira dengan was-was. "Ra, jangan kelewatan deh bercandanya. Kalo sampai ada yang bener-bener laporin smaa pak An, habis Lo!"Nadira malah mencebik sambil mengangkat kedua alisnya. "Tenang tenang." Merlyn menghentakkan kaki lalu
"Lumpur? Lumpur yang kemarin maksud dia?" tanya Sekar, teman Merlyn."Apa maksud dia bilang gitu? Apa benar lumpur yang kemarin yang mempengaruhi pak An?" tanya Merlyn."Masa iya, sih? Gak masuk akal banget," sahut Sekar. "Tapi coba Lo pikir-pikir lagi, perubahan sikap pak An yang drastis dan tiba-tiba tanpa alasan juga lebih gak masuk akal. Bagaimana bisa pak An berubah sikap bagaikan jadi orang yang berbeda begitu berhadapan dengan Nadira."Sekar mengerutkan kening mendengar ucapan Merlyn yang memang tak bisa dibantah. "Terus, apa yang bakal Lo lakuin?" "Gue harus ngebuktiin hal itu." ***"Gak langsung pulang, Ra?" tanya Triana. "Nggak, nanggung nanti sejam lagi ada kelas lagi. Kalo kalian?" "Wih, sejak kapan Nadira sahabat kita jadi rajin begini?" tanya Yasmin."Sejak ... Tadi. Dahlah jangan terus ngolok-ngolok gue, gak ikhlas banget kalian lihat gue ngelakuin revolusi." "Yaelah revolusi!" Yasmin dan Triana tertawa. "Gue juga ada kelas bentar lagi. Kalo si Yasmin kosong,"
"Gak nyangka banget si Merlyn bakal bertingkah bodoh kaya gitu," celetuk Yasmin sambil tertawa kecil."Karena dia dendam sama gue, jadi selalu berambisi buat dapetin juga apa yang gue dapet," timpal Nadira."Parah, ya. Malah malu-maluin diri sendiri." Mereka pun tertawa. Triana pamit ke kelasnya terlebih dulu, membuat Nadira dan Yasmin kembali ke perpustakaan hanya berdua."Nadira? Lo masih di sini?" Nadira menoleh pada Rena. "Eh, Ren, ada apa emang?" "Kelas Lo kan udah mulai.""Ha? Masa, sih?" Nadira menatap jam tangannya. "Masih ada sisa waktu lima belas menit lagi ke waktu masuk, tapi kenapa ... ""Kayaknya jam Lo telat, tuh. Udah ayo cepetan masuk, gue lihat pak An tadi kaya bawa lembaran kuis." "Apa? Pak An? Kuis?" pekik Nadira sambil berdiri, suaranya sampai menggema di seluruh perpustakaan. Mendengar dua hal yang paling horor dalam hidupnya disebut bersamaan membuat dunianya serasa runtuh seketika.Yasmin dan Rena sontak menutup kedua telinga mereka. "Udah cepetan ke kela
"Gak mau! Pokoknya aku gak mau nikah cepet-cepet. Aku masih muda, pengen senang-senang, masih pengen bebas berkeliaran, Ma!" "Gak bisa, pokoknya kamu harus menikah sama Anand dua hari lagi!" bantah Abram, papanya Dira."Dengar, Sayang, kamu tidak bisa seperti ini terus. Kamu sudah dewasa, umurmu sudah cukup untuk menikah. Anand itu laki-laki baik, bertanggung jawab, mama sama papa yakin dia pasti bisa membimbing kamu jadi lebih baik." Melati menambahkan."Tapi aku udah punya pacar, Ma. Dia gak kalah baik dan bertanggung jawab dari Anand." "Tahu apa kamu tentang tanggung jawab seorang laki-laki, hah? Sudah, putusin dia dan menikah sama Anand." "Aku gak mau, apalagi mendadak banget kayak gini. Aku gak pernah bertemu sama dia, gak tahu orangnya, mau nikah kok gini?" "Nanti juga kalian ketemu. Dengar, Ra, ibunya sekarang sedang kritis, meminta Anand untuk segera menikahi kamu. Papa, mama, sama ibunya Anand sudah lama berencana menikahkan kalian berdua. Jadi gak ada alasan lagi. Ini ge
"Gak maaauuu! Mama, aku gak mau nikah sama Anand, Ma. Aku gak mau, serius, Ma!" "Pa! Papa tolong dengerin jeritan anakmu satu-satunya ini, Pa. Aku gak mau nikah sama Anand, Pa. Aku mohon."Dira berlutut, beralih dari ayahnya ke ibunya sambil merengek, tetapi kedua orang tuanya tetap bergeming."Berhenti kekanak-kanakan, Nadira. Kami tahu mana yang terbaik buat kamu, bahkan melebihi kamu sendiri. Dan masalah ini gak bisa lagi ditawar-tawar. Tinggal satu hari lagi, Dira. Semua orang yang terpenting sudah diundang, ibunya Anand juga sudah mengetahui hal ini."Dira cemberut dengan air mata yang menganak sungai. "Papa gak bisa gitu dong, Pa. Kenapa Papa egois? Aku juga punya pacar, Pa. Aku punya pilihan sendiri, aku punya keinginan sendiri buat hidup aku. Pacar aku lebih tampan dan pantas jadi suami aku daripada Anand. Aku gak mau, Pa.""Putusin dia." "Papa jangan keterlaluan! Jangan atur-atur aku seperti ini, Pa. Aku lebih baik kabur sama Danil daripada punya orang tua kayak Papa." "N
"Gak nyangka banget si Merlyn bakal bertingkah bodoh kaya gitu," celetuk Yasmin sambil tertawa kecil."Karena dia dendam sama gue, jadi selalu berambisi buat dapetin juga apa yang gue dapet," timpal Nadira."Parah, ya. Malah malu-maluin diri sendiri." Mereka pun tertawa. Triana pamit ke kelasnya terlebih dulu, membuat Nadira dan Yasmin kembali ke perpustakaan hanya berdua."Nadira? Lo masih di sini?" Nadira menoleh pada Rena. "Eh, Ren, ada apa emang?" "Kelas Lo kan udah mulai.""Ha? Masa, sih?" Nadira menatap jam tangannya. "Masih ada sisa waktu lima belas menit lagi ke waktu masuk, tapi kenapa ... ""Kayaknya jam Lo telat, tuh. Udah ayo cepetan masuk, gue lihat pak An tadi kaya bawa lembaran kuis." "Apa? Pak An? Kuis?" pekik Nadira sambil berdiri, suaranya sampai menggema di seluruh perpustakaan. Mendengar dua hal yang paling horor dalam hidupnya disebut bersamaan membuat dunianya serasa runtuh seketika.Yasmin dan Rena sontak menutup kedua telinga mereka. "Udah cepetan ke kela
"Lumpur? Lumpur yang kemarin maksud dia?" tanya Sekar, teman Merlyn."Apa maksud dia bilang gitu? Apa benar lumpur yang kemarin yang mempengaruhi pak An?" tanya Merlyn."Masa iya, sih? Gak masuk akal banget," sahut Sekar. "Tapi coba Lo pikir-pikir lagi, perubahan sikap pak An yang drastis dan tiba-tiba tanpa alasan juga lebih gak masuk akal. Bagaimana bisa pak An berubah sikap bagaikan jadi orang yang berbeda begitu berhadapan dengan Nadira."Sekar mengerutkan kening mendengar ucapan Merlyn yang memang tak bisa dibantah. "Terus, apa yang bakal Lo lakuin?" "Gue harus ngebuktiin hal itu." ***"Gak langsung pulang, Ra?" tanya Triana. "Nggak, nanggung nanti sejam lagi ada kelas lagi. Kalo kalian?" "Wih, sejak kapan Nadira sahabat kita jadi rajin begini?" tanya Yasmin."Sejak ... Tadi. Dahlah jangan terus ngolok-ngolok gue, gak ikhlas banget kalian lihat gue ngelakuin revolusi." "Yaelah revolusi!" Yasmin dan Triana tertawa. "Gue juga ada kelas bentar lagi. Kalo si Yasmin kosong,"
"Masa iya, Ra?""Sulit dipercaya, bukannya pak An itu galak? Kok bisa?" "Iya. Gak percaya gue.""Lo gak bohong, kan, Ra?" "Udah gue bilang jangan percaya, si Dira ini tukang halusinasi," ucap Merlyn.Nadira memicingkan mata. "Loh? Lo gak percaya?" Nadira bangkit dari kursi dan memamerkan baju yang kini ia kenakan sambil berputar. "Ini baju pemberian pak An kemarin. Masih baru, wangiii!" ucap Nadira dengan wajah teler. Semua orang lagi-lagi heboh, banyak yang tak percaya, tetapi juga tak sedikit yang begitu takjub dan memuji-muji Nadira. "Lo pasti kena hukuman kalo pak An tahu Lo nyebarin gosip tentang dia, Dira!" geram Merlyn dengan dada membara. "Ya silakan, laporin aja sana. Gue gak takut!" ucap Nadira sambil kembali duduk. Yasmin dan Triana menatap Nadira dengan was-was. "Ra, jangan kelewatan deh bercandanya. Kalo sampai ada yang bener-bener laporin smaa pak An, habis Lo!"Nadira malah mencebik sambil mengangkat kedua alisnya. "Tenang tenang." Merlyn menghentakkan kaki lalu
"Kamu gak ada kelas hari ini?" tanya Abram saat melihat anaknya pagi-pagi sudah nongkrong di depan tv sambil ngemil."Males aja.""Mulai lagi malesnya? Kalau kaya gini terus kamu gak bakalan ada peningkatan, Dira. Kamu menyia-nyiakan uang yang papa keluarkan buat bayar biaya kuliah kalo kaya gini.""Ada apa, Pa?" tanya Melati. Mendengar ribut-ribut, ia langsung datang dari dapur. "Lihat, anak ini sudah malas kuliah lagi. Padahal baru beberapa Minggu gak pernah absen."Nadira yang menjadi tersangka utama dalam keributan itu justru malah terus ngemil dengan santai seolah tak mendengar apa-apa. "Papa gak mau tahu, pokoknya kalau kamu males-malesan lagi kaya gini papa tidak akan memberikan tempat sedikit pun dari rumah ini buat kamu.""Maksud Papa?" tanya Nadira."Papa akan usir kamu." Nadira malah mencebik. "Yang bener aja, masa tega ngusir anak satu-satunya? Emang papa mau aku terlunta-lunta di jalan? Jadi gelandangan dan terancam banyak kejahatan?" Abram mendengkus. "Papa gak khawa
"Ayo masuk!" Anand menggerakkan kepalanya ke arah rumah megah bercat putih itu. Dengan cepat Nadila merentangkan tangan demi menjaga jarak antara kedua nya, wajahnya panik luar biasa. "Tunggu-tunggu! Aku tahu, pesonaku gak kaleng-kaleng, tapi aku bukan perempuan seperti yang Pak An kira. Aku perempuan baik-baik, masih segel dan terjamin. Aku mahal, Pak!" "Ha?" Anand mengerutkan kening dan nyengir heran sambil memiringkan kepala. Namun tanpa permisi sebuah ide gila muncul di kepalanya. "Oh, ya? Semahal apa? Saya yakin sanggup membayarnya," ucap Anand sambil mendekat perlahan.Nadila membulatkan mulut seketika. "Jangan mendekat! Saya sudah menikah! Lihat!" Anand tertegun, ia menatap cincin mas kawin pemberiannya melingkar indah di jari manis Nadila. Tiba-tiba hatinya menghangat. "Aku bisa jaga diri, aku gak akan sembarangan masuk ke rumah laki-laki. Bapak pikir dengan ketampanan yang Bapak miliki bisa menjerumuskan gadis polos kaya aku, hah? Jangan harap. Dasar dosen me sum! Ca bu
"Haa?" Semua orang syok luar biasa, mata mereka hampir keluar melihat baju Pak An ikut kotor dari badan Nadira. Sontak semua orang sampai menutup mulut melihat apa yang terjadi. Dengan cepat mereka membubarkan diri dengan ketakutan, termasuk Merlyn. "Berhenti!" Ucapan tegas yang Anand keluarkan membuat semua orang langsung ngerem mendadak. Nadira mengerjap, ikut terkejut. Ia pun segera menjaga jarak dari Anand. Anand menatap Nadira yang terus menunduk, hatinya bertanya-tanya, kenapa Nadira bersikap seolah tak mengenalinya? Tak ada raut keterkejutan di wajahnya saat mereka saling bertatapan tadi.Anand beralih menatap yang lain. "Ada apa ini?" Ia berkata dengan nada santai, tetapi mampu membuat semua pundak gemetar. Mereka kompak menunjuk Merlyn."S-saya ... Saya gak ngelakuin apa-apa, Pak An!" bantah Merlyn.Nadira mengerjap, lalu melirik laki-laki di depannya. "Pak An? Jadi dosen killer itu dia? Ternyata lebih tampan aslinya daripada di foto," bisiknya dalam hati sambil tersenyu
"Ra, kamu salah paham. Nesa menguping pembicaraan kita waktu itu, aku gak ngasih tahu dia." "Jadi semua itu bener?""Ternyata bener, Nadira udah nikah sama laki-laki tua." "Ya ampun.""Gak nyangka, ya?" Bisik-bisik orang-orang membuat kaki Nadira terasa lemas. Perlahan ia mundur beberapa langkah, kemudian berlari menembus kerumunan. Yasmin yang baru tersadar langsung berlari mengejar sahabatnya. "Dira tunggu!" Nadira terus berlari sambil menangis. Akhirnya apa yang berusaha ia sembunyikan dari orang lain mencuat begitu saja tanpa diduga. Dan kini kampus tak lagi jadi tempat tenang dan nyaman untuknya, tetapi berubah jadi lebih mengerikan dari pada rumahnya sendiri. Yasmin berhenti di belakang Nadira yang sedang menangis di depan wastafel. Perlahan ia mendekat, lalu memegang pundak Nadira."Yas ... Lo juga gak mau lagi jadi temen gue kan, setelah tahu semuanya?" tanya Nadira di sela isak nya. "J-jadi ... Itu bener?" Nadira mengangguk."Ya Tuhan, Dira ..." Yasmin memeluk sahaba
[Alamak! Gak nahan gantengnya!][Meleleh hati gue. Pak An, i love you!][Pak An punya gue, woi!][Enak aja, punya gue!][Berenti ngaku-ngaku calon suami gue ya!][Oke-oke, buat malam ini gue biarin kalian ributin calon suami gue, lima menit lagi gue gak izinin, ya.][Pada narsis Lo pada.][Ah berisik, jelas-jelas Pak An itu tergila-gila sama gue. ][Ngimpi!][Ngarep!][Sarap!]"Gila, apa cuma gue yang gak ikut heboh?" tanya Nadira. "Bener banget. Kayaknya akhir-akhir ini Lo bener-bener sakit. Padahal dulu tiap para senior lewat pun Lo heboh gak ketulungan."Nadira mengingat-ingat sejenak, lalu kemudian tertawa. "Gue selebay itu ya dulu, padahal kalo ada yang nyamperin gue langsung jaim. Jadi dosen ini yang bikin gempar kampus?" "Hmh.""Ganteng, sih.""Ya makanya. Lo naksir juga, nih? Nambah satu dong saingan gue."Nadira masih terus membaca satu persatu isi chatan grup semakin ke bawah.[Dibalik pesonanya ternyata Pak An mematikan!]Nadira mengerutkan kening. "Mematikan apa ya maksu
Semua kehebohan teman sekelasnya, desas-desus yang masuk ke telinga kanannya selama berada di kampus seolah langsung keluar begitu saja dari telinga kirinya. Nadira tak menggubris sama sekali, dan tak tertarik sama sekali dengan sosok dosen yang kini jadi bahan bibir seluruh mahasiswa. "Aaahh ... Ya Tuhan ...!" desah Nadila memecah keheningan di tengah-tengah penjelasan Bu Hanum sambil memeluk meja. Seketika semua orang di kelasnya menoleh dan menahan tawa. "Siapa itu!" "Siap, Pak!" sentak Nadira sambil berdiri. Seketika tawa semua orang pecah seketika."Kamu gak nyimak, ya? Melamun terus sejak pertama saya masuk kelas."Nadira menggaruk kepalanya. "Maaf, Bu, saya lagi banyak masalah.""Ya sudah, kesampingkan dulu masalahnya, harus berusaha mengatur diri sendiri. Jangan sampai mengganggu rekan lain.""Siap, Bu." Dira menghela nafas lega.***"Ra, kita jenguk Triana, yuk?" ucap Yasmin."Nggak, ah. Lo aja kalo mau.""Kenapa? Aneh Lo, udah lama kita gak main ke rumahnya.""Gue ... Gue