"Daf, perintahkan Mr. Philippe untuk menyiapkan makan malamku sebelum kita berangkat. Apakah kamu sudah makan malam?"
"Baik. Apakah kamu juga ingin memakan soup daging kuda?" sarkas Daffa.
"Jika ada, boleh. Kamu juga harus mencicipi soup itu nanti!"
Sky masuk ke kamar mandinya langsung menuju shower.
Daffa sudah menemui Mr. Philippe yang langsung menghubungi bagian dapur, Ternyata hanya ada Zia, gadis muda yang bertugas di dapur malam itu dan kebetulan sedang membuat soup daging kuda yang dia beli dengan harga murah di pasar karena pembelinya memaksanya untuk membelinya.
Daffa hampir mau muntah saat di hadapannya ada mangkok soup daging kuda. Sky tertawa tanpa suara, sangat menikmati kekesalan Daffa yang meringis pada wajahnya.
"Cepatlah di makan, bukankah kamu meminta soup daging kuda tadi?" kekeh Sky menatap Daffa yang terpaksa memakan soup di hadapannya dengan mata terpejam.
"Zia ...terima kasih atas bantuanmu. Istirahatlah, kami tidak akan mengganggumu lagi,"
Zia mengangguk kemudian menyerahkan urusan di meja makan ke Mr. Philippe.
Zia adalah salah satu pelayan di kediaman Sky bukan koki namun kedua orangtua gadis itu dulunya bekerja di rumah Sky dan mereka adalah koki yang sangat hebat di masa Thomas Yuan, Ayahnya Sky masih hidup. Zia bahkan lahir di rumah Sky.
Sky juga ingat seperti apa Zia sewaktu dia masih bayi merah, Tahun ini dia baru berumur 15 tahun. Janette membantu menyekolahkan Zia pada sekolah terbaik dan mewah di Singapore dan membuat gadis itu tetap tinggal di kediaman Sky.
Tindakan Janette ini sangat berani karena Sky sangat menyukai gadis muda suci polos namun dia sangat lega mengetahui bahwa Sky masih manusia beradab, tidak sekalipun dia ingin menyakiti atau melecehkan Zia.
Siang itu matahari bersinar sangat terik. Setelah mencuci baju, Alin pergi menuju gerai PMI. Toko snacknya belum buka, Sean sedang sekolah.
"Halo kak Alin, apakah sehat hari ini?" sapa petugas PMI yang bernama Ardi, nama yang tersemat pada baju seragam yang di pakainya.
"Sehat Mas, Alhamdulillah. Apakah HB ku sudah oke untuk donor kali ini?"
"Mari kita cek dulu. Semalam tidurnya minimal 6 jam kan kak?"
"Sepertinya begitu mas, saya tidur jam sepuluh malam dan bangunnya subuh tadi,"
"Oke kak, HB kaka 12,6. Mepet banget sih tapi bisa untuk donor darah," ujar Ardi saat melihat hasil pengukuran HB Alin. Minimal HB 12,5 untuk bisa berdonor darah.
Tiba-tiba pintu ruangan PMI di dorong beberapa orang dari luar.
"Maaf, kami butuh golongan darah A plus. Pasien sangat urgent. Stok darah di rumah sakit kosong untuk A plus," ujar salah satu pria yang paling dulu bergerak maju ke arah Alin dan Ardi duduk.
"Nona ...apakah Nona bergolongan darah A plus? Kami akan sangat berterima kasih pada Nona, tolong donorkan pada pasien kami," pria yang tidak lain adalah Daffa, asisten Sky Yuan memohon pada Alin setelah melihat kartu donor di atas meja yang menjelaskan golongan darah Alin A plus.
Alin tercekat melihat wajah kusut di hadapannya namun tidak menghilangkan ketampanannya kemudian dia menatap Ardi yang sudah pulih dari kagetnya.
"Saya akan mendampingi kak Alin untuk donor darah di sana kalau kakak Alin tidak keberatan," ujar Ardi sopan dan Alin pun mengangguk.
"Terima kasih Nona. Terima kasih banyak!" cetus Daffa penuh hormat pada Alin.
Alin merasa enggan di perlakukan seperti itu, dia bertanya cepat pada pria di hadapannya "Rumah sakit mana?"
Daffa langsung membawa Alin dan Ardi masuk ke dalam mobilnya yang dia kemudikan sendiri melaju ke arah rumah sakit tempat Sky sedang ditangani. Di belakang mobil mereka di ikuti tiga mobil yang merupakan para pengawal pribadi Sky Yuan.
Alin berbisik pada Ardi, "Sepertinya pasiennya orang penting, apakah dia akan menghisap darahku sampai habis?"
"Itu adalah tindakan kejahatan serius. Jangan kuatir, Saya akan memastikan kak Alin hanya donor darah, tidak akan sampai menghabiskan stok darah di tubuh kak Alin," Ardi tersenyum melirik Alin.
Setiap Alin berdonor darah, kebetulan Ardi yang sering bertugas membantu jadi sudah sedikit mengenal wanita itu yang terkadang melontarkan lelucon konyol seperti vampire itu ada darahnya ga yah? Trus dia minum darah buat apa ya? kalau vampire minum darahnya dengan cara transfusi bisa ga yah?
Mobil yang di kemudikan Daffa sudah sampai, dia langsung membawa Alin dan Ardi menuju ruangan operasi dimana Sky Yuan sedang dilakukan tindakan operasi mengeluarkan peluru dari tubuhnya dan masih belum sadarkan diri. Luka tembak di perut dan dadanya sudah banyak mengeluarkan darah. Sedikit saja peluru itu bergeser ke arah jantungnya, mungkin Sky sudah tidak bisa di selamatkan.
Petugas membawa Alin dan Ardi ke dalam ruangan operasi meninggalkan Daffa bersama para pengawal yang baru saja sampai dari menyusul mereka.
Ardi melayani langsung bagian transfusi darah Alin untuk pasien yang mereka tidak tahu namanya dan operasi mengeluarkan peluru dari tubuhnya masih berlangsung sangat ketat.
Daffa menggigil pucat tidak bisa duduk dengan tenang, berjalan mondar-mandir di depan ruangan operasi. Masih jelas di ingatannya saat Sky mengemudikan mobil mereka menuju proyek dengan Daffa yang duduk di kursi penumpang. Tiba-tiba terdengar bunyi berdesing dan saat itu juga Sky langsung menginjak rem mendadak, dada dan perutnya sudah bersimbah darah.
Para pengawal yang berada di mobil di belakang mereka segera berhenti membantu memindahkan tubuh Sky yang perlahan melemah dan kesadaran hilang, sebagian mencari sumber peluru ditembakkan. Daffa mengambil alih kemudi dan melajukan secepat kilat mobilnya menuju rumah sakit terdekat.
Dokter segera melakukan tindakan dan mengatakan Sky harus di operasi namun Sky sudah kehilangan banyak darah.
Sky memiliki golongan darah A plus yang saat itu sedang kosong stoknya di rumah sakit. Itulah awal Daffa bertemu Alin untuk menyelamatkan Sky.
Telp Daffa berbunyi dan segera dia menjawabnya yang ternyata dari Janette.
"Setelah operasi selesai, segera terbang ke sini! Saya sudah siapkan dokter terbaik," perintah Janette yang sudah mengetahui mengenai keadaan Sky.
"Baik Madam. Maafkan saya gagal melindungi Sky,"
"Bukan salahmu! Nicholas sudah menemukan orangnya dan dia bunuh diri di tempat saat para pengawal kalian mengejarnya. Untuk sementara Nicholas akan menyelidiki siapa orang di belakang ini. Mengenai proyek, besok saya akan menemui pemerintah Indonesia untuk menutupnya. Tidak masalah rugi beberapa milyar asalkan anakku selamat!" Janette berkata panjang lebar dan sangat berwibawa.
Memang seorang Sky Yuan bisa sehebat sekarang, tak terlepas dari didikan Janette yang sangat tegas dan ilmu bisnisnya luar biasa. Janette sudah lama ingin menutup proyek di jawa barat tersebut namun Sky menolak. Entah apa yang ada di pikiran Sky.
Alin sudah memberikan darahnya lebih banyak dari dia biasa berdonor darah. Wajahnya pucat dan tenaganya bahkan tidak sanggup untuk membuka kelopak matanya. Ardi sudah menghentikan darah keluar dari tubuh Alin dan menutup lengannya dengan plester khusus.
"Kak Alin, minumlah," Ardi memegang gelas air mineral dan memasukkan sedotan ke mulut Alin.
Alin menyesapnya sedikit, kepalanya pusing luar biasa.
"Apakah aku baik-baik aja mas Ardi? Apakah pasiennya selamat?" tanya Alin yang terdengar seperti desisan, bahkan untuk berkata aja dia harus mengumpulkan banyak tenaga.
"Pasiennya selamat. Operasinya berjalan sukses. Kak Alin juga tolong bersemangatlah. Maafkan saya, seharusnya saya tidak mengambil lebih dari seharusnya. Maaf kak Alin. Minumlah lagi,"
"Alhamdulillah ...tidak apa-apa mas. Memang saya yang mau tadi. Mas Ardi ...apakah saya bisa minta jus korma?" Alin berkata dengan matanya yang masih tetap tertutup.
"Saya akan membelinya," sahut Daffa yang melihat keadaan Alin sangat lemah. Entah kenapa dia merasa sangat bersimpati pada wanita itu.
Sementara Daffa membeli jus korma, Alin dan Sky di dorong keluar dari ruangan operasi menuju ruangan perawatan.
Daffa kembali segera setelah mendapatkan jus korma dan membeli beberapa makanan untuk memulihkan tenaga Alin, langsung menuju ruangan perawatan.
Setelah menghabiskan satu gelas jus korma, Alin baru bisa membuka matanya.
"Terima kasih. Saya harus pulang sekarang. Semoga dia cepat sadar dan sembuh total," Alin melirik ke arah pria di sebelah brangkarnya seraya bangkit namun kakinya masih lunglai, tidak bisa menapak dengan tegak.
"Aku akan mengantarmu pulang, tapi makanlah dulu selagi makanan itu hangat," Daffa memegang tangan Alin, menuntunnya duduk bersandar kepala bangkar.
"Saya Daffa, terima kasih atas bantuannya ...dan mas Ardi" Daffa memperkenalkan dirinya dan membaca nama Ardi dari pakaiannya yang kembali memastikan detak jantung Alin sudah mulai normal.
"Nona ...Alin Musthofa, terima kasih," Daffa berterima kasih dan menyebut nama Alin setelah Ardi memberikan kartu donor darah Alin kepadanya.
"Saya akan mengantarkan Nona Alin sampai ke rumahnya. Mas Ardi bisa kembali melanjutkan pekerjaan," Daffa juga memberikan kartu namanya pada Ardi yang kemudian Ardi mengangguk sambil menatap Alin yang sudah mulai pulih.
"Kak Alin harus banyak istirahat dan habiskan makanannya. Saya permisi dulu," Ardi berkata sopan sebelum undur diri dari hadapan Alin.
"Aku bisa menyuapimu, kalau Nona Alin tidak keberatan,"
"Tidak, terima kasih" Alin mengelap kedua tangannya dengan tisu basah yang di sediakan Daffa dan mulai menyendok makanan di hadapannya sampai habis separohnya karena dia sudah sangat kekenyangan.
"Apakah aku sudah boleh pulang sekarang?" tanya Alin berusaha tersenyum menatap Daffa yang gelagapan di tatap netra coklat hazel Alin.
Daffa berpesan pada semua pengawal pribadinya sebelum dia pergi mengantarkan Alin pulang ke rumahnya.
"Berhenti di depan gang itu. Rumahku di dalam gang kecil itu, tidak jauh kok. Terimakasih mas Daffa,"
"Kami yang harus berterima kasih pada Nona. Terimalah ini untuk membeli banyak makanan, meskipun kami tidak akan pernah bisa membalas kebaikan Nona," Daffa mengulurkan amplop ke hadapan Alin yang langsung di tolaknya.
"Saya ikhlas kok mas! Ga usah begini. Saya tidak apa-apa,"
"Saya mohon, terimalah," akhirnya Alin menerima amplop yang di paksa Daffa untuk dia terima.
Daffa juga ikut menuntun tangan Alin agar bisa berjalan dengan pelan sampai ke rumahnya.
Setelah mengantarkan Alin sampai ke rumahnya, Daffa segera kembali ke rumah sakit dan membawa Sky Yuan yang masih belum sadarkan diri dibawah pengaruh obat bius setelah operasi, kembali ke Singapura menggunakan jet pribadi bersama para pengawal.
Sky sudah bangun dari tadi, merasakan ngilu di luka perut dan dadanya. Tidak ada siapapun di kamar. Sky melihat ke sekeliling, ini adalah kamarnya. Sky beringsut bangun, berjalan tertatih-tatih ke kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigi. Setelah mencuci muka dan menyikat giginya, pintu kamar Sky di buka dari luar saat pria itu sedang menuntaskan panggilan alam di tubuhnya. "Tuan muda ...apakah Anda di kamar mandi?"Terdengar suara nyaring Zia yang bertanya. Sky keluar dari kamar mandi, melihat gadis remaja yang ranum di hadapannya sudah lengkap dengan seragam sekolahnya. "Alex membuatkan soup ayam, makanlah," ujar Zia sambil meletakkan mangkok soup dan sarapan untuk Sky di atas meja.Alex adalah kepala koki di kediaman Sky. "Kamu mau sekolah?" "Iya, tapi saya di minta Alex mengantarkan ini untuk Tuan Muda. Nyonya Janette baru saja kembali ke kamarnya, beliau semalaman berjaga di sini. Dokter sedang dalam perjalanan ke sini. Tapi sepertinya Tuan Muda sudah membaik ya?" c
Alin baru saja selesai membuka toko jualan snack-nya. Telpnya berdering dari debt collector yang mengingatkan tanggal jatuh tempo pembayaran pinjamannya. Debt collector ini menelpon tidak kenal waktu dan sehari bisa sampai sepuluh kali telpon masuk dari nomor yang berbeda. Jika di jawab selalu suara operator yang berbicara."Siapa Lin? Kok ga di jawab?" tanya pak Rustam, Paman Alin yang baru saja datang ke toko Alin ingin minum kopi herbal yang dititipin Aisyah untuk di jual di toko Alin."Uhm, salah sambung," jawab Alin sekenanya.Hp Alin kembali berdering dari nomor yang berbeda dan layar ponselnya terlihat merah yang berarti itu adalah telpon dari nomor debt collector lagi. Alin segera mematikan namun terlambat, pak Rustam sudah terlanjur melihatnya."Telp debt collector ya? Kamu minjam online?" cecar pak Rustam menatap Alin lekat-lekat."Enggak. Pinjaman yang sebelumnya sudah mau jatuh tempo dua hari lagi. Jadi tiga hari sebelum jatuh tempo, akan ada telpon pengingat seperti tadi.
Sky langsung turun dari kamar hotel tempat dia menginap ke cafe dan memesan ruangan privat. Baru saja Sky menyesap kopi yang di antarkan pelayan padanya, terdengar suara Daffa sedang berbicara dengan seseorang dan membukakan pintu ruangan pada orang itu yang menjadi ruangan private tempat Sky sedang duduk. Cangkir kopi Sky masih berada di tangannya dan menggantung di udara, matanya melotot menatap wanita yang baru saja masuk ke ruangannya bersama Daffa. Ingatan Sky berkelana ke beberapa tahun yang lalu di malam dia mabuk dan duduk di halte MRT menunggu Daffa menjemputnya. Udara malam itu sangat dingin. Seorang wanita duduk bersama anak laki-laki di sebelahnya. Melihat Sky Yuan yang menggigil, wanita itu melepaskan syalnya dan melilitkan ke leher Sky Yuan. "Kamu minum alkohol, seharusnya itu bisa menghangatkanmu! Aku hanya punya ini, pakailah. Maaf jika warnanya pink, nanti kamu bisa membuangnya. Untuk saat ini setidaknya bisa mengurangi dinginmu," ujar sang wanita pada Sky. Wanita
"Sean, ini snacknya pada kosong keranjangnya?" Tanya Alin saat dia kembali ke toko dan melihat keranjang tempat snack biasanya di susun untuk di jual terlihat kosong."Och itu tadi ada yang borong" Jawab Sean cepat sambil berhenti dari main game online di laptopnya."Mommy udah ga pusing lagi? Tadi tidur?" Tanya anak itu lagi setelah melihat wajah mommy malah terlihat semakin kuyu, tidak segar sehabis tidur siang."Ga bisa tidur. Emang borong berapa? Sini bantu mommy susun lagi snacknya""500 ribu. Orang yang belinya tadi ganteng deh. Klo mommy liat pasti suka, apalagi matanya biru, berbody tinggi dan ganteng, selera mommy banget deh pokoknya" Kekeh Sean sambil melirik mommynya yang sedang mengisi keranjang kosong dengan snack kembali."500ribu? Wah Alhamdulillah. Emang gantengan mana sama Sean?" Alin tersenyum menatap Sean anaknya yang kadang suka menggodanya."Yee... Gantengan om yang beli itu tadi lah. Sean kan matanya ga biru, Om yang tadi matanya biru loh.
"Mister Yuan, Anda tidak apa-pa?" Tanya Alin saat membuka pintu kamarnya, Sky Yuan berkeringat dan wajahnya sangat pucat."Hm, kamu punya sesuatu untuk ku minum?""Ada. Masuklah" Jawab Alin pendek meski masih terdengar ketus tapi Sky tersenyum dan bersorak dalam hatinya. Tidak sia - sia mencubit perutnya sampai mungkin sekarang kemerahan. "Daffa bilang, kamu rutin donor darah. Apakah selalu lancar?" Sky Yuan duduk di lantai, di depannya ada dua gelas teh manis dan kue kering jualan Alin. "Ya. Setiap 3 bulan sekali. Tidak selalu lancar, kadang HB turun, jadi reschedule 3 hari atau 7 hari ke depannya. Kenapa?" "Kamu tidak bertanya kenapa aku menawarkan pernikahan padamu?" "Tidak perlu. Anda bukan orang pertama yang menawarkan itu padaku" Ketus Alin sambil menyeruput teh manis hangatnya cuek dengan membunyikan sluuurrpnya. Sky Yuan tersenyum di matanya. "Aku membutuhkanmu. Darahku ada kelainan, setiap 4 - 5 bulan aku rutin menerima donor darah, dan tidak s
"Nanti Daddy dan Mommy akan sering berkunjung ke sini. Kalau ada apa - apa, Sean bisa minta guru hubungi Daddy" Ucap Sky Yuan sambil memeluk Sean saat mengantarnya masuk sekolah asrama. Selama dua bulan ini mereka tinggal bersama, sudah terbangun chemistry di antara mereka bertiga layaknya satu keluarga. Sky semakin menyukai Alin yang ternyata walaupun lidahnya tajam padanya, dia sangat lembut dan perhatian. Istri idaman dan figur ibu yang hebat untuk anaknya, Sky yakin hal itu. "Uhm. Om Sky dan mommy mau balik ke Singapura?" Sean masih belum terbiasa memanggil Sky dengan sebutan "daddy""Ya. Nanti Sean libur, akan di jemput. Kita liburan ke Singapura atau ke tempat lain yang kalian inginkan" Sky Yuan melirik Alin yang masih memeluk Sean di dadanya."Mommy love you, Sean. Jaga diri baik - baik, sopan dan nurut sama gurumu dan belajarlah yang rajin" Bisik Alin, mencium kening dan rambut Sean sampai menitikkan airmata."Mom... Om Sky... Sean mau ad
Mereka sampai di kediaman Sky Yuan tengah malam. Hanya Mr. Philippe yang menyambut kedatangan Alin karena semua sudah terlelap di peraduannya. Sky memerintahkan Mr. Philippe untuk menyiapkan kamar tamu untuk Daffa sebelum dia membawa Alin ke kamarnya di lantai tiga."Tidurlah atau kamu mau mandi dulu?" Tanya Sky pada Alin saat mereka sudah sampai di kamar."Aku mau mandi sebentar" Jawab Alin singkat. Dia melihat Mr. Philippe baru saja meletakkan koper pakaian Alin dan Sky Yuan dekat pintu dalam kamar yang di ambil oleh Sky yang menggiring koper - koper tersebut ke dekat wall in closet.Alin sedang menikmati busa sabun milik Sky Yuan di bawah shower saat pria itu menyelonong masuk sudah membuka pakaiannya, menyisakan lapisan terakhir yang masih melekat."Kok kamu masuk? Aku sebentar lagi selesai" Protes Alin menatap wajah Sky sepintas, tidak berani menggerakkan matanya ke bagian tubuh Sky yang lainnya. Entahlah rasanya berdebar - debar dan memalukan."Aku ingin mem
Alin tertidur di sofa dalam perpustakaan dengan buku yang terbuka di tangannya.Buku Amelia Jane."Kamu menyukai cerita seperti ini" Gumam Sky Yuan sambil mengangkat tubuh Alin untuk dia pindahkan ke tempat tidur yang juga masih ada di perpustakaan tersebut. Dulu Sky Yuan sering tertidur di sofa, jadi dia meminta Mr. Philippe untuk menyediakan tempat tidur di perpustakaan."Sky..." Bisik Alin membuka matanya sebentar kemudian lanjut pulas lagi."Istirahatlah... Aku akan bekerja di ruangan sebelah" Ucap Sky sambil membelai rambut Alin lembut dan mengecup kening istrinya itu yang sudah menjadi kebiasaan baru bagi Sky tapi dia menyukainya. Alin terbangun sudah di tempat tidur. Seingatnya tadi dia duduk di sofa. Ada buku Amelia Jane di atas nakas tempat tidur. Zia sudah pulang sekolah dan ganti baju casual. Alin melihat keluar yang sudah menunjukkan waktu sore. "Ternyata aku tidur cukup lama" Gumamnya. Zia membawa Alin untuk makan
Sky dan Seiji beserta keluarganya pergi ke perkebunan anggur keluarga Nabila menggunakan limousin sedangkan Nabila berkendara bersama Jonathan di depan sebagai penunjuk jalan yang sebenarnya tidak perlu karena sopir limousin adalah sopir pribadi keluarga Nabila yang sudah biasa datang ke perkebunan."Dasar pamer!" gerutu Seiji menatap tajam pada Sky, saat melihat tanda cinta di leher, pundak serta bagian depan dada Alin yang tetap tidak tertutupi oleh syal yang dia pakai."Apa pamer?" ceplos Alin yang tidak mengerti pada awalnya."Suami brengsekmu yang pamer!" sahut Seiji dan Sky langsung tergelak diikuti oleh Syelin.Sky duduk memeluk Syelin yang sudah mulai terlihat akrab dengannya."Syelin sebentar lagi punya adek bayi. Kalau mau pamer itu harus ada bukti hidupnya, bukan tanda yang bisa hilang dalam hitungan hari!" Seiji sengaja meraba perut Irine dan mengusapnya di depan Sky.Keita dan Sean serempak mengulum senyum melihat pria sedewasa dan sedingin Seiji bisa bertindak absurd di
Mr. Philippe mendapatkan pemutusan surat kerjanya yang tidak perlu lagi dia mengabdikan diri jadi pelayan di kediaman Yuan. Tetapi dia bersikeras tetap ingin bekerja untuk Sky di kediaman sehingga Sky memberikan pekerjaan sebagai notaris padanya, menggantikan Norman yang akhir hidupnya tetap berkhianat bersama Keith pada Sky dan Nicholas.Pulang dari ziarah makam Thomas, Janette tidak bisa bertahan lagi terhadap penyakitnya dan akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan Sky.Nicholas juga berada di dekat Janette disaat terakhir hidupnya, dia memaafkan semua salah dan khilaf Janette di masa lalu.Tiga bulan kemudian,Sky membawa Alin dan Sean berlibur ke Sydney sekaligus bertemu Jonathan di kantor cabang milik Sky di Sydney.Jonathan membuat pertemuan dengan Sky dan Alin di sebuah restoran mewah pusat kota Sydney. "Kenalkan, ini Nabila. Bila, ini bosku Sky Yuan, Alin dan putra mereka Sean, juga ini Keita," Jonathan memperkenalkan wanita yang datang bersamanya kepada Sky, Ali
Seiji dan Irine bukan pertama kali tidur bersama. Sekarang mereka sudah menikah meski di dalam hati Seiji masih tetap Alin yang bertahta. Tetapi tubuhnya masih seperti biasa, bisa bereaksi menegang sempurna saat melihat Irine.Syelin dibawa Nicholas keluar kamar sejak tengah malam untuk tidur bersamanya dan Sean.Kepergian Syelin tersebut ikut membangunkan Irine sedangkan Seiji belum tidur sejak masuk ke kamar, menunggu Syelin dan Irine siuman setelah obat penawar berhasil lolos melewati tenggorokan mereka. "Aku tidak peduli alasanmu menikahiku, tetapi apakah kamu akan melewatkan mencicipi tubuhku di malam pertama pernikahan kita?" cetus Irine seraya bangkit dan menyobek gaun pengantinnya menjadi beberapa bagian yang tersebar di lantai."Akhirnya kamu bangun," ucap Seiji santai.Seiji beringsut mundur bersandar ke kepala ranjang, memperhatikan Irine yang menelanjangi dirinya sendiri sampai tidak ada satu helai kainpun tersisa pada tubuh montok berisinya.Irine menarik meja kerja yang
Mr. Philippe bergegas pulang ke kediaman Yuan dan pergi ke kamar Seiji."Kotak obat kuat," gumam Mr. Philippe mengulangi ucapan Seiji yang memintanya membawa kotak itu ke hotel segera.Mr. Philippe membuka laci nakas dan menemukan beberapa kotak karet pengaman yang terlihat masih bersegel.Mr. Philippe menggerutu mengomeli Seiji dan jemarinya terus memeriksa kotak-kotak di dalam laci dan akhirnya menemukannya ada di dalam kotak karet pengaman yang segelnya sudah tidak utuh.Mr. Philippe memasukkan kotak yang dia dapatkan tersebut ke dalam kantung pakaiannya, juga membawa satu kotak karet pengaman yang bergambar gerigi pada luar kotak bersamanya.Kediaman Yuan sangat sepi, tetapi Mr. Philippe melihat ada bayangan seseorang berdiri di depan pintu masuk kediaman. "Lewat sini," bisik suara Brook terdengar di telinga Mr. Philippe. Brook mengajak Mr. Philippe ke atas rooftop. "Tunggu, kamu tidak memintaku untuk terjun bersamamu, 'kan? Ini sangat tinggi!" Mr. Philippe belum pernah melakuk
Janette terbatuk dan segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Sedangkan Nicholas membawa kursi rodanya ke balkon hotel depan ruangan pesta pernikahan Seiji dan Irine."Jika kamu sungguh-sungguh mencintai Daddy kami, mengakulah pada Sky jika kalian sudah memperdayanya sejak dia pemuda belia dan menewaskan Diana,"Janette terkejut menoleh ke samping menatap Nicholas. "Diana? Aku tidak mengetahui hal tersebut!" spontan Janette menjawab cepat.Janette mengetahui jika Diana adalah kekasih Henry sebelumnya tetapi penyebab kematiannya, dia tidak pernah tahu kebenarannya karena Henry mengatakan Diana bunuh diri di kamarnya dengan meminum racun yang menghancurkan tubuh bagian bawahnya.Sudut bibir Nicholas melengkung sinis, "Aku tegaskan padamu, berhenti berpura-pura, Janette! Aku tidak seperti Sky yang akan berhati lemah menghadapimu apalagi setelah mengetahui keterlibatanmu menewaskan Katherine dan Thomas Yuan!"Nicholas sengaja menyebut nama orangtuanya sebagai penegasan pada Janet
Janette menatap lekat pada Nicholas yang sedang duduk sarapan di seberang mejanya."Kita harus bicara, Nick!" ucap Janette setelah menyendok beberapa suap makanannya yang sama sekali tidak bisa dia nikmati.Nicholas menggedikkan kedua alisnya berujar, "Silakan!""Hanya kita berdua!" pinta Janette tegas seakan tubuhnya tiba-tiba menjadi sehat bertenaga."Apakah ada orang lain di meja makan ini, Janette?" sahut Nicholas tersenyum sinis.Nicholas menegakkan punggungnya ke sandaran kursi duduknya, mengambil gelas air mineral untuk dia minum.Janette menelan salivanya yang terasa pahit. Bertahun-tahun dia berinteraksi dengan Nicholas, tetapi dia masih belum bisa merengkuh hatinya seperti dia mendapatkan Sky."Kemana kamu beberapa hari ini?" tanya Janette berbasa basi."Untuk apa aku melaporkan kegiatanku padamu Janette? Aku sudah tidak bekerja lagi untukmu!" sahut Nicholas menyeringai sinis."Oh ya, Henry sudah tewas di Hongkong. Ku dengar staffnya yang membunuhnya dengan racun, karena mer
Nicholas tiba di kediaman Yuan sebelum tengah malam tiba. Mr. Philippe belum tidur dan dia langsung tersenyum senang melihat kedatangan Nicholas."Tuan muda Sky masih di rumah sakit," ucapnya pelan.Nicholas mengangguk samar. Melirik ke arah pintu kamar Janette sebentar sebelum dia pergi ke dapur untuk bertemu Alex."Dimana Syelin?" ucap Nicholas bertanya pada Mr. Philippe yang masih mengikutinya sampai le dapur."Syelin dibawa Seiji menginap di apartemen Irine," sahut Mr. Philippe sambil mengambil cangkir dari kabinet dan menuangkan minuman segar untuk Nicholas."Alex sedang berada di halaman belakang," cetus Mr. Philippe memperhatikan wajah Nicholas yang terlihat tenang.Mr. Philippe sudah sangat paham akan ketenangan Sky dan Nicholas, karena itu berarti telah atau akan terjadi sesuatu yang menyenangkan mereka."Uhm, aku ke kamar dulu. Nanti kalau Alex kembali, minta dia bawakan pasta saus tomat ke kamarku," tutur Nicholas seraya berjalan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai du
"Aku sudah memperingatkan kalian, jangan pernah mengganggu Sky! Tapi ternyata kalian sudah paham akan risikonya!" ujar Nicholas tegas dan tajam menatap Henry Han, Ayah yang membesarkannya sejak bayi.Henry sedang duduk pada kursi empuk dalam ruangan kerjanya di Hongkong saat Nicholas masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk."Kamu datang, mau makan apa?" tanya Henry mengabaikan ucapan sengit Nicholas saat tadi memasuki ruangannya.Henry menekan tombol pada pesawat telpon, "Bawakan dua cangkir kopi ke ruanganku, sekarang!" ucap Henry pada pekerjanya lalu berdiri mempersilahkan Nicholas duduk pada sofa mewah yang terdapat di dalam ruangan."Jangan menguji kesabaranku, Henry! Kamu sangat tau tujuanku datang ke sini bukan untuk bersantai ataupun menikmati secangkir kopi yang bisa saja telah kau perintahkan membubuhkan racun untukku!"Nicholas terlihat sangat kaku, sungguh berbeda dengan Sky yang bisa mengikuti alur para musuhnya meskipun bersikap dingin.Nicholas memang dibesarkan hampir tida
Keita menerima laporan dari teman-temannya yang dia tempatkan untuk mengawasi Riri di pusat rehabilitasi meskipun juga sangat mudah baginya meretas sistem keamanan di sana dan melihat apapun yang terjadi. "Aku ada pekerjaan, nanti aku kembali lagi!" ucap Keita pada Daffa, lalu dia melirik sebentar ke arah pintu ruangan Sky yang tertutup rapat. "Amankan dia, dan pinta Dokter memeriksa keadaan Riri!" pinta Keita kepada temannya melalui sambungan telpon yang juga merupakan anak buah Seiji di Singapura. "Ku rasa dia tidak bekerja sendiri, karena dia hanya seorang tukang bersih-bersih, bukan orang lokal," ujar teman Keita di telpon padanya. "Hm! Buat dia bicara, tawarkan uang kalau begitu!" saran Keita cukup gemas dengan cara kerja orang yang masih belum berhenti mengusik ketenangan hidup Alin dan Sky. Tidak lama, Keita sudah sampai pada sebuah rumah yang tidak jauh dari pusat rehabilitasi. Keita mendorong pintu yang tidak terkatup rapat dengan ujung telunjuknya. Terlihat seorang