Dering ponsel menarik kembali Farel dari pikirannya.Farel mengangkat alisnya.'Mungkin Sherry tiba-tiba merasa bersalah, jadi kembali dengan makanan-makanan itu untuk makan malam bersamaku?''Hmph!''Karena perilakunya yang baik, aku bisa nggak menghukumnya dengan kejam.'Sambil berpikir demikian, dia mengeluarkan ponselnya dari saku.Namun, yang tertera di layar adalah nama Henry.'Kenapa Henry meneleponku?''Apa yang terjadi?'Segera, dia mengangkat telepon itu."Ayo, keluar minum!" ajak Henry tanpa basa-basi."Kenapa tiba-tiba?" tanya Farel yang merasa aneh.'Suasana hati Henry sedang buruk?''Kalau nggak, kenapa tiba-tiba mengajakku minum?'"Jangan banyak bicara! Tempat biasa." Selesai berbicara, Henry langsung menutup telepon.Farel meletakkan ponselnya dan mengambil sendok untuk menghabiskan sayuran di meja sebelum keluar rumah.Setibanya di kelab, dia langsung melihat seorang wanita berdiri di sana, seperti sedang menunggunya.Dia mengusap keningnya, lalu berjalan menuju wanita
Rika mengikuti Farel dari belakang. Hidungnya dipenuhi aroma melati yang samar-samar tercium dari tubuh Farel.Dia tidak bisa tidak membayangkan pria seperti apa Farel ini."Duduklah."Suara itu membuyarkan lamunan Rika.Tanpa sadar, mereka sudah masuk ke dalam ruang VIP."Kenapa? Apakah aku terlihat tampan? Kenapa terus menatapku?" Farel tersenyum dan menggodanya, seakan-akan mereka sudah mengenal cukup lama.Padahal hari ini adalah pertemuan pertama mereka.Rika duduk, lalu menoleh ke Farel dan mengucapkan terima kasih.Farel duduk di seberangnya.Pelayan datang membawa minuman dan camilan.Farel mengambil gelas dan menuangkan minuman.Rika menatap Farel, ekspresinya terlihat tenang, tetapi di dalam hatinya sudah mulai tumbuh rasa suka.Berwajah tampan dan bersikap lembut, mungkin setiap wanita akan menyukai pria seperti ini."Kalau kamu bisa minum, minumlah sedikit saja. Kalau nggak, aku akan pesan minuman soda untukmu." Saat menuangkan minuman, Farel sepertinya baru mengingat hal i
Farel bergerak sedikit, jari-jarinya yang panjang dengan lembut mengusap tepi gelas kristal yang bening, gerakan itu tampaknya menyimpan banyak cerita dan emosi yang belum terselesaikan.Sebuah pikiran buruk melintas di benak Rika.Kemudian suara Farel memasuki telinganya, "Kamu harus tahu, lahir di keluarga seperti kita, pilihan pernikahan sering kali melampaui batas emosi pribadi, terikat erat oleh tanggung jawab dan harapan keluarga. Oleh karena itu, apakah di dalam hatiku ada wanita yang aku cintai, sebenarnya sudah nggak begitu penting. Yang penting adalah pernikahan kita bisa membuat orang tua kedua belah pihak puas, dan antara kamu dan aku, setidaknya masih bisa mempertahankan kesepakatan untuk nggak saling membenci."Saat Farel mengucapkan kata-kata ini, tatapannya tertuju pada tempat yang tidak diketahui, seolah-olah sedang menatap seseorang melalui tempat itu.Melihat tatapan Farel itu, hati Rika menegang tanpa bisa dijelaskan mengapa.Dia sudah menduga bahwa Farel memiliki s
Di belakang Henry ada Yosef yang mengenakan pakaian santai, tetapi tetap memancarkan aura yang elegan. Dengan senyum tipis di bibirnya, seolah-olah selalu bisa mendekatkan diri dengan orang lain tanpa disadari.Sementara itu, Carel tampak seperti seorang pemula di dunia kerja. Sorot matanya berkilauan penuh rasa ingin tahu dan evaluasi terhadap sekitarnya.Ketiganya melangkah masuk ke dalam ruangan, pandangan mereka serentak tertuju pada Rika.Rika duduk di samping meja, mengenakan gaun sederhana namun elegan yang menonjolkan sosoknya yang anggun. Rambut panjangnya diikat ke atas, dan beberapa helai rambut jatuh di pipinya, menambah kesan lembut dan anggun pada penampilannya. Dia membalas setiap tatapan dengan senyuman. Ketenangan dan keanggunannya membuat orang tanpa sadar merasa nyaman dengannya.Setelah saling menyapa dan memperkenalkan diri, suasana menjadi semakin akrab dan santai.Farel secara terbuka membicarakan hubungannya dengan Rika, serta kemungkinan besar mereka akan menja
"Sherry? Ada apa?" Suara Farel terdengar dari telepon ketika Miana menggigit bibirnya. Saat hendak berbicara, suara yang akrab terdengar, "Ada apa? Wanitamu memeriksa kamu?""Sherry, bicaralah." Farel melirik Henry, dan nada suaranya menjadi lembut, seolah-olah takut membuat Sherry takut.Miana ragu sejenak sebelum berkata, "Sherry mabuk. Kalau kamu punya waktu sekarang, bisakah kamu datang ke Ruellia dan membawanya pulang?"Farel melirik pria dingin di sebelahnya dan menjawab, "Baik, aku akan segera ke sana!"Miana terdiam sesaat, lalu menambahkan, "Kamu datang sendiri saja, jangan biarkan Henry ikut, aku nggak ingin bertemunya!"Setelah kematian neneknya, dia tidak memiliki perasaan apa pun lagi terhadap Henry.Dia tidak ingin bertemu dengannya.Bahkan tidak ingin mendengar penjelasannya.Beberapa hal, meskipun sudah dijelaskan, tetap akan meninggalkan bekas di hati.Daripada dia terus meratapi masa lalu, lebih baik memperbaiki suasana hati dan fokus menjaga kehamilannya.Farel yang
"Ada urusan mendesak di rumah, aku pamit dulu. Maaf, ya!" Sikap Farel begitu ramah, ekspresinya juga lembut, dan ini membuat Rika tidak berani berprasangka. "Kalau begitu, sebaiknya kamu segera pulang!""Kak Farel, jangan khawatir. Aku pasti akan mengantar Kak Rika pulang dengan selamat!" seru Carel sambil menepuk dadanya, khawatir Farel tidak memercayainya."Rika, nggak apa-apa, 'kan?" tanya Farel dengan ramah. Meskipun sedang terburu-buru untuk pergi, dia tidak menunjukkannya.Karena Farel terlalu lembut padanya, Rika tidak bisa menahan diri untuk mengangguk, "Ya, kamu pergilah!"Farel menyentuh pipinya dengan lembut. "Bagus!"Wajah Rika seketika terasa agak panas. "Cepatlah pergi!"Mereka baru bertemu pertama kali hari ini, apakah tindakan Farel ini tidak terlalu dekat?Meskipun demikian, Rika tidak merasa terusik.Sebaliknya, dia sedikit menyukainya."Aku duluan, kalian nikmatilah minumannya! Malam ini, aku yang bayar!" seru Farel dengan semangat lalu pergi.Rika menatap punggung F
Rika tersenyum dan menjawab, "Keluarga kami, keluarga Ingra dan keluarga Sutara, memiliki status yang setara, jadi wajar kalau aku dan Farel dijodohkan."Tidak dijodohkan dengan Farel pun, dia pasti akan dijodohkan dengan pria lain.Setelah berinteraksi dengan Farel malam ini, dia merasa Farel adalah orang yang baik, dan dia puas.Yosef menyesap minumannya dalam diam.Seperti yang dikatakan Rika, terlahir di keluarga seperti mereka, pasangan hidup mereka harus dari keluarga yang setara.Namun, Keluarga Wentra telah lama jatuh miskin.Ditambah lagi Janice sekarang adalah seorang janda ....Dia dan Janice memang tidak ditakdirkan untuk bersama.Yosef seketika merasa pengap dan kurang nyaman di hatinya.Melihat Yosef minum dalam diam, dan dia tidak bisa menebak alasannya, Rika pun berkata, "Daripada mengatasi kesedihan dengan alkohol, lebih baik pikirkan cara untuk menyelesaikan masalah!"Setiap masalah pasti ada solusinya.Tidak perlu merasa seolah-olah dunia sudah runtuh.Yosef menengga
Balasan dari Farel dengan cepat masuk: "Aku akan telepon dan tanya ayahku kapan dia punya, lalu baru mengabarimu."Rika memegang ponselnya, ujung jarinya menelusuri kata-kata di layar, hatinya merasa tenang.Ada jawaban setelah bertanya, mungkin inilah cara terbaik untuk mereka berdua saling berinteraksi.....Ketika menerima pesan dari Rika, Farel baru duduk di kursi pengemudi setelah berusaha keras untuk memasukkan Sherry ke dalam mobilnya. Dia melirik wajah Sherry melalui kaca spion, lalu dengan cepat mengetik balasan.Makin baik dan stabil hubungannya dengan Rika, makin aman wanita yang tengah berbaring di kursi belakang itu.Farel tidak mencintainya, bahkan tidak pernah berpikir untuk menikahinya, tetapi dia ingin mengikatnya seumur hidup.Jika harus mencari alasan mengapa dia ingin mengikat wanita itu di sisinya, mungkin karena dia tidak rela hati wanita itu hanya untuk Giyan!Setelah mengirim pesan, Farel menelepon ibunya."Farel, ada apa menelepon malam-malam begini?" Suara Sin
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,