“Siapa kamu?” tanya Rafif saat melihat Alea di hadapannya.“Mas,” ujar Alea pelan.Rafif merasakan kepalanya berputar. Lalu dia memejamkan kembali matanya.“Kak,” panggil Alea pada Azfar dengan penuh kekhawatiran.“Kamu tenang dulu,” jawab Azfar.Azfar lalu memeriksa Rafif kembali untuk memastikan apakah ada masalah.Rafif kembali membuka matanya, lalu bertanya pada Azfar.“Dok, saya kenapa?” tanya Rafif.Alea mundur selangkah, dia sadar Rafif berbeda. Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak mengenali Alea bahkan dia memanggil Azfar dengan panggilan ‘dok’.“Rafif, ini bunda!” bunda maju dan mendekati Rafif.Rafif memperhatikan wajah bunda dengan seksama, sedetik kemudian dia bertanya.“Kenapa aku disini, bunda?” tanyanya.Bunda lega, karena ternyata Rafif mengenalinya. Itu artinya Rafif tidak apa-apa.Namun keadaan menegang seketika Rafif bertanya pada bunda.“Bunda, siapa wanita ini?” tanya Rafif.Bunda membawa Alea mendekat.“Dia istri kamu! Alea,” jelas bunda.“Istri?” tanya Rafif.Alea
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah-celah kecil di dalam kamar.Rafif terbangun karena merasa silau. Dia merasa asing dengan kehadiran Alea dan Zayn di kamarnya, semalam dia memutuskan untuk tidur di kamar yang bersebelahan dengan kamar miliknya yang ditempati Alea dan Zayn.Setelah membuka mata, Rafif langsung bergegas kembali ke kamarnya dan melihat apakah Alea dan bayi kecil itu telah bangun.Dia membuka pintu, lalu melihat Alea yang masih tertidur. Rafif mendekatinya dan memperhatikan wajah cantik Alea. Dia menyibakan rambut yang menutupi wajah Alea.“Alea,” gumamnya. Ada rasa sedih yang menyeruak dalam hati Rafif. Dia tidak mengerti bagaimana hatinya bisa merasakan sedih dan sakit saat menatap Alea, sementara ingatannya tak kunjung kembali.Alea mengerjapkan matanya, telinganya mendengar namanya di sebut oleh pria yang sangat dicintainya.“Mas,” panggil Alea saat mengetahui Rafif sedang menatapnya begitu intens dalam jarak yang sangat dekat.“Apa kamu baik-baik saja?” ta
Sekembalinya Rafif dari perusahaan, Alea menyambutnya selayaknya dia menyambut Rafif seperti sebelum-sebelumnya.“Gimana dengan perusahaan mas?” tanya Alea.“Semuanya lancar karena dibantu Tomi,” jawab Rafif.“Jadi mas juga tidak lupa dengan Tomi?” tanya Alea menghentikan langkahnya di belakang Rafif.Rafif menyadari jika sikapnya telah sedikit melukai hati Alea.“Aku baru mengingatnya saat bertemu dengannya tadi,” Rafif lalu menyamakan langkahnya dengan Alea.“Zayn dimana?” tanya Rafif.“Di kamar dengan bunda,” jawab Alea singkat.“Ayo ke kamar!” ajak Rafif sambil meraih tangan Alea.Ini adalah genggaman pertama Rafif setelah dia terbangun dari tidur panjangnya. Alea merasakan jantungnya berdetak cepat, akhirnya Rafif mengenggam tangannya lagi setelah sekian lama.“Zayn!” panggil Rafif saat membuka pintu kamar.“Kamu sudah pulang?” tanya bunda.Rafif mengangguk lalu menghampiri Zayn.Zayn begitu senang dengan kedatangan Rafif, bayi berusia satu tahun ini sedang belajar untuk berjalan
Kepala Rafif berdenyut hebat tatkala bibirnya mulai bersentuhan dengan bibir Alea.Terlintas dalam ingatannya, potongan-potongan kenangan seperti gambar berjalan.Namun saat Rafif mencoba mempertajam ingatannya, dia limbung dan harus melepaskan tautan bibirnya dari Alea.Rafif merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya, membuat dia harus menjauh dari Alea dan pergi ke lantai dasar untuk menenangkan diri.“Mas!” panggil Alea khawatir.Tapi Rafif tetap mengabaikannya dan pergi begitu saja.Batin Alea berkecamuk, baru saja dia mendapatkan kembali kehangatan yang dia rindukan, tiba-tiba saja Rafif pergi.Alea menangis dalam diamnya. Lalu memilih untuk membiarkan Rafif sampai dia kembali lagi ke kamar.Malam semakin larut, karena Rafif tak kunjung kembali, Alea memutuskan untuk melihatnya di bawah.Baru saja Alea menuruni anak tangga terakhir, dia melihat sebuah kepulan asap dari halaman belakang rumahnya.Karena penasaran, Alea berjalan menuju ke halaman belakang dan melihat apa yang te
“Alea!” ujar Rafif.Senyum Alea yang semula merekah, hilang seketika. Dia melihat sebuah tangan melingkar di lengan suaminya, dan tangan itu milik seseorang yang sangat dia benci.“Kalian?” tanya Alea dingin.“Sory Yes! Aku harus masuk dulu,” ucap Rafif lalu melepaskan tangan Yesi dari lengannya.“Oh! It’s okay fif! Lagipula aku sudah harus pulang, makasih ya hari ini!” ujar Yesi manis sekali, seperti disengaja karena kehadiran Alea.“Oke, sama-sama!” jawab Rafif lalu masuk ke dalam ruangan, melewati Alea.Alea terpaku menatap interaksi Rafif dan Yesi yang begitu akrab. Yesi bahkan menyeringai ke arahnya dan menaikan sebelah alisnya seolah-olah berkata “aku menang!”“Mas, kamu dari mana?” tanya Alea.“Hanya makan siang saja,” jawab Rafif singkat.“Hanya berdua dengan dia?” tanya Alea lagi.Rafif melirik ke arah Alea, “memangnya kenapa?” tanyanya.“Tapi dia Yesi mas!” pekik Alea.“Iya! Dia memang Yesi! Lalu kenapa? Bukannya seharusnya kamu tahu kalau dia temanku, jika kamu memang istri
Hari peluncuran produk baru milik perusahaan Rafif akhirnya tiba. Iklan-iklan yang menampilkan wajah Yesi kini menghiasi seluruh layar kaca.Peluncuran produk baru milik Rafif terbilang cukup sukses, sehingga malam ini Rafif secara khusus mengadakan makan malam bersama seluruh timnya. Termasuk Yesi sebagai bintang iklannya.“Cheers!” ujar Rafif mengangkat sebuah gelas minuman.“Cheers!” sahut tim Rafif menyambut baik uluran Rafif.Mereka lalu menghabiskan malam bersama, sambil merasakan euforia keberhasilan peluncuran produk.“Rafif!” panggil Yesi yang sedikit mabuk.“Hai! Kamu mabuk?” tanya Rafif.“Sepertinya begitu, bisakah kamu antar aku pulang malam ini?” tanya Yesi.“Boleh!” jawab Rafif lalu meraih pinggang Yesi yang telah terhuyung ke arahnya.Yesi lalu mengalungkan lengannya pada leher Rafif dan berjalan berdampingan dengannya.“Aku pergi dulu!” pamit Rafif pada Tomi.“Pak Rafif kenapa? Sekarang kayaknya kok berubah!” ujar Sherly salah satu tim Rafif.Tomi menggeleng, “entah!”
Alea menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam.Malam ini Rafif benar-benar telah membuatnya keluar dari batas rasa sabar yang bisa dia toleransi.Lagi-lagi Rafif menyebut nama Yesi di hadapannya. Alea sendiri melihat dengan matanya, bahwa Yesi dengan berani meninggalkan bekas bibirnya di pipi Rafif.Jika Alea terus membiarkannya, mungkin lama-lama Yesi akan menjadi lebih berani. Namun Alea juga tidak tahu harus berbuat apa.“Mas, kapan kamu akan sadar dan mengingat semuanya?” gumam Alea.“Mama!” suara Zayn terdengar memanggilnya.Alea bergegas menghampirinya.“Sayang, kok kamu bangun?” tanya Alea pada Zayn.Lalu Zayn memeluk Alea dan meminta Alea untuk menggendongnya.“Sayang, tidur lagi yuk! Sudah malam,” ajak Alea. Lalu membawa Zayn tidur di dalam pelukan Alea.Zayn seolah-olah mengerti apa yang sedang dirasakan Alea. Dia menatap mamanya dengan hangat, lalu tangannya menempel pada pipi Alea.Tatapan mata Zayn seolah berkata “mama kuat!”.Alea menatap dan mengusap wajah imut Za
Angin pantai berhembus menerpa wajah Alea, rambutnya yang tergerai ikut terbang bersama angin. Wajah putihnya yang cantik mendadak kemerahan karena paparan sinar matahari.Senyum Alea begitu menawan, membuat Rafif tidak bisa menahan diri untuk melangkah mendekati Alea yang sedang menemani putranya bermain di tepi pantai.“Sayang,” panggil Rafif sambil memeluk Alea dari belakang, dia tidak mengerti mengapa begitu mudah mengucapkannya di depan Alea. Seolah ada bisikan yang membimbingnya untuk melakukan hal itu.“Mas!” pekik Alea kaget, lalu berbalik menatap suaminya.Tatapan mereka bertemu, ada rasa pilu yang mendalam di sorot mata Alea. Namun secercah harapan muncul, tatkala kata sayang terucap begitu saja dari bibir Rafif.Alea mengira jika ingatan suaminya tiba-tiba kembali.“Oh, sorry Al!” ucap Rafif saat tersadar.“Mas, kamu gak apa-apa?” tanya Alea seraya menyentuh pipi Rafif. Alea menangkap sebuah kebingungan dalam ekspresi Rafif.“E-ee, gak apa-apa!” jawab Rafif lalu menyentuh t
Setelah mempertimbangkan banyak hal, Azfar dan Cindy akhirnya memutuskan untuk memulai kembali perjuangan mereka untuk mendapatkan buah hati.Butuh kesiapan mental, fisik dan materi untuk memulai perjalanan panjang ini.Mereka mulai dengan kembali memeriksakan kesehatan organ mereka ke dokter kandungan, yang bernama Leo. Dia adalah teman seperjuangan Cindy dan bekerja di rumah sakit yang sama dengan mereka.“Akhirnya kalian kembali!” ujar Leo.Sebelumnya, Cindy dan Azfar juga sempat memeriksakan kondisi mereka satu tahun lalu. Namun karena kesibukan Cindy dan Azfar, mereka memutuskan untuk menunda dulu program hamil yang harus dilakukan.“Apa kalian udah siap sekarang?” tanya Leo.“Untuk saat ini, aku jauh lebih siap!” ujar Cindy.“Oke, kita mulai lagi dari awal ya?” Leo kemudian kembali menjelaskan prosedur untuk melakukan program Hamill.Cindy tentu sangat memahami langkah demi langkah untuk melakukan program hamil, tapi bagaimanapun dia tetap butuh dokter lain untuk membantunya mem
Selama perjalanan pulang dari Bandung menuju Jakarta, Cindy lebih banyak terdiam dan merenung.Dia memikirkan semua nasehat nenek padanya, hal yang ketika diucapkan sangat bisa membuatnya tenang. Namun ketika dia kembali pada kenyataan, rasanya sulit sekali untuk menemukan kebahagiaan.Rumah tangga tanpa anak, memang bukan satu-satunya sumber kebahagiaan. Namun, akan lebih sempurna kebahagiaan itu ketika hadir seorang malaikat kecil di antara mereka.Hal inilah yang sampai saat ini masih diusahakan Cindy dan Azfar selama dua tahun lebih pernikahannya.“Kamu kenapa?” tanya Azfar yang melihat Cindy hanya melamun dan menatap ke arah luar jendela.“Gak apa-apa!” jawab Cindy singkat.Mereka, bukan tidak berusaha. Mengingat mereka lebih paham tentang situasi mereka karena profesinya sebagai dokter. Namun, apapun yang mereka usahakan akan tetap sia-sia ketika Tuhan belum mengizinkan.”Apa selama di Bandung, ada hal yang menyinggungmu?” tanya Azfar pelan.“Hmm gak ada kok!” jawab Cindy.“Teru
Hari ini, Alea dan Rafif berencana untuk menghabiskan waktu bersama keluarga di Bandung, sebelum mereka kembali ke Jakarta.Selama sehari penuh mereka semua berkumpul di rumah nenek, makan masakan nenek, bermain bersama para sepupu dan bercerita tentang masa lalu.Semua terlihat sangat menikmati momen kebersamaan itu.Papa sebetulnya hanya anak tunggal, tetapi semasa kakek Abdul hidup, beliau sempat mengadopsi anak perempuan dari keluarga nenek yang mereka beri nama Ayu.Saat ini, tante Ayu lah yang tinggal bersama nenek di rumah ini, sehingga nenek tidak pernah kesepian.Beberapa kali papa juga mengajak nenek untuk tinggal bersama di Jakarta, namun nenek bersikeras untuk tetap tinggal di Bandung.Katanya, rumah ini penuh dengan kenangan semasa hidup bersama kakek Abdul. Dan hanya saat tinggal disini, nenek merasa kakek Abdul masih ada bersama mereka.“Kak, kenapa bengong?” tanya Alea pada Cindy yang terlihat sedang memandang kosong ke arah Zayn dan Nizam putra bungsu tante Ayu yang s
Alea dan Rafif duduk di ujung tempat tidur sambil menikmati pemandangan malam kota Bandung dari kaca jendela besar kamar mereka yang berada di lantai 22.Tubuh mereka masih sama-sama polos setelah selesai saling memanjakan.Tangan Rafif merangkul bahu Alea dengan kepala yang saling menopang. Mereka mulai mengenang masa lalu mereka tentang kota ini.Bandung, merupakan kota kelahiran dua anak manusia yang sekarang saling mencintai ini. Mereka di takdirkan bertemu karena pertemanan kakek mereka yang berlangsung begitu lama.Kelahiran Rafif di keluarga Hadiwinata adalah hal yang membahagiakan, sebab ayah dan bunda terbilang cukup lama menanti kehadiran buah hati.Empat tahun berselang, Alea lahir di keluarga Haris.Kelahiran Alea disambut bahagia oleh dua keluarga, sebab kakek Hadiwinata dan kakek Abdul Haris telah berniat untuk menjodohkan cucu mereka kelak agar persahabatan mereka tidak terputus dan berlanjut sampai anak keturunannya.“Kalau dipikir-pikir, ternyata aku sudah jatuh cinta
Setelah acara kisah sukses alumni selesai, Alea bersama dengan Rafif, diikuti oleh Azfar bergegas turun dari panggung.Acara dilanjutkan dengan ramah-tamah dan ngobrol santai sesama alumni sambil mencicipi makanan yang telah disediakan.Alea hendak pergi meninggalkan Rafif untuk kembali menemui teman-temannya yang belum sempat dia sapa.“Mau kemana?” tanya Rafif menarik tangan Alea yang hendak menjauhinya.“Mau nyapa teman-temanku mas!” jawab Alea.“Ikut aku dulu!” ajak Rafif.Alea tidak membantah, dia mengikuti kemana Rafif pergi dengan tangannya yang digenggam erat oleh Rafif.Ternyata, Rafif mengajaknya menemui teman-teman Rafif dan Azfar semasa bersekolah. Semua orang tampak ramah dan menyambut baik kedatangan Alea.Tidak sedikit yang memuji tentang penampilan dan keserasian mereka, tidak lupa kisah sukses mereka yang menginspirasi membuat teman-teman mereka kagum.Meskipun banyak juga tatapan iri yang menghampiri mereka.Setelah menyapa beberapa teman Rafif, berganti Alea yang me
“Alea..?!”“Kamu datang sendirian?” tanya pria yang sangat tidak ingin ditemui Alea disini, sekarang.Alea mengangguk sambil tersenyum tipis.“Hai Elang!” Desi langsung merapat pada Elang dan mengalungkan tangannya disana.Elang menepis tangan Desi dan menghampiri Alea. Ini adalah kesempatan baginya untuk mendekati Alea, paling tidak dia bisa mencoba untuk mengakrabkan dirinya kembali.“Ih Elang!” pekik Desi lalu kembali mengikuti langkah Elang.“Kalian selesaikan dulu urusan kalian! Aku mau menyapa yang lain,” ujar Alea sambil tertawa ringan.Alea lalu beranjak meninggalkan mereka bersama Manda dan Lusi.“Ih ganggu aja kamu tuh!” keluh Elang pada Desi.“Elang, ngapain masih cari Alea sih? Orang kampungan itu! Padahal aku lebih segalanya dari dia,” ujar Desi.“Asal kamu tahu Des! Pakaian Alea dari atas sampai bawah kalo di uangkan bisa beli mobil! Aku butuh salah satunya aja biar bisa hidup!” bentak Elang marah karena Desi menghilangkan kesempatannya untuk mendekati Alea.“Hah? Masa s
“Mas, besok kita ke Bandung ya!” ajak Alea sembari merapikan kamar tidurnya.“Acara reuniku lusa, aku pengen nginep di rumah nenek dulu semalam. Sekalian bawa Zayn,” jawab Alea.“Tapi besok aku harus ke Lampung, buat meninjau bisnis disana,” ujar Rafif.“Yah! Kan kita udah sepakat dari bulan lalu kalau besok kita ke Bandung,” ujar Alea kecewa.“Kamu ajak mama aja, mau gak?” usul Rafif.Dia ingat kalau dia sudah janji akan mengantar Alea ke Bandung untuk mengikuti acara reuni SMA, tetapi mendadak dia harus ke luar kota untuk urusan bisnisnya.“Emang boleh?” tanya Alea ragu.“Boleh sayang, nanti kalau sempat aku susul kalian ke Bandung, tapi kalau enggak kamu bisa kan pergi ke acara reuni sendiri?” tanya Rafif.“Kamu gak apa-apa kalau aku pergi sendiri?” tanya Alea lagi, mengingat Rafif begitu pencemburu.“Yaa, gak apa-apa. Tapi kamu gak boleh macam-macam disana!” ujar Rafif.“Aku? Mana berani!” sahut Alea.***Keesokan paginya Rafif mengantar Alea, Zayn dan mama ke stasiun kereta. Mere
“Mama!” suara Zayn terdengar memasuki kamar mereka.Rafif buru-buru melepaskan tautan diri mereka dan mempersilakan Alea untuk membasuh tubuhnya lebih dulu.“Ma!” panggil Zayn lagi.“Mama mandi sayang, sebentar ya!” sahut Alea dari dalam kamar mandi.Klek! Terdengar Zayn berusaha membuka pintu kamar mandi.Alea dan Rafif saling pandang, mereka lupa apakah tadi sudah menguncinya atau belum.Buru-buru Rafif berlari ke arah pintu dan menahan pintunya dari dalam. dia bersandar di pintu dengan gemuruh di dadanya, takut sekali perbuatannya di ketahui oleh putra sulungnya.“Ma, cepat!” teriak Zayn dari luar pintu sambil terus menggedor-gedornya.“Iya sayang! Zayn tunggu dikamar ya, sebentar lagi mama keluar,” jawab Alea sambil berteriak.Zayn menurut lalu beranjak pergi meninggalkan kamar Alea.“Fiuh!” Alea dan Rafif kembali bernapas lega.“Kamu sih! Aku bilang juga apa, Zayn masih bangun, dia pasti nyari aku!” ujar Alea.“Hehe, habisnya kamu menggoda!” jawab Rafif mendekat dan kembali merai
Suatu siang, Rafif tengah datang ke kantor Alee’s.co, yang mana itu merupakan perusahaan Alea yang saat ini berada dibawah naungan Rafif.“Permisi pak,” ujar Nadia, resepsionis di kator Alea.“Ya,” jawab Rafif.“Ini ada surat yang ditujukan untuk bu Alea,” ujar Nadia.“Oke. Terima kasih,” sahut Rafif.Setelah Nadia pamit, Rafif buru-buru melihat surat itu.Ternyata surat itu berlogokan sekolah lama Alea di Bandung. Karena terlalu penasaran, Rafif buru-buru membukanya.“Reuni? Jadi apa yang di ucapkan Elang tempo hari bukan sebuah alasan?” gumam Rafif.Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan penting, Rafif segera pulang ke rumah untuk memberitahukan pada Alea perihal undangan reuni yang diterima.“Sayang, ada surat buat kamu!” teriak Rafif dari ruang keluarga. Sementara Alea masih berada di lantai dua rumahnya.“Surat apa?” tanya Alea dari atas, dia hanya menunjukan kepalanya saja.“Sini turun!” ujar Rafif.Alea lalu bergegas menuruni tangga dengan setengah berlari.“Gak usah lari! Ka