"Sofia, kenapa kamu menjerit?" tanya orang di telepon dengan suara tajam, dia merasa kesal."G-Gio!" Sofia terkejut hingga ketakutan, dan dengan terbata-bata dia menyebut nama ini.Gio Ducan adalah pengacara yang melompat dari gedung dan meninggal lima tahun lalu, juga adalah guru Miana."Dia sudah mati lima tahun yang lalu!" seru pria di telepon dengan tegas. "Jangan menakut-nakuti dirimu sendiri!""Dia, dia nggak mati, dia masih hidup, dia ada di depanku!" teriak Sofia lagi."Seseorang sedang berpura-pura menakuti-nakutimu! Ingat, jangan bicara sembarangan!" Pria itu memperingatkannya."Ini bukan berpura-pura! Ini nyata!" Penampilan orang di depannya begitu nyata, sehingga Sofia ketakutan dan jatuh pingsan ke lantai. Layar ponselnya pecah ketika membentur lantai."Sofia! Bicara!" Pria di ujung telepon terus berteriak.Sofia sudah kehilangan kesadaran, jadi tentu saja tidak bisa merespons.Pada saat ini, sepasang sepatu kulit yang mengkilap berhenti di depan Sofia. Pria itu kemudian m
"Sher ...." Saat Miana ingin berbicara, pintu ruang tunggu dibuka seseorang.Sherry mengangkat kepalanya, dan pandangannya bertemu dengan mata pria yang tampak seperti tersenyum. Dalam hatinya, dia berpikir, 'Tebakan Mia sangat tepat. Pria ini datang dengan begitu cepat ke sini.'"Dia datang untuk menemuimu. Kalian bicara dulu, aku akan tunggu di luar," ujar Miana, lalu mendorong Sherry menjauh dan berdiri. Dia merapikan pakaiannya, lalu berbalik, menatap pria itu sambil tersenyum, lalu menyapa, "Halo, Tuan Muda Farel.""Halo, Nyonya Jirgan."Miana dengan lembut mengoreksi, "Panggil aku Miana saja."Dulu, dia sangat suka dipanggil Nyonya Jirgan.Kini, dia merasa panggilan Nyonya Jirgan terdengar sangat sarkastis, seakan-akan dirinya adalah sebuah lelucon.Farel mengangkat alisnya.Miana langsung pergi.Begitu dia keluar dari ruang tunggu, ponselnya berdering."Sofia tiba-tiba pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Saat ini, sedang dilakukan pemeriksaan."Ekspresi Miana berubah dan bertanya
Miana tertegun. Setelah mengatur pikirannya, dia tersenyum sambil menjawab, "Kenapa kamu nggak bilang pembantu di Kompleks Gaillardia? Selain itu, bukan hal sulit bagi peretas zaman sekarang untuk mengubah alamat IP, 'kan? Kamu malah ingin menggunakan hal ini untuk menuduhku?"Henry membicarakan hal ini pagi tadi, tetapi dia tidak menganggapnya serius.Dia merasa tenang karena memang bukan dia yang melakukannya.Namun, melihat situasi sekarang, sepertinya ada yang ingin menjebaknya.Sama seperti beberapa kali sebelumnya.Tampaknya, dia harus menunjukkan bukti yang ditemukan sebelumnya kepada Henry."Pembantu di rumah semuanya sudah paruh baya, mereka nggak mungkin mengerti hal-hal seperti ini!"Miana tertawa kecil.'Sudah paruh baya nggak mengerti hal seperti ini? Dia ingin merendahkan kecerdasan siapa?'"Kakek bilang, kita harus segera melangsungkan pesta pernikahan. Kakek juga bilang, dia akan mengadakan konferensi pers besok untuk mengumumkan hubungan kita." Saat mengatakan ini, Hen
Di tengah perasaan yang kacau, Miana mendengar suara Sherry, "Mia, ayo kita pergi makan!"Miana lekas menarik pikirannya, berbalik menghadap ke Sherry dan berkata, "Sher, maaf ya, aku harus pergi ke rumah sakit sekarang, jadi nggak bisa makan siang bersama. Aku akan traktir kamu lain hari!"Dia berusaha menjaga emosinya tetap stabil dan berbicara senatural mungkin.Namun, Sherry tetap menyadari ada yang tidak beres dengan Miana."Mia, apakah Henry ...."Miana langsung menyela ucapannya, "Aku baru dapat kabar, jadi harus pergi melihat kondisi nenekku."Dia tidak ingin Sherry tahu bahwa dirinya bagaikan boneka yang dikendalikan oleh Henry, sama sekali tidak ada kebebasan."Kalau begitu cepat pergilah. Kita makan bersama besok saja!" Sherry tahu bahwa Miana tidak akan menggunakan neneknya sebagai alasan. Jika Miana mengatakan harus melihat neneknya, itu berarti memang benar terjadi sesuatu dengan neneknya.Miana sangat peduli pada neneknya, Sherry tahu itu."Kalau begitu aku pergi dulu!"
"Kalau kamu, aku, dan Janice nggak bilang, siapa yang tahu kamu adalah Nyonya Jirgan?" Henry mendengus dingin, lalu lanjut berkata, "Miana, jangan menguji kesabaranku, cepat naik dan jaga Janice!"Miana sangat enggan, mencoba menolak untuk terakhir kalinya, "Henry, bisakah aku nggak pergi?"Jika dia menjaga Janice, Janice akan makin arogan. Di masa depan, Janice pasti akan lebih menganggapnya remeh."Kamu boleh nggak pergi, tapi nenekmu akan segera berhenti mendapatkan perawatan!" Henry tumbuh besar di lingkungan yang membuatnya menjadi seperti robot, tidak ada perasaan. Dia tidak bisa mencintai orang dan juga tidak mengerti arti mencintai.Di pandangannya, menggunakan nenek Miana untuk mengendalikan Miana bukanlah hal yang salah!Bukankah orang-orang akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuan mereka? Begitulah pikirnya.Mendengar itu, sekujur tubuh Miana gemetar.Miana seketika merasa marah.Henry demi Janice, terus-menerus menggunakan neneknya untuk mengancamnya, terlalu kejam!"K
Kini, Miana tidak menyukainya lagi, dia juga merasa kesal.Dia sama sekali tidak tahu apa yang salah dengan dirinya sendiri.Dering ponsel menarik Henry kembali dari pikirannya. Dia pun menjawab telepon itu."Henry, dua tentara bayaran lainnya sudah ditemukan, tapi ... lidah mereka dicabut paksa, tangan dan kaki mereka sudah dipotong. Sekarang mereka seperti mayat hidup! Nggak bisa berbicara dan nggak bisa menulis, jadi nggak ada yang bisa ditanyakan! Orang itu, benar-benar kejam!" Suara orang yang mengatakan ini terdengar arogan. "Oh ya, Henry, kamu sudah tanya istrimu mengenai gurunya? Jangan bilang kalian masih belum berbaikan?"Di akhir kalimat, nada bicaranya terdengar agak senang melihat kesulitan orang lain.Henry mendengus dingin dan berkata, "Hubunganku dengan istriku sangat baik, kapan kami pernah nggak akur?"Namun, di dalam hati dia mulai berpikir, sejak kapan hubungan antara dia dan Miana mulai memburuk?Apakah sejak pertama kali Miana mengajukan perceraian?"Ya, ya, hubun
"Aku nggak punya alasan untuk hadir, jadi nggak akan ke sana." Suara pria itu terdengar sedikit kesepian."Kamu nggak ingin kembali melihat ibumu?""Dia hidup dengan baik di keluarga Ferno, aku tahu itu.""Kenapa kamu nggak membawanya pergi? Bukankah kamu punya kemampuan untuk menghidupinya?""Di keluarga Ferno, dia memiliki orang yang dicintainya, sedangkan di sisiku nggak ada. Kalau aku memaksanya hidup bersamaku, dia hanya akan hidup seperti bunga yang layu." Pria ini tahu bahwa ibunya tidak menyesali jalan yang telah dipilihnya sendiri. Namun, Jika dia memaksa ibunya pergi, ibunya tidak akan bahagia dan tidak akan hidup lama. Karena alasan inilah, dia tidak memaksa ibunya.Henry terdiam.Dia tidak pernah memikirkan tentang mencintai dan dicintai.Karena sejak kecil dia hanya tahu bagaimana bertahan hidup dan merampas sesuatu, tidak ada yang mengajarinya tentang mencintai dan dicintai.'Apa rasanya mencintai seseorang?'"Sudahlah, kamu nggak akan mengerti juga tentang topik ini. Nan
Miana ragu-ragu, tetapi dia tidak punya pilihan selain keluar dari lift. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon Henry.Namun, hanya terdengar suara operator mengatakan nomor yang dituju sedang sibuk.Dia menduga Henry sedang menelepon Janice, jadi dia pergi ke meja resepsionis untuk bertanya.Setelah bertanya dan membalikkan badan, dia melihat Janice menggandeng lengan Henry dengan wajah manis. Mereka berdua berjalan menuju lift.Pada saat itu, dia merasa dadanya sedikit sesak, sangat tidak nyaman. Setelah menarik napas panjang, dia berbalik dan berjalan menuju tangga darurat.Segera, dia tiba di lantai atas. Dia berdiri di depan pintu kamar neneknya, menstabilkan emosinya sebelum membuka pintu kamar itu.Begitu masuk, dia langsung melihat neneknya terbaring di ranjang rumah sakit dengan selang pernapasan. Selain itu, ada instrumen medis yang sedang bekerja di sampingnya. Suara yang keluar dari mesin itu seperti mengetuk-ngetuk hati Miana, membuatnya agak gelisah.Dia menarik napas d
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,