Bab 18Pagi yang sibuk. Hanina menghabiskan waktunya sepanjang pagi dengan menganalisis semua file yang masuk ke dalam laptopnya, lalu menghadiri rapat dengan dewan komisaris yang ketuanya merupakan papanya sendiri. Selain sebagai ketua dewan komisaris, Sulistyo Darmawan juga merupakan shareholder mayor alias pemegang saham mayoritas. Akmal memang sudah tidak lagi memegang perusahaan, tetapi Hanina yang harus menyelesaikan kekacauan yang dibuat pria itu. Dia bertanggung jawab harus menjelaskan panjang lebar soal data-data profit and loss. Mungkin ini sedikit sensitif, tetapi mau tidak mau Hanina harus berterus terang jika tingkat penjualan bulan ini memang menurun.Untuk sejenak Hanina bisa melupakan persoalan pribadinya. Setidaknya dalam beberapa minggu ke depan, dia harus bekerja keras untuk menaikkan grafik penjualan dan mengembalikan tingkat kepercayaan para pemegang saham yang lain. Hanina masih beruntung. Dia dan sang papa adalah pemegang saham mayoritas. Jadi kekacauan yang di
Bab 19Sore menjelang petang. Kesibukan di gedung pusat PT Hanina Indo Textile mulai surut. Hanina menutup laptop kemudian memasukkannya ke dalam tas kerjanya.Setelah pamit dengan Melati, Hanina bergegas keluar dan menyusuri lorong yang terhubung dengan lift."Pulang bareng yuk. Kebetulan aku sudah kangen sama Tante Liani," tawar Rio. Pria itu mensejajarkan tubuhnya di samping Hanina yang kini sudah berada di depan pintu lift. "Beneran nggak merepotkan nih?" ujar perempuan itu tanpa menoleh."Enggak merepotkan sama sekali, lagi pula Akmal nggak menjemputmu, kan?""Iya, aku pulang sendiri. Paling dijemput sama sopir papa. Nanti kalau sudah sampai di bawah aku telepon Pak Joko," sahut Hanina menyebut nama sopir papanya.Pria itu meraih tangan Hanina, lalu menggenggamnya erat. Sedangkan tangannya yang lain memijit tombol, agar lift membawa mereka ke lantai dasar."Sudah lama aku merindukanmu seperti ini. Sudah lama kita tidak semobil berdua," celoteh pria itu setelah mobil yang mereka t
Bab 20"Ceritanya panjang, tapi aku harap kamu tidak melakukan hal yang berlebihan. Cukup kamu yang tahu. Dan tolong, rahasiakan semua ini dari kedua orang tuaku."Setelah menimbang selama beberapa menit, akhirnya Hanina memutuskan untuk bercerita. Saat ini mereka masih berada di mobil dengan Aqila yang berada di pangkuannya."Na, aku mencintaimu, tapi aku nggak egois. Jika kamu merasa nggak nyaman, terlebih lagi aku, Na. Aku harus tahu apa masalahmu, apalagi jika itu berkaitan dengan Akmal. Apa Akmal sudah menyakitimu?""Ternyata Mas Akmal punya istri yang lain. Jadi selama ini aku sudah menikahi pria beristri, Rio.""Apa?!' "Dia sudah punya istri saat menikahimu?" Wajah pria itu seketika merah padam dan tanpa sadar mencengkram kemudi. Untung saja mesin mobil sudah dimatikan, sehingga tidak berbahaya jika tanpa sadar kaki Rio menginjak pedal gas."Bodohnya aku yang terlalu percaya sama Mas Akmal. Aku nggak menyangka jika dia sudah punya istri, dan ternyata aku istri kedua," ucap Ha
Bab 21"Tapi apakah kamu akan tetap membiarkan keadaan berlangsung seperti ini? Kamu itu berhak untuk bahagia, Na. Aku nggak bisa melihat kamu menangis. Aku nggak bisa!""Aku berjanji nggak akan menangis.""Tapi hatimu yang menangis. Aku kenal kamu sejak kecil, Na. Dari kecil sampai dewasa, kamu nggak pernah disakiti oleh siapapun. Kamu itu putri yang manja dan selalu mendapatkan limpahan cinta dari orang-orang sekelilingmu. Tapi apa yang dilakukan Akmal sama kamu?! Aku nggak rela. Please, Na. Pikirkan kebahagiaanmu juga....""Bersabarlah sedikit, Rio. Aku yakin Mas Akmal akan bisa mengambil sikap dan setelah itu kita bisa menentukan langkah ke depannya."Memang terkesan agak lucu. Hanina yang bermasalah, tetapi justru ia yang harus menenangkan Rio.Rio menatap wajah Hanina dalam-dalam. Wanita yang sangat dicintainya itu entah kenapa di matanya tampak sedikit pucat. Ingin rasanya Rio mengusap wajah itu, tapi tidak mungkin. Setiap kali bersentuhan dengan Hanina, dia selalu saja merasa
Bab 22"Seharusnya Mas yang tanya, ngapain kamu di sini? Bukannya diam di rumah, tapi malah keluyuran?" cetus Akmal gemas. Pria itu tegak berdiri dengan tangan menggenggam ponsel."Aku nggak keluyuran, Mas. Aku ini mau arisan. Kebetulan hari ini yang ngadain itu Mbak Sierra.""Kamu kenal sama Sierra? Akmal menatap penampilan istri pertamanya itu. Risty mengenakan dress selutut yang terlihat begitu cantik dan pas di tubuhnya. Rambutnya terurai bergelombang dengan make up yang sempurna. Di tangannya menenteng sebuah tas keluaran terbaru yang setahu akmal berharga sekitar sepuluh juta rupiah, sementara sepatu yang Risty kenakan pun bukan barang murah.Dari mana istrinya mendapatkan barang-barang itu? Seingat Akmal, ia tak pernah membelikan Risty barang-barang bermerek, kecuali hari itu. Bahkan sebelumnya, meski uang bulanan Risty cukup besar menurut ukurannya, tetap saja Risty nyaris tidak punya barang bermerek. Akmal hapal barang-barang milik istri pertamanya ini."Iya dong. Mbak Sierra
Bab 23"Makan tuh cinta! Emangnya bisa bikin kenyang?" semprot Ricky. Lama-lama ia kesel juga pada sahabatnya yang tidak bisa dinasehati ini. Ricky merasa seharusnya kehadiran Hanina seperti durian runtuh bagi Akmal, tetapi Akmal nya saja yang tidak mau bersyukur. Jika pria itu memiliki hati dan pandangan yang luas, tentu akan mudah membedakan mana perempuan yang bisa menjadi istri yang sesungguhnya.Kurang apa lagi Hanina selama ini, sehingga tidak bisa mendapatkan cinta seorang Akmal?Cinta memang misteri dan tidak bisa memilih kemana ia akan berlabuh. Mengingat hal itu, Ricky hanya bisa menggeleng samar dan menahan emosinya."Ya nggak sih, tapi ini soal perasaan. Aku nggak bisa kehilangan Risty. Dia cinta pertamaku.""Tapi wanita itu sudah membuatmu susah. Dulu saja kamu siang malam kerja untuknya, tapi dia masih saja merasa kurang, sampai akhirnya kamu bertemu Hanina dan tiba-tiba saja ibumu dan Risty punya ide untuk menikahkan kalian." Pria itu lagi-lagi menggeleng menatap sahaba
Bab 24Tak punya pilihan Hanina langsung membuka mulutnya. Dia benar-benar lapar. Hanina mengunyah makanannya pelan-pelan sembari tetap memegang bayinya. Aqila masih asyik menyusu sembari memejamkan mata, namun dia tidak tidur. Sesekali dia membuka matanya, melihat interaksi ayah ibunya. Mata beningnya berputar-putar lalu kembali memejamkan mata. Sungguh lucu sekali. Akmal tak henti-hentinya tersenyum. Pemandangan ketika buah hatinya tengah dipangku oleh sang istri membuat hatinya menghangat. Bertahun-tahun ia menikah dengan Risty, dan tidak dikaruniai seorang anak pun. Padahal dia sudah mengusahakan pengobatan terbaik untuk Risty. Namun usahanya tidak kunjung berhasil. Baru setelah ia menikahi Hanina, istri keduanya itu langsung hamil dan melahirkan seorang putri cantik untuknya.Seharusnya itu sudah cukup alasan bagi Akmal untuk memandang Hanina saja, terlepas dari status sosial dan kekayaan yang dimiliki oleh perempuan itu, apalagi Hanina memiliki kepribadian yang baik.Apakah
Bab 25Setelah melalui drama, akhirnya Hanina tertidur. Akmal mengalah. Dia pindah ke sofa dan duduk bersandar dengan kaki berselonjor. Pria itu menatap langit-langit kamar. Dia tengah berpikir keras untuk memikirkan langkah-langkah kedepannya.Seharusnya dia memikirkan kemungkinan ini sejak awal saat mendapati Hanina yang kembali ke kantor. Kedekatan Hanina dengan Rio pasti akan kembali terjalin, meski katanya Rio itu hanya sahabatnya, tetapi bukan tidak mungkin benih-benih cinta itu timbul. Dan jika benar Rio yang mencarinya di cafe adalah orang yang bekerja di bagian HRD, berarti pria itu sudah tahu soal rumah tangganya dengan Hanina. Apakah Hanina sudah bercerita kepada Rio? Sebab tidak mungkin pria itu datang ke cafenya tanpa ada kepentingan.Suara dering ponsel membuyarkan lamunan Akmal dan pria itu berjalan menuju meja nakas samping pembaringan. "Ternyata cuma notif pesan. Kirain apa," gumam Akmal.Sebenarnya ia jarang sekali membuka ponsel Hanina, tetapi entah kenapa sekaran
Bab 145"Nggak usah didengerin ucapan Mama. Kalau memang kamu nggak siap melakukan hubungan suami istri, aku bisa menunggu kok. Santai aja," ujar Reza menenangkan Dira yang terlihat amat gelisah saat mereka dalam perjalanan pulang dari bandara untuk mengantar rombongan ibunya."Bukan soal itu. Aku hanya kepikiran soal kita kedepannya. Aku nggak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini," keluh gadis itu."Tidak apa-apa. Memang sudah jalannya begitu, yang penting kamu bisa menjalaninya dengan baik.""Aku nggak yakin." Tatapan Dira nampak kosong, meski di sepanjang perjalanan, nampak gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuh, mengalahkan rumah-rumah petak di sekitarnya."Aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meyakinkan kamu. Yang penting kamu nggak menentang jalan yang sudah kita ambil. Ini hanya soal waktu, jadi kita kembalikan saja kepada waktu.""Kamu begitu yakin, Reza?""Tidak ada hal yang membuatku tidak yakin, karena kurasa yang ada dalam dirimu itu bukan cinta,
Bab 144Luka itu kembali terbuka. Dia tidak menyangka Rio dan Risty muncul, padahal gadis itu merasa tidak pernah mengundang kedua orang itu. Lalu siapa yang mengundangnya? Apakah Hanina?!"Kamu harus hadapi semuanya, Dira. Jangan menghindar terus, karena terapi yang paling baik buat kesembuhan hati kamu adalah bertemu dengan orang yang membuat hatimu sakit, walaupun mungkin di awal perih. Tapi percayalah, lukamu akan segera sembuh." Hanina berbisik, lalu dia segera undur dua langkah dan memberikan kesempatan kepada para undangan yang lain untuk bersalaman dengan Dira dan Reza.Lagi-lagi gadis itu mengangguk dan anggukan itu pula yang ia tunjukkan saat harus bersalaman dengan Rio dan Risty. Pria di samping Dira itu hanya tersenyum kecut manakala akhirnya bisa bertemu langsung dengan pria yang sangat dicintai oleh Dira.Tanpa sadar dia membandingkan antara ia dengan Rio. Dilihat dari postur tubuh, dia tidak kalah dengan Rio, sama-sama gagah dan tampan, meski tentu struktur wajah mereka
Bab 143Aroma bunga yang semerbak tercium dengan jelas dari bunga-bunga yang disebarkan ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan tamu di rumahnya yang tidak terlalu luas kini disulap menjadi ruangan tempat akad nikah. Pagi ini Reza akan melafalkan akad nikah atas nama dirinya. Dira menghela nafas. Akhirnya dia menyerah. Dia bersedia menikah dengan Reza, meski tak ada sedikitpun rasa cintanya pada pria itu. Sebelumnya dia selalu berkhayal jika ia akan menikah satu kali seumur hidup dengan orang yang ia cintai, tapi kenapa semuanya menjadi begini? Seolah takdir memaksanya untuk menerima pria itu. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman, malaikat penolongnya. Seandainya tidak ada Reza waktu itu, maka barangkali dia sudah rusak oleh kecerobohan yang dibuatnya sendiri.Klub malam bukanlah tempat yang baik untuk gadis perawan seperti dirinya."Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Nak. Jangan cemberut terus," tegur ibunya yang saat itu sudah masuk ke dalam ruangan dan kini duduk di sis
Bab 142Hanina celingak-celinguk, sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Bayangan yang sempat dilihatnya barusan kini telah lenyap, padahal dia merasa belum lima menit ia memalingkan wajah ke arah lain, tapi sosok yang ia kenali sebagai Reza dan Dira itu sudah lenyap dari pandangannya."Kenapa, Sayang?" Akmal yang tengah menggendong Aqila itu pun memasang tampang keheranan menyaksikan tingkah istrinya. Dia memang lebih fokus pada putrinya dan mengabaikan sekelilingnya."Aku seperti melihat Dira di sini, tapi ke mana ya? Barusan dia ada di situ," tunjuk Hanina pada sebuah bangku dan meja yang memang barusan digunakan oleh Dira dan Reza untuk duduk bersantai sembari menikmati udara dan pemandangan laut."Nggak ada tuh." Akmal menatap arah yang ditunjuk oleh istrinya. Hanya ada sepasang kursi dan meja yang di atasnya dua batok kelapa dan bungkus cemilan."Tapi aku seperti melihat mereka. Aku masih mengenali Dira dan...." Perempuan itu menyanggah."Kok bilang mereka? Memangnya kamu l
Bab 141Reza tertegun sejenak. Namun sedetik kemudian dia sudah bisa menguasai diri. "Tenanglah, aku nggak sakit kok. Kamu nggak perlu segitunya." Pria itu menarik tubuh Dira hingga akhirnya gadis itu kembali bangkit dan terduduk di ranjang.Keduanya kini duduk berhadapan dan lagi-lagi Reza menangkup kedua pipi gadis itu."Aku akan tanggung jawab. Sejak awal aku yang membawamu kemari, meskipun itu atas keinginanmu sendiri. Jika memang kedua orang tua kita mengira kita tinggal bersama atau melakukan hal yang tidak benar, aku akan berusaha meluruskannya. Kamu tenang aja." Reza meyakinkan."Bagaimana aku bisa tenang jika sudah seperti ini? Bagaimana kalau nanti kita dipaksa untuk menikah? Aku nggak mau kita terlibat dengan urusan pribadi. Lagi pula kita nggak ada hubungan apa-apa, masa iya dipaksakan gitu? Aku nggak mau tahu, kamu harus pastikan mereka bisa mengerti bahwa kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku ke sini cuma untuk kerja," oceh Dira panjang lebar."Ya, tinggal nikah saja." P
Bab 140Dengan berat hati, Adira memberikan alamatnya di Jakarta. Kali ini ia tidak punya pilihan, meski perasaannya semakin resah, tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan orang tuanya nanti seandainya ibunya Reza benar-benar datang ke rumahnya.Dia tidak kuasa membayangkan kemarahan bapak dan ibunya.Namun menilik dari sikap yang ditunjukkan oleh perempuan tua itu, sepertinya Kartika memang serius. Ibunda dari Reza itu kini sedang menelpon seseorang dan terlibat pembicaraan serius. Bahkan Dira mendengar namanya dan Reza disebut-sebut dalam pembicaraan mereka.Apa yang sedang direncanakan oleh perempuan tua itu?"Baiklah. Sekarang Mama pamit dulu. Dan ingat Reza, jangan macam-macam dengan anak gadis orang selama kamu belum bisa menghalalkannya," pesan Kartika yang iringi anggukan oleh Reza."Iya Ma. Jangan khawatir. Aku bukan pria rendahan yang suka mengumbar hawa nafsuku pada sembarang wanita," sahut Reza menimpali."Kecuali pada gadis ini, kan?" balas Kartika seraya mendengus. Seb
Bab 139Perempuan bernama Kartika itu menatap Adira dari atas ke bawah. "Jadi kamu yang bernama Adira?!""Iya Tante, maaf." Adira seolah kehabisan kata-kata. Dia tidak menyangka jika ternyata ibunda dari Reza ini pagi-pagi sudah sampai di apartemen ini. Apakah Sonya sudah bercerita tentang mereka? Mengapa Sonya bercerita secepat itu? Padahal mereka baru saja bertemu kemarin siang. "Sudah berapa lama kalian tinggal bersama?" Tentu saja perempuan tua itu langsung mengira hal yang tidak-tidak. Saat ini Adira hanya mengenakan celana pendek dengan atasan gaun tanpa lengan, itu pun dari bahan kain yang cenderung menerawang. Adira pun tidak menyadari penampilannya ini karena saat keluar kamar pertama kali usai bangun tidur, dia lupa jika di apartemennya ini ada seorang lelaki dewasa yang berpotensi akan terangsang saat melihat penampilannya yang seksi.Gadis itu meringis saat menyadari penampilannya. Pantas saja tatapan Reza saat ia memasak tadi begitu berbeda. "Ya Tuhan, aku terlihat beg
Bab 138"Malam ini Papa ingin mengunjungimu, Nak. Jangan marah ya," ucap Akmal dalam hati saat ia memulai penyatuan mereka. Hanina memekik tertahan ketika merasakan liang surgawinya yang terasa penuh. Seperti biasa, Akmal memang seperti itu. Dan kali ini pria itu begitu kuat, menghentak di atas tubuhnya.Dia tak munafik. Salah satu alasan yang membuat dia bertahan selama ini adalah karena permainan Akmal di tempat tidur. Sentuhannya, caranya mendamba, serta saat dia meracau nikmat, semua itu membuatnya tak bisa move on, walaupun sudah bertahun-tahun mereka berpisah. Nyatanya Akmal memang sedahsyat itu di atas pembaringan. Jadi tidak heran jika ia dengan mudah hamil Aqila sebulan setelah mereka menikah. Dan hal itu pula yang membuat Sierra begitu tergila-gila dan penasaran karena mendengar cerita Risty tentang Akmal yang begitu luar biasa jika tengah berada di tempat tidur.Satu pelajaran yang membuat semua orang harusnya tahu jika urusan tempat tidur adalah rahasia rumah tangga yang
Bab 137"Lumayan, tapi opening stand Hanina Collection tadi cukup ramai. Para jamaahnya Ustadz Zubair juga terlihat antusias mungkin mereka senang karena mendapatkan barang sekelas butik dengan harga kaki lima." Perempuan itu terkekeh-kekeh mengenang keseruan tadi sore. Dia memang sangat menikmati berinteraksi dengan para jamaahnya Ustadz Zubair yang ramah-ramah. Berasa mendapatkan teman baru saja! "Emak-emak memang begitu. Termasuk aku sendiri. Memangnya siapa sih yang nggak mau dapat barang berkualitas dengan harga murah?"Akmal langsung tepuk jidat. Dia melirik Aqila yang kini sudah berbaring di tempat tidur, berharap semoga saja pembicaraan mereka tidak membuat tidur putrinya terganggu. Aqila tidur di dalam gendongannya saat mereka akan menuju kemari, sehingga Akmal langsung merebahkan putrinya di pembaringan, sementara Hanina menaruh tasnya di atas meja nakas."Para perempuan memang selalu begitu, dan aku nggak masalah, Sayang. Lagi pula kecintaan kamu pada dunia fashion akhirn