Waktu telah berganti. Namun, bayangan menjijikkan Fay dan anaknya yang bisa saja sudah tumbuh dalam rahim tidak juga hilang. Aku harus berpura-pura tak terjadi apa pun di depan Gus Bed dengan bahagia. Layaknya pengantin baru.
Semoga saja kehamilan benar tidak datang di tahun pertama, agar Fay tak mengira ini anaknya dan terus menerorku.Tuhan, kebohongan ini sungguh menyiksa. Sampai kapan aku terus dihantui rasa takut seperti sekarang?"Tidak, Li! Kamu tidak boleh lemah."Setelah frustasi dengan pesan yang Fay kirim, aku memutuskan untuk menggunakan kontrasepsi. Dengan atau tanpa izin Gus. Kuharap memang belum ada pembuahan dalam rahim.Tak membuang waktu kutekan kontak temanku 'Shinta' yang kini berprofesi sebagai seorang bidan.[Shin, lo bisa ke pesantren malam ini. Gue butuh bantuan lo buat pasang KB.]Tak berapa lama Shinta membalas.[Boleh, Li. Jam berapa?]Cepat aku membalas.[Habis magrib aja, ya, Shin. Tolong jangan bilang siapa-siapa tujuan kamu nemuin aku. Tar aku ceritain.][Oke]Maaf, Gus. Semua ini demi masa depan kita.Kubuang napas kasar, aku telah membohongi diriku sendiri. Mungkin ini bukan demi kami, tapi hanya demi aku yang takut kehilangannya.___________"Adek, sedang apa?" Suara itu menyentak. Suara yang hadir bersamaan bau wangi yang menguar masuk ke indra penciuman. Aku menyukai bau ini.Saat menoleh, Gus Bed sudah berdiri membungkuk. Entah, sejak kapan ada di sana. Tak ada salam atau pun ketukan pintu, apa karena aku tak mendengar lantaran pikiran ini melayang ke mana-mana?"Loh, kiraen lagi beberes. Kok malah banyak kertas berserakan di sini.""Astagfirullah!" Mataku melotot melihat banyak serpihan kertas di lantai. Makalah mahasiswaku hancur separuh halamannya. Mati aku! Baru juga ngajar selama satu semester, Pak Setto pasti akan memberi teguran kalau sampai tahu kejadian ini.Maksud hati sekalian cuti kuselesaikan tugas dari kampus, malah tugas mereka jadi korban kalalaianku. Kebiasaan burukku kambuh. Menghancurkan benda-benda tak bersalah tanpa sadar.Beginilah hidup dengan dusta. Aku selalu was-was dan membayangkan yang tidak-tidak. Ini semua karena kamu, Fay!"Em. Maaf, Bang," pintaku lemas.Menyesal. Pasti Gus Bed berpikir tidak-tidak tentang istrinya. Jangan sampai ia berpikir istrinya seorang psikopat yang suka tak sadar dengan perbuatannya."Kok minta maaf sama Abang, minta maafnya sama yang dihancurin ini," ledek Gus Bed, ia tersenyum sampai kelihatan sedikit gigi yang putihnya yang berjejer rapi."Sini biar abang bantu beresin. Apa ada masalah sampai Adek ngelamun begini?""Ah, ndak ada," jawabku cepat. "Mungkin kena sydrom pengantin baru. Hehe.""Syndrom pengantin baru?" Gus menelengkan kepala seperti tampak berpikir. Entahlah, apa yang ada di kepalanya. Aku hanya refleks menjawab dengan asal.Pria itu berjongkok memungut satu persatu banyaknya kertas dan serpihannya yang berserak di lantai kamar."Apa ini tugas mahasiswa, Adek?" Sejenak pria itu memperhatikan judul makalah dan lambang universitas di sampulnya."Iya." Segera kubereskan sebelum Gus membenahi semua yang harusnya menjadi tugasku."Abang masih ndak nyangka bakal punya istri dosen," ucapnya dengan mata menggoda."Apalagi Adek, lebih ndak percaya menikah sama calon kiai besar, ganteng pula.""Duh, bucin. Hahaha.""Hahaha." Tawa kecil kami bersahutan sementara tangan kami sibuk membereskan makalah dan serpihan kertas yang berserak."Ya, sudah. Sebaiknya Adek istirahat, besok adalah resepsi yang melelahkan." Tangannya mengacak pelan rambutku."Enjeh, Sayang." Aku berbalik merapikan buku-buku ke lemari."Hem, dah berani panggil, Sayang. Alamat ndak jadi istirahat, nih." Tangan Gus malah memeluk dari belakang dengan tangan melingkar di perutku. Ia berbisik mesra, tersenyum memberi kode.Gus, mana bisa aku menolakmu?_________Resepsi digelar. Halaman luas rumah Kiai Abdullah yang menyatu dengan halaman masjid dan kantor pesantren dipadati manusia. Seperti sebelumnya, tamu laki-laki dipisahkan dengan perempuan. Aku yang didandani seperti ratu tak mendapatkan kunjungan dari tamu pria, kecuali kerabat dekat.Ibu duduk menemaniku di pelaminan. Sedang Umi agak berjauhan menyambut tamu wanita yang akan menyalamiku."Apa Fay mengganggumu, Nduk?" bisik Ibu. Ia pasti penasaran apa saja yang kualami selama berpisah dengan mereka.Aku menggeleng. Tidak lagi mau menambah beban pikiran Ibu dengan pesan laknat yang datang dari Fay."Ndak, Bu. Tenang saja.""Kemarin Indra ngamuk-ngamuk. Dia mau cari tahu rumah Fay dan akan memberi pelajaran. Untung Ibu bisa menenangkannya. Semua demi kamu, Nduk. Kami menahan diri meski marah luar biasa, agar Gus dan keluarga Kiai Abdullah tidak curiga.""Em. Iya, Bu. Makasih. Maaf Li sudah banyak merepotkan kalian." Ah, bicara begini saja aku ingin menangis."Oya, Bu. Gus ngajak bulan madu ke Belanda." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan agar tak larut dalam pikiran."Wah, jauh sekali ke Belanda.""Iya, mau bareng Bude Arina katanya?""Ibu Arina? Ibunya Fay?"Aku mengangguk. "Ibu tenang saja, sejauh ini Gus tidak menyebut kalau Fay juga ikut serta.""Yah, bagus kalau begitu." Ibu mendesah lega.Obrolan kami berhenti, saat Ning Aishwa datang dengan gadis bernama Raudah. Ya Allah, kenapa gadis itu selalu dekat-dekat dengan keluarga Gus. Aku tadi juga melihat bagaimana ia disambut hangat oleh Umi Aisyah.Menit kemudian mereka duduk di sampingku untuk ikut menemani."MaasyaAllah, cantik sekali Njenengan, Mbak," puji Raudah memegang pundakku."Makasih."Tentu saja dia akrab dengan orang lain, sikapnya saja seramah ini. Jika aku pria pasti akan jatuh cinta padanya. Itu kenapa meski tak melihat Gus bertemu dengannya mendengar mereka satu angkatan saja sudah membuatku cemburu."Kenal di mana sama Gus dulu?" tanyanya begitu saja. Tak tahu kenapa aku tak suka dengan pertanyaan itu."Em, di kampus.""Wah, tempat yang bagus untuk bertemu. Gus memang sangat mencintai pendidikan. Mungkin itu alasannya memilih Mbak. Dia tidak mungkin memilih wanita dari luar pesantren jika tak ada kelebihan dalam hal itu. Ning Aishwa bilang Mbak juga berprestasi saat masih jadi mahasiswi," sebutnya panjang lebar.Ya Tuhan, kenapa dia bicara seolah sangat tahu tentang Gus. Bikin dadaku tambah panas saja. Ingin sekali aku katakan padanya, jangan membahas Gus Bed-ku, karena itu membuat aku cemburu."Em, ya. Sebenarnya saya mahasiswi biasa-biasa saja," ucapku merendah.Tak ada gunanya membanggakan prestasi di depan orang lain. Menurutku itu bukannya membuat nilai kita naik di hadapan orang lain, tapi justru menjatuhkannya. Mereka akan memandang ilfeel pada kita."Ah, Mbak rendah hati sekali.""Kami bertemu karena jodoh." Ucapanku seperti membuatnya terkejut."Hem?""Mau seperti apa pun lika-liku yang kami hadapi, karena jodoh maka Allah pertemukan," sambungku lagi."Ah, ya benar." Raudah kini tersenyum seperti tengah dipaksakan."Maaf, kalau boleh tau, mungkin kah Mbak Raudah pernah dekat dengan Gus. Em, maksud saya, Mbak seperti sangat mengenal Gus. Sementara saya tau sangat menjaga pergaulannya."Ya Tuhan, meledak juga yang kutahan-tahan. Semoga pertanyaan ini tampak wajar baginya."Oh. Soal itu ... sebaiknya Mbak tanya sendiri sama Gus. Saya tidak mau dianggap berbohong atau terkesan mengganggu." Raudah mulai bicara dengan nada canggung. Ini aneh sekali. Kenapa sikapnya seperti itu?Aku sampai bingung bagaimana meresponnya."Em, maaf Mbak. Saya ke belakang dulu bantu-bantu di dapur." Ia berdiri dan berpamitan seperti sedang salah tingkah.Pasti karena pertanyaanku tadi. Apa dia baper?Suara ramai dari arah tamu-tamu ikhwan membuat perhatianku dan semua orang beralih ke sana."Ada apa?"Aku sampai berdiri karena penasaran apa yang terjadi di sana."Duduk lah, Li! Biar ibu melihatnya." Ibu akhirnya turun dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.Rasanya tidak lucu jika terjadi perkelahian di tengah hajat keluarga pesantren. Semoga saja bukan keributan karena perkelahian.Belum juga Ibu kembali, Bude Arina yang keluar dari dalam rumah berjalan cepat, mengomel dengan suara tinggi."Oalah ... Fay, kenapa lagi kamu bikin ulah di acara Paklekmu!?"Fay? Bikin ulah. Mungkin kah dia berkelahi dengan Mas Indra atau justru dengan Gus Bed?BersambungSudah baca cerita author yang lain? ?Ayuk buruan subcribe sudah ada yang tamat juga.Berbagai macam kejadian mulai bermunculan di benak. 'Mas Indra yang tidak bisa mengendalikan diri dan memukuli Fay. Lalu keduanya adu mulut dan rahasiaku terbongkar di depan semua orang.''Fay tidak terima atas pernikahanku, lalu dia cari gara-gara dengan menceritakan semuanya pada semua orang, lalu Gus Bed tak terima dan bertengkar dengan Fay.''Atau yang paling ringan .... Fay mabuk dan menyerang Gus atau siapa pun sambil berteriak bahwa dia telah meniduriku.'Ah, Fay kamu benar-benar membuatku snewen setiap harinya!Raudah dan beberapa santri yang memegang urusan konsumsi sampai ikut ke luar dari tenda dan berdiri bersama tamu lain di kain pembatas antara laki-laki dan perempuan. Aku sangat penasaran dan takut sekaligus. Kalau saja tanpa dandanan ini, aku sudah berlari ke arah mereka dan membantah semua ucapan Fay. Namun, apa daya? Aku seorang pengantin yang didandani sedemikian rupa cantiknya, hingga akan jadi fitnah jika keluar dan dipandang semua lelaki yang bukan mahram.Saba
"Loh, tole di sini." Kiai Abdullah masuk dan menyapa begitu melihat Fay."Hehe, iya Paklek. Kata Mama malu anaknya jadi pusat perhatian.""Yah, biasalah ... namanya orang banyak, pasti punya pikiran lain. Dan itu resikonya orang hijrah." Kini Kiai melihat padaku, hingga aku tersenyum tipis merespon ucapan Abah Yai.Betapa baik keluarga ini, mereka bisa menerima apa yang terjadi di masa laluku. Entah, jika keluarga lain, mereka pasti malu saat pengantinnya dihina di depan semua orang. Mungkin kah, jika aku jujur nanti mereka juga akan memaafkanku dan tetap menerima sebagai bagian dari keluarga?"Li juga kudu sabar. Tidak menutup kemungkinan suatu hari akan ada yang mengungkitnya lagi." Nasehat ayah mertua kini ditujukan padaku. Kuanggukkan kepala untuk menghormatinya."Ya wes, Rifay. Paklek mau masuk dulu." Pria yang rambutnya mulai beruban itu memegang pundak Fay sebentar lalu meneruskan tujuannya masuk ke rumah."Nggeh, Paklek.""Loh, Abah mau nyari apa? Biar Ubed bantu." Gus baru bu
"Yakin, ndak mau dijemput?" Gus Bed bertanya menggoda. Kenapa sikap pria berkulit putih bersih itu selalu membuatku senyum-senyum begini? Rasanya tubuhku selalu panas ada di dekatnya, padahal AC menyala sepanjang jalan.Sudah lebih sepuluh menit mobil yang kami tumpangi berhenti di parkiran universitas, tapi aku tidak juga turun. Entahlah, berat sekali perpisahan ini. Padahal cuma mau pisah beberapa jam. Apa ini alasan Dilan bilang kalau rindu itu berat? Tapi buatku lebih dari itu, rindu itu sangat teramat berat, lebih untuk kami yang baru halal seperti ini. Kebersamaan yang baru dimulai selepas akad. Sama-sama menjaga diri dari apa pun aktifitas yang mendekati zina. Kami menahan-nahan seperti layaknya tengah berpuasa, begitu berbuka bahagia dan nikmatnya tak terkira."Iya, nanti biar Adek naik taksi. Kan Abang katanya mau ikut nyimak pengajian Abah Yai di majlis Kiai Hanafi. Ndak enak kalau belum selesai pulang duluan.""Ya udah sana turun!" titahnya seperti merajuk. Duh, menggema
Mendengar dengkuran kecil, kualihkan tangan kekar Gus Bed yang melingkar di perut perlahan. Sepertinya dia sudah lelap dalam tidur. Sampai kugerakan-gerakan tapak tangan di depan wajahnya untuk memastikan.Menyerupai maling, diam-diam meraih pakaian luar lingerie, lantaran hawa terlalu dingin. Lebih setelah lepas dari selimut dan tubuh hangat Gus Bed. Lalu mengambil ponsel sebelum masuk ke kamar mandi. Agar aman tak mendapat gangguan dari suami, atau tertangkap basah tengah menelepon seseorang, pintu kukunci.Kutekan sebuah kontak atas nama 'Shinta'. Tadinya aku mau sabar sampai besok. Ke apotik terdekat untuk membeli tes pack, untuk mengetahui apakah yang kualami datang bulan atau implantasi karena hamil? Tapi aku tak sabar dan dipenuhi kekhawatiran. Setidaknya aku harus tenang sebelum tidur.Tak lama panggilan tersambung dan seseorang mengangkatnya."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam." Suara di seberang sana terdengar sedikit serak. Sepertinya perempuan berusia 25 tahun itu baru te
Ini hanya soal waktu Ibu. Semua akan terbongkar seiring berjalannya waktu yang kulalui bersama kekasihku. Jika saja hari itu aku memilihi jujur, perasaanku mungkin belum sebesar sekarang pada Gus Ubaidillah. Hingga rasa sakit kehilangannya tidak akan membuat terluka lebih dalam.Namun, semua sudah terjadi. Masa lalu tak bisa diubah meski kita memilihnya sekali pun. Aku tak bisa menyalahkan Ibu. Sebab, wanita yang melahirkan dan membesarkanku hanya menginginkan kebaikan untuk putrinya.Bukan hanya perut mual, kepala juga terasa sedikit berputar. Ada apa ini? Perasaan datang bulan yang kujalani selama ini tidak semenyakitkan sekarang. "Adek ndak papa? Masuk angin mungkin," ucapnya cemas. Tangan kiri Gus bergerak memegang pundakku lalu beralih mematikan AC dan membuka kaca mobil sedikit, memberi ruang oksigen untuk masuk.Aku mengangguk sambil menutup mulut karena mual."Iya, akhir-akhir ini kita sering begadang malam." Ucapan itu mengingatkan bahwa aktivitas malam kami memang menyita b
"Hamil?" Gus tersentak. Ia memandangku setelah sempat menoleh pada Fay. Detik kemudian, senyum terbentuk di bibirnya. Gus Bed pasti senang aku hamil. Tapi, apa jadinya jika yang kukandung adalah anak Fay dan dia mengetahui itu?"Wah, MaasyaAllah. Cepat sekali ...." Tangan kanan Bude memegangi pundakku, sementara tangan lain memegangi perut."Tapi kan Adek datang bulan." Gus menimpali kemudian."Oh." Wajah Fay meredup. Syukurlah, ucapan Gus menghancurkan dugaannya. Apa kamu sangat ingin aku hamil anakmu, Fay? Jika iya, kamu sungguh di luar batas. "Em, ya. Li sedang datang bulan Bude. Hehe." Aku meringis senang."Ouh, jadi datang bulan. Kalau begitu mungkin sedang masuk angin kali." Bude berasumsi. "Ya, sudah. Lebih baik kita masuk sekarang. Barusan sudah ada panggilan.""Ya, Bude." Gus Bed setuju, ia lalu memegangi dua pundakku dan merangkulnya sembil berjalan. Lalu pria itu menyempatkan berpamitan pada Fay."Mari Kang, kami pergi dulu.""Ya." Fay menjawab singkat sembari meraih tan
Ya Rabb ... bagaimana hamba akan menghadapi rasa bersalah yang makin besar ini? Apalagi yang bisa kulakukan sekarang selain memohon belas kasihMu, meratap atas banyaknya kesalahan dan dosa yang membuatMu murka ....Tak ada yang bisa kulakukan selain menangis. Air mata yang terus saja luruh tanpa bisa kubendung barang setetes. Bagaimana jika ini adalah anak Fay? Apa yang akan kukatakan pada Gus Bed saat ia tahu anak dalam kandunganku bukan anaknya?Bagaimana juga caraku menghadapi Fay? Aku yakin dia tak akan tinggal diam begitu tahu aku tengah hamil anaknya."Mau kakak bikinin anak berapa, Li?" tanya Fay yang hari itu memelukku dalam posisi duduk. Aku yang duduk di pangkuannya, menelengkan kepala menggodanya. "Yang banyak ... sampai rumah kita penuh dengan anak-anak."Kami duduk di bawah pohon rindang di pagar belakang kampus. Tempat yang biasa kugunakan 'ngisep' narkoba dengan teman-temanku kini jadi tempat favorit kami menghabiskan waktu bersama."Banyak? Emang sanggup ngel
"Excuse me ...." (permisi)Suara seorang cabin crew datang mengejutkan. Kami sontak menoleh."Please don't make a fuss," sambungnya lagi.Lagi dan lagi. Ini seperti kebetulan yang diatur oleh Tuhan. Setiap kali aku akan bicara, ada saja sesuatu yang menahannya.Mungkin kah memang aku harus menutupnya rapat-rapat ya, Allah? Setidaknya itulah yang kuyakini sekarang. Aku seperti mendapat teguran dari sisi diriku yang lain, aib yang sudah Allah tutup rapat malah akan kubuka sendiri. Belum tentu anak yang kukandung anaknya Fay, mengingat KB yang kupasang sehari setelah akad. Dalam waktu itu aku sudah berkali-kali melakukan hubungan suami istri dengan Gus Bed."Oh, okay. Sorry." Gus Bed menyahut."Ayo, Dek. Adek dengar 'kan kita mengganggu orang lain di sini." Kini Gus mengajakku kembali ke kursi dengan mengarahkan tangannya ke sana."Can I help you, Mister?" (Bisakah aku membantumu, Pak?) Wanita berseragam seksi itu menawarkan bantuan."Are you sick, Miss?" (Anda sakit, Bu?) Belum lagi G
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
âBaiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.â Ujarnya kepada nabinya.âBaiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.âberilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
âanakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.âây amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?â Tanya sang kyai kepada Alhesa.âhee betul kyai!â Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. ânanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!â Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.âayuk makanâ ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.âhati-hatiâ ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.âkamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.ââya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ââkeren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?â Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.âoke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!âAlex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.âabi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
âTentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.ââKalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?âââYa mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.â Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.âcantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk