Bab 12"Malam ini aku yang akan menemanimu tidur disini.""Aku nggak bisa mengabulkan permintaanmu loh, Mas. Jadi nggak ada gunanya kamu menemaniku di sini. Lebih baik kamu tidur di kamarmu atau di kamar Risty, lagian bukannya dia tadi ngambek? Bujuk saja dia dulu," ujar Hanina datar. Perempuan itu bangkit dan meraih Aqila yang rupanya terbangun lagi, kemudian segera menyusui bayinya.Hanina setengah berbaring sembari menyusui bayinya. Perempuan itu nampak begitu menikmati perannya sebagai seorang ibu. Menyaksikan pemandangan itu, entah kenapa hati Akmal merasa trenyuh.Hanina benar. Dia tidak sedang menyewakan rahimnya kepada siapapun. Diantara mereka tidak ada kesepakatan soal itu. Akmal menikahi Hanina dan Hanina melahirkan anaknya. Posisi Hanina bukan sekedar seorang wanita yang membuat anaknya terlahir ke dunia ini seperti yang ia sugestikan selama ini kepada dirinya sendiri.Dia menikahi Hanina, dan menggaulinya secara sah. Aqila mutlak buah hati mereka, bukan anaknya bersama de
Bab 13Hanina tidak menanggapi ucapan ibunya, tetapi malah bangkit sembari menggendong bayinya. Dia berjalan menuju kamarnya sendiri, kamar yang sudah ditempatinya saat masih gadis dulu. Kebetulan letaknya di lantai dasar, sehingga Hanina tidak perlu naik tangga. Kamar ini masih saja seperti yang dulu. Ruangan yang dicat merah muda khas anak perempuan, yang pernah menjadi saksi dirinya tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan cerdas. Hanina menyelesaikan S2 nya, kemudian bekerja di perusahaan papanya sendiri, lalu bertemu dengan Akmal dan akhirnya menikah. Hanina merasa hidupnya sempurna, sebelum akhirnya peristiwa malam itu membuka rahasia besar kebusukan suaminya sendiri."Kamu belum jawab pertanyaan Mama, Nak." Ternyata Liani menyusul dengan membawakan dua tas itu."Apanya yang harus kujawab, Ma? Aku tidak punya masalah dengan Mas Akmal. Hanya saja malam ini aku sedikit lelah, jadi aku menginap di sini saja ya." pinta Hanina sekalian. Dia merebahkan Aqila di pembaringannya yang
Bab 14 "Kamu dari mana saja seharian, Mas?" Hanina menguap beberapa kali. Dia sebenarnya sangat mengantuk dan ingin segera tidur. Namun tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka yang memunculkan sosok Akmal.Pria itu berjalan mendekat, selangkah demi selangkah dan akhirnya sampai di tepi tempat tidur."Aku dari cafe, Nin," jawab Akmal jujur."Dari cafenya Mas Ricky?" Hanina langsung teringat pertemuan pertamanya dengan Akmal saat pria itu masih bekerja di cafe milik sahabatnya."Kamu masih ingat dengan sahabatku itu, Nin?" Pria itu duduk di sisi istrinya. Tangannya terulur memainkan ujung helaian hitam milik istrinya yang tergerai sepundak."Aku sudah lama tidak bertemu dengannya, tepatnya mungkin sejak kita menikah. Dulu dia hadir di acara pernikahan kita, bukan?""Iya, dia hadir waktu itu," angguk Akmal."Terus, ngapain aja kamu seharian di sana? Mau benar-benar membuka usaha dengan Mas Ricky?""Lebih tepatnya aku bekerja di cafenya Ricky, jadi pelayan seperti dulu....""Jadi pelayan la
Bab 15"Mas, kamu sudah pulang?" Risty menyongsong kedatangan suaminya. Dia berlari kecil menuju mobil yang baru saja berhenti. Namun nyali wanita itu seketika menciut ketika melihat sosok perempuan yang berada di sisi suaminya.Hanina, istri kedua suaminya. Perempuan itu terlihat duduk santai sembari memangku tas kerjanya.Namun bukan Risty namanya jika ia mundur begitu saja. Pantang baginya untuk menyerah, apalagi sekarang sikap Akmal lebih banyak membela istri keduanya, padahal saat akan menikahi Hanina dulu, Akmal terlihat begitu berat. Jika bukan atas desakan ibunya dan Risty yang menginginkan perubahan ekonomi dan juga keturunan, Akmal tentu tidak akan pernah menikahi Hanina.Hanina berdecih mendapati penampilan Rizky saat ini. Berani sekali perempuan itu keluar dari rumah hanya dengan mengenakan pakaian tidurnya. Perempuan itu begitu cantik dan seksi, tapi entah kenapa terlihat seperti wanita murahan."Seperti yang kamu lihat," sahut Akmal. Dia menepis halus sepasang tangan istr
Bab 16Hanina luruh seketika, namun otaknya langsung memberi kode agar ia segera meninggalkan tempat itu. Jangan sampai ibu mertuanya tahu jika ia mencuri dengar pembicaraan antara ibu mertuanya dengan Risty dari balik dinding kamar. Niatnya yang akan ke dapur untuk membuat sarapan pun urung. Hanina bergegas balik ke ruang tamu dan memilih duduk di sofa untuk mengatur nafasnya. Hanya mendengar perdebatan antara ibu mertuanya dan Risty sudah membuat nafasnya ngos-ngosan seperti orang yang habis lari maraton.Hanina memejamkan mata, belajar mencerna setiap ucapan yang ia dengar. Ada rasa sesal di hati sudah mengenal Akmal dan keluarganya. Kenapa mereka tidak memiliki rasa tulus?Kenapa Akmal, ibunya, bahkan istri pertama Akmal menganggap ia sebagai tambang emas? Kenapa setiap hubungan yang terjalin harus berdasarkan untung dan rugi dari sisi materi?Jika begini caranya, apa bedanya dengan bisnis? Sementara sebuah rumah tangga harusnya dibangun atas dasar cinta dan ketulusan, bukan kare
Bab 17"Kamu sudah tidak mencintaiku lagi, Mas?" lirih perempuan itu. Wajahnya seketika berubah pias. Risty bersandar di depan pintu dan melupakan niatnya sementara untuk masuk ke dalam rumah ini serta mengusir suami dan ibu mertuanya.Sejak peristiwa malam itu, sikap suaminya benar-benar berubah. Padahal dia berharap dengan tinggalnya mereka satu atap, akan membuat Akmal lebih perhatian kepadanya. Sejak Akmal menikahi Hanina, dia selalu merasa was-was, takut jika Akmal berpaling, meski Risty tetap percaya diri jika dia tetaplah yang utama dan keadaan ini hanya sementara. Setelah mereka mendapatkan apa yang diinginkan, maka Hanina akan segera ditendang jauh dari kehidupan rumah tangga mereka.Kenapa apa yang ia rencanakan malah jauh panggang daripada api?Risty mengakui ia memang ceroboh, tetapi seharusnya jika rencana mereka gagal, maka Akmal harus mengambil sikap untuk menceraikan Hanina. Lagi pula sekarang, apa yang mereka harapkan dari perempuan itu? Akses keuangan sudah dicabut d
Bab 18Pagi yang sibuk. Hanina menghabiskan waktunya sepanjang pagi dengan menganalisis semua file yang masuk ke dalam laptopnya, lalu menghadiri rapat dengan dewan komisaris yang ketuanya merupakan papanya sendiri. Selain sebagai ketua dewan komisaris, Sulistyo Darmawan juga merupakan shareholder mayor alias pemegang saham mayoritas. Akmal memang sudah tidak lagi memegang perusahaan, tetapi Hanina yang harus menyelesaikan kekacauan yang dibuat pria itu. Dia bertanggung jawab harus menjelaskan panjang lebar soal data-data profit and loss. Mungkin ini sedikit sensitif, tetapi mau tidak mau Hanina harus berterus terang jika tingkat penjualan bulan ini memang menurun.Untuk sejenak Hanina bisa melupakan persoalan pribadinya. Setidaknya dalam beberapa minggu ke depan, dia harus bekerja keras untuk menaikkan grafik penjualan dan mengembalikan tingkat kepercayaan para pemegang saham yang lain. Hanina masih beruntung. Dia dan sang papa adalah pemegang saham mayoritas. Jadi kekacauan yang di
Bab 19Sore menjelang petang. Kesibukan di gedung pusat PT Hanina Indo Textile mulai surut. Hanina menutup laptop kemudian memasukkannya ke dalam tas kerjanya.Setelah pamit dengan Melati, Hanina bergegas keluar dan menyusuri lorong yang terhubung dengan lift."Pulang bareng yuk. Kebetulan aku sudah kangen sama Tante Liani," tawar Rio. Pria itu mensejajarkan tubuhnya di samping Hanina yang kini sudah berada di depan pintu lift. "Beneran nggak merepotkan nih?" ujar perempuan itu tanpa menoleh."Enggak merepotkan sama sekali, lagi pula Akmal nggak menjemputmu, kan?""Iya, aku pulang sendiri. Paling dijemput sama sopir papa. Nanti kalau sudah sampai di bawah aku telepon Pak Joko," sahut Hanina menyebut nama sopir papanya.Pria itu meraih tangan Hanina, lalu menggenggamnya erat. Sedangkan tangannya yang lain memijit tombol, agar lift membawa mereka ke lantai dasar."Sudah lama aku merindukanmu seperti ini. Sudah lama kita tidak semobil berdua," celoteh pria itu setelah mobil yang mereka t
Bab 116"Selama putri kita nggak berzina, mengapa kita harus repot? Anak kita cuma satu dan sekarang anak kita udah mau punya anak dua. Kenapa kita nggak bersyukur, Ma?? Kalau bukan Hanina dan anak-anaknya, lalu siapa yang akan merawat kita kelak?! Nggak usah kesel, yang penting putri kita nggak berzina. Anak itu ada bapaknya, walaupun Papa masih belum mengizinkan bapaknya untuk membawa mereka. Papa masih ingin mengajari Akmal untuk menjadi kepala keluarga yang baik."Ucapan pria itu sungguh menenangkan dan Liani harus mengakui jika Darmawan memang benar. Hanya saja dia masih belum bisa menerima kehamilan Hanina. Dia merasa kecolongan. Bukannya selama ini dia dan suaminya melarang keras Hanina dan Akmal berhubungan? Lah, ini kok malah hamil?!"Papa masih ingat, kan bagaimana kita susahnya mendapatkan Hanina? Sampai-sampai Mama dikira mandul, karena hampir 10 tahun menikah, belum juga dikaruniai anak. Lalu kenapa setelah ia dewasa malah mendapatkan suami seperti Akmal?! Mama nggak rela
Bab 115" Nah tuh, bener kan? Sudah ada embrio rupanya. Selamat ya, Bu. Ibu positif mengandung. Usia kandungannya sudah 6 minggu," ujar dokter kandungan perempuan yang bernama Herlina itu.Percintaan panasnya dengan Akmal malam itu ternyata membuahkan hasil. Hanina kembali teringat dengan kejadian malam penculikannya. Seharusnya waktu itu Rio lah yang mengeksekusinya. Namun ternyata dia malah bercinta dengan Akmal. Sontak Hanina bergidik. Tak terbayangkan seandainya benih ini milik Rio. Pasti akan sangat rumit. Saat ini Rio sudah menikah dengan Risty.Perempuan itu memejamkan matanya sejenak, berusaha mencerna kejutan yang diterimanya saat ini."Terima kasih, Dok." Hanina kembali bangkit dari tempat tidur setelah selesai pemeriksaan. Dia turun dari tempat tidur di dibantu oleh seorang perawat perempuan yang dengan sigap membawanya duduk di kursi berhadapan dengan sang dokter."Saya resepkan obat anti mual dan vitamin, dikonsumsi secara rutin ya, Bu. Semoga Ibu dan dedek bayinya sehat.
Bab 114"Baru beberapa bulan yang lalu, Bu," sahut Melati sumringah. "Saya nyaman bekerja di perusahaannya Pak Irwan. Sama seperti Ibu, beliau baik dan tidak pernah menekan saya untuk ini dan itu. Namun saya di tuntut harus mendampinginya kemanapun. Ya, mirip-mirip Daisy lah. Cuma beruntungnya, Daisy itu keponakannya Pak Irwan. Jadi aman deh.""Memangnya kenapa? Bukankah mendampingi bos kemanapun itu adalah tugas seorang sekretaris?""Iya, Bu. Tapi yang tidak enaknya itu rumor yang beredar di seputar kantor tentang kedekatan kami," curhat Melati."Memangnya ada apa?" Hanina lagi-lagi merasa tertarik dengan cerita Melati. Dia melambaikan tangan pada ibunya, dan Liani yang paham segera membawa Aqila dari pangkuan Hanina."Pak Irwan itu duda. Jadinya ya.... Bu Hanina bisa membayangkan lah." Wajah sumringahnya berakhir dengan senyum kecut. Melati tak bisa mengabaikan begitu saja tatapan para perempuan di kantornya yang terlihat begitu sinis bercampur iri. Walaupun duda, tetapi Irwan meru
Bab 113"Iya." Wajah Hanina kembali dengan mode serius. "Aku akui aku memang sudah memberitahu soal kalian yang akan menikah, lagi pula aku juga tidak mau menutup-nutupi masalah ini. Aku tidak mau dia terlalu berharap sama kamu.""Aku tidak mau tahu ya, tapi yang jelas aku tidak mau kejadian seperti itu terulang kembali. Aku mau kita mentaati kesepakatan yang sudah dibuat. Bukankah itu juga yang kamu dan Akmal inginkan?!" tegas pria itu. "Kamu menekanku?!" Perempuan itu tersentak balas menatap Rio yang entah kenapa pagi ini tatapannya begitu dalam. "Aku tidak ingin membuatmu tertekan, tetapi apapun yang terjadi, kamu harus menangani dan bertanggung jawab. Kamu pastikan agar Dira tidak mengulangi hal yang merugikan dirinya sendiri." Rio bangkit, kemudian mundur selangkah. "Ya sudah, hanya itu yang ingin aku katakan. Sekarang aku harus pergi. Pekerjaanku hari ini sangat banyak."Hanina masih saja ternganga dengan sikap Rio yang dengan langkah cepatnya menghilang dari balik pintu kaca.
Bab 112"Adira, tapi Mas Rio menganggap kamu sebagai seorang adik, nggak lebih. Dia memang sangat baik sama kamu dan dia merasa kamu adalah saudaranya, di saat saudaranya yang lain tidak peduli. Kamu itu terlalu berharga. Ayolah Dira.... jangan seperti ini lagi ya. Kamu akan tetap memiliki cinta Mas Rio walaupun kami sudah menikah. Kamu nggak akan kehilangan Mas Rio," tutur lirih perempuan itu.Dia memang sengaja memancing dengan kata-kata adik, karena dia ingin tahu atau bagaimana tanggapan gadis itu. "Omong kosong! Kak Nina dan Mas Rio itu juga saudara angkat, tapi ternyata Mas Rio mencintai Kak Nina lebih daripada seorang adik. Kenapa itu tidak bisa berlaku kepadaku? Aku dan Kak Nina itu posisinya sama!" Gadis merengut. Bibirnya mengerucut. "Cinta itu tidak bisa memilih, Dira....""Nah bener, kan? Sebenarnya kalian memang saling mencintai, atau jangan-jangan kalian sudah ada hubungan lain di balik Kak Nina dan Mas Akmal?" tuduh gadis itu.Namun Risty menggeleng. "Enggak Dira. Aku
Bab 111Namun Rio malah menggeleng sembari memperdengarkan kekehannya. "Dia itu masih perawan, Ris. Bagaimana mungkin aku tega memerawani anak orang, terlebih adik angkatku sendiri. Dia akan menyesali seumur hidupnya.""Tapi aku pikir kamu bisa memanfaatkan...." Risty sengaja memancing atensi pria disampingnya ini."Aku bukan pria yang seperti itu. Jika aku mengetahui gadis itu masih perawan, aku tentu tidak akan mengajaknya untuk bersenang-senang. Kasihan. Lagi pula tak mungkin aku merusak adik angkatku sendiri. Dia itu gadis yang baik.""Baik katamu?! Tapi nyatanya dia ke klub malam....""Sepertinya dia ada masalah," bela Rio."Patah hati?" tebak Risty. Jemari lentiknya seketika membelai dada pria itu. "Jangan-jangan patah hati sama kamu?""Kemungkinan besar iya. Tapi aku juga tidak berani mengorek keterangan dari gadis itu. Aku hanya menyuruhnya istirahat dan jangan berpikir yang berat-berat. Setelah itu aku keluar dan pergi meninggalkan hotel. Semoga saja dia baik-baik saja di san
Bab 110"Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi aku nggak mungkin membatalkan rencanaku. Kamu itu berhak mendapatkan laki-laki yang lebih baik, Dira." Rio memejamkan mata sejenak, kemudian membuka keran dan membasuh wajahnya.Air dingin yang mengucur dan membasahi wajahnya sedikit mendinginkan suhu di tubuh Rio yang memanas akibat ulah Dira barusan. Setelah ia merasa lebih tenang, Rio pun keluar dari kamar mandi, lalu berjalan mendekati gadis yang tergolek di atas karpet itu. Dan dengan teramat hati-hati, Rio mengangkat tubuh Dira dan kembali merebahkan di pembaringan. Beruntung kali ini tampaknya Dira benar-benar tertidur, sehingga tidak bertingkah yang macam-macam."Kasihan kamu, Dira. Kenapa kamu harus jatuh cinta sama Mas?" keluh pria itu. Kondisi Dira membuat Rio benar-benar risau. Dia menjadi serba salah. Memang ini di luar kendalinya, tapi sebagai seorang kakak tetap saja Rio merasa bertanggung jawab dengan perasaan Dira."Ini bukan soal baik atau buruk, tetapi nyatanya Mas meman
Bab 109Waktu sudah mendekati tengah malam dan Rio masih tidak bisa tertidur lantaran juniornya yang tidak mau diajak kompromi. Berkali-kali ia menelan salivanya sembari mengerang lirih. Namun ia tak mau membangunkan Risty yang sudah lelap, walaupun jika ia meminta, perempuan itu pasti tidak akan keberatan untuk melayani kebutuhan biologisnya.Tidak.Dia sudah berjanji dalam hati untuk tidak melakukan itu, kecuali mereka sudah resmi menikah.Entah pikiran itu berasal dari mana, padahal baik Rio maupun Risty sama-sama menganut kehidupan bebas, yang berarti seks sebelum menikah bukan hal yang tabu.Akhirnya pria itu memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurny.a. Dia melepaskan lengannya dari kepala Risty dengan sangat hati-hati, lalu segera menyibak selimut dan akhirnya beringsut dari pembaringan.Setelah mengambil ponsel dari laci meja nakas, Rio keluar dari kamar, terus ke ruang tamu dan akhirnya sampai di pintu utama. Rumah ini memang tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu k
Bab 108Belum apa-apa, tapi Risty sudah berpikir ingin lari darinya. Apa sedemikian tidak berharga tawarannya, sehingga membuat Risty selalu mencari cara untuk menghindar dari berkomitmen dengannya? Pria itu seolah merasa hatinya dicubit-cubit. Akmal benar-benar beruntung dicintai dengan hebat oleh dua orang perempuan. Risty dan Hanina. Rio tak bisa membayangkan seandainya dua perempuan ini dulunya sampai akur dan memutuskan untuk tetap menjalani pernikahannya."Aku menyukaimu, Ris. Jadi tolong berhenti berpikiran suatu saat kamu akan pergi dariku. Sebuah pernikahan itu tidak mesti dengan diawali oleh cinta. Kita tidak perlu cinta untuk membuat sebuah rumah tangga. Kita hanya perlu sebuah kesepakatan.""Aku hanya mencoba untuk realistis, Mas, lagi pula kamu masih muda dan aku berpikir jika masih banyak wanita yang mau denganmu. Setelah hatimu lebih kuat dan lukamu sembuh, aku bisa pergi dari hidupmu dan kita akan kembali menjadi orang lain.""Bagaimana dengan perasaanmu? Kamu tidak