Share

Kamu, Mas?

last update Last Updated: 2025-03-09 21:28:06

Saat jam telah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, Niara sudah siap untuk berangkat bekerja. Di depan juga sudah sedia sebuah mobil yang dikendarai oleh Ruben.

“Hari ini ada meeting dengan klien untuk negosiasi kontrak jam sepuluh,” ujar Ruben mengingatkan.

“Lagi?” Niara fokus pada laptopnya.

“Jam satu siang setelah makan siang dengan klien, diskusi dengan CFO. Pada jam tiga, seminar industri,” jawab Ruben.

“Baik, terima kasih, Ruben.”

Ruben mengangguk sembari melihat Niara dari kaca spion tengah. “Oh iya, Bu Ara. Saya sudah kirimkan yang Ibu minta ke email Ibu.”

Niara tersenyum lembut. “Iya, saya sudah buka email dari kamu. Terima kasih banyak.”

Ruben memutar radio musik di mobil, membuat Niara yang tadinya fokus ke laptop itu pun terhenti. Ia mendengarkan lagu yang di play oleh Ruben.

“Pak Devan selalu memutar lagu ini, Bu. Sepertinya lagunya punya makna yang mendalam bagi Pak Devan dan Ibu.”

“Kamu benar, Ruben. Lagu ini dulunya adalah lagu kesukaan saya, dan setiap kali kami bepergian mau meeting atau apapun itu pasti kami memutar lagu ini di mobil untuk menemani perjalanan kami.”

Ruben tersenyum mendengarkan. Devan sangat memerhatikan apa yang sang istri suka dan tidak suka. Dia benar-benar sudah sangat matang untuk menjadi seorang suami, bahkan selama pernikahan, Devan sama sekali tidak pernah membuat Niara marah atau menangis meski sering berselisih paham. Devan dengan sigap akan mengalah pada istrinya.

“Selama bekerja dengan beliau, saya benar-benar menyaksikan kebaikan dan kelembutan hati Pak Devan. Kesalahan saya yang besar akan menjadi masalah kecil dengan beliau. Jangankan marah, selelah apapun beliau tidak akan pernah mengeluarkan kata kasarnya. Rasanya, Pak Devan bukan menjadikan saya seorang asisten, melainkan seorang teman bahkan keluarga.” Ruben mengingat momen bersama Devan.

“Kamu benar, Ruben. Dia adalah sosok yang luar biasa di mataku. Semua orang yang pernah mengenalnya juga pasti akan mengatakan hal yang sama.”

Sesampainya di kantor, Niara langsung saja menuju ruangannya untuk mempersiapkan diri sebelum meeting tiba. Dia merasa sangat bersemangat hari ini setelah melihat foto berbingkai di atas meja kerjanya. Mungkin, itulah yang menjadi alasan bagi Devan menaruh foto itu di atas meja kerjanya. "Mas, doain aku ya. Hari ini hari pertama aku ketemu klien, aku inget banget dulu kamu sebelum ketemu klien pasti sholat sunnah dan berdoa dulu agar semuanya dipermudahkan oleh Allah."

Niar berangkat bersama dengan Ruben ke tempat meeting, segala hal sudah Ruben siapkan agar acara meeting berjalan dengan lancar.

Setelah menaiki lift menuju ruangan yang sudah ditentukan, Niara sempat bertemu dengan seorang yang pernah dia kenal dulu. Dikala Niar hendak menyapa, pintu lift tertutup rapat dan orang tersebut menghilang dari pandangan Niara.

"Ada apa, Bu?" tanya Ruben.

Niara menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Ruben. Hanya saja tadi saya melihat seseorang yang pernah saya kenal."

Kluar dari lift lalu berjalan masuk menuju ruangan. Mata Niara membelalak saat melihat sosok yang akan menjadi kliennya itu.

"Juan." Niar menyapa.

Juan adalah teman Devan dulunya, namun dikarenakan ada pertikaian kecil memisahkan mereka berdua. Dialah sosok yang tadi dilihat oleh Niara di bawah.

"Ara." Juan memperbaiki posisi dasinya.

"Juan, kamu apa kabar?"

"Baik. Kamu gimana?" Balik bertanya.

"Baik. Aku baik."

"Di mana Devan?"

Niara terdiam mendengar pertanyaan Juan.

"Emmm... Sebaiknya kita lanjutkan meeting kita hari ini karena kamu pasti sibuk dan tidak punya banyak waktu." Menghindar menjawab pertanyaan Juan padanya.

Juan menyetujui. Sepertinya dia tidak mengetahui mengenai kematian Devan.

Mereka memulai kegiatan meeting mereka. Serius dan fokus.

***

Saat libur bekerja, pagi sekali Niara berangkat ke pasar untuk membeli keperluan dapur. Keranjang yang dia bawa beberapa buah terisi penuh membuatnya sangat kerepotan, terlebih dia hanya menggunakan jasa ojek.

"Mbak, barang belanjaannya ketinggalan," panggil seseorang dari seberang jalan yang tiba-tiba terhalang oleh sebuah mobil pengangkut barang.

Niara terdiam, dia seperti mempertajam indra pendengarnya. "Suara itu," ucap Niara.

Saat mobil pengangkut itu telah menjauh, tersisalah barang bawaan Niara yang tergeletak di sana. Niara mencari-cari sosok yang telah memanggilnya sebelumnya. "Mas Devan," ucap Niara menoleh ke kanan dan ke kiri. "Bu, Ibu tadi liat siapa yang bawain belanjaan saya ini?" tanya Niara pada pedagang sayur yang dekat dengan keranjang belanja Niara yang tertinggal.

"Iya, laki-laki."

"Gimana, Bu. Orangnya?" tanya Niara serius.

"Saya kurang memperhatikan, Mbak. Memangnya kenapa?"

"Oh, jadi begitu. Nggak ada apa-apa, Bu. Makasih ya, Bu." Niara pun menyadarkan dirinya bahwa dia terlalu memaksa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   Dia Masalalu

    Bab 6 Enam bulan telah berlalu, Niara masih berusaha mencari Devan bersama Rahel. Namun, tidak ada kabar yang mereka temukan. Meskipun demikian, tidak menyurutkan semangat Niara untuk terus mencari keberadaan Devan. Ratna juga sudah melahirkan bayinya, semua keperluan bayi diurus oleh Niara setiap hari, bahkan membuat Niara berangkat ke kantor dalam keadaan mata sayu karena kurang tidur. Suara cicak terasa menyengat gendang telinga, tanda sepi sedang menemani. Di rumah Niara sedang berdua dengan bayi Ratna dikarenakan para iparnya sedang bepergian liburan ke luar negeri setelah uang warisan dari Devan cair. “Mas, kamu di mana?” gumam Niara yang hampir setiap hari dia lontarkan. Dering telepon berbunyi, Niara gegas mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. (Bu, maaf mengganggu waktu anda malam-malam begini. Saya mau berkabar jikalau besok saya tidak bisa masuk kerja dikarenakan ibu saya di kampung meninggal dunia, jadi saya harus pulang dengan segera. Besok akan ada

    Last Updated : 2025-04-01
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   7

    Sebuah mobil hitam sudah terparkir di depan rumah, Niara juga sudah selesai dengan semua pekerjaan rumah dan siap untuk berangkat bekerja seperti biasa, namun dia masih kebingungan ke mana ia harus menitipkan Adzando hari ini. Mencari Irham di seantero rumah, namun Niara tidak mendapatinya. Terpaksa Niara membawa Adzano bersamanya. Niara dengan bawaan penuh di tangan dan bahunya sudah keluar dari rumah. Seorang laki-laki berbadan jangkung keluar dari mobil membukakan pintu untuk Niara. Niara tak mengetahui siapa sosok tersebut dan ia hanya gegas memasuki mobil. “Ibu Niara, perkenalkan nama saya Hildan. Hari ini dan beberapa hari ke depan akan menggantikan tugas Pak Ruben.” Ia membuka kacamatanya, matanya hitam dan agak sipit, nampaknya dia jauh lebih muda dari Ruben. “Iya, Hildan. Kamu bisa panggil saya dengan Ibu Ara saja tidak mengapa.” Hildan mengangguk paham. “Baik, Ibu Ara. Apa kita bisa berangkat sekarang?” tanyanya. “Silakan.” Niara sibuk menenangkan Adzando yang menan

    Last Updated : 2025-04-01
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   8

    Bab 8“Hel, hari ini aku enggak ikut kalian ya.”Rahel yang tadinya sibuk memasukkan makanan ke mulutnya seketika terhenti. Ia menatap Niara dengan penuh arti.“Ra, jangan bilang jika kamu mau lanjutin nyari Devan?” tebak Rahel.Niara hanya diam tak menanggapi. Perjanjian antara Niara dan Rahel sudah terikat dua tahun yang lalu. Jika selama satu tahun Devan tak juga ditemukan, maka Niara akan berhenti menganggap jikalau Devan masih hidup di dunia ini. Nyatanya, sampai saat ini mereka tak menemukan tanda apapun tentang keberadaan Devan. Tapi, sepertinya Niara masih belum bisa berhenti dalam pencarian, ia diam-diam masih berusaha mengulik informasi.“Ra, kamu udah janji loh sama aku.”“Aku tau, Rahel. Tapi kali ini aku enggak akan libatin kamu lagi, aku akan cari sendiri sampai aku merasa lelah dan puas atas pencarianku. Meskipun sudah dua tahun berlalu, aku tetap ngerasa kalau Mas Devan itu masih ada.”Rahel memutar bola matanya, sepertinya ia sudah muak dengan sikap Niara yang begitu

    Last Updated : 2025-04-02
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   9

    Mata Aisyah, membulat. “Ini, kan...” Ucapannya terhenti. Tanpa melanjutkan ucapan yang seharusnya dia sempurnakan. Sering ponsel Aisyah berbunyi, ia meminta izin pada Niara untuk terlebih dahulu mengangkat panggilan telepon itu. Setelah Aisyah beranjak, tiba-tiba telepon Niara juga berdering. Sebuah panggilan dari Ratna. “Hallo, Ratna. Ada apa?” Niara berjalan sembari menempelkan telponnya ke telinga. Suara cempreng Ratna menggema memekik gendang telinga, Niara lagi-lagi dimarahi oleh Ratna, setelah perkara antara Ratna dengan Irham terjadi waktu itu Ratna semakin menjadi-jadi dalam menyiksa Niara saat Irham tidak ada di sampingnya. Ratna sudah bersumpah untuk tidak lagi berlaku buruk pada Niara, tapi nyatanya dia mengingkari sumpahnya. Bahkan lebih parah dari sebelumnya akibat rasa benci dan cemburu yang membara di hatinya, untungnya ada Lia yang selalu mengingatkan Ratna. “Ada apa, Ratna?” tanya Niar lembut. Ratna berwajah masan, dia menarik tangan Adzando dari gen

    Last Updated : 2025-04-03
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   10

    Erwin dan Niara dibawa Lia ke ruangan tengah, Ratna yang sudah terlelap juga duduk di kursi ruang tengah sembari menahan kantuknya. Niara tak berhenti sesenggukan menahan sesak di dada, ada rasa syok dan takut serta sedih yang mendalam. “Ada apa sih tengah malam gini disuruh ngumpul?” ucap Ratna kesal. Lia menyilangkan kedua tangan ke dada, dia berjalan bolak-balik di depan ketiga iparnya yang sedang duduk. Erwin menyenderkan tubuhnya dia juga merasa tidak tenang karena dialah tajuk utama dalam rapat keluarga kali ini. “Mas, kamu harus jelasin semuanya ke aku!” titah Lia tegas. Erwin berdiri. “Dia menggodaku, Sayang!” Menunjuk pada Niara. Niar merasa tidak terima atas tuduhan yang dilapangkan padanya. Ia juga ikut berdiri untuk membela diri. “Bohong! Kamu yang tiba-tiba masuk ke kamarku!” “Cukup!” teriak Lia sembari menutup kedua telinganya. Ratna yang tidak tahu menahu dengan masalah yang terjadi hanya kebingungan memahami maksud dari ketiga iparnya itu. Erwin mendekat pada L

    Last Updated : 2025-04-04
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   11

    ‘Hallo. Hel...’ Niara menempelkan ponsel ke telinga. ‘Ra, kamu kenapa? Kamu lagi nangis?’ ‘Hel, aku bisa minta tolong kamu untuk malam ini, aku boleh enggak tidur di rumahmu, malam ini saja?’ Isakan Niara tak bisa disembunyikan. Suaranya nyaring berusaha melawan nyaringnya suara hujan lebat yang saat ini mengguyur bumi. ‘Kamu shareloock, aku jemput sekarang juga!’ Niara menganggakuk. Hubungan telepon terputus, Niara menunggu Rahel datang menjemputnya. Hujan masih tak henti mengguyur bumi, seperti kedua mata Niara yang juga tidak henti mengeluarkan air matanya ke pipi. Rasa syok masih menggema di hatinya, baru kali ini ia mendapati hal seperti ini di hidupnya, untuk cacian hingga pukulan bisa Niara tahan untuk beberapa waktu namun masalah pelecehan tidak bisa Niara tahan dan maafkan sedikit pun. Mobil berhenti di depan halte, seseorang turun dari mobil dan membuka payung. Niara menatap penuh tanya di hati ya pada orang yang berjalan menuju Niara, dia seorang pria. Wajahnya itu

    Last Updated : 2025-04-05
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   12

    Niara keluar dari dalam kamar, dia merasa tidak nyaman karena terlalu memikirkan Rahel, temannya. Ada ketakutan dan kekhawatiran yang membuat Niara gelisah berkepanjangan. Niara kebingungan harus berjalan ke arah yang mana dikarenakan ruangan rumah ini begitu besar dan terdapat banyak pintu. Niara mencoba memasuki salah satu pintu yang dia yakini adalah pintu untuk leluar, namun nyatanya ia masuk dalam ruangan yang lain. “Aku harus ke mana? Di mana penghuni rumah ini? Tidak mungkin rumah semegah ini tidak ada yang menghuni kan?” gumam Niara. “Rahel, maafkan aku.” Masih berusaha mencari pintu keluar dan mencari penghuni rumah. Seseorang menarik tangan Niara, Niar kaget bukan kepalang. Ia menarik tangan Niara, ke ruangan yang jauh lebih luas ukurannya. “Ra,” ucapnya. Niara terdiam menatap sosok yang telah menarik tangannya itu. “Kamu” Hujan sudah reda namun kilat dan suara guntur masih kerap kali menyapa. Suasana mencekam, keduanya saling menatap tanpa sepatah katapun keluar dari b

    Last Updated : 2025-04-06
  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   13

    “Kamu percaya aja gitu sama dia? Setelah semua yang dia lakukan, setelah semua air mata yang kamu keluarkan?” Rahel mengangguk. “Maafin aku, Ra. Aku dipaksa sama dia buat bawa kamu sama dia. Aku udah ketemu sama Alex, dia beneran masih hidup.” "Apa kamu yakin dia memang Alex?" "Yakin, Ra. Ini naluri seorang ibu sama seperti yang kamu bilang apa kamu enggak percaya dengan nalurj seorang ibu?" Niara tak menepis apa yang Rahel katakan. Dia terdiam, merenungkan nasib seorang sahabatnya yang sudah sangat ia prcaya dan cinta. "Ra, kamu mau kan sama Rizwan?" tanya Rahel dengan nada membujuk. Niara tak habis pikir, dia terkesiap dan gegas berdirj dari duduknya. Memberi jarak dari Rahel dengan segera. "Aku enggak bisa, Hel. Enggak akan mau." Niara setengah berteriak. Rahel menarik tangan Niara, ia memohon dengn penuh duka yang menjalar dari kedua matanya. "Aku mohon, Ra. Devan enggak akan kembali, dia sudah mati. Usahamu sia-sia menunggunya pulang. Itu hal yang mustahil." Pla

    Last Updated : 2025-04-07

Latest chapter

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   17

    Mendapati Ekspresi Niara, Aisyah gegas mengambil ponselnya yang jatuh ke lantai. "Mbak, ada apa?" "Kenapa Rizwan?" ucap Niara. 'Aisyah, Aisyah. Kamu mau bantuin mereka?' Suara dari balik telepon itu menarik perhatian Aisyah. "Pak Rizwan," ucapnya gegas menempelkan ponselnya ke telinga. 'Pak, kenapa bisa ponsel Pak Van sama Bapak? Pak, saya perlu bicara dengan Pak Van.' Aisyah mulai takut dengan Rizal setelah mendengar pernyataan dari Niara dan Rahel bagaimana bejatnya dia. 'Berikan kembali pada Ara, aku mau ngomong sama dia!' Aisyah menurut, segera memberikan ponselnya kembali kepada Niara. "Mbak, Pak Rizwan mau ngomong." 'Ara, apa kamu tau orang yang sedang kamu hubungi ini? Dia adalah orang hang selama ini kamu cari...,' ucap Rizwan. 'Bicara!' ujarnya menyuruh seseorang. Niara terdiam. Menunggu... 'Ara, ini aku,' ucap dari balik telepon, suaranya terdengar susah payah. 'Mas Devan,' teriak Ara histeris. Meskipun sudah sangat lama tidak mendengar suara Devan, Niar

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   16

    '"Apa, menikah denganmu?" Niara berdiri, menggertak meja. "Enggak!" lanjutnya. Bukan hanya sampai di situ, Niara juga menumpahkan isi minumannya kepada Rizwan. Bukannya balik memarahi, Rizwan hanya tersenyum menanggapi Niara. Ia kembali merogoh ponselnya, menelpon seseorang dan ia berbincang dengan ponselnya. Napas Niara naik turun, ia masih berusaha mengolah emosi. "Di mana Rahel, Ra? Bawa dia ke sini! Aku akan serahkan Alex padanya." Rahel pasti sudah mendengar apa yang Rizwan katakan. Entah benar atau tidak ucapan Rizwan, yang pasti Niara belum sepenuhnya mempercayai. Niara masih berhati-hati, terlebih dengan kebaikan hati Rizwan saat ini. 'Rahel, kamu di mana?' tanya Niara pada earphone yang terpasang. 'Aku menuju ruangan, Ra. Secepatnya sampai.' Ceklek... Pintu terbuka, memperlihatkan Rahel yang gelagapan. Dia seperti habis berlari kencang. "Di mana anakku?" ucap Rahel segera. "Sabar, Hel. Aku akan penuhi janjiku karena kamu sudah membawa Ara padaku. Seben

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   15

    Niara sudah didandani oleh Rahel. Make up tipis di wajahnya membuat kesan berbeda pada Niara. Dia cantik tanpa make up tapi lebih cantik lagi saat menggunaka make up. “Nyonya Ara, Tuan muda sudah menunggu di depan,” ucap Mbok pada Niara. Rahel memegangi pundak Niara untuk menguatkan. “Jangan putus komunikasi! Kalau dia mau ngapa-ngapain kamu hubungi aku segera.” Niara mengangguk paham. Dengan langkah berat ia berjalan keluar kamar. Dituntun oleh Rahel bak seorang penggiring pengantin yang menggiring pengantinnya menuju pelaminan. Rahel menjerit di dalam hati.Sama halnya dengn Niara. Keduany mempunyai duka yang berbeda. Rizwan sudah menunggu di dalam mobil mewahnya. “Ara,” ucap Rizwan dengan tatapan kagum. Rizwan membukakan pintu mobil bersebelahan dengannya. Niara masuk ke mobil dengan hati yang tak karuan, doa perlindungan tak henti terhatur di dalam hati. Rizwan kembali masuk ke dalam mobil, sejenak ia menatap kepada Niara yang membuang muka dari Rizwan. “Cantik sekali,” puji

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   14

    Niara perlahan membuka mata saat tangan Rizwan beranjak dari wajahnya. Wajah Rizwan sumringah, dia terlihat sangat bahagia dengan mata Niara yang membuka.“Ara,” ucapnya. Niara duduk dan sedikit menjauh dari Rizwan. “Ra, jangan takut! Aku enggak akan nyakitin kamu kok.” Membujuk Niara. “Kamu... Kamu Rizwan kan?” Rizwan mengangguk, tersenyum pada Niara. “Kamu ngapain bawa aku ke sini?” tanya Niara lagi. Rizwan mengubah posisi duduknya, sedikit mendekat pada Niara membuat Niara kembali menjauh. “Ra, sebenarnya aku sudah lama suka sama kamu. Perasaan ini sangat lama kupendam.” Niara berpura-pura berekspresi kaget mendengar pernyataan perasaan Rizwan padanya. Di sisi lain ada Rahel yang menahan isakan tangisnya, dia masih sangat mencintai Rizwan tapi rasa benci juga berbaur dalam hatinya. “Tapi, kenapa bisa?”“Aku juga nggak tau, Ra. Perasaan ini tiba-tiba aja muncul saat pertama kali aku melihatmu.” Niara meremas sprei kasur. “Tapi, aku enggak ada perasaan apapun sama kamu.” R

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   13

    “Kamu percaya aja gitu sama dia? Setelah semua yang dia lakukan, setelah semua air mata yang kamu keluarkan?” Rahel mengangguk. “Maafin aku, Ra. Aku dipaksa sama dia buat bawa kamu sama dia. Aku udah ketemu sama Alex, dia beneran masih hidup.” "Apa kamu yakin dia memang Alex?" "Yakin, Ra. Ini naluri seorang ibu sama seperti yang kamu bilang apa kamu enggak percaya dengan nalurj seorang ibu?" Niara tak menepis apa yang Rahel katakan. Dia terdiam, merenungkan nasib seorang sahabatnya yang sudah sangat ia prcaya dan cinta. "Ra, kamu mau kan sama Rizwan?" tanya Rahel dengan nada membujuk. Niara tak habis pikir, dia terkesiap dan gegas berdirj dari duduknya. Memberi jarak dari Rahel dengan segera. "Aku enggak bisa, Hel. Enggak akan mau." Niara setengah berteriak. Rahel menarik tangan Niara, ia memohon dengn penuh duka yang menjalar dari kedua matanya. "Aku mohon, Ra. Devan enggak akan kembali, dia sudah mati. Usahamu sia-sia menunggunya pulang. Itu hal yang mustahil." Pla

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   12

    Niara keluar dari dalam kamar, dia merasa tidak nyaman karena terlalu memikirkan Rahel, temannya. Ada ketakutan dan kekhawatiran yang membuat Niara gelisah berkepanjangan. Niara kebingungan harus berjalan ke arah yang mana dikarenakan ruangan rumah ini begitu besar dan terdapat banyak pintu. Niara mencoba memasuki salah satu pintu yang dia yakini adalah pintu untuk leluar, namun nyatanya ia masuk dalam ruangan yang lain. “Aku harus ke mana? Di mana penghuni rumah ini? Tidak mungkin rumah semegah ini tidak ada yang menghuni kan?” gumam Niara. “Rahel, maafkan aku.” Masih berusaha mencari pintu keluar dan mencari penghuni rumah. Seseorang menarik tangan Niara, Niar kaget bukan kepalang. Ia menarik tangan Niara, ke ruangan yang jauh lebih luas ukurannya. “Ra,” ucapnya. Niara terdiam menatap sosok yang telah menarik tangannya itu. “Kamu” Hujan sudah reda namun kilat dan suara guntur masih kerap kali menyapa. Suasana mencekam, keduanya saling menatap tanpa sepatah katapun keluar dari b

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   11

    ‘Hallo. Hel...’ Niara menempelkan ponsel ke telinga. ‘Ra, kamu kenapa? Kamu lagi nangis?’ ‘Hel, aku bisa minta tolong kamu untuk malam ini, aku boleh enggak tidur di rumahmu, malam ini saja?’ Isakan Niara tak bisa disembunyikan. Suaranya nyaring berusaha melawan nyaringnya suara hujan lebat yang saat ini mengguyur bumi. ‘Kamu shareloock, aku jemput sekarang juga!’ Niara menganggakuk. Hubungan telepon terputus, Niara menunggu Rahel datang menjemputnya. Hujan masih tak henti mengguyur bumi, seperti kedua mata Niara yang juga tidak henti mengeluarkan air matanya ke pipi. Rasa syok masih menggema di hatinya, baru kali ini ia mendapati hal seperti ini di hidupnya, untuk cacian hingga pukulan bisa Niara tahan untuk beberapa waktu namun masalah pelecehan tidak bisa Niara tahan dan maafkan sedikit pun. Mobil berhenti di depan halte, seseorang turun dari mobil dan membuka payung. Niara menatap penuh tanya di hati ya pada orang yang berjalan menuju Niara, dia seorang pria. Wajahnya itu

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   10

    Erwin dan Niara dibawa Lia ke ruangan tengah, Ratna yang sudah terlelap juga duduk di kursi ruang tengah sembari menahan kantuknya. Niara tak berhenti sesenggukan menahan sesak di dada, ada rasa syok dan takut serta sedih yang mendalam. “Ada apa sih tengah malam gini disuruh ngumpul?” ucap Ratna kesal. Lia menyilangkan kedua tangan ke dada, dia berjalan bolak-balik di depan ketiga iparnya yang sedang duduk. Erwin menyenderkan tubuhnya dia juga merasa tidak tenang karena dialah tajuk utama dalam rapat keluarga kali ini. “Mas, kamu harus jelasin semuanya ke aku!” titah Lia tegas. Erwin berdiri. “Dia menggodaku, Sayang!” Menunjuk pada Niara. Niar merasa tidak terima atas tuduhan yang dilapangkan padanya. Ia juga ikut berdiri untuk membela diri. “Bohong! Kamu yang tiba-tiba masuk ke kamarku!” “Cukup!” teriak Lia sembari menutup kedua telinganya. Ratna yang tidak tahu menahu dengan masalah yang terjadi hanya kebingungan memahami maksud dari ketiga iparnya itu. Erwin mendekat pada L

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   9

    Mata Aisyah, membulat. “Ini, kan...” Ucapannya terhenti. Tanpa melanjutkan ucapan yang seharusnya dia sempurnakan. Sering ponsel Aisyah berbunyi, ia meminta izin pada Niara untuk terlebih dahulu mengangkat panggilan telepon itu. Setelah Aisyah beranjak, tiba-tiba telepon Niara juga berdering. Sebuah panggilan dari Ratna. “Hallo, Ratna. Ada apa?” Niara berjalan sembari menempelkan telponnya ke telinga. Suara cempreng Ratna menggema memekik gendang telinga, Niara lagi-lagi dimarahi oleh Ratna, setelah perkara antara Ratna dengan Irham terjadi waktu itu Ratna semakin menjadi-jadi dalam menyiksa Niara saat Irham tidak ada di sampingnya. Ratna sudah bersumpah untuk tidak lagi berlaku buruk pada Niara, tapi nyatanya dia mengingkari sumpahnya. Bahkan lebih parah dari sebelumnya akibat rasa benci dan cemburu yang membara di hatinya, untungnya ada Lia yang selalu mengingatkan Ratna. “Ada apa, Ratna?” tanya Niar lembut. Ratna berwajah masan, dia menarik tangan Adzando dari gen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status