Share

Chapter 7

"Mood Bapak udah baikan?” sindir Purple seraya menutup rancangan gambar yang masih harus direvisi lagi. Morgan memilih bungkam.

Semilir angin berembus dari air conditioner yang mengarah ke tempat duduk mereka membuat suasana makin canggung dan kaku. Sesekali tercium wangi lavender dari pengharum ruangan yang tergantung pada alat pengatur suhu ruangan itu.

Melihat Morgan yang tetap bungkam, Purple memiringkan kepala, menatap lekat-lekat pria itu. Memerhatikan dengan saksama setiap sentuhan Tuhan pada makhluk yang sangat tampan itu. Semua masih sama seperti dulu. Mata almond yang membuat lawan bicaranya bertekuk lutut serasi dengan alis tebal di atasnya. Dan jika diperhatikan dalam-dalam, hidung buttonnya selalu menjadi bagian paling manis di antara bagian lainnya.

“Kenapa?” Purple menggeleng.

“Bibir Bapak seksi.”

Deg!

“Ehem ….” Sungguh sebuah kalimat di luar dugaan. Entah sejak kapan wanita yang dulu dikenal kalem jadi sevulgar ini. Apa karena dia sudah menikah jadi bebas bicara hal-hal seperti itu tanpa memikirkan lawan bicaranya? Morgan coba merilekskan diri dengan melonggarkan dasinya dan menatap ke arah lain.

“Bapak marah sama saya? Kalau memang pekerjaan saya kurang memuaskan, Bapak bisa ….”

“Bukan soal pekerjaan.”

“Lantas?”

“Saya cuma nggak suka pembohong.”

“Pembohong? Saya? Memang saya bohong soal apa? Jika Bapak tanya semua hal tentang saya bahkan jika itu hal pribadi, saya akan menjawabnya dengan jujur, kok.”

“Padahal tanpa kamu memalsukan status aku udah tahu kamu sudah menikah. Buat apa di CV kamu tulis masih single?”

“Maksudnya?”

“Kalau memang sudah menikah bilang menikah gak usah….”

Drrtt … drrtt … drrrtt. Morgan merogoh kantong jas tempat dia meletakkan ponselnya yang baru saja bergetar.

“Bos …. Laporan dari tim lapangan bilang kalau bu Purple belum pernah menikah sekalipun, baik itu pernikahan sah atau pernikahan siri. Perjodohan pernikahan sebelumnya batal karena bu Purple kabur pas hari-H.” Morgan melotot tak percaya membaca pesan Alfa lalu menatap wanita di sampingnya. Jadi dia gagal menikah? Artinya dia ….  Wajah yang sejak tadi muram berubah sumringah tanpa Purple tahu apa yang sedang dipikirkan pria itu.

“Menikah? Ah … Kamu masih berpikir bahwa aku ninggalin kamu demi duda kaya itu? Kalau memang gak percaya ucapanku kamu bisa lihat KTP ku. Nih!” Purple menunjukkan foto KTP yang dia simpan di galeri gawainya.

“Bisa aja, kan kalian nikah siri jadi nggak terdaftar di KUA.”

“Astaga …. Ayo kita ketemu sama duda itu buat mastiin.” Purple menarik tangan Morgan agar pria itu berdiri.

“Dia aja udah punya istri baru abis nggak bisa nikah sama aku. Gimana aku bisa nikah siri sama dia? Emang aku semenyedihkan itu hingga mengemis status istri pada seorang duda?” Purple kembali duduk tanpa melepaskan genggaman tangannya pada Morgan.

“Aku mesti gimana biar kamu percaya? Hmmm?” Purple mengeratkan genggaman tangannya seraya berkata,“Kamu tuh cinta terakhirku. Aku nggak bisa jatuh cinta sama pria lain lagi. Dan kamu tahu selama 5 tahun ini aku terus menunggu kamu yang tanpa kabar seperti orang gila.”

“Andai saja kamu tahu kalau aku sangat senang bisa bekerja di sini dan lihat kamu setiap hari. Walau aku bertindak seperti orang gila yang mengemis cinta, semua akan aku lakukan agar kamu maafin aku. Rasa bersalah itu menghantui hidupku. Aku sampai berpikir mungkin aku akan jadi perawan tua karena nggak bisa menikah sama pria lain. Cintaku sudah habis di kamu, Morgan ….” Tes. Cairan bening tak terasa mengalir di pipinya.

Melihat kesedihan wanita di hadapannya, Morgan mengangkat tangan kirinya, bermaksud mengelus rambut wanita mungil itu. Namun, dia urungkan saat mengingat kembali kejadian semalam yang membuatnya jadi alcoholic lagi. Jika memang dia belum bersuami lantas pria itu siapa? Bohong sekali nggak bisa jatuh cinta lagi tapi bisa boncengan mesra sama pria lain. Tangan Morgan mengepal. Hatinya kembali memanas.

“Sudah terlambat. Kamu tadi dengar sendiri saat kekasihku menelepon. Dia merindukanku dan akan segera ke Indonesia.”

“Begitu, ya ….” Purple melepaskan genggaman tangannya, lalu meraih tissue di atas meja.

“Ternyata sudah sangat terlambat.” Srot.

“Memang waktu 5 tahun bukanlah sebentar. Kita tak berkabar sama sekali dan tiba-tiba aku muncul kembali seperti ini. Pasti kamu merasa tak nyaman. Jika kamu memang tak nyaman bekerja denganku aku bisa merekomendasikan arsitektur lain yang pekerjaannya hampir sama denganku. Dia …”

“Gak perlu. Saya profesional dalam bekerja, tak melibatkan perasaan pribadi, atau masa lalu.”

“Kamu mungkin bisa, tapi aku gak bisa. Jika memang tak ada harapan lagi aku ingin segera menutup kisah lama kita dan melanjutkan hidupku sendiri. Lagipula aku sudah melihatmu hidup dengan baik. Tak ada lagi yang perlu aku cemaskan. Besok aku akan serah terima pada ….”

“Katanya takut jadi perawan tua, tapi begini aja udah nyerah,” gumam Morgan.

“Apa? Apa kamu bilang?” Purple yang semula sudah berdiri kembali duduk mendengar komentar Morgan yang menyakitkan itu.

“Segini aja katamu? Udah 5 tahun aku nunggu terus sekarang kamu udah punya pasangan lain, terus aku mesti gimana? Jadi orang ketiga dalam hubungan kalian?”

“Nunggu 5 tahun? Gak bisa nikah sama pria lain? Bullshit!” Morgan berjalan menuju mejanya kembali, mengabaikan keberadaan Purple yang juga sama sedang marah.

“Tunggu! Jelasin dulu maksud kamu apa? Aku udah bilang kan kalau aku nggak jadi nikah sama duda itu.”

“Iya kamu emang nggak jadi nikah sama dia, tapi kamu bisa mesra-mesraan dengan pria lain lagi. Itu yang kamu bilang setia? Kamu di sini genit padaku lalu di luar kamu mesra sama pria lain.”

“Siapa, sih yang kamu maksud? Memang aku mesra sama siapa? Kamu lihat aku di mana? Sama siapa?”

“Mana aku tahu dia siapa? Yang jelas pria kaya yang punya motor gede dan rela hujan-hujanan demi jemput pacarnya yang kedinginan di pinggir jalan.” Morgan kembali duduk di bangkunya, sementara Purple masih terus berpikir siapa yang pria itu maksud.

Ah, aku inget sekarang. Rudra kalau aja lo tahu pertengkaran panjang ini cuma gara-gara lo, lo pasti bakal ketawa puas. Emang kemarin gue ada peluk-peluk dia pas bonceng? Perasaan gak, deh. Emang keliatan mesra? Mesra darimananya? Kita aja berantem terus udah kaya anjing sama kucing, emang di mata orang kayak gitu keliatan mesra?

Dan pria ini juga kenapa lucu sekali, marah tanpa mau dengar penjelasan lebih dulu. Tadi dia bilang udah punya cewek lain, tapi masih cemburu lihat aku sama Rudra. Aku jadi ragu yang kemarin telepon itu beneran ceweknya atau bukan. Aku tahu sekali dia bukan tipe pria yang suka menduakan. Jika sudah mencintai satu wanita dia tak akan tarik ulur apalagi sampai marah-marah hanya persoalan aku dibonceng pria.

Ternyata kamu mau tahu seberapa keras usahaku untuk mendapatkanmu kembali? Oke, lihat saja sejauh mana kamu bisa bertahan dengan semua godaanku. Purple tersenyum jahat seraya menatap Morgan yang pura-pura bekerja.

Dara Mahveen

Gemes ya sama pasangan ini apalagi Morgan kalau lagi cemburu begitu, bikin gregetan.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status