Bab 2

Wenny tersenyum sinis dalam hati, tetapi wajahnya tetap terlihat bingung. "Kalau begitu, kenapa dia bilang kita cuma berteman?"

Yudha ragu sejenak, lalu berkata, "Itu saya kurang tahu."

Dia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Pak Berto. Istrinya baru saja kecelakaan dan kehilangan ingatan, tetapi hal pertama yang dia katakan malah, "Kita berteman"?

Aneh sekali.

Wenny melanjutkan sandiwaranya. "Jadi ... apa kami ini hasil perjodohan? Makanya dia bilang begitu?"

Yudha diam saja.

Mobil akhirnya berhenti di Griya Rosentia. Begitu melihat vila yang sangat dikenalnya, hati Wenny terasa nyeri.

Di benaknya terlintas lagi foto itu. Berto memeluk Yuna dengan penuh kasih, napasnya terasa berat.

Mustahil rasanya bisa bilang tidak cinta lalu langsung berhenti mencintai begitu saja?

Tempat ini adalah rumah pernikahan mereka. Lima tahun silam, sebuah kejadian tak terduga menimpa mereka. Tanpa sepengetahuannya, Wenny diberi obat-obatan dan ketika terbangun, dia sudah berada di ranjang pria itu. Tanpa menunggu lama, kedua keluarga sepakat untuk menikahkan mereka.

Di malam pengantin, Berto langsung berkata, "Aku nggak cinta sama kamu, tapi aku nggak akan menyakitimu. Kita akan jalani pernikahan ini sebagai formalitas saja."

Pernikahan formalitas. Tidak ada cinta, hanya kepentingan semata.

Dia menyetujuinya.

Namun, setelah menikah, Berto mulai ikut campur dalam hidupnya. Dari pakaian, makanan, hingga segala kebutuhannya, tak lepas dari perhatian pria itu.

Dia pikir, mungkin Berto mulai menyukainya.

Hatinya bahagia, harapannya tumbuh. Dia makin berusaha menjadi istri yang lebih baik.

Setengah tahun setelah menikah, dia hamil dan melahirkan Chiro. Dia mulai menaruh harapan akan masa depan yang indah.

Namun, sikap Berto tetap dingin. Hanya saat berada di atas ranjang saja dia menunjukkan gairah.

Setiap saat, Wenny selalu hanyut dalam kehangatan gairah itu.

Hingga saat dia melihat foto Yuna, tubuhnya seketika membeku, seperti tersiram air dingin yang menusuk tulang.

Rambut, baju, bahkan riasannya, semuanya dibuat mirip Yuna!

Tak heran Berto begitu ingin ikut campur dalam hidupnya. Rupanya dia sedang mencari Yuna dalam dirinya!

Dia hanyalah pengganti Yuna.

Baru sekarang dia sadar, selama lima tahun ini hidupnya cuma sebuah lelucon!

Tanpa sadar air mata mengalir di pipinya. Yudha bertanya, "Nyonya, Anda nggak apa-apa?"

Wenny menatap kosong, "Kenapa aku menangis?"

Yudha terdiam.

Sambil menekan perasaannya, Wenny masuk ke dalam rumah. Seorang pelayan langsung menyambutnya, "Nyonya, Tuan dan Chiro akan pulang dua jam lagi. Apa Nyonya mau mulai menyiapkan makan malam sekarang?"

Selama lima tahun terakhir, dialah yang mengurus semua kebutuhan Berto.

Dari memasak sampai memilihkan aksesori, dia lakukan semuanya sendiri. Dia pikir, kalau dia cukup baik dan perhatian, Berto pasti akan mencintainya.

Ternyata, semua itu cuma harapan kosong.

Wenny berpura-pura bingung, "Hah? Kenapa aku harus masak?"

Pelayan itu terkejut, "Nyonya, Anda ... kenapa?"

Yudha segera menjelaskan kondisi Wenny saat ini.

Pelayan itu langsung menunjukkan ekspresi iba. "Bu Wenny, Anda istirahat saja. Kami yang akan menyiapkan makan malam."

Wenny menekan pelipisnya, "Aku pusing ... di mana kamar tidurku?"

Pelayan itu mengantarnya ke kamar. Begitu tiba, Wenny langsung berbaring di tempat tidur dan mulai memikirkan langkah selanjutnya.

Yang pertama, bercerai!

Tanpa sadar, dia tertidur, tetapi tidurnya tidak tenang.

Dalam mimpinya, semua kenangan tentang Berto muncul kembali. Lima tahun dia merasakan dinginnya sikap pria itu. Bagaimana Berto selalu berusaha mengendalikannya. Namun, setiap kali mereka bercinta, mata indah itu akan menatapnya dengan penuh gairah. Sebuah tatapan yang membuatnya terbuai, tetapi juga terasa menyakitkan.

Lalu di detik berikutnya, Berto berbisik di telinganya, "Yuna, aku mencintaimu."

Wenny tersentak bangun, matanya masih penuh dengan kesedihan. Napasnya memburu.