Pandangan Henry tertuju pada wajah Miana, dan dia tertawa dingin sebelum berkata, "Kamu benar-benar istri yang baik dan bertanggung jawab, apakah aku harus memberimu hadiah?"Miana tersenyum, menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Aku nggak ingin apa-apa."Dia tidak bisa menerima hadiah dari Henry."Heh ..." Raut wajah Henry tampak muram. "Kamu tetap di sini dan jaga Janice. Aku akan kembali ke kantor!"Sikap dingin Miana terhadapnya, membuat hatinya terasa tidak nyaman."Pergilah," ujar Miana sambil melambaikan tangan dan tersenyum cerah.Henry mendengus dingin, lalu berbalik dan pergi.Dulu, sikap Miana terhadapnya tidak seperti ini!Setiap kali dia akan pergi, Miana selalu mengantarnya sampai ke pintu dan meminta ciuman perpisahan.Sekarang, saat dia akan pergi, Miana hanya mengucapkan "pergilah".Perbedaan sikap antara dulu dan sekarang terlalu besar.Henry masuk ke mobil dengan suasana hati yang buruk.Pada saat ini, Eddy tiba-tiba meneleponnya. Meskipun suasana hatinya buruk, dia
"Ada sebuah proyek yang membutuhkan desainer taman. Sepertinya sahabat Nyonya Jirgan membuka studio desain taman yang memiliki reputasi baik. Bagaimana kalau kita mencoba kerja sama dengan studionya?" tanya Wiley dengan hati-hati. Dia tidak bisa menebak apa yang dipikirkan Henry saat ini."Apakah hanya ada satu studio desain taman di Kota Jirya?" balik tanya Henry dengan nada ketus."Aku sudah mengerti." Wiley langsung paham, pertanyaan itu mengartikan Henry tidak setuju.'Kalau begitu, lupakan saja.'Henry memijat keningnya dan berkata, "Kamu cukup sebarkan berita mencari studio desain taman untuk bekerja sama, sisanya nggak perlu kamu yang urus. Sekarang, bawa dokumen yang mendesak untuk aku tanda tangani."Mengingat kedekatan Miana dengan Sherry, Henry berpikir bahwa setelah Miana mendengar berita ini, pasti akan datang mencarinya dan memohon agar bisa mendapatkan kerja sama itu. Pada saat itu, dia bisa mengajukan syarat kepada Miana.Wiley tentu tidak tahu tujuan Henry sebenarnya,
"Henry, aku sekarang ada urusan, jadi harus pergi sebentar. Aku menelepon hanya untuk memberitahumu." Jika dia tidak mengabari Henry terlebih dahulu, Janice bisa saja mengarang cerita untuk menjebaknya.Sebelumnya, dia tidak masalah bagaimana Henry memperlakukannya. Namun, sekarang dia sedang mengandung anak kembar, dia tidak bisa membiarkan Henry menimbulkan masalah.Oleh karena itu, kecerdasan yang biasanya dia gunakan di tempat kerja, sekarang dia gunakan untuk menghadapi Henry dan Janice.Bukan hanya demi dirinya sendiri, tetapi juga demi bayi di dalam perutnya."Baru datang sudah mau pergi? Sekarang mau ke mana lagi?" Nada bicara Henry terdengar jelas dia tidak senang.'Sekarang wanita ini sebentar-bentar pergi keluar.''Sungguh menyebalkan!'"Aku mengirimkan lamaran kerja, dan barusan ada perusahaan yang meneleponku, memintaku untuk datang wawancara sekarang." Miana tentu tidak akan mengatakan yang sebenarnya. Lagi pula, siapa sih yang tidak bisa berbohong?"Belum resign tapi sud
Adapun bagaimana Henry akan menghukumnya, itu urusan nanti.Miana menyimpan ponselnya. Sebelum pergi, dia mendatangi pos perawat dan meminta mereka agar memperhatikan Janice yang berada di kamar inap.Dia sudah mengabari Henry dan juga meminta perawat rumah sakit untuk lebih memperhatikan Janice. Jika terjadi sesuatu saat dia tidak ada di sini, itu bukan salahnya.Miana turun ke lobi. Sambil menunggu taksi datang, dia menelepon Sherry."Mia, ada apa?""Sher, aku harus ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan USG lagi. Kamu punya waktu? Bisa temani aku?""Kenapa harus diperiksa lagi? Ada yang salah dengan janinmu?" tanya Sherry dengan cemas."Dokter bilang ada kemungkinan aku hamil anak kembar!" Miana teringat Sherry pernah bercanda bahwa dia hamil anak kembar dan sekarang candaan itu menjadi kenyataan."Ah? Wah! Ini b-benar kejutan! Kamu sekarang di mana? Tunggu aku. Aku akan menjemputmu sekarang!" seru Sherry dengan gembira."Nggak perlu jemput, aku naik taksi ke sana. Kita langsung
Sherry terkejut dan segera menoleh. Sepasang matanya yang masih basah menatap Farel dan dia berseru, "Jangan bicara sembarangan!""Aku bicara sembarangan atau nggak, bukankah kamu yang paling tahu? Sherry, karena kamu sudah memilih ikut denganku, bersikap patuhlah, kalau nggak, lihat bagaimana aku memberimu pelajaran!" Jemari Farel memainkan lonceng kecil di pergelangan kaki Sherry. Sementara suaranya yang dingin itu terdengar sangat menakutkan.Padahal beberapa detik yang lalu mereka masih bermesraan, sekarang pria itu mengatakan hal yang begitu kejam dengan suara yang dingin.Sherry menarik napas dalam-dalam. Dengan rasa pegal di sekujur tubuh, dia berusaha bangun dan duduk. Kemudian, dia menyelipkan rambut panjang bergelombangnya ke belakang telinga, tertawa kecil, dan berkata, "Kalau aku nggak bersikap patuh, aku nggak akan bisa mempertahankan apa pun, 'kan?"Baik itu studionya, sahabat terbaiknya, maupun semua yang dia miliki sekarang.Sherry terlihat memesona ketika dia tertawa,
Tidak bisa dipungkiri, imajinasi si dokter cukup kaya.Dokter memeriksa Sherry dan menemukan bahwa semuanya normal, jadi dia merasa lega.Namun, ketika dia berbalik, dia bertemu dengan tatapan tajam Farel. Seketika, dia merasa gugup dan tergagap, "Tuan, Tuan Muda ....""Bagaimana keadaannya? Kenapa dia belum sadar?" tanya Farel dengan ketus, dan sorot matanya seperti pisau yang bisa membelah orang.Dokter bingung, kapan dirinya membuat Tuan Muda di depannya ini marah? Dia menyeka keringat di dahinya, lalu berkata dengan tergesa-gesa, "Tubuhnya baik-baik saja, hanya terlalu lelah, jadi tertidur." Wajah si dokter terlihat sangat pucat. Dia takut mengatakan sesuatu yang salah dan membuat Farel makin marah. Dia bahkan tidak berani membayangkan konsekuensinya."Kalau begitu kamu boleh pergi. Jangan beri tahu siapa pun kejadian ini!" Farel memperingatkan dengan suara dingin."Saya mengerti, saya pergi sekarang juga." Dokter mengambil sebotol minyak obat dari kotak obat dan meletakkannya di m
Sherry memaksakan dirinya untuk tersenyum dan berkata, "Aku ulang sepuluh kali pun nggak akan mengubah kenyataan hubungan kita hanya sebatas teman tidur! Farel, bukankah kamu seharusnya senang aku berpikir seperti ini? Kamu nggak perlu khawatir aku akan membuat masalah saat kamu akan menikahi wanita lain!"Selama bertahun-tahun bersama Farel, Sherry selalu mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak jatuh cinta pada Farel.Bagaimanapun, kehilangan orang yang dicintai sangatlah menyakitkan.Farel mencibir, "Teman tidur? Jadi begitu kamu mendefinisikan hubungan kita? Kalau hanya teman tidur, kenapa aku harus bersikap sopan padamu!"Setelah mengatakan itu, dia melemparkan Sherry yang digendongnya ke sofa, lalu membuka tali pinggangnya ....Sherry berteriak kesakitan.Farel seakan-akan tidak mendengar teriakan itu dan terus menghukum Sherry.Hingga terakhir, Farel menggigit bahu putih Sherry.Rasanya sangat sakit hingga keringat dingin muncul di dahi Sherry.Suaranya juga menjadi serak, bahka
"Terima kasih!"Sherry berterima kasih, mengambil kantong itu dan menutup pintu.Setelah mengganti pakaian dan keluar dari hotel, dia ke rumah sakit dengan taksi.Meskipun terasa canggung, dia tetap harus segera mengobati luka di bahunya agar tidak meninggalkan bekas.Saat diobati, dokter menatapnya dengan tatapan agak aneh.Hanya dengan melihat posisi lukanya, orang lain pasti akan langsung tahu apa penyebabnya.Sherry tidak memedulikan tatapan aneh itu dan tetap tenang sepanjang waktu.Lagi pula, dokter itu bukanlah orang yang dia kenal, jadi dia tidak masalah jika dokter ini tahu bahwa lukanya ini karena digigit pria.Setelah selesai mengobati luka dan keluar, Sherry bertemu dengan Yosef.Sudut mulut Yosef berdarah dan pipinya juga memar. Tampaknya, dia habis berkelahi dengan seseorang.Sherry tahu bahwa Yosef bermusuhan dengan Miana, jadi tidak ingin mengganggunya. Dia segera menunduk, pura-pura tidak mengenal Yosef, dan berjalan melewatinya.Akan tetapi, Yosef tiba-tiba meraih dan
"Miana, sudah kubilang aku bisa menjelaskan semuanya. Bisakah kamu nggak pergi? Dengarkan aku dulu!" Henry mencoba menahan amarahnya, berusaha melembutkan nada bicaranya.Dia bergegas kembali dari Kota Sugal bukan untuk mengantar Miana pergi.Dia ingin menjelaskan semuanya dan meminta maaf padanya.Kali ini memang dia yang salah!Miana memegang kopernya erat-erat dan menatap Henry dengan tatapan dingin.Henry adalah pria yang telah dicintainya selama sepuluh tahun.Dia pikir akan mencintai Henry seumur hidupnya.Namun, dia sekarang telah melepaskan Henry dari hatinya.Miana tidak menyesal pernah mencintai Henry.Dia juga tidak khawatir bagaimana menjalani masa depannya.Dia hanya perlu fokus melihat ke depan.Dia percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikannya yang terbaik."Henry, kesempatan yang aku berikan padamu sudah habis! Jadi kali ini, keputusanku untuk pergi sudah bulat" ujar Miana dengan tenang, sama sekati tidak ada emosi apa pun di wajahnya.Kematian neneknya telah membuat Mia
Miana berdiri. Sorot matanya penuh keteguhan menatap ke kejauhan, seolah-olah dia sudah melihat jalan yang akan dilaluinya, penuh tantangan dan ketidakpastian. Sementara itu, Eddy berdiri diam, mengamati punggung Miana yang berjalan pergi. Hatinya dipenuhi rasa tidak rela, tetapi juga berharap bahwa Miana akan memiliki masa depan yang cerah.Malam semakin larut, rumah besar keluarga Jirgan kembali ke tenang seperti sedia kala. Namun, keputusan yang diambil Miana malam ini bagaikan sebuah batu yang jatuh ke permukaan danau yang tenang, lalu menimbulkan riak-riak yang menandakan sebuah perjalanan hidup yang baru akan segera dimulai.Miana kembali ke rumah di Kompleks Gaillardia. Bibi Lina segera menghampirinya dan bertanya, "Nyonya ingin makan apa? Akan aku buatkan!"Miana hanya tersenyum sambil menggeleng, lalu berkata, "Terima kasih. Aku nggak lapar dan belum ingin makan""Kalau Nyonya ingin makan nanti, beri tahu saya!" ujar Bibi Lina."Ya. Aku naik ke atas dulu."Bibi Lina hanya bisa
Janice menyadarkan kepalanya di dada Yosef, mendengar suara detak jantungnya. Pada momen itu, hatinya sedikit tergerak.Entah mengapa matanya memerah berkaca-kaca.Jika dia tidak jatuh cinta pada Henry, dia pasti akan langsung setuju saat Yosef mengucapkan kata-kata itu.Namun, dia tidak bisa setuju!Keheningan Janice menghancurkan hati Yosef.Dia jelas-jelas sudah tahu jawaban Janice sejak lama.Namun, dia masih saja dengan bodohnya berharap, mungkin saja Janice akan berubah pikiran dan ingin bersamanya.Sayang sekali, hasilnya ....Dia telah berharap terlalu banyak."Kak Yosef ... aku ...." Janice merasakan ketidaknyamanan Yosef, ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak tahu harus berkata apa."Nggak perlu menjawab, aku sudah tahu! Janice, jangan paksa dirimu, ikuti kata hatimu." Dia sudah mencoba dan mengetahui hasilnya, jadi dia sudah puas. "Tapi, aku mungkin nggak bisa sering bertemu denganmu lagi."Setelah menikah dan memiliki keluarga, dia tentu harus bertanggung jawab pada keluar
Setelah dipikir-pikir, Wiley merasa lebih baik menunggu hingga Henry kembali dan mengetahui kabar itu sendiri."Wiley, katakan! Apa yang sebenarnya terjadi!" Nada suara Henry menjadi lebih tajam.Wiley mendesah kecil, dan terpaksa memberi tahu Henry apa yang diketahuinya.Henry tercekat ketika mendengar kabar nenek Miana meninggal dunia.Dia teringat hari ketika dia menelepon Miana dan menyuruhnya meminta maaf kepada Janice. Saat itu, Miana sudah mengatakan bahwa neneknya meninggal, tetapi apa yang dia katakan pada Miana?Dia mengatakan Miana berbohong!Beberapa hari ini Miana tidak meneleponnya, dan dia berpikir Miana sedang menghindarinya karena tidak mau meminta maaf kepada Janice.Dia benar-benar tidak pernah menyangka bahwa kebenarannya adalah nenek Miana telah meninggal dunia.Menghadapi masalah sebesar ini, Miana bahkan tidak meneleponnya untuk memberitahunya.Miana pasti sangat sedih.Itulah sebabnya Miana tidak ingin memberitahunya.Tidak mendengar suara di telepon, Wiley pun
Setelah berpikir sejenak, Henry memutuskan untuk menelepon Miana.Namun, yang terdengar hanya nada sibuk.Henry mengernyit, dan mencoba menelepon lagi.Hasilnya masih sama. Nada sibuk.Henry tiba-tiba tertawa sinis.'Miana, kamu memang nggak pernah mengecewakanku.''Bahkan sudah salah pun masih tetap merasa benar.'Karena nomornya telah diblokir, dia malas mencari Miana sekarang. Dia baru akan mencari perhitungan dengan Miana setelah pulang nanti.Pada saat ini, ponselnya tiba-tiba berdering.Henry refleks mengatup-ngatupkan bibirnya ketika melihat panggilan itu dari Eddy.'Wanita itu mengadu lagi pada Kakek?''Kakek menelepon pasti untuk memarahiku.'Setelah dicambuk waktu itu, dia tidak sempat mengobati lukanya karena kesibukan, sehingga lukanya terinfeksi. Selama dua hari terakhir, dia merasakan sakit yang luar biasa.Setelah beberapa saat, Henry baru menjawab panggilan itu, "Kakek, ada apa?""Henry, ke mana saja kamu beberapa hari ini? Kenapa nomor kamu selalu nggak bisa dihubungi?
"Baiklah, lakukan sesuai dengan yang Ibu atur." Farel tidak ingin membantah ibunya. Bagaimanapun, niat ibunya selalu untuk kebaikan Keluarga Ingra.Seperti yang ibunya katakan, mereka telah menikmati kehormatan Keluarga Ingra, jadi mereka harus mengorbankan kebahagiaan mereka.Meskipun mereka tidak ingin hidup seperti itu, mereka tidak bisa memilih di mana mereka dilahirkan"Kamu hubungi Nona Alisa dulu. Setelah semuanya sudah pasti kabari aku, aku akan membatalkan acara makan malam hari ini.""Oke!" Farel menutup telepon dan menyalakan rokok.Dalam kepulan asap, wajah wanita yang memesona itu terlihat sangat jelas.Setelah selesai merokok, wajah wanita itu juga menghilang.Farel tertawa kecil, lalu meminta asistennya untuk mencari nomor ponsel Alisa dan kemudian meneleponnya.Segera, suara wanita yang arogan terdengar, "Siapa ini!""Pasangan kencan butamu, Farel Ingra.""Ada perlu apa?" Nada bicaranya dingin.Farel mengangkat alisnya.'Sikap macam apa ini?''Meremehkanku?'"Kalau ngga
Melihat wajah Sherry tiba-tiba memerah, Farel menyipitkan matanya. Sebuah pemikiran terlintas di benaknya dan dia bertanya, "Sherry, apa yang sedang kamu pikirkan?"'Wanita ini pasti berpikir aku ingin melakukannya di sini, bukan?'Meskipun rumah sakit ini miliknya, dia tidak mungkin seberani itu.Namun, melakukannya di sini bisa memberikan sensasi ketegangan karena takut ketahuan.Pasti akan menjadi kenangan yang tidak terlupakan."Aku berpikir apakah malam ini pergi ke tempatmu atau ke rumahku!" Sherry sekarang langsung bisa berbohong tanpa perlu persiapan.Menurutnya, Farel mungkin juga tidak ingin mendengar dia mengatakan yang sebenarnya.Kejujuran itu menyakitkan ...."Aku membelikanmu sebuah rumah. Setelah urusanku selesai, aku akan membawamu ke sana." Farel sekarang sudah tidak marah lagi, nada bicaranya jauh lebih lembut."Bukankah aku sudah bilang nggak mau?" Sherry tidak menginginkan barang-barangnya, karena itu membuatnya merasa seperti menjual diri."Tempatmu terlalu kecil,
Melihat Farel pergi, Sherry diam-diam menghela napas lega dan berkata, "Giyan, aku akan segera kembali, kamu tunggulah Mia di sini!"Farel bukan orang yang sabar, dia pasti akan marah jika dibiarkan menunggu lama.Giyan mengangguk tanpa banyak bertanya.Dia tidak pernah ikut campur urusan orang lain.Sherry menatapnya dalam-dalam sebelum berbalik pergi.Tidak ada kemungkinan lagi antara dia dengan Giyan.Dia sebenarnya sudah menyerah sejak lama.Di koridor darurat, Farel bersandar di pagar sambil mengapitkan sebatang rokok di antara dua jarinya. Wajah tampannya samar-samar terlihat di balik asap yang diembuskannya.Sherry berdiri di depan pintu dan menatap Farel.Dia harus mengakui bahwa wajah Farel memang sungguh tampan.Pada saat ini, pandangan Farel beralih pada Sherry, alisnya agak terangkat dan dia bertanya, "Kenapa nggak ke sini? Takut aku memakanmu?"Sherry menarik kembali pandangannya dan berjalan pelan ke arahnya, hatinya gelisah.Melihat ekspresi Sherry, raut wajah Farel seke
Sherry terkejut dan segera menarik tangannya. Dia berbalik dan menatap mata pria itu yang penuh kemarahan.Mengingat beberapa hari ini dia tidak menjawab telepon pria itu, Sherry merasa sangat gelisah.'Dia nggak akan melakukan sesuatu padaku di sini, 'kan?''Giyan masih ada di sini ....'Melihat wajah Sherry begitu pucat, amarah di hati Farel seketika melonjak.'Kenapa dia takut seperti ini? Apakah aku begitu menakutkan?'Sherry dapat merasakan amarah yang terpancar dari Farel dan khawatir amarah itu akan meledak pada detik berikutnya. Dia segera menghampiri Farel dan berkata dengan suara yang terdengar sedikit manis, "Kenapa kamu ada di sini?""Ini rumah sakit keluargaku, aku datang untuk inspeksi, nggak boleh?" Nada bicara Farel sangat ketus, terlihat jelas dia sangat marah.Setelah ragu sejenak, Sherry dengan hati-hati menarik tangan Farel sambil berkata dengan suara pelan, "Malam ini aku akan masak, datanglah untuk makan bersamaku, oke?"Farel sebelumnya sudah memberikan instruksi