Cuma soal nama panggilan pun jadi masalah. Morgan ... cemburumu itu kadang di luar batas kewajaran.
Suasana di dalam mobil begitu hening hingga membuat kedua orang yang baru selesai mengisi perut di sebuah restoran seafood itu merasa canggung. Tak ada topik yang bisa dijadikan bahan obrolan.“Kapan kekasihmu akan ke Indonesia?” Morgan mengangkat bahunya.“Kalian gak ada niat buat putus?” Hampir saja Morgan menginjak pedal rem mendadak mendengar pertanyaan mengejutkan itu. Benar-benar gadis random yang tak bisa ditebak isi pikirannya sama sekali. Dia pikir dengan berpura-pura memiliki pacar, gadis di sampingnya ini akan berhenti menggodanya dan cemburu, ternyata pemikirannya justru sebaliknya.“LDR itu berat, lho. Mending cari yang lain aja, yang sudah teruji kesetiaannya. Nanti kalau di sana dia selingkuh juga gimana? Kamu gak takut?”“Mana mungkin keponakanku yang masih balita itu bisa selingkuh?” batin Morgan menahan tawa.“Aku lebih takut pada wanita yang sudah kudampingi bertahun-tahun tiba-tiba berkhianat dan akan menikah dengan pria lain.”Purple merapatkan bibirnya, sebelum a
“Al, reschedule meeting dengan supplier kopi di Lampung. Kalau bisa besok.” Instruksi bosnya saat jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam. Entah ada apa dengan atasannya itu, tapi sejak bersua kembali dengan mantan pacarnya yang bikin gagal move on, mood-nya naik turun tak menentu. Seperti wanita yang lagi PMS.Padahal kemarin saat dirinya mengajukan jadwal pertemuan dengan supplier lebih cepat dengan tegas bosnya itu menolak karena berbagai alasan. Sekarang tiba-tiba memberikan perintah yang tak masuk akal. Ingin sekali rasanya berteriak jika tak ingat sudah tengah malam.Dia kembali meraih telepon genggam yang tadi sempat dilemparkan ke tilam sebagai pelampiasan rasa kesalnya. Membuka aplikasi chat lalu mengetikkan sebuah nama yang beberapa hari lalu dia hubungi untuk mengatur ulang jadwal pertemuan dengan bosnya. Saat menemukan kontak wanita itu dan masih berstatus online, Alfa merasa Tuhan menyelamatkan dirinya dari teriakan maut bosnya besok pagi andai reschedule gagal.“Malam Ibu
Morgan agak kecewa saat mengetahui jika wanita yang dirindukannya ternyata hari ini tidak datang ke kantor. Padahal dia sudah berangkat lebih awal daripada biasanya agar bisa bertemu dengannya. Kantor yang terasa lebih hangat dengan kehadiran wanita itu jadi terasa sepi dan asing. Ah, mood-ku jadi berantakan, batinnya seraya menatap ke arah meja Purple yang tak berpenghuni.Demi mengembalikan mood-nya yang buruk, dia berdiri di dekat jendela. Menatap mentari yang malu-malu menampakkan diri dari ufuk timur. Dan saat menatap ke bawah terlihat rumah penduduk yang lebih padat dibanding 5 tahun yang lalu. Satu persatu warga mulai memerlihatkan aktivitas hariannya.Merasa cukup dengan kegiatan bersantai itu Morgan kembali ke tempat duduknya. Membuka salah satu tumpukan dokumen di atas meja dengan malas. Padahal baru sehari ditinggal pergi, tapi tumpukan itu sudah bertambah lagi dan lagi, seakan tak ada habisnya. Dia akan fokus menyelesaikan semua dokumen itu agar bisa melupakan wanita mungil
Sudah 10 menit berlalu dan Purple belum merasa jemu menatap paras tampan pria yang duduk di sampingnya. Sesekali pria yang sibuk dengan kemudinya itu menoleh ke arahnya sebentar lalu fokus lagi ke depan. Tak ada niatan sedikit pun untuk melepas genggaman tangan sejak keduanya memasuki sedan putih itu.“Why?” tanya Morgan penasaran. Purple menggeleng sambil tersenyum.“Aku sangat bahagia sampai bingung bagaimana harus mengekspresikannya.” Morgan tersenyum mendengar pengakuan jujur wanita itu. Keduanya memutuskan pulang bersama setelah memastikan perasaan masing-masing kembali seperti dulu.“Kalau udah mutusin buat ugal-ugalan, kamu harus bertanggung jawab sampai akhir, lho.”Purple kembali tersenyum lalu menjawab, “Siap, Bos.” Dilanjutkan dengan mengecup punggung tangan pria yang mengenggam erat jarinya. Sikap manis yang membuat jantung Morgan jadi tak karuan.“Aku lagi nyetir, Sayang….”“Iya tahu, kok. Terus kenapa?”“Kalau kamu godain aku terus bisa-bisa tujuan kita bukan pulang ke ru
Morgan menghentikan tangannya yang tengah menandatangani sebuah laporan saat melihat Dilan menyambangi meja wanita yang semalam sudah dipatenkan menjadi miliknya. Tanpa sadar dia memindahkan pulpen di tangannya ke atas bibir seraya memutar roda bangkunya. Mata almond-nya mengamati dengan saksama apa yang tengah dilakukan salah satu karyawan juniornya itu.Penasaran apa yang Purple terima dari pria itu, Morgan bergegas keluar ruangan. menuju meja kerja wanita itu.Tok … tok.Purple mendongakkan kepala saat mendengar ketukan di mejanya.“Ya …, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” Pertanyaan itu nyaris lewat begitu saja karena perhatian pria itu justru tertuju pada kue lapis dan satu cangkir kopi susu di atas meja yang didatanginya.“Pak?”“Ehem …. Saya ingin tahu update perkembangan renovasi kantor lama sampai mana.”“Baik, Pak, saya akan segera ke ruangan Bapak
Sebuah mobil sedan putih pabrikan Jepang mendarat perlahan di sebuah gedung perkantoran berlantai 5. Tak lama berselang, turun seorang pria berwajah oriental dilengkapi kacamata bulat. Pria itu bergegas menuju bangku penumpang untuk membukakan pintu.Sepatu mengkilat yang pertama kali ditampakkan, membuat para petinggi yang menunggu di lobi pun penasaran. Seperti tak percaya bahwa atasan baru mereka ternyata pria muda tiga puluh tahunan. Walau masih muda, vibes bos-nya sudah terlihat.Saat memasuki lobby, langkah pria itu kembali terhenti."Ini serius kantor?" Pria itu menoleh ke pria berkacamata yang berdiri di sampingnya."Bapak hanya menugaskan saya untuk mengakuisisi perusahaan yang akan bangkrut dengan melihat prospek ke depannya." Pria itu tak mau kalah menjawab pertanyaan dari atasannya."Tapi bukan berarti bangunan tua kaya begini, kan? Kamu lihat itu?” Pria itu menunjuk sudut ruangan.“Dinding retak di mana-mana, plafon yang hampir jatuh, lantai yang tampak kusam, debu berteb
“Selamat pagi…,” sapa Purpleramah pada beberapa karyawan kantor yang melintas.“Dia udah sarapan?” Alfa yang sejak tadi berdiri di depan bosnya dan melihat kelakuan kekanakan itu segera tanggap jika yang ditanyakan adalah wanita yang sejak tadi jadi pusat perhatian atasannya itu.“Tampaknya beliau berangkat tergesa-gesa, mungkin belum sempat sarapan. Tadi saya tidak menanyakannya.”Bosnya diam sejenak, lalu berkata: “Tolong belikan sandwich dan susu hangat masing-masing 2 buah. Tapi jangan bilang….”“Dari, Bos?” tebak Alfa. Dibalas dengan lirikan tajam lelaki yang hari ini wajahnya tampak ceria.“2 aja, Bos, bukan 3?” Morgan acuh tak acuh.“Saya lapar juga Bos, belum sarapan….” Dengan tampang memelas dia memegangi perutnya yang tampak rata.“Huh…” Morgan mendengus, pura-pura kesal dengan tingkah sekretarisnya itu.“Ya udah, sana beli.”“Siap.... Makasih, Bos.” Alfa segera meninggalkan ruangan, lalu bergegas menuju salah satu franchise Korea yang menjual sandwich. Pria yang ditinggalka
“Kakak …. Aku pulang dulu, ya.” Pamit Jihan-salah satu karyawati yang ceria dan humoris saat melintas di samping meja Purple. Wanita itu membalasnya dengan senyuman manis. “Iya, bye….”“Kerjaan Ibu masih banyak?” tanya Dilan-karyawan junior di tim marketing. Purple mengangguk lemas. Melihat wanita itu udah kehabisan tenaga, Dilan berinisiatif menawarkan bantuan agar pekerjaannya cepat selesai dan bisa pulang bareng.“Hmmm … nggak usah. Kamu bisa pulang duluan.”“Beneran nggak apa saya tinggal pulang? Atau saya temani Ibu aja, ya, saya juga nggak buru-buru, kok.” Dilan masih bersikeras tak enak mau pulang lebih dulu.“Serius nggak usah Dilan, saya malah nggak bisa fokus kerja kalau ditungguin.” Purple melempar senyum kecil.“Lagipula masih ada pak Alfa dan bosnya di sana.” Kepalanya mengarah ke ruangan yang masih menyala. Akhirnya Dilan menyerah. Dia pulang terlebih dulu. Namun sebelum pulang dia membelikan minuman cokelat hangat untuk menemani Purple bekerja agar tidak mengantuk.Puk