“Al, reschedule meeting dengan supplier kopi di Lampung. Kalau bisa besok.” Instruksi bosnya saat jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam. Entah ada apa dengan atasannya itu, tapi sejak bersua kembali dengan mantan pacarnya yang bikin gagal move on, mood-nya naik turun tak menentu. Seperti wanita yang lagi PMS.Padahal kemarin saat dirinya mengajukan jadwal pertemuan dengan supplier lebih cepat dengan tegas bosnya itu menolak karena berbagai alasan. Sekarang tiba-tiba memberikan perintah yang tak masuk akal. Ingin sekali rasanya berteriak jika tak ingat sudah tengah malam.Dia kembali meraih telepon genggam yang tadi sempat dilemparkan ke tilam sebagai pelampiasan rasa kesalnya. Membuka aplikasi chat lalu mengetikkan sebuah nama yang beberapa hari lalu dia hubungi untuk mengatur ulang jadwal pertemuan dengan bosnya. Saat menemukan kontak wanita itu dan masih berstatus online, Alfa merasa Tuhan menyelamatkan dirinya dari teriakan maut bosnya besok pagi andai reschedule gagal.“Malam Ibu
Morgan agak kecewa saat mengetahui jika wanita yang dirindukannya ternyata hari ini tidak datang ke kantor. Padahal dia sudah berangkat lebih awal daripada biasanya agar bisa bertemu dengannya. Kantor yang terasa lebih hangat dengan kehadiran wanita itu jadi terasa sepi dan asing. Ah, mood-ku jadi berantakan, batinnya seraya menatap ke arah meja Purple yang tak berpenghuni.Demi mengembalikan mood-nya yang buruk, dia berdiri di dekat jendela. Menatap mentari yang malu-malu menampakkan diri dari ufuk timur. Dan saat menatap ke bawah terlihat rumah penduduk yang lebih padat dibanding 5 tahun yang lalu. Satu persatu warga mulai memerlihatkan aktivitas hariannya.Merasa cukup dengan kegiatan bersantai itu Morgan kembali ke tempat duduknya. Membuka salah satu tumpukan dokumen di atas meja dengan malas. Padahal baru sehari ditinggal pergi, tapi tumpukan itu sudah bertambah lagi dan lagi, seakan tak ada habisnya. Dia akan fokus menyelesaikan semua dokumen itu agar bisa melupakan wanita mungil
Sudah 10 menit berlalu dan Purple belum merasa jemu menatap paras tampan pria yang duduk di sampingnya. Sesekali pria yang sibuk dengan kemudinya itu menoleh ke arahnya sebentar lalu fokus lagi ke depan. Tak ada niatan sedikit pun untuk melepas genggaman tangan sejak keduanya memasuki sedan putih itu.“Why?” tanya Morgan penasaran. Purple menggeleng sambil tersenyum.“Aku sangat bahagia sampai bingung bagaimana harus mengekspresikannya.” Morgan tersenyum mendengar pengakuan jujur wanita itu. Keduanya memutuskan pulang bersama setelah memastikan perasaan masing-masing kembali seperti dulu.“Kalau udah mutusin buat ugal-ugalan, kamu harus bertanggung jawab sampai akhir, lho.”Purple kembali tersenyum lalu menjawab, “Siap, Bos.” Dilanjutkan dengan mengecup punggung tangan pria yang mengenggam erat jarinya. Sikap manis yang membuat jantung Morgan jadi tak karuan.“Aku lagi nyetir, Sayang….”“Iya tahu, kok. Terus kenapa?”“Kalau kamu godain aku terus bisa-bisa tujuan kita bukan pulang ke ru
Morgan menghentikan tangannya yang tengah menandatangani sebuah laporan saat melihat Dilan menyambangi meja wanita yang semalam sudah dipatenkan menjadi miliknya. Tanpa sadar dia memindahkan pulpen di tangannya ke atas bibir seraya memutar roda bangkunya. Mata almond-nya mengamati dengan saksama apa yang tengah dilakukan salah satu karyawan juniornya itu.Penasaran apa yang Purple terima dari pria itu, Morgan bergegas keluar ruangan. menuju meja kerja wanita itu.Tok … tok.Purple mendongakkan kepala saat mendengar ketukan di mejanya.“Ya …, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” Pertanyaan itu nyaris lewat begitu saja karena perhatian pria itu justru tertuju pada kue lapis dan satu cangkir kopi susu di atas meja yang didatanginya.“Pak?”“Ehem …. Saya ingin tahu update perkembangan renovasi kantor lama sampai mana.”“Baik, Pak, saya akan segera ke ruangan Bapak
“Good morning, Sayang …,” sapa Morgan pada Purple yang baru saja menaiki mobilnya.Udara dingin di pagi hari sehabis hujan tak menyurutkan niat pria dari masa lalunya itu untuk menjalankan keinginan menjemput pacarnya dan berangkat kerja bareng.“Morning ….” Purple tersenyum.“Mana?” tanya Morgan.“Apanya?” Morgan menjawabnya dengan jemari telunjuk yang diarahkan ke pipinya sendiri. Purple mendengus. Tak habis pikir pagi-pagi sudah meminta absen kehadiran dengan kecupan.Saat Purple ingin mengecup pipinya, Morgan justru menoleh hingga membuat tempat mendarat bibir Purple berubah tempat jadi ke bibir pria itu. Purple agak terkejut untuk sesaat dan kembali tenang berkat senyuman yang mengembang di wajah tampan pacarnya.Mobil sedan putih itu melaju pelan meninggalkan gang rumah Purple yang masih terlihat sepi. Keempat roda yang terpasang pada kuda besi itu menyapu
Drrtt … drrtt … drrtt.Getar yang berasal dari gawai hitam akhirnya berhasil menghentikan Morgan dari tindakan agresifnya menciumi Purple. Agak disayangkan, namun dia juga tak bisa mengabaikan telepon yang berhubungan dengan pekerjaan. Sambil mengangkat telepon tangan kirinya mengenggam tangan Purple.“Iya, Al.”“Bos, maaf ganggu. Ada kabar penting, PT. Aserloka membatalkan pesanannya padahal saat ini proses produksi sedang berlangsung.”“Atur meeting segera.”“Udah, Bos. Mereka duluan yang minta bertemu. Tapi maunya meeting sekarang di resto Yummy dekat kantor.”“Oke. Aku ke sana segera. Kamu bawa kontrak yang sudah mereka tanda tangani dan dokumen pendukung lainnya.”“Baik, Bos.”Tut“Sayang …. Kayanya kita ngak bisa makan bareng. Maaf, ya,” ucap Morgan tulus. Purple membalasnya dengan senyuman sam
“Belum selesai?” Kedatangan Morgan membuat Purple membalikkan badan.“Bentar lagi.” Morgan berjalan menghampiri Purple yang terlihat sedang memilih warna cat dinding pada sebuah buku katalog.“Mbak boleh minta buku katalog lagi?” tanya Morgan pada salah satu karyawan toko yang tampak sumringah dengan kedatangan pria tampan ke toko mereka. Hal yang jarang terjadi mengingat biasanya yang datang adalah bapak-bapak paruh baya.“Ada, Pak.” Karyawan yang memakai kerudung hitam mengambilkan satu lagi buku katalog lalu memberikannya pada Morgan. Netra perempuan itu tak dapat menyembunyikan rasa kagum atas ketampanan paras pembelinya yang membalas uluran tangannya dengan ucapan terima kasih.“Boleh saya bawa pulang?” Wanita itu mengangguk tanpa mengedipkan mata.“Tolong antarkan semua barang yang sudah dibeli wanita ini ke alamat berikut beserta tagihannya.”“Baik, Pak.&rdq
Butuh waktu sekitar 20 menit sampai Purple selesai menghitung material yang datang. Dibantu mandor dan beberapa pekerja lainnya. Sementara Morgan memilih duduk di sebuah bangku kayu yang ada di bawah pohon. Menikmati angin sepoi di tengah teriknya matahari serta memerhatikan dengan saksama kekasihnya yang sedang bekerja dengan serius. Tatapan matanya yang penuh dengan kehangatan dan kadang disertai senyum kecil di bibirnya sangat jelas menunjukkan bagaimana perasaan pria itu terhadap Purple. Siapa pun yang melihat tatapan itu bisa menebak jika pria itu sedang tergila-gila dengan wanita yang selama ini dikenal sebagai arsiteknya.“Ayo masuk, di sini panas,” ajak Purple saat menghampiri Morgan.“Udah selesai?” tanya Morgan. Purple menjawabnya dengan anggukan.Morgan bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Purple menuju ke ruangan yang tadi ditinggalkan. Belum jauh dia melangkah terjadi peristiwa yang sangat tidak terduga.&ldquo
Selangor, Malaysia – 09.00 pagi“Sial!” umpat Morgan setelah mematikan sambungan telepon dari sang kekasih. Walau tadi dia berusaha tenang dan menyembunyikan rasa cemburunya tetap saja dia merasa was-was jika sudah menyangkut sahabat kecil dari kekasihnya itu.Alfa yang berdiri di sampingnya tak berani menanyakan apa yang tengah membuat bosnya mendadak kesal saat meeting akan dimulai beberapa menit lagi.“Al, kita usahakan meeting ini selesai secepat mungkin. Ga usah terlalu banyak basa-basi. Jika pihak mereka banyak permintaan kita cari investor lain.“Baik, Pak.”Ting.Bersamaan dengan itu pintu lift terbuka, keduanya menuju ruangan ujung sebelah kanan, tempat berlangsungnya meeting yang akan menguras banyak waktu.Samarinda, IndonesiaSaat Purple akan membuka pintu mobil hitam yang mengantarkannya sampai depan rumah, Rudra bertanya, “Akankah hubungan kita berubah?”“Kalau udah tahu hubungan kita gak akan sama seperti dulu lagi, bukankah sebaiknya gue ngak perlu tahu gimana perasaan
Chapter 26Tin … tinSuara klakson dari sebuah mobil hitam yang terasa sangat familiar menarik perhatian Purple yang tengah berdiri di pinggir jalan menunggu taksi dengan tangan menenteng sebuah koper. Dia akhirnya memilih pulang sendiri karena Alfa hari ini sakit dan pacarnya mendadak harus ke Malaysia untuk negoisasi harga dengan customer barunya.“Masuk,” perintah laki-laki dari dalam mobil setelah kaca bagian penumpang terbuka. Sebelum memutuskan untuk mengikuti perintah laki-laki itu, Purple mengangkat kopernya. Sebagai kode minta tolong agar supir ganteng itu mau menaruh kopernya di bagasi. Begitu sang supir keluar dari mobil dan mengambil alih koper dari tangan Purple, sang pemilik justru dengan santainya masuk ke dalam mobil.“Lo habis dari mana?” tanya Purple seraya memakai sabuk pengamannya.“Abis service monitorku rusak.”“Oh ….” Setelah mengucapkan sepatah kata itu Purple menyandarkan kepalanya dan perlahan menutup mata.“Lo habis dari mana? Berhari-hari ngak bisa dihubungi
Chapter 25Lebih baik dari perkiraan, ternyata tak sampai seminggu luka Morgan sudah mengering. Lima hari berlalu begitu saja tanpa terasa. Seperti sebelumnya, Purple tetap tekun dengan pekerjaannya. Sama sekali tak goyah dengan rengekan Morgan tiap kali wanita itu ingin berangkat kerja. Dan entah disengaja atau memang benar sibuk, Purple selalu pulang malam. Itulah yang ada di pikiran Morgan tiap kali pacarnya pulang jam 19.00 WITA.Aktivitasnya yang begitu padat membuat rumah Morgan hanya jadi tempat persinggahan untuk tidur. Tiap selesai memberikan obat dan mengganti perban, mereka mengobrol ringan. Kadang Purple tertidur saat obrolan mereka belum berakhir. Dan seperti biasa Morgan hanya dapat menahan hasratnya selama beberapa hari itu dengan amat tersiksa. Apalagi saat wanita itu tertidur di bahunya dengan hanya mengenakan tank top dibalut outer tipis. Outer berbahan satin yang kadang terbuka tanpa sengaja seakan terus mengejek dirinya ya
Chapter 24Selepas kepergian Desi yang berhasil membuat mood-nya berantakan, Purple membereskan sisa sarapan yang baru dia makan setengah. Dia buang sisanya karena nafsu makannya hilang seketika. Menutup jatah sarapan Morgan dengan tudung saji di atas meja makan, lalu pergi ke kamar mandi.30 menit kemudianKeluar dari kamar mandi Purple merapikan sedikit bagian dapur yang berantakan. Membuang sampah yang berserakan di meja, menaruh beberapa makanan dan minuman ke dalam kulkas, terakhir dia manyapu dan mengepel lantai agar terlihat bersih. Kemudian menuju kamar tidur mengambil shoulder bag-nya. Mengeluarkan beberapa buah peralatan make up yang akan dia gunakan untuk merias diri.Merasa penampilannya sudah sempurna dengan baju kasualnya, Purple menghampiri Morgan yang masih tertidur. Mengecup kening pria itu sambil berkata, “Aku berangkat kerja, ya.” Diikuti senyuman tipis di bibirnya yang berwarna peach.
Samarinda-Sinar baskara yang menerobos gorden putih di kamar tidur Morgan membuat mata Purple terasa silau. Dia mengerjap untuk sesaat. Berusaha menyadarkan diri bahwa ini adalah kali pertama dia tidur di rumah seorang pria yang bahkan tidak pernah terpikir sedikit pun mereka akan bertemu lagi setelah sekian lama. Sebuah takdir yang sulit dipercaya. Di tengah keputus asaannya dulu mencari cinta yang hilang ternyata Tuhan sudah mengatur waktu yang paling tepat bagi mereka untuk bertemu kembali. Entah takdir atau kebetulan, dia tetap merasa bersyukur.Purple memiringkan badannya ke kanan. Mengamati dengan saksama durja rupawan seorang pria yang menemaninya tidur semalam. Setiap pahatan indah dalam diri pria itu seakan tak memiliki cela di dalamnya. Dalam tuturnya yang lembut dan setiap perlakuan terhadap dirinya penuh dengan perhatian serta pertimbangan. Agar tak menyakiti atau melukai. Menggambarkan dengan jelas perasaan takut kehilangan dan ditinggalkan seperti dulu.S
Ruangan yang semula dipenuhi suara erangan Purple mendadak berubah hening karena kepergian dua manusia itu ke tempat yang berbeda. Purple memutuskan untuk membersihkan diri, sementara Morgan memilih untuk menahan gairah yang tadi sempat membara dengan menyulut sebatang tembakau di teras rumah. Hanya itu satu-satunya pelarian yang tersisa mengingat dia sudah bertekad untuk tak menjadi pecandu alkohol lagi dan hidup lebih baik demi wanita yang dicintainya.“Kenapa merokok? Kondisimu kan lagi ngak baik.” Suara lembut wanita yang muncul di belakangnya membuat Morgan kaget. Buru-buru dia membuang rokok yang baru terisap setengah itu dengan asal, lalu menyeka bibirnya agar tidak terlalu bau.“Apa ada hal buruk sampai kamu merokok lagi?” Morgan menggeleng.“Aku hanya sedang melampiaskan hasrat yang tak tersalurkan. Kamu tahu, kan aku ini pria dewasa dengan usia yang tepat untuk menyalurkan hasrat.”Deg!Purple tahu betu
Peringatan: Konten ini mengandung adegan dewasa, seperti pakaian minim, konsumsi minuman keras, rokok, adegan intim, adegan lainnya yang tidak sesuai untuk pembaca di bawah umur. Bagi pembaca di bawah umur, atau tidak nyaman dengan hal tersebut, tidak dianjurkan untuk membacanya.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA. Langit yang semula terang perlahan meredup. Diiringi matahari yang berangsur membenamkan diri. Usai membantu Morgan merapikan diri, Purple kembali ke dapur. Memanasi sisa sayur tadi siang yang masih banyak, lalu memasukkan baju-baju kotor ke keranjang di samping mesin cuci.“Sayurnya udah kupanasin, nanti kalau mau makan tinggal ambil aja.”“Memang kamu mau pergi ke mana?”“Aku mau beresin barang-barangku dulu, besok pagi baru ke sini lagi.”Raut wajah Morgan terlihat tak senang mendengar pernyataan kekasihnya.“Aduh …,” teriak Morgan tiba-tib
Belum puas dengan ciuman yang berlangsung hampir 20 menit, Morgan dengan terpaksa mengakhirinya.“Jika aku tak berhenti sekarang mungkin akan terjadi hal di luar batas kendaliku. Sebab aku sudah tak bisa menahannya lebih lama lagi. Apa kamu tetap ingin meneruskannya?”Purple terlihat kebingungan dan terdiam untuk beberapa saat, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menggeleng. Morgan justru tersenyum melihat reaksi Purple yang tampak malu-malu.“Aku tahu kamu akan menolak, maka dari itu aku menanyakannya terlebih dulu. Karena aku sangat menghormatimu, jadi aku tak akan melakukan hal-hal yang nantinya akan membuatmu membenciku. Terima kasih sudah membantuku keramas.” Purple mengangguk. Entah kenapa dia berubah jadi lebih kalem.“Ka…mu ngak ma…rah?”“Marah? Ngak, tuh. Marah kenapa?”“Karena aku ….”“Justru aneh kalau kamu mau melakukannya sekarang seba
Selesai memasak bersama keduanya duduk di ruang makan. Satu persatu Purple meletakkan makanannya di atas kenap. Sementara Morgan tak sabar ingin menyantap makanan yang dibuat Purple seraya memegangi sendok dan garpu di kedua sakalnya. Terakhir, tak lupa Purple mengambil air mineral dingin beserta dengan dua buah gelas untuk mereka minum.Usai berdoa, kedua serempak berucap, “selamat makan.”Piring yang berisi tumpukan nasi mulai dihiasi dengan lauk pauk dan sayur yang baru saja matang. Purple memutuskan memasak baby buncis bumbu bawang putih dan ayam goreng terasi.“Hmmm ….”“Gimana rasanya? Enak ga?” Morgan tak bisa menjawab pertanyaan Purple karena mulutnya dipenuhi makanan. Dia hanya bisa memberikan isyarat dengan mengacungkan jempol.“Khas Purple sekali. Aku kangen banget masakanmu.” Pernyataan Morgan itu entah mengapa membuat Purple merasa terharu.“Makan yang banyak,