Usai pembacaan keputusan, Sarah dan yang lainnya bersiap meninggalkan ruang persidangan. Namun, saat hendak melangkah mereka dikejutkan oleh seorang perempuan paruh baya yang meraung-raung di pojokan sana. "Tidak! Dia pasti difitnah! Kalian semua kurang ajar. Mentang-mentang punya uang bisa seenaknya. Pokoknya keputusan ini tidak sah!" Perempuan yang baru mereka ketahui ternyata adalah ibu dari Burhan setelah beberapa sidang. Ibu itu baru hadir di sidang terakhir. "Sudah, gak usah dilayani. Ganggu saja!" titah Farah, mereka pun sepakat untuk terus melangkah menuju pintu keluar. ****"Halo, Sayang anak laki-lakinya ibu! Maaf ya Sayang, ibu tinggal terus." Begitu sampai di dalam rumah, Sarah langsung memeluk Emir yang tersenyum-senyum karena bertemu ibunya setelah berjam-jam ditinggal. Ia meninggalkan Sabrina di garasi setelah mencuci tangan terlebih dahulu di kran depan taman menggunakan sabun yang ia sediakan khusus ketika sehabis bepergian. "Mbak, tadi ada yang nelpon. Katanya ma
Tidak mungkin semua hal yang kita alami harud selalu sesuai dengan keinginan kita. Adakalanya apa yang kita inginkan ternyata tidak terwujud dan membuat kita mau tidak mau harus menerima apa adanya. Itulah yang dialami Reza begitu keluar dari rumah Sabrina sore menjelang maghrib itu. Meskipun ada rasa sedikit kecewa karena sepertinya kedua wanita yang ia temui sama sekali tidak tertarik terhadap rencananya, ia pada akhirnya tidak sampai memasukkannya ke dalam hati. Ia langsung masuk ke dalam mobil, dan melajukannya menuju rumah sembari menenangkan diri dengan berpikiran bahwa bukan rejekinya bersama Sarah. Sementara mobil dan Reza ada di dalamnya sedang dalam perjalanan, Sarah sedang bimbang-bimbangnya. Ia bingung, apakah jadi menerima investasi yang ditawarkan oleh Reza atau berbisnis sendiri dengan modal dari Sabrina. "Kalau aku jadi Mbak Sarah, mending sewa toko di tempat strategis. Di sana aku jadikan tempat produksi sekaligus jualan. Selain dijual offline bisa juga online. Ja
Pagi adalah waktu yang tepat untuk beraktivitas secara normal bagi pekerja, pelajar, ibu rumah tangga dan lainnya. Hal itu dialami oleh siapapun tak terkecuali Sarah yang sedang mengurus Emir, Sabrina di kandang ayamnya dan Reza hendak pergi ke kantornya,tapi mampir terlebih dahulu ke rumah adik dari ibunya, Bu Mona. Setelah bersiap-siap meninggalkan rumah, tiba-tiba sang ibu menghentikan langkahnya. "Bentar, Za! Ini nanti sambil jalan, tolong kasihkan ke Tante Mona, ya?" Sang ibu mengangsurkan sebuah bingkisan pada putra satu-satunya itu. "Iya, Ma! Ya udah, aku jalan dulu." Reza menerimanya lalu berpamitan. Sesampainya di rumah Bu Mona, Reza sebenarnya hanya sebentar saja. Begitu diterima titipan tersebut, ia berniat langsung menuju kantor. Tapi…."Za, boleh ngobrol bentar? Ada yang mau Tante tanyain. "Mau ngobrolin apa, Tant?" Karena tidak enak pada tantenya itu, Reza mau tidak mau yang awalnya hanya berdiri di depan pintu, pada akhirnya duduk di bangku di teras disusul Bu Mon
Tak seperti biasa ketika pergi ke mall akan berlama-lama, Hendrik yang ingat jika di dalam perut istri sirinya itu ada jabang bayi, ia meminta Novi untuk pulang lebih awal. "Udah ya belanjanya? Besok lagi. Sekarang kita pulang dulu. Kasihan bayinya kalau diajak pulang malam-malam," ajak Hendrik menyudahi aktivitas Novi yang sedang memilih-milih di outlet sepatu. "Ih, mas! Aku kan lagi milih-milih sepatu, tanggung tahu!" tolaknya dengan memajukan bibirnya. "Bisa besok lagi. Sekarang kita pulang dulu, udah malam. Besok kita periksa ke dokter, ya? Aku ingin kamu dan bayi kita sehat-sehat. Setelah periksa, kamu boleh belanja sepuasnya. Tapi ingat, jangan sampai kamu kecapekan. Yuk!" komando Hendrik. Novi pun akhirnya mengekor karena dijanjikan belanja sepuasnya besok hari. "Oh iya, besok aku ambil cuti. Aku akan antarkan dan temani kamu periksa," ucapnya lagi ketika sudah berada di dalam mobil membelah jalanan menuju pulang ke rumahnya. ****Seperti biasa, Hendrik pagi ini sudah rapi
Bab 26 Gimana? "Di sini sama sekali tidak ada tanda-tanda kehamilan. Bisa jadi apa yang Bu Novi alami kemarin adalah gejala masuk angin saja. Bapak dan ibu bisa melihat di monitor ini," jelasnya sembari menunjuk-nunjuk layar monitor di samping brankar tempat Novi berbaring. Novi dan Hendrik tampak tidak terima terhadap hasil yang sebenarnya. Mereka berdua kecewa karena merasa di-prank oleh keadaan. Usai di-USG, Novi dan kembali untuk duduk berhadapan dengan dokter Rosa. Namun, kali ini kekecewaan itu sangat kentara sekali. Selain dari raut wajah Novi dan Hendrik yang tidak sedap dipandang, mereka berdua pun sama sekali tidak menyahut setiap pertanyaan atau saran dari dokter Rosa. Jangankan menyahut, mendengar pun tidak. Tak sampai di situ saja. Sebagai bentuk kekecewaan, Novi dan Hendrik meninggalkan ruang praktek dokter Rosa di saat sang dokter sedang menjelaskan. Mereka keluar begitu saja tanpa berpamitan karena merasa sudah tidak ada gunanya jika berlama-lama. Sesampainya di
Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan untuk kesekian kalinya dalam hidup Sarah. Setelah menunggu dalam perjalanan selama sebulan lebih sejak disewanya outlet, akhirnya hari ini pembukaan atau grand opening outlet Ada Kue Enak dilaksanakan. Sejak kemarin sore Saarah berserta Yuni yang selalu berada di samping Emir sudah berada di outlet. Mereka tidur di ruangan dengan fasilitas lengkap yang sengaja diperuntukkan jika sewaktu-waktu menginap di sana. Sarah sengaja melakukan itu agar tidak ketinggalan dalam memulai menyiapkan acara tidak telat dan sepagi mungkin. Hal itu juga diikuti oleh orang-orang yang akan menyiapkan acara tersebut. Mereka ikut menginap mengikuti sang bos, tidur di ruangan seadanya. "Kenapa pake nginep di sana, sih, Mbak? Kan aku jadi kesepian!" Sabrina merasa keberatan sore itu kala Sarah sedang mempersiapkan hal-hal yang akan dibawa menginap di outlet. "Halah! Sebelum ada aku, kamu juga sendiri gitu, lho. Lagian aku kan, gak seterusnya di sono. Paling b
"Gimana kabarnya, Sabrina?" Reza hanya menanyakan kabar Sabrina saja, padahal ada Sarah juga di sampingnya. Ia tidak mengulurkan tangan karena di pertemuan sebelumnya kedua wanita yang masih tanpa suami tersebut tidak membalasnya. "Cie!" Sarah sama sekali tidak tersinggung saat Reza tak menanyainya. Ia justru meledek Sabrina. "Oh iya, silakan duduk, Mas!" Sarah menyuruh Reza untuk duduk di kursi untuk pengunjung, sama seperti yang diduduki dirinya juga Sabrina. "Apa sih, Mbak?" Sabrina terlihat risih diperlakukan seperti itu oleh Reza maupun Sarah. Reza tidak menyapa Sarah, tidak membuat Sabrina merasa menjadi spesial. Melainkan ia menjadi ilfeel. Dalam benaknya, "Kenapa hanya aku saja yang diajak bicara, padahal kan ada Mbak Sarah juga?" Namun, ia tidak berani mengutarakan, takut Reza tersinggung. Melihat reaksi Sabrina seperti itu, Reza menjadi kikuk. "Hehe, sorry! Maksudnya tadi setelah menyapa Sabrina, aku akan menyapa Sarah. Begitu," elaknya Reza agar tidak dipandang tida
Saat Sabrina, Sarah, Bu Mona dan Bu Saronah berjalan menuju mushola untuk melaksanakan sholat dhuhur, tak sengaja mata Sarah menangkap sebuah pemandangan langka yang belum pernah ia lihat sebelumnya, yaitu Farah dan Reza yang sedang saling menatap dalam diam. Tak ingin ia memergoki sendirian, Sarah pun memberikan kode kepada Sabrina untuk melihat mereka juga. "Wah, Na!" bisik Sarah dengan menyenggol bahu Sabrina. "Eh, iya. Ngomong-ngomong, mereka serasi lho. Semoga jodoh, ya?" ucapnya dengan tak melepaskan pandangan terhadap mereka berdua. "Iya, aamiin. Udah, yuk solat! Keburu mereka menunggu kita." Sarah dan Sabrina pun bergegas menuju mushola, takut jika Bu Mona dan Bu Saronah menunggu mereka untuk melangsungkan jamaah dhuhur. Sementara itu Sarah dan Sabrina menuju mushola, Farah dan Reza masih saja saling menatap dan berusaha untuk menekan jantung masing-masing yang terus menerus berdegup kencang. "Mbaknya sendiri?" Reza berusaha mengalihkan dan menyudahi salah tingkahnya ke