Beranda / Pernikahan / Terkabulnya Doa Istri Pertama / Terkabulnya Doa Istri Pertama

Share

Terkabulnya Doa Istri Pertama

Penulis: Dirga Bumant
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-27 14:54:35

Bab 2

Bab 2

Provokasi Sarah

"Boleh kamu menang dan merasa di atas angin saat ini, Nov. Tapi, lihat apa yang terjadi di kemudian hari! Kamu akan merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Kamu akan merasakan sakit hati yang lebih dalam lagi dari aku. Camkan itu! Dan untuk kamu, Mas. Duniamu akan hancur sehancurnya. Ingat, tabur tuai itu berlaku!"  Dengan dada naik turun, Sarah mengucapkan sumpahnya. 

"Haha! Kamu pikir siapa bisa bersumpah begitu? Tidak akan mempan, dan kami tidak akan pernah takut!" ejek Novi. Ia dan Hendrik hanya tersenyum meremehkan, dianggapnya ucapan Sarah adalah angin lalu. 

"Udah, gak usah banyak batjot! Pergi jauh-jauh dariku. Jangan pernah kembali padaku. Pergi!" Hendrik mengusir dengan kasarnya . 

Bak sudah jatuh tertimpa tangga pula, Sarah lagi-lagi harus menelan pil pahit sakit hati. Ia pun segera bergegas meninggalkan rumah yang banyak memiliki kenangan bersama mantan suaminya itu. 

Dengan langkah cepat, ia menyusuri jalanan yang sepi. Beruntung, ia tinggal di tempat yang pekarangannya serba luas sehingga teriakan akibat pertengkaran tadi tidak mengundang rasa penasaran tetangga. 

Air mata yang sedari tadi dikuat-kuatkan agar tetap terbendung, akhirnya tumpah juga. Bohong jika ia sekuat itu. Walau bagaimanapun, ia tetap perempuan biasa. Terlebih lagi, ia belum jauh dari masa melahirkan. Psikisnya masih lemah. 

Terburu-buru menyebabkan Sarah tidak membawa apapun dari dalam rumah itu. Ia hanya membawa tas jinjing dari klinik yang sempat ia lemparkan begitu saja tadi.

"Loh, Neng Sarah mau ke mana? Kan, baru ngelahirin kok jalan sendri gak dianterin Mas Hendrik? Bukannya Dia tadi sudah pulang, ya?" Gerombolan ibu-ibu sekitar rumah yang sedang memomong anak-anaknya sembari menyuapi menghentikan langkah Sarah. 

"Astaghfirullaah! Aku tidak boleh kelihatan lemah begini," batinnya. Ia tidak menjawab teguran itu, hanya menggeleng lemah dengan tetap melangkahkan kakinya meninggalkan bisik-bisik keheranan calon mantan tetangga atas dirinya yang berurai air mata. 

Namun, belum sempat melangkah, Sarah mendapatkan ide. Ia tahu betul siapa ibu-ibu di sekitarnya. Hal itu membuatnya senang seketika. 

"Ibu-ibu tahu saya mau ke mana?" Sarah membalikkan badan, merubah wajahnya menjadi sedih lalu mulai menceritakan semuanya. Tentu dengan bumbu-bumbu provokasi. 

"Astaghfirullaah! Ini tidak boleh dibiarkan. Kita harus melabrak wanita itu. Pezina seperti mereka harus di basmi." Ibu-ibu itu menjadi geram. Tangan-tangan mereka mengepal penuh emosi. 

"Kamu tenang saja, Neng! Kami semua akan melabrak mereka. Bila perlu mengarak keliling komplek," timpal ibu-ibu yang lain. 

Merasa provokasinya berhasil, dada yang semula penuh kemarahan berubah sedikit lebih tenang. Tak ingin berlama-lama, Sarah pun melanjutkan perjalanan. Walaupun sempat ditawari akan diantarkan oleh anak dari salah satu ibu-ibu tersebut, Sarah menolaknya. 

"Emir, sayangnya Bunda. Maafkan Bunda, ya, Nak!" Sarah berhenti sejenak setelah meninggalkan ibu-ibu tadi, ia mencium pipi kemerah-merahan Emir. 

Merasakan pipinya mendapatkan ciuman dari bundanya, ia menggeliat. Hanya dengan melihat putra dalam dekapnya, Sarah sejenak bisa melupakan apa yang terjadi sore itu dan hati jauh lebih baik. 

Ia kembali melanjutkan langkahnya. Tiba-tiba, di dalam benaknya ada yang mengganjal. Di mana ia akan tinggal? Kembali ke kampung halamannya juga tidak mungkin. 

Beruntung, nasib baik mulai bersama Sarah. Hanya sebentar memikirkan di mana akan tinggal, tiba-tiba  dalam kepalanya sudah muncul sebuah tempat yang bisa ia jadikan tempat berlindung. 

****

"Haha! Dia pikir dirinya malaikat, ya, Mas? Bisa-bisanya menyumpahi kita." Novi kembali mengejek begitu Sarah sudah tidak nampak di matanya. Dengan tawa di wajah tengilnya yang tak berhenti, ia menggandeng lengan Hendrik memasuki rumah. 

"Iya. Dia pikir begitu hebatnya sehingga dengan mudahnya memberikan sumpah untuk kita. Kalau dia hebat, gak mungkin jadi janda. Belagu juga sih jadi orang, tinggal terima kamu apa susahnya?" Setali tiga uang, Hendrik sama sekali tidak merasa bersalah malah mengikuti kelakuan istri barunya. 

"Mau di mana dia tinggal? Bisa apa tanpa kamu ,ya, Mas? Jadi perempuan kok sok banget?" Novi tak henti-hentinya meremehkan, padahal orangnya sudah tidak ada. 

"Biarinlah, gak penting buat kita. Yuk, bersenang-senang!" Hendrik menaik turunkan alisnya. 

*****

Tok! Tok! Tok! 

"Assalamu'alaikum!" Sarah sudah tiba di rumah yang akan ia jadikan tempat bernaung. Dalam hatinya berharap-harap cemas, apakah ia akan diterima? 

"Wa'alaikumussalaam! Iya, bentar." Sosok perempuan pemilik rumah segera menghampiri pintu. 

"Mbak Sarah!" pekik tuan rumah. Ia langsung menubruk merangkul Sarah. 

"Sabrina!" Sarah pun menyambut dengan hangat pelukan itu. Ada rasa yang tidak bisa ia ungkapkan dalam pelukan itu. Seperti menemukan tempat yang tepat, air mata kembali mengalir begitu saja. Padahal, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengeluarkannya. 

"Loh, kenapa menangis, Mbak? Ayo, masuk dulu! " Sabrina mengurai pelukan itu saat merasakan tubuh Sarah berguncang di pundaknya. 

Begitu sampai di dalam, Sarah bingung harus mulai dari mana menjelaskan tentang keadaan  dan maksud kedatangannya ke rumah sepupunya itu. Ya, Sabrina adalah anak dari adik ibunya Sarah. 

"Ini keponakanku, Mbak?" tanya Sabrina menghampiri Sarah yang nampak kebingungan sembari membawa nampan berisi makanan dan minuman di ruang tamu. Setelah meletakkan di atas meja tamu, ia pun segera duduk di samping Sarah dan memangku bayi Emir. 

"Iya, Na!" Sarah menjawab dengan tak bersemangat. Ada banyak perasaan kentara yang berusaha ia tutupi. Hal itu membuat Sabrina memicingkan matanya. 

"Sebenarnya ada apa, Mbak? Ada masalah apa? Kenapa tadi menangis?" Sabrina merasakan aura yang tidak  baik-baik saja dari kakak sepupunya itu. 

"Mbak, ada apa?" Tak kunjung mendapatkan jawaban, Sabrina pun mendesak membuat Sarah gelagapan. 

Dengan kembali menitikkan air mata, Sarah pun menceritakan keadaanya yang sebenarnya. Kepalan tangan dan wajah yang memerah tampak jelas menandakan kalau diri Sarah penuh dengan kemarahan, kekecewaan dan sakit hati. Ia bercerita dengan menggebu-gebu seiring di dadanya bertalu-talu. Di ujung cerita, Sarah pun akhirnya berani untuk meminta izin agar bisa tinggal di rumah itu. 

"Astaghfirullah!" Sabrina terperanjat begitu aliran kisah hidup Sarah selesai didengarnya. "Terbuat dari manusia itu? Ya, Allaah, kenapa begitu teganya dia padamu, Mbak? Mbak, tenang saja. Mbak boleh kok tinggal di sini. Bahkan, aku sangat senang karena ada teman sekarang." Selesai menanggapi Sarah dengan berapi-api, Sabrina menggenggam tangan Sarah sebagai bentuk menyalurkan kekuatan. Keduanya pun kembali berangkulan. 

"Terima kasih ya, Na? Ntah, jika gak ada kamu, Mbak gak tahu mau ke mana. Semua begitu buntu," ucap Sarah melepas rangkulan itu. 

"Mbak gak usah berterima kasih seperti itu. Udah seharusnya aku membantumu, Mbak. Kita bertiga akan menjalani kehidupan ini bersama-sama. Mbak harus semangat, ada aku. Kita harus membalasnya!" Di kepala Sabrina sudah ada banyak rencana balas dendam. 

****

Dok! Dok! Dok! 

"Hendrik! Keluar kamu, Hendrik!" Teriakan demi teriakan di depan rumah Hendrik begitu ribut terdengar dengan penuh emosi. 

"Dobrak aja, Pak RT!" 

"Mampus kamu, Hendrik! Ini baru permulaan." Senyum miring penuh kelicikan mengembang sempurna. 

Bab terkait

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   Terkabulnya Doa Istri Pertama

    Terkabulnya Doa Istri PertamaBab 3Digerebek"Sar, Mbak boleh minta tolong?" Sarah membuka obrolan setelah Sabrina menyelesaikan sholat Maghribnya. "Katakan saja, Mbak! In Syaa Allah, aku siap." Sarah pun menceritakan tentang provokasinya pada ibu-ibu di sekitar rumah Hendrik. "Mbak boleh tolong gak, kamu ke sana untuk memastikan penggerebekan itu. Mbak gak mungkin ke sana." Dengan penuh harap, Sarah memberikan alamat dan nomor orang-orang yang sekiranya diperlukan dalam misi kali ini. ****Malam telah datang menjelma menjadi kegelapan. Sabrina pergi ke komplek tempat tinggal Hendrik menggunakan tunggangan roda empat mewah hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun dari Negeri Ginseng. Dengan langkah mantap, matang dan licik, ia mendatangi RT setempat. Laporan penuh bumbu provokasi pun ia sertakan agar bisa memberikan hukuman pada musuhnya kali ini. "Hah, yang betul, Mbak? Mbak jangan bohong apalagi sampai fitnah orang. Itu gak baik, Mbak!" sanggah Pak RT tidak percaya dengan lap

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27
  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   Terkabulnya Doa Istri Pertama

    Terkabulnya Doa Istri PertamaBab 4 Ada Apa, Ya? Setelah keluar dari rumah Pak RT, Sabrina menemui orang-orang di sekitar rumah Hendrik. Tujuannya kali ini adalah menyuruh orang merekam apapun yang terjadi nanti. Setelah berhasil menemukan orang-orang tersebut, Sabrina memberitahukan hal yang harus mereka lakukan. Usai menyuruh orang, Sabrina menunggu arakan Hendrik dan Novi di pinggir jalan yang akan dilewati. Dan di sinilah ia sekarang berada.Tak ingin merayakan misinya sendirian, Sabrina pun segera menghubungi Sarah. Drttt! Drttt!"Assalamu'alaikum, Na! Ada apa? Kamu baik-baik saja, kan?" Sarah yang sedang menyusui Emir di kamar barunya mendapat telpon dari Sabrina. Ia mendadak tidak enak hati, khawatir jika terjadi apa-apa dengan Sabrina. "Wa'alaykumussalaam. Tenang saja, Mbak! Aku baik-baik saja kok. Arakan Hendrik sudah mulai terlihat, apakah Mbak Sarah mau lihat?" "Aku siap, Na! Aku ingin melihat seperti apakah malunya si badjingan tengil itu." Di ujung sana, Sarah begitu

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27
  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   Terkabulnya Doa Istri Pertama

    Terkabulnya Doa Istri PertamaBab 5 Ini Tidak Adil! Walaupun Sarah masih dalam masa pemulihan pasca melahirkan, ia yang punya misi dan ambisi balas dendam membuatnya sama sekali tidak merasakan lelah. Setelah adzan subuh berkumandang, ia sudah siap mengotak-atik HP dan e-mailnya. Berbekal hubungan dirinya dengan teman kerja mantan suaminya yang pernah bertandang ke rumahnya dulu, Sarah berhasil mendapatkan alamat e-mail dan no pribadi milik direktur utama perusahaan tempat Hendrik bekerja serta para staff yang bisa diajak kerja sama. Ia yang tahu akan peraturan ketat perusahaan tersebut dengan semangat empat lima segera mengirimkan video bukti perselingkuhan dan arakan Hendrik kepada Dirut dan staff. Tak lupa, ia memprovokasi sang Dirut agar memberikan hukuman yang setimpal. Sementara itu di rumah Pak Adam. Ia yang baru saja menyelesaikan sarapan, sangat terkejut begitu membuka e-mail maupun chat di aplikasi gagang ijo. Kebersamaan sarapan bersama keluarga yang hangat berubah menj

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27
  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   Bab 6 Tersebar

    "Adam brengsek! Awas aja kamu, akan kubuat perhitungan!" Hendrik keluar dari ruangan membawa satu box kardus berisi barang penting miliknya. Ia meninggalkan ruangan yang masih berantakan karena ulahnya. Bahkan, laptop kesayangannya pun dibiarkan hancur tanpa disentuhnya lagi. "Sial, sial! Apa lihat-lihat! Mau kuhajar kalian?" gertak Hendrik saat melewati para staff di lobby menuju parkiran. Tak ingin berlama-lama berada di tempat yang membuatnya marah, Hendrik segera masuk dan membelah jalanan tanpa hiraukan pengendara yang lain. Selama di perjalanan, Hendrik tak henti-hentinya memukul stir. Bahkan, perjalanan yang biasanya bisa menghabiskan waktu hampir satu jam, cukup tiga puluh menit sudah tiba di rumah saking mengebutnya. Begitu sampai, Hendrik berjalan masuk ke rumah dengan buru-buru tanpa membawa barang-barang dari kantornya tadi, kecuali SK skorsing. Benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya, Hendrik masuk rumah dengan cara menendang kuat-kuat. Hal itu membuat Novi yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-19
  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   Bab 7 Mangsa Baru?

    Drttt! Drttt! Saat sedang uring-uringan, kesal dan marah, Novi dikejutkan oleh deringan telpon dari ibunya, Miranti. "Ngapain sih, Bu!" Walaupun tidak ingin terganggu, ia tetap mengangkatnya. "Novi!!!!!" Ibunya langsung marah-marah. "Kamu itu anak yang kurang ajar! Berani kamu membuat malu ibu?""Ada apa sih, Bu? Kenapa ujug-ujug marah?" Bentakan ibunya tentu membuat Novi yang tidak tahu menahu menjadi bertanya-tanya. "Masih nanya kenapa? Kamu itu yang kenapa! Ntah dosa apa, ibu kok sampai punya anak yang bodoh dan memalukan sepertimu. Harusnya kamu itu mencontoh kakakmu itu, tidak pernah sekalipun memalukan." Diperbandingkan dengan kakak yang selalu membuatnya iri, menjadikan Novi menjadi kembali marah. "Maksudnya apa ibu ngomong gitu, hah? Kalau ibu nelpon cuma untuk dibanding-bandingkan, mending aku mantiin!" sungut Novi, ia sudah tidak betah mengobrol dengan ibunya yang tidak pernah menghargainya. "Kenapa kamu begitu bodoh, hah? Kenapa bisa-bisanya kamu diarak dan diperma

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20
  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 8 Rencana Hendrik

    Berlama-lama duduk berdekatan dengan Cantika membuat dirinya lupa akan titah yang telah diberikan pada Novi, yaitu membuatkan makanan untuknya. Selain itu, ia harus merasakan panas dingin menahan gejolak yang muncul seiring kebersamaan itu. Sebenarnya masih ingin berada di warung kopi lebih lama lagi. Namun, harus ada yang dituntaskan. Jika tidak segera pergi, ia takut melakukan hal-hal yang iya-iya. Beruntung, otaknya masih bekerja untuk itu. "Ingat jalan pulang?" sindir Novi dengan tangan bersilang di dada, menghadang kedatangan Hendrik di pintu. Tanpa mempedulikan ocehan sang istri, Hendrik segera mengunci pintu dan menggendongnya ke dalam kamar. Setali tiga uang dengan Hendrik, Novi yang awalnya marah karena tidak pulang-pulang, diperlakukan seperti itu menjadikan dirinya lupa akan kemarahannya. Pernyataan jodoh adalah cerminan diri, sangat tepat untuk menggambarkan keduanya. Selesai beraktivitas itu, Hendrik merasakan lapar kembali. Tanpa menghiraukan kelelahan istri siriny

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-21
  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   Bab 9 Oma Marah

    Seminggu sejak perceraian itu, Sabrina berinisiatif mengurus gugatan cerai Sarah di pengadilan agama melalui kuasa hukum kenalannya. Ia yang ingin memberikan kejutan untuk Sarah, sama sekali tidak memberitahukannya perihal inisiatif itu. "Assalamu'alaikum!" Seorang perempuan berpakaian kantor bertamu ke rumah Sabrina. "Wa'alaykumussalaam. Silakan masuk, Mbak Farah! Alhamdulillah, akhirnya datang juga." Sabrina mempersilakan masuk orang yang ditunggunya. "Siapa, Na?" Sarah menimbrung sembari membawa Emir. "Kenalin, Mbak. Ini Mbak Farah, pengacara yang akan menangani gugatan cerai kalian." "Loh! Kok kamu gak bilang sama aku, Na?" Sarah kaget mendengarnya. "Ngomong gak ngomong tetap butuh pengacara dan mendaftarkan gugatan, bukan?" Tak ingin disalahkan, Sabrina memberikan tanggapan berupa pertanyaan. "Iya, sih!" Sarah mengangguk pasrah. Sementara Bu Farah yang mendengarkan dua saudara persepupuan itu hanya menggeleng saja. Menyadari hal itu, baik Sarah maupun Sabrina hanya menyen

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-22
  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   Bab 10 Orderanmu, Semangatku!

    Melihat Pak Adam yang masih berada di halaman rumah Oma, kemarahan Hendrik kembali memuncak. Ia segera menghampiri Pak Adam dengan tergesa-gesa penuh emosi. Tanpa aba-aba, Hendrik menarik jas yang dipakai Pak Adam dari belakang ketika akan membuka pintu mobil. Tubuh Pak Adam ia balik paksa sehingga keduanya saling berhadapan, lalu Hendrik hendak meninjunya. Beruntung, Pak Adam begitu sigap dan menangkis serangan itu. Meskipun semuanya serangan itu terjadi begitu cepatnya. "Hendrik! Apa yang kamu lakukan padaku, hah? Kamu pikir bisa menghajarku, lalu aku akan membatalkan hukuman itu, begitu? Kamu tidak bisa semudah itu mengalahkanku? Jangan sekali-kali berfikir seperti itu, atau kamu akan merasakan lebih dari ini!" ancam Pak Adam. "Akhrgh! Lepaskan, Adam si*alan!" berontaknya. Keadaan kini berbalik pada Hendrik. Keduanya tangannya kini tak bisa bergerak, terkunci dengan kuatnya oleh cengkraman tangan Pak Adam di belakang tubuh Hendrik. Tak ingin berlama-lama berurusan dengan Hendri

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-23

Bab terbaru

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 115

    Tunangan antara Adhyaksa dan Sarah sudah terlaksana seminggu yang lalu. Dalam acara tersebut, sekalian disepakati kapan hari pernikahan keduanya akan dilaksanakan yaitu pada sebulan mendatang. Itu artinya tiga minggu lagi dari sekarang. Dalam kesepakatan itu juga telah ditentukan tempat ijab sekaligus resepsi yaitu di panti saja meskipun sudah ditawari gedung secara gratis oleh Pak Budi. Alasannya tempatnya luas, menghemat uang sewa gedung sehingga bisa dialokasikan untuk ke yang lain, juga anak-anak panti bisa berpartisipasi dalam acara tersebut tanpa harus ke mana-mana dan sebagai bentuk awal penyatuan dua keluarga. Pada awalnya Sarah meminta tidak ada resepsi sama sekali karena sadar ia siapa. Namun, Adhyaksa begitu kekeh untuk diadakan resepsi alasannya karena dirinya masih single dan ingin memperkenalkan kepada seluruh kenalannya jika dirinya sudah menjadi suami dari Sarah agar tidak ada lagi yang mendekati dirinya. Setelah pertimbangan-pertimbangan juga masukan dari Sabrina,

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 114

    “Ada apa sih, Mbak, kok buru-buru nyuruh aku ke sini?” protes Sabrina saat sudah sampai di restoran. “Hehe, maaf!” kekeh Sarah. “Tadi Mas Adhy….” Sarah menjabarkan semuanya tanpa terlewat. “Bener berarti dugaanku selama ini.” Sabrina manggut-manggut saat tahu apa yang selama beberapa waktu terakhir dilihatnya benar adanya. Ia sama sekali tidak terkejut. “Hah, kamu serius sudah tahu?” Terbalik, justru Sarah yang terkejut. “Iya. Setiap kita berkumpul, tatapannya dia padamu selalu mengandung arti begitu.”“Menurutmu, aku harus gimana?” Sarah benar-benar bimbang. Ia takut dan tak ingin nasib pernikahannya akan terulang kembali. Ia takut bahwa Adhyaksa mengkhianatinya. “La Mbak Sarah ada rasa gak? Terus, mau gak menjalin hubungan dengannya?” Sarah tampak diam, lama berpikir untuk memberikan jawaban. “Aku rasa jawabanmu pada Mas Adhy tadi tidak ada salahnya, coba saja. Selain itu, erbanyak doa dan minta petunjuk Allah. Serahkan semuanya pada Allah, In Syaa Allah akan diberikan petunju

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 113

    “Ampun deh, Bund! Adhy menyerah. Bunda tuh emang hebat soal menemukan sesuatu yang tersembunyi,” kelakar Adhyaksa menjawab dugaan sang Bunda. “Haha, bisa saja kamu!” Bunda tak kalah kelakarnya, ia pun mencubit manja pinggang Adhy. “Bunda itu ibumu. Tentu tahu apapun yang kamu rasakan, karena feeling seorang ibu itu tidak pernah salah. Nah, apakah kamu sudah tahu siapa Sarah sebenarnya?” Kali ini Bunda bertanya serius, suasana menjadi sedikit tegang karena menyangkut sebuah masa depan. “Sudah. Tentang apa yang Bunda maksud? Apakah tentang status dan masa lalunya?” Adhyaksa seketika sangsi dan takut jika jawaban Bunda Sumirah jauh dari harapannya, Bunda mengangguk sembari menunggu jawaban. “Apa Bunda tidak setuju jika Adhy mempunyai rasa ini?” Adhyaksa menatap Bunda lekat-lekat. “Bunda sama sekali bukan tidak setuju. Bunda setuju-setuju saja, karena toh yang menjalaninya dirimu. Bunda sebagai ibu, hanya bisa mendukung dan mendoakan yang terbaik untukmu, Nak! Bunda hanya ingin tahu

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 112

    “Oma tidak bisa seenaknya begitu denganku, dong! Hartamu itu tidak akan bisa dibawa mati. Jadi, buat apa kalau tidak diwariskan padaku?” Hendrik menatap tajam Oma Santi. Ia benar-benar tidak rela jika harus kehilangan warisan yang sudah didamba selama ini. Mendengar kata mati, Oma Santi semakin meradang. Ia sangat tersinggung, menganggap cucunya mendoakan dirinya untuk segera mati. Bertambah buruk saja penilaian untuk Hendrik. Padahal, apa yang dikatakan adalah benar adanya.Plak! Plak! “Tutup mulut lancangmu itu dasar manusia gak tahu diuntung! Apa maksudmu menginginkan kematianku? Kamu ingin aku cepat mati? Hah? Kurang ajar!” Kemarahan Oma tak lagi bisa dibendung, ia pun menampar kembali Hendrik dengan bolak-balik di pipi kanan dan kiri. Mendapatkan reaksi seperti itu, Hendrik pun tak kalah emosinya. “Kalau memang iya kenapa? Memang benar, kan, kamu itu memang sudah tua dan waktunya mati. Sudah tidak pantas lagi untuk hidup karena terlalu banyak dosa, termasuk dosa membiarkan ak

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 111

    Sudah dibela-belain mencari Sarah hingga berhari-hari juga menghabiskan segala sesuatunya yang tak sedikit, sekalipun sudah ditemukan malah sama sekali tidak sesuai dengan keinginan membuat Hendrik kesal setengah mati. Ditinggalkan begitu saja oleh Sarah di minimarket tersebut tak serta merta membuat Hendrik segera putar arah dan kembali ke rumah omanya. Karena tiba-tiba ia baru ingat akan pekerjaan kantor yang sudah ia tinggalkan semingguan ini. Hendrik segera bergegas mengegas dan langsung menuju kantornya. Namun, beberapa jam sebelumnya, setelah Pak Adam memberi laporan kepada Oma bahwa sudah satu minggu Hendrik meninggalkan pekerjaan dan kantor, Pak Adam juga mendapatkan laporan tentang adanya sebuah transaksi janggal yang dilakukan oleh Hendrik beberapa waktu lalu dengan nilai ratusan juta. Mengetahui hal tersebut, Pak Adam tidak langsung percaya begitu saja. Ia langsung mengeceknya untuk memastikan kebenaran tersebut. Bukan hanya sekali saja, tapi berkali-kali. Setelah bena

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 110

    “Woy, bangun dasar gelandangan! Ini bukan panti sosial yang bisa seenaknya kamu tinggali. Bangun!” Pemilik toko begitu geram ketika Novi tidak bangun-bangun, padahal sudah berteriak-teriak bahkan tubuh Novi sudah ditoel-toel pakai kaki. Saking lelah dan juga terguncangnya jiwa Novi, ia masih tertidur saat jam delapan pagi di waktu orang-orang harus kembali beraktivitas terutama di kawasan pertokoan tersebut. Tak sabaran, pemilik toko segera mengambil ember dan mengisi dengan air keran yang berada di samping bangunan tokonya. Byur! Manjur! Semburan dan lemparan air dalam ember tersebut berhasil membuat Novi terbangun sekaligus gelagapan. “Enak ya tidurnya, Tuan Putri?” sindir pemilik toko seraya menahan dongkol dalam dadanya, sementara Novi hanya nyengir saja sambil mengelap wajahnya yang basah. “Bangun dan pergi jauh dari sini! Awas saja kalau saya masih melihat kamu berkeliaran di sini, jangan harap kamu baik-baik saja!” ancam pemilik toko, tangannya mengepal kuat dan ditunjukk

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 109

    Beberapa hari sebelum bertemu dengan Oma Santi dan mendapatkan tamparan serta hal menyakitkan lainnya. Saat ini Hendrik sudah berada di titik jenuh dan penghabisan dalam pencarian Sarah dan putranya. Meskipun sudah habis-habisan segalanya, ia sama sekali belum menyerah. ia akan berusaha sekali lagi dengan harapan pencarian ini adalah yang terakhir kalinya “Ya, aku harus mencari Sarah. Agar aku bisa mendapatkan warisan itu. Harus pokoknya!” Hendrik kembali bertekad untuk mencarinya agar mimpinya barusan tidak menjadi kenyataan. Hendrik pun kembali melajukan kendaraannya. Jalanan yang saat ini ia sama persis di jalur menjadi tempat usaha milik Sarah. Karena kehausan, Hendrik pun mampir ke minimarket. Tepat saat keluar dari mobil, dirinya melihat orang yang sejak tujuh hari lalu ia cari. Ya, orang itu adalah Sarah. “Sarah!” panggil Hendrik, menghentikan gerakan Sarah yang akan memasukkan barang belanjaan ke dalam mobil taksi yang mengantarkannya. “K-kamu! Mau apa kamu ke s

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 108

    Brak! “Brengsek! Oh Tuhan! Kenapa semua ini terjadi padaku?” Hendrik menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan turun dengan begitu kasarnya. Ia berteriak penuh frustasi layaknya orang gangguan jiwa yang tak mempedulikan lalu lalang orang-orang di sekitarnya. Hendrik terus menerus berteriak dan menyalahkan orang lain dalam setiap permasalahan yang dihadapi, seperti saat ini. Selain kesal, marah, kecewa, dan rasa lain yang membuatnya marah, Hendrik juga merasa kebingungan dalam melangkahkan kaki untuk mencari tempat bernaung. Tinggal di apartemen atau mengontrak sebuah rumah rasanya tidak mungkin, uang yang saat ini ia miliki sama sekali tidak mencukupi karena sudah habis tak tersisa untuk pesta pernikahan kemarin. “Ah, rumah Oma!” Dalam kegamangan dan kegelisahan, Hendrik menemukan secercah harapan. Ide untuk tinggal di rumah Oma Santi terlintas di benak yang saat ini sedang panas-panasnya. ****“Oma, aku mau tinggal di sini!” ucap Hendrik tanpa basa-basi saat baru saja tiba di r

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   107

    “A-apa? C-cerai?” Mata Hendrik terbelalak menatap tidak percaya dengan akta cerai yang dilemparkan oleh Sabrina begitu rombongannya sudah diterima oleh Hendrik di ruang tamu. Bagai dihantam batu ribuan ton, meninggalkan rasa sesak begitu dalam di dada Hendrik. Ia juga serasa disambar petir di siang hari nan bolong. Tiada hujan tiada angin dan tiada permasalahan sedikit pun, tapi tiba-tiba diceraikan begitu saja. Dadanya kembang kempis, memompa darah amarah hingga menggelegak ke ubun-ubun menambah suasana semakin panas yang tercipta di ruang tamu tersebut. Harga dirinya sebagai laki-laki, hilang begitu saja di hadapan akta tersebut. Ia menjadi sangat terluka, akibat perlakuan yang saat ini ia terima.“Iya! Itu bukti kalau kita sudah cerai. Kenapa kamu masih bertanya? Apakah kamu begitu buta sehingga tidak bisa membacanya?” Sabrina begitu angkuhnya menjelaskan. “Kenapa kamu menceraikanku? Apakah cintaku untukmu itu tidak ada artinya?” Hendrik masih tidak percaya, berharap ini semua

DMCA.com Protection Status