14 Desember, waktu yang ditentukan tiba. Alea dan Rafif akhirnya menggelar pesta pernikahan mereka.Berlatar di sebuah Ballroom hotel bintang 5 Jakarta. Pesta pernikahan Alea dan Rafif memiliki konsep Royal Wedding dengan dekorasi super elegan, mewah tapi tidak menghilangkan kesan simple.Untuk gaunnya Alea memilih dress tanpa lengan bernuansa biru muda. Memiliki bentuk V neck di bagian leher sampai dada, di bagian bahunya terbuat dari kain lace transparan, yang memperlihatkan tulang selangka Alea.Gaun yang press body di bagian dada dan pinggul, bagian paha ke bawah membentuk payung semakin bawah semakin lebar dengan bagian belakang yang sedikit panjang.Dengan mengenakan tiara mewah pada riasan kepalanya, ditambah dengan veil pengantin dengan warna serupa membuat penampilan Alea hari ini terlihat sempurna.Sementara itu, Rafif mengenakan tuxedo berwarna biru gelap dengan perpaduan kemeja putih didalamnya, vest berwarna biru, serta dasi kupu-kupu berwarna serupa. Sangat tampan.Pernik
Rafif terus menciumi Alea, mulai dari bibir, leher dan perlahan turun ke bagian dada. Sambil tangannya terus bergerilya di bagian tubuh Alea, mencoba melepaskan baju yang dipakai Alea. “Kak, aku malu,” ucap Alea setelah baju tipis yang menutupi kulitnya benar-benar terlepas, hanya menyisakan pakaian dalamnya yang menutupi dada dan bagian sensitifnya. “Gak usah malu sayang, aku suamimu,” bisik Rafif di telinga Alea yang membuat tubuh Alea semakin meremang. Rafif melanjutkan aktifitasnya, menciumi dan menghirup aroma tubuh Alea sambil terus berusaha melepas kain penutup dada Alea. Sampai akhirnya terlepas dan terpampang buah ranum milik Alea yang membuat Rafif semakin tidak dapat menahan gairahnya yang sudah sampai di ujung kepalanya. Hampir meledak. Rafif menelan ludahnya berkali-kali melihat keindahan yang terpampang didepan matanya, batinnya bergemuruh saat melihat bagian dada Alea yang sudah tidak tertutup kain itu. Kemudian dengan penuh keberanian Rafif menciuminya dan sesek
Rafif mengangkat tubuh mungil Alea dan mengantarnya ke kamar mandi. Dia tahu rasa sakit yang Alea rasakan pagi ini adalah karena ulahnya semalam.“Tunggu disini ya, aku siapkan air hangat untuk kamu mandi,” ucap Rafif sambil menurunkan Alea didalam kamar mandi, bersandar pada pintu kaca yang membatasi kamar mandi dan toilet.Dia kemudian menyiapkan bath up penuh dengan busa untuk Alea berendam.“Ayo!” Rafif kemudian beranjak kembali pada Alea dan berusaha membantu Alea untuk melepaskan pakaiannya.“Mas!” Alea yang kaget langsung menyilangkan kedua tangannya didepan dada.“Hahaha! Gak apa-apa sayang, aku kan sudah melihatnya semuanya semalam!” jawab Rafif.Alea menatap suaminya dengan perasaan tidak karuan.Rafif kemudian menghentikan tawanya, dia membalas tatapan Alea. Menyentuh pipi Alea dengan tangan kanannya lalu mencium bibirnya. Dia menggigit bibir bawah Alea pelan, sehingga Alea membuka mulutnya. Dia kemudian mengabsen gigi Alea dengan lidahnya. Alea tak kuasa menolak perlakuan s
Setelah berganti pakaian, Alea lalu menata rambutnya dan mengenakan riasan wajah tipis. Dia kemudian duduk di sofa sambil menonton televisi sembari menunggu Rafif kembali ke kamar mereka. “Pesanan datang tuan putri!” ucap Rafif setibanya di kamar. “Waaah! Aku lapar sekali,” jawab Alea sambil menyambar makanan yang dibawa Rafif. Alea makan dengan lahap karena dia merasa sangat kelaparan pagi itu, dia merasa telah kehabisan banyak tenaga karena aktifitas beratnya bersama Rafif. “Pelan-pelan dong makannya!” ucap Rafif saat melihat banyaknya mayones yang belepotan di bibir Alea. Dia lalu mengusapnya dengan jempol kanannya dan menjilat mayones yang telah berpindah ke jempolnya itu. “Ih itukan bekasku!” pekik Alea. “Justru paling enak kalo asalnya dari kamu!” jawab Rafif sedikit menggoda. “Mas!” ucap Alea yang pipinya merona kembali. Rafif haya tertawa menanggapi Alea. “Habis ini kita pulang kan?” tanya Alea. “Hmm.. Aku pengen ajak kamu ke rumah baru kita,” jawab Rafif.
Hari keberangkatan Alea dan Rafif akhirnya tiba, mereka akan berbulan madu dan melewati pergantian tahun di Paris. Mereka di antar ke Bandara oleh Mama, Papa, Ayah, Bunda dan Azfar. Setelah berpamitan, Alea dan Rafif lalu memasuki pesawat. “Pulang nanti kasih kakak oleh-oleh ponakan ya Al!” bisik Azfar saat memeluk Alea. “Aku harus cari dimana kak?” tanya Alea jahil. Azfar lalu menyentil jidat adik kesayangannya itu. “Pokoknya hati-hati dijalan, sampai dan pulang kembali dengan selamat,” ucap Azfar kemudian. “Do’akan ya kak!” jawab Alea. Alea dan Rafif kemudian pergi dengan melambaikan tangan pada orang tersayang mereka. Selama kurang lebih 17 jam mengudara, akhirnya Alea dan Rafif sampai di bandara Charles de Gaulle Paris. Kemudian mereka segera menghampiri sopir yang telah ditugaskan untuk menjemput mereka. “Tolong antarkan kami ke hotel, sir!” pinta Rafif pada sopir dalam bahasa Prancis. Sebagai orang yang terbiasa keliling dunia untuk berbisnis, tentu kemampuan Rafi
Beberapa hari setelah kepulangannya dari Paris, Alea dan Rafif berencana akan segera pindah ke Rumah baru mereka.Setelah melakukan banyak persiapan untuk keperluan pindahan, Mama dan Papa ikut serta mengantar Alea ke rumah barunya.Sesampainya di rumah baru ternyata sudah ada ayah dan bunda dari Rafif.Mereka semua sengaja berkumpul di rumah baru Alea dan Rafif, untuk menjalin kembali silaturahmi yang sempat hilang sepuluh tahun lamanya.“Alea, rumah ini masih sangat kosong. Kamu boleh bilang sama bunda jika memerlukan sesuatu ya!” ucap bunda.“Iya bunda, Alea akan langsung bilang kalau perlu sesuatu,” jawab Alea.“Iya mbak Mel, kosong sekali rumah ini. Tapi rasanya disini sangat nyaman, pantesan Alea langsung mau pindah kesini,” ucap Mama menanggapi.“Mama juga suka kan? Aku langsung suka sekali begitu di ajak mas Rafif kesini,” ucap Alea.“Semoga kamu dan Rafif betah tinggal disini, kalian harus selalu rukun lho!” ucap bunda.“Nanti kalian hanya tinggal berdua, gak ada Mama dan Bund
Hari-hari sebagai pasangan suami istri baru, bisa dilalui Rafif dan Alea dengan baik Mereka tentu perlu beradaptasi dengan kehidupan baru mereka, meskipun dalam perjalannya tidak selalu mulus. Pernikahan mengubah mereka. Mendewasakan pikiran, menyatukan dua isi kepala dan menetapkan hati untuk saling jatuh cinta. Tidak ada yang sempurna dalam langkah mereka saat memulai, tapi mereka berhak memilih melalui jalan yang mana untuk bisa mencapai kebahagiaan. Seiring waktu yang berlalu, Alea dan Rafif sudah terbiasa menerima segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Hari-hari mereka selalu dipenuhi dengan tawa dan berbagai hal yang menyenangkan meskipun sesekali mereka saling diam karena kesalah pahaman. Begitulah yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga. Selain sebagai pasangan, tanggung jawab Alea dan Rafif di perusahaannya masing-masing tentu harus tetap berjalan. Hari ini, tepat di akhir bulan Januari. Alea harus mengadakan evaluasi kerja bulanan yang sudah dia lewatkan
Area 21+, pembaca di harap bijak.Puas bermain dengan buah ranum milik Alea, Rafif beralih mencium bibir Alea, mengabsen deretan gigi Alea dengan lidahnya dan saling bertukar saliva.Tangannya tidak tinggal diam, dia meremas buah kesukaannya itu satu persatu. Rafif membaringkan tubuh Alea. Dia berusaha melepas celana dalam milik Alea lalu memandangi tubuh polos Alea dengan penuh nafsu.Perlahan-lahan dia menurunkan boxer yang dipakainya, menunjukan pada Alea miliknya yang besar dan panjang telah berdiri sempurna.Alea masih selalu bergidik ngeri, bagaimana bisa benda sebesar itu selalu berhasil masuk ke dalam miliknya yang sempit.Rafif menurunkan badannya menuju titik sensitif Alea, dia menyentuh milik Alea dengan jarinya.“Sayang kamu sudah basah,” ucapnya pada Alea.Alea mengangguk tanda dia sudah sangat siap.Melihat istrinya yang sudah sangat bergairah, Rafif tidak langsung melakukan penyatuan dengan Alea, dia malah menggesekan jarinya di atas milik Alea, membuat Alea sedikit frus
“Good morning sayang,” bisik Rafif di telinga Alea.Perlahan Alea membuka matanya. Hal yang pertama kali dia lihat tentu saja suaminya, Rafif.Alea tersenyum teramat manis, membuat rasa cinta selalu mekar di hati Rafif setiap harinya, meskipun pernikahan mereka telah berlangsung bertahun-tahun.“Anak-anak dimana?” tanya Alea.“Di luar, ayo kesana!” ajak Rafif.Alea mengangguk kemudian bangkit dari tempat tidurnya.“Ternyata sudah siang ya?” tanya Alea melihat jendela kamarnya sudah terbuka dan cahaya matahari masuk menerobos melalui celah-celah gorden yang tertiup angin.Lalu, Alea berjalan mendekati jendela dan menyibak kain gorden yang menghalangi pandangannya.Di depan sana, terdapat hamparan pasir yang luas serta deburan ombak yang suaranya terdengar syahdu dari jendela kamar Alea.Pemandangan indah yang selalu Alea nikmati setiap pagi.Disinilah dia dan Rafif tinggal sekarang, sebuah mansion mewah yang terletak di sebuah pulau yang dikelilingi pepohonan rindang. Dan mansion mereka
Siang harinya, ayah sudah benar-benar pulang dari rumah sakit.Kejadian salah diagnosa yang sempat membuat terkejut kini hanya berlalu begitu saja. Sebab ketakutan mereka pada akhirnya tidak terjadi.Ayah hanya memerlukan pemeriksaan secara rutin dan mengkonsumsi obat yang disarankan agar kesehatannya bisa kembali seperti sedia kala.Hal ini tentu saja membuat bunda dan Rafif sangat lega. Ini artinya mereka bisa melanjutkan hidup seolah tidak terjadi apa-apa.Siang itu, semua urusan di rumah sakit telah selesai dan ayah bisa langsung kembali ke rumah.Bersamaan dengan itu, Zayn bersama dengan mama dan papa ternyata tiba di rumah ayah setelah menempuh perjalanan dari Puncak.“Papa!” panggil Zayn senang melihat Rafif yang baru saja menutup pintu mobil.“Nak!” sahut Rafif, kemudian menangkap Zayn di pelukannya.“Tadi di perjalanan ada yang terus menangis loh!” ucap mama.“Oh ya? Kenapa dia terus menangis oma?” tanya Rafif.“Sstt oma!” sahut Zayn.Rafif sontak tertawa mendengar Zayn yang
“Kondisi om Eddo saat ini cukup stabil dan sama sekali tidak berbahaya, juga jelas bukan karena penyakit jantung. Aku secara pribadi minta maaf karena diagnosa awal yang salah. Tapi, beliau tetap membutuhkan perawatan ekstra,” jelas Azfar pada bunda dan Rafif di ruangannya.“Memang apa yang sebenarnya terjadi?” tanya bunda.“Setelah melalui pemindaian CT Scan tadi aku menemukan sebuah gumpalan di pembuluh darah otak, ini yang menyebabkan om Eddo memejamkan matanya terus menerus.” Jawab Azfar.“Jadi, ayah tidak pingsan?” tanya Rafif.“Tidak, beliau hanya tertidur,” jawab Azfar.“Kondisi ini termasuk salah satu gejala stroke, beruntung beliau bisa langsung mendapatkan penanganan.” Jelas Azfar lagi.“Hhhh,” Rafif dan bunda bernapas dengan lega.“Lalu apa perawatan terbaik yang harus dilakukan?” tanya Rafif.“Besok kita lakukan test lab, setelah hasilnya keluar baru bisa diputuskan,” jawab Azfar.“Tapi apakah jantungnya benar-benar tidak masalah?” tanya bunda.“Sejauh ini, tidak ada tante
“Mas! Ayah..” ucap Alea yang terengah-engah karena berlari.“Ayah kenapa?” tanya Rafif berdiri kemudian menghampiri Alea dan memegang kedua pundaknya. Dia melihat dengan jelas kalau Alea berlari terburu-buru, sehingga dia tidak memakai alas kaki.“Tadi ayah mengeluh dadanya sakit, lalu tiba-tiba ayah pingsan,” jelas Alea.“Apa?” tanya Rafif.Dokter yang juga mendengarnya segera berlari menuju ke ruangan ayah, begitu juga bunda yang baru saja merasa lega mendengar kondisi ayah, tiba-tiba kembali merasakan ketakutan yang begitu nyata.Rafif langsung menoleh ke arah bunda yang masih duduk di kursi depan meja dokter.Bunda hanya terdiam, tidak menangis, terlihat tenang, namun Rafif tahu dibaliknya ada ketakutan yang sangat dahsyat.“Sayang, pakai sandalku! Kamu tolong temani bunda ya, aku mau lihat keadaan ayah,” ucap Rafif.“Baik mas,” ucap Alea, kemudian menerima sandal milik Rafif dan menghampiri bunda.Sementara itu Rafif berlari kencang menyusul dokter yang sedang menangani ayahnya.
Pasca merayakan ulang tahun Cindy, Alea dan Rafif yang baru saja memasuki kamar Villa untuk beristirahat, menerima sebuah telepon.Rafif yang baru saja merebahkan dirinya di tempat tidur mendengar ponselnya berdering, dia lalu bergegas melihat siapa penelepon tengah malam ini.Baru saja dia akan mengumpat karena merasa terganggu, dia urungkan saat melihat siapa yang menelepon.“Ada apa menelepon jam segini?” gumam Rafif.Perasaan yang semula tenang, mendadak menjadi penuh dengan kekhawatiran.“Halo bunda,” ujar Rafif.Alea yang berbaring disampingnya ikut berdiri sambil merasa heran karena ini hampir tengah malam.Hal yang pertama Rafif dengar adalah tangisan bunda, membuat ketakutan hinggap di sekujur tubuh Rafif.“Ada apa bunda?” tanya Rafif.“Ayahmu tidak sadarkan diri,” ucap bunda lirih.“Apa?” tanya Rafif terkejut.“Sekarang di rumah sakit,” jawab mama lemah.“Oke, aku kesana sekarang.” Jawab Rafif.Sebenarnya Rafif dipenuhi dengan keterkejutan, tetapi berusaha untuk tetap tenang
Cindy terbelalak sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.Bagaimana tidak terkejut? Kedatangannya disambut meriah oleh semua orang yang sangat dia kenal, seluruh keluarganya berkumpul termasuk ibu, bapak dan adik-adiknya dari Surabaya pun turut hadir.“Kalian juga disini? Kapan datang?” tanya Cindy pada keluarganya dan memeluknya satu persatu.“Tadi siang, Azfar juga yang jemput kita di bandara!” jawab bapak.“Jadi kamu bukan ke rumah sakit tadi siang?” tanya Cindy pada Azfar.“Untuk apa ke rumah sakit di akhir pekan?” Azfar balik bertanya.Sontak saja Cindy merasa jengkel karena merasa dikerjai.Jadi, siang tadi saat Azfar menerima telepon. Itu adalah telepon dari Bayu yang mengabari kalau dia dan keluarga sudah sampai di bandara.Azfar bergegas pergi menjemput mertua dna adik iparnya yang kemudian dia antarkan ke rumah mama untuk kemudian pergi ke puncak, tempat dimana mereka berada sekarang.Setelah Cindy menyapa keluarganya, dia juga menyapa mama, papa, Alea, Rafif lengkap den
Butuh berbulan-bulan sampai Cindy bisa sembuh dan kembali seperti semula. Berdamai dengan diri sendiri dan menjadikan hal yang sudah berlalu sebagai pelajaran yang sangat berharga.Sekarang, Aksa sudah berusia 6 bulan waktu dimana dia mulai MPASI.“Besok Aksa sudah mulai MPASI, anterin aku belanja bahan makanan yuk?” ajak Cindy pada Azfar.“Boleh sayang,” jawab Azfar.“Sekalian kita ajak Aksa main di luar, kayaknya enak bersantai di taman. Biar dia gak jenuh,” ujar Cindy.“Hm, boleh!” jawab Azfar lagi sambil menemani Aksa bermain.“Kok cuma bilang boleh aja?” tanya Cindy.Saat hendak menjawab pertanyaan Cindy, ponsel Azfar berdering.“Maaf sayang, aku ada telepon sebentar.” Jawab Azfar sambil beranjak menjauh dari Cindy.“Telepon siapa? Kenapa harus menghindar?” gumam Cindy.Tapi Cindy tidak peduli, dia memilih sibuk bersama Aksa.“Sayang, belanjanya kita tunda dulu sampai sore ya? Aku ada telepon mendesak dari rumah sakit, ada hal yang harus diselesaikan,” ujar Azfar setelah kembali
“Selain itu, apa lagi yang kamu rasakan?” tanya dokter Mery.Cindy menarik napas perlahan, dia juga membenahi duduknya untuk mencari kenyamanan.“Saya sering merasa takut tidak bisa memenuhi kebutuhan anak saya, dokter,” ucapnya pelan.Dokter Mery mendekati Cindy dan menyentuh tangannya, Azfar menjauh sedikit dan mempersilahkan dokter Mery mendekat.“Sebagai seorang ibu, tentu kita selalu menginginkan yang terbaik untuk anak kita. Tetapi, jangan terlalu memaksakan diri. Tidak semua hal bisa dilakukan sendiri, kamu harus membuka diri pada orang sekitarmu. Kalau kamu butuh bantuan, mintalah pada orang terdekat. Termasuk pada suamimu, atau suamimu selama ini tidak pernah membantumu?” tanya dokter Mery.Cindy menggeleng cepat, dengan kesadaran penuh dia menjawab, “dia sudah sangat membantu dok, saya saja yang selalu mengabaikannya. Saya selalu merasa anak saya tidak boleh disentuh siapapun, termasuk oleh ayahnya sendiri. Hanya saya yang boleh mengurusnya,”Dokter Mery tersenyum hangat sem
Keesokan harinya, Azfar kembali mencoba mengajak Cindy keluar rumah untuk sejenak beristirahat dari kegiatannya sebagai istri dan ibu.Tetapi lagi-lagi Azfar menerima penolakan dari Cindy.“Aku gak mau!” ujar Cindy saat menyusui Aksa.“Sebentar aja sayang,” bujuk Azfar.“Kalau gak mau ya gak mau! Kamu main aja sendiri!” jawab Cindy ketus.Azfar merasa, emosi Cindy kian hari kian tidak stabil, dia lebih mudah marah dari sebelumnya. Dia juga semakin jarang bicara, membuat Azfar merasa serba salah.“Tapi kamu gak baik-baik aja!” ucap Azfar dengan nada yang sedikit tinggi.“Siapa maksud kamu? Aku baik-baik saja kok!” sahut Cindy.Azfar semakin kehilangan kesabarannya, sudah seperti ini Cindy bahkan tidak menyadarinya.Dia menarik napas perlahan, kemudian menatap Aksa yang masih menempel pada Cindy. Azfar tertegun melihat Aksa yang berusia 2 bulan, tetapi belum menunjukan kenaikan berat badan yang stabil. Dia masih terlihat sangat kecil.Azfar tentu tahu ini disebabkan karena Cindy terlalu