Tin … tin … tin …
Klakson dibunyikan beberapa kali oleh Malvin agar Charlotte segera minggir. Apalagi di belakang Malvin juga sudah berisik suara klakson dari kendaraan yang lainnya.Bukannya berdiri dan minggir, Charlotte justru pingsan. Ia tidak mampu lagi menahan sakit dikepalanya. Mengetahui hal itu, Malvin segera turun dari mobilnya dan menggendong Charlotte untuk masuk ke mobilnya."Sial, ada-ada saja kejadian seperti ini!" umpat Malvin sambil menggendong Charlotte.Walau bagaimanapun, tadi Malvin hampir saja menabrak wanita itu. Ia tidak mau dianggap sebagai penabrak lari yang tidak bertanggung jawab oleh orang-orang yang lewat di jalanan tadi. Untuk itu, ia lebih memilih membawa Charlotte.Malvin kembali mengendarai mobilnya saat tubuh Charlotte telah ditidurkan di kursi penumpang mobil sport warna merah itu. Mobil-mobil lain yang sejak tadi antre di belakang mobil Malvin akhirnya bisa kembali berjalan juga.Situasi sudah jalanan kembali normal seperti semula. Untungnya tidak sampai ada polisi yang datang ke tempat kejadian sehingga membuat situasi semakin sulit.Diperjalanan Malvin melihat kursi penumpang di belakang. Di situ masih ada Charlotte yang tergeletak tak sadarkan diri. Malvin bingung sendiri.Malvin kembali melirik ke kaca spion dalam mobilnya untuk melihat Charlotte. Wanita itu masih terlelap dan belum sadar dari pingsannya. Malvin menggelengkan kepalanya, tidak percaya dengan yang dialaminya malam ini."Malam ini aku benar-benar sial. Bisa-bisanya aku membawa wanita yang tidak aku kenal seperti ini." Malvin terus saja bermonolog dengan dirinya sendiri. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana.Mobil Malvin terus melaju membelah jalanan kota yang masih ramai. Banyak kendaraan berlalu-lalang dengan kesibukannya masing-masing. Gemerlap lampu kota terlihat sangat indah menghiasi tepi-tepi jalanan.Ciiiit …Terdengar suara mobil Malvin di rem saat memasuki parkiran apartemen. Ya, ia terlalu terburu-buru dan melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Jadi, saat sampai pada tujuannya, mobilnya terkesan direm mendadak dan mengeluarkan bunyi yang cukup keras."Untung parkirannya sepi," gumam Malvin.Ia segera menggendong tubuh Charlotte dan membawanya menuju apartemennya."Uh … Berat juga tubuh wanita ini," keluh Malvin.Meski begitu ia tetap menggendongnya hingga sampai pada tujuan. Ia tampak kesusahan membuka kunci apartemennya karena harus menahan tubuh Charlotte agar tidak jatuh."Aah … Akhirnya," ucap Malvin yang merasa lega karena berhasil menurunkan tubuh Charlotte di atas kasur empuk miliknya.Malvin melepas sandal yang digunakan Charlotte dan tidak lupa menutup tubuh Charlotte dengan selimut tanpa menyentuhnya sedikitpun.Setelah itu Malvin keluar dari kamarnya dan merelakan kamar tidurnya ditempati orang yang baru saja ia temui di jalan. Malvin tidur di sofa ruang tengah.…"Dimana aku? Ini rumah siapa?" Charlotte yang baru saja bangun bertanya-tanya.Charlotte baru saja tersadar dari pingsannya. Ia membuka matanya perlahan, saat telah bisa melihat seluruh isi ruangan ia pun terkejut dan bingung. Charlotte membuka selimut yang menutupi tubuhnya dan berusaha duduk, namun ia merasakan sakit dikepalanya."Sebenarnya apa yang terjadi padaku semalam?" gumam Charlotte sambil berusaha mengingat-ingat kejadian yang menimpanya.Namun, Charlotte belum mampu mengingat kejadian semalam. Dan yang ada, ia malah merasa sakit kepala saat berusaha memikirkan kejadian semalam."Aah … Sakit," keluh Charlotte.Malvin yang mendengar suara wanita di dalam kamar segera bangkit dari tidurnya.CeklekMalvin membuka pintu kamarnya, dan melihat Charlotte duduk dengan bersandar bantal di dalam kamar. Charlotte melihat ke arah pintu dan terkejut melihat keberadaan Malvin.“Siapa kamu? Ngapain kamu di sini?Charlotte ketakutan dan menutup badannya dengan selimut lagi.“Hei, tenang dulu. Aku pemilik apartemen ini. Aku yang membawamu kemari.” Malvin berusaha menenangkan Charlotte.“Jangan bohong, apa maumu?”Charlotte mulai tidak bisa mengendalikan dirinya, ia melempari Malvin dengan bantal yang ada di sebelahnya.“Hentikan!” teriak Malvin saat menerima lemparan bantal dari Charlotte.“Keluar, kamu silakan keluar dulu!” pinta Charlotte.“Hei, kau sudah gila! Ini kamarku dan tempat tinggalku, bisa-bisanya kamu menyuruhku keluar dari sini!” Malvin mulai kesal dengan sikap Charlotte.“Aaah … Kepalaku sakit!” keluh Charlotte.“Jangan mulai lagi, dasar kebanyakan drama!” ucap Malvin dengan penuh kekesalan.Charlotte pingsan lagi, ia tidak kuat menahan rasa sakit dikepalanya. Sementara itu, Malvin justru menganggap bahwa Charlotte bersandiwara.“Hei, bangun! Jangan drama lagi!” bentak Malvin sambil menggoyangkan tubuh Charlotte.Namun, tidak ada jawaban dari Charlotte. Perempuan itu tidak berpura-pura, ia memang sedang tidak sadarkan diri. Badannya yang masih lemas, serta pikirannya yang kacau membuatnya tidak mampu mempertahankan kesadarannya.“Sial, wanita ini benar-benar pingsan lagi!” Malvin masih kesal.Malvin keluar lagi dari kamar itu, ia menuju ke dapur dan membuka lemari pendingin. Kejadian barusan cukup membuat emosinya naik. Ia berusaha menenangkan diri dengan mengambil minuman dingin di lemari pendingin.“Wanita itu benar-benar gila, apa sebenarnya yang ada dipikirannya,” gumam Malvin sambil meneguk minuman dingin bersoda."Sekarang Dia malah pingsan lagi. Aku harus bagaimana?" Malvin bingung harus melakukan apa.Malvin kembali ke kamar lagi, di sana masih ada Charlotte yang tidak sadarkan diri. Malvin mencoba mendekat dan membangunkannya tapi hasilnya nihil, Charlotte tetap tidak bangun.Mata Malvin menyisir ke seluruh ruangan. Bantal-bantal berserakan di bawah dan selimutnya berantakan. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat keadaan itu."Benar-benar wanita gila," gumamnya.Malvin mengambil bantal yang jatuh satu persatu dan meletakkannya kembali ke atas ranjang. Ia juga merapikan selimut yang berantakan. Tidak lupa, Malvin juga menyelimuti tubuh Charlotte.Namun, saat tangan Malvin yang memegang selimut berada tepat di dada Charlotte, Charlotte terbangun dari pingsannya. Charlotte terkejut dan menatap tajam ke arah Malvin."Kamu mau apa!" bentak Charlotte."Kamu sudah bangun, baguslah!" Malvin melepaskan tangannya dari selimut dan lekas berdiri.Charlotte perlahan bangun dari posisi tidurnya. Malvin memperhatikan ke arah Charlotte."Jangan terlalu banyak gerak lagi, nanti kamu pingsan lagi!" cetus Malvin.Charlotte yang masih lemah dan tidak berdaya dengan terpaksa menuruti ucapan Malvin. Ia duduk dengan menyandarkan punggungnya di dinding."Sebenarnya aku dimana?" tanya Charlotte dengan nada suara yang mulai merendah."Sekarang kamu benar-benar ingin tahu?" Malvin malah balik bertanya."Tentu saja, aku bingung.""Baiklah, kamu sekarang ada di apartemenku.""Kenapa bisa aku kesini?""Aku yang membawanya.""Kenapa?""Karena kamu pingsan."Charlotte menatap sambil melotot ke arah Malvin dan bertanya-tanya, "Aku? Pingsan?""Iya, kamu. Siapa lagi, dan aku yang menggendongmu kemari. Badanmu berat, bukanya berterima kasih, kamu malah melempariku dengan bantal pagi tadi." Malvin mengungkapkan kekesalannya pada sikap Charlotte.Sementara itu, Charlotte hanya bisa diam mendengarkan ocehan Malvin. Ia mulai mencerna satu persatu kata yang diungkapkan Malvin. Charlotte juga berusaha mengingat kejadian semalam.Ingatan Charlotte kembali pada saat dirinya menemui Hugo di hotel. Dan tiba-tiba Charlotte meneteskan air mata."Hiks … hiks … hiks … " Charlotte mulai terisak.Malvin yang mendengar suara tangisan langsung menoleh ke arah Charlotte. Ia memperhatikan wanita tersebut. Malvin bingung karena tidak tahu kenapa Charlotte menangis."Drama apa lagi ini?" Malvin bertanya pada dirinya sendiri dengan suara lirih.Sambil berkata begitu, mata Malvin tertuju pada wanita yang sedang menunduk sambil terisak itu. Dalam hatinya yang paling dalam sebenarnya ada rasa kasihan juga padanya. Namun, ia tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba menangis seperti itu."Aku tidak drama!" Charlotte membentak Malvin di sela-sela tangisannya."Lalu apa ini? Kamu pura-pura pingsan di depan mobilku semalam. Bilang saja kalau kamu ingin memerasku kan? Berapa yang kamu inginkan?""Apa maksudmu? Hei, aku bukan wanita seperti itu ya!""Tapi ini kenyataanya! Kamu tiba-tiba berhenti dan pingsan di depan mobilku padahal mobilku tidak menyentuh tubuhmu sama sekali.""Aku pingsan karena terkejut! Aku sama sekali tidak pura-pura pingsan. Kamu jangan asal tuduh!""Ah … Aku ini sedang ada masalah, jadi jangan menambah beban pikiranku!" bentak Malvin."Kamu yang mengajak berdebat dan menuduhku macam-macam," jawab Charlotte tidak mau kalah."Sudah diam! Aku pusing karena keluargaku terus memintaku menikah, sekarang kamu justru datang menambah masalah!" Malvin keceplosan mengatakan masalahnya pada Charlotte.Mendengar apa yang diucapkan Malvin, Charlotte diam. Ia tampak memikirkan sesuatu."Kalau itu masalahmu, aku bisa membantu," ucap Charlotte.Malvin terkejut dengan apa yang dikatakan Charlotte, ia menoleh ke arah wanita itu dan bertanya, "Apa maksudmu?""Aku bisa membantumu menyelesaikan masalahmu, tetapi kamu juga harus membantuku." Charlotte menatap ke arah Malvin, ia tampak mengatakan itu dengan serius. "Apa rencanamu?" tanya Malvin yang menanggapi dengan serius. "Bantu aku memalsukan identitasku. Aku ingin dianggap mati dari kehidupanku sebelumnya. Dan aku ingin hidup sebagai orang lain." Charlotte berkata sambil menatap lurus ke depan. "Lalu? Apa untungnya buatku jika aku membantumu?" Malvin masih belum mengerti dengan rencana Charlotte. "Kamu bilang tadi didesak untuk segera menikah oleh orang tuamu," ucap Charlotte sambil menatap Malvin. "Lalu?" tanya Malvin lagi. "Kalau boleh tahu apa sebenarnya alasan kamu tidak ingin menikah?" tanya Charlotte berusaha mencari informasi. "Aku ini sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan, jadi menurutku terlalu rumit jika harus memikirkan pernikahan. Apalagi jika harus memulai hubungan dari awal yaitu mulai mengenal dan lanjut hubungan lainnya. Aku tidak mau memikirkan itu," jawab Malvin.
“Kamu sudah pulang?”Malvin terkejut mendengar pertanyaan Charlotte. Ia lupa bahwa sekarang ada orang lain yang tinggal di tempat tinggalnya. “Ah, iya.Kamu sudah makan malam?” tanya Malvin.“Sudah, kebetulan aku tadi masak sayuran yang ada di dalam lemari pendingin. Kalau kamu belum makan itu masih ada makanan yang aku masak tadi.”“Kebetulan aku tadi belum sempat makan malam. Kalau begitu aku makan ya. Terima kasih sudah menyisakan untukku.”Charlotte tersenyum dan berlalu meninggalkan Malvin.“Tunggu,” cegah Malvin.Charlotte menghentikan langkahnya yang hendak menuju kamar.“Ada apa?” tanya Charlotte yang telah berbalik badan menghadap ke arah Malvin.“Besok kamu harus siap-siap karena akan ada pertemuan bisnis di rumah orang tuaku. Aku ingin mengenalkanmu sebagai calon istriku.”DegCharlotte terkejut dan hanya bisa terdiam mendengar ucapan Malvin.“Secepat ini ya,” gumam Charlotte lirih, tetapi Malvin dapat mendengarnya.“Iya, lebih cepat lebih baik. Aku sudah risih dengan desak
“Ya, Bapak Lroris adalah ayah mertuaku,” jawab Charlotte sambil tertunduk.Malvin terkejut mendengarnya, tetapi ia berusaha tetap tenang.“Tenang saja, sekarang kamu adalah orang lain. Nanti bersikaplah seolah kamu tidak mengenalnya. OK!”Charlotte mengangkat kepalanya lalu menghadap ke arah Malvin sambil tersenyum.“Sekarang, ayo kita keluar!” ajak Malvin.Malvin turun dari mobil dan berjalan menuju pintu di sebelah Charlotte. Ia membukakan pintu untuk Charlotte dan mengulurkan tangannya untuk membantu Charlotte keluar dari mobil.“Gandeng tanganku, tunjukkan bahwa kita adalah pasangan yang bahagia,” pinta Malvin saat Charlotte sudah berdiri di sampingnya.Charlotte mengangguk dan mematuhi permintaan Malvin. Mereka berdua berjalan menuju pintu masuk rumah keluarga Malvin sambil bergandengan tangan layaknya pasangan.Saat telah sampai ke dalam rumah, di sana telah banyak partner bisnis keluarga Malvin yang datang. Ini adalah acara rutin yang diadakan oleh keluarga Malvin untuk memperer
"Apa ini tidak terlalu cepat?" tanya Charlotte pada Malvin. "Justru lebih cepat lebih baik.""Benar, lebih cepat lebih baik. Tetapi aku l tidak menyangka jika akan secepat ini. Aku kira kita perlu meyakinkan orang tuamu dan tidak akan secepatnya mendapatkan restu mereka.""Aku juga tidak menyangka respons orang tuaku cukup baik menyambutmu. Waktu kita tinggal 1 bulan lagi menuju hari pernikahan. Sekarang tugasku adalah membuat dokumen pernikahan kita, jangan sampai ada yang tahu identitasmu sebenarnya." Malvin tampak serius dengan ucapannya. "Aku yakin kamu bisa mengurus itu dengan baik. Lalu apa tugasku?" tanya Charlotte. "Kamu harus ikut ibuku untuk mempersiapkan acara pernikahan kita nanti. Ikuti saja apa yang ibuku inginkan," jawab Malvin. "Baiklah," ujar Charlotte. Malvin mengambil sesuatu dari dalam tas kerjanya dan memberikannya kepada Charlotte. Sebuah amplop berwarna cokelat tampak berisi dokumen. "Apa ini?" Charlotte penasaran dan bertanya kepada Malvin. "Buka dan bac
"Apa kamu bilang? Charlotte pergi dan kamu tidak tahu kemana Dia?" Ayah Hugo terkejut mendengar bahwa Charlotte pergi dari rumah. Sementara itu, Hugo hanya bisa diam melihat tanggapan ayahnya yang tampak marah. "Apa sebenarnya yang kamu lakukan sehingga Charlotte pergi meninggalkanmu?" Ayah Hugo bertanya sambil berteriak karena marah. Rose, Jessie dan Marrie keluar dari kamar karena mendengar suara ayah mereka yang keras. Sedangkan Hugo masih tetap terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa. "Cepat jawab!" bentak ayah Hugo yang semakin marah. "Tenanglah Ayah, biarkan Hugo menjelaskan terlebih dahulu." Ibu Hugo menghampiri suaminya untuk menenangkan. "Ah! Ini karena putramu itu sering kamu bela! Jadinya begini!" Tuan James Lloris semakin marah mendengar Nyonya Rose membela putranya. "Ayah tidak mau tahu, kamu harus mencari Charlotte. Jangan sampai membuat keluarga ini malu dengan hancurnya rumah tanggamu!" tambah
“Hah … hah …hah … “ Nafas memburu keluar dari mulut Charlotte.Mata Charlotte kembali terjaga setelah terpejam beberapa saat. Ia tersentak kaget saat tiba-tiba terbangun dan tersadar dari mimpi buruknya. “Jam berapa ini?” ucap Charlotte sambil tangannya berusaha meraih ponsel yang sejak tadi berada di atas nakas.Waktu menunjukkan pukul 02.35 pagi, Charlotte berusaha merubah posisinya dari yang semula berbaring menjadi duduk.“Untungnya cuma mimpi. Tetapi, mengapa hatiku rasanya sangat sakit sekali,” gumam Charlotte.Charlotte beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kamar untuk keluar. Saat telah sampai d luar kamar, ternyata Malvin juga masih terjaga.“Kamu belum tidur?” tanya Charlotte.Malvin tampak terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Charlotte karena sejak tadi Malvin fokus menatap layar laptop.“Ya, masih ada beberapa pekerjaan penting yang harus aku selesaikan. Kamu sendiri?”
"Selamat pagi, ini ayam pesanan Anda Tuan," ucap kurir di luar pintu apartemen Malvin. "Baik, terima kasih. Ini buatmu," jawab Malvin sambil memberikan selembar uang sebagai tips. "Terima kasih." Kurir itu berlalu meninggalkan tempat tinggal Malvin. Sementara Malvin menutup pintu dan masuk ke dalam. Malvin pergi ke dapur dan mengambil piring, lalu ia menaruh ayam goreng pesananannya ke dalam piring tersebut. Malvin mengambil satu potong ayam goreng dan ditaruhnya ke dalam piring lain. Lalu ia juga mengambil dua centong nasi hangat dari dalam magic com dimasukkan ke dalam piring.Setiap pagi ada asisten rumah tangga yang datang membersihkan rumah dan menanak nasi untuk Malvin. Tugas asisten rumah tangga itu hanya pagi hari sampai membangunkan Malvin dari tidurnya. Asisten rumah tangga itu sengaja diberi tahu password kunci rumah Malvin agar mudah saat datang di pagi hari sebelum Malvin bangun. Ia datang pukul 05.00 pagi dan
Pagi itu, Hugo keluar dari kamar hotel dengan meninggalkan sejumlah uang untuk wanita yang telah bermalam dengannya. Semalam usai balapan ia pergi ke club malam dan mabuk berat hingga tergoda dengan wanita malam. Saat keluar dari hotel Hugo bertekad untuk menemukan Charlotte dan membawanya pulang. Ia ingat dengan jelas bagaimana kemarahan ayahnya semalam saat tahu bahwa Charlotte tidak pulang. Charlotte adalah menantu kesayangan Tuan James Lloris karena keluarga Charlotte telah banyak membantu kesuksesan Tuan James Lloris. Ayah Charlotte meninggal karena kecelakaan saat pulang dari mengantar dokumen penting milik ayah Hugo. Sementara ibu Charlotte juga telah meninggal karena sakit jantungnya kambuh saat mendengar ayah Charlotte kecelakaan. Ayah Charlotte bekerja keras untuk membiayai hidup Charlotte dan menyembuhkan ibunya ibunya, tetapi takdir Tuhan berkata lain, sehingga menyisakan Charlotte hidup sebatang kara saat itu. Tuan James menjodohk
"Kamu mau pulang?" tanya Charlotte pada Malvin yang telah memutus sambungan telepon. "Iya, aku harus segera pulang. Ada masalah di pekerjaan," jawab Malvin."Apa tidak bisa diselesaikan asistenmu?" tanya Charlotte lagi. "Tidak, ini sudah masalah yang sangat fatal. Pihak klien meminta aku sendiri yang datang.""Lalu aku bagaimana?" tanya Charlotte dengan nada sedih. "Maaf, kamu boleh disini dulu atau mau jalan-jalan sebelum aku pulang?" tanya Malvin berusaha menghibur Charlotte. "Kalau kamu pulang mendingan aku ikut pulang juga. Aku bosan kalau tidak ada temannya disini," jawab Charlotte. "Baiklah, aku minta asistenku memesan dua tiket untuk pulang.Malvin mengambil handuk yang ada di ujung ranjang dan melingkarkan ke tempat tubuhnya bagian bawah, lalu ia berjalan menuju kamar mandi. Sementara itu, saat Malvin sudah masuk ke kamar mandi Charlotte mengambil handuk kimono yang ada di ujung ranjang.Ch
"Aaah …" teriak Charlotte.Bersamaan dengan itu Malvin berusaha menarik badan Charlotte ke dalam pelukannya. Namun, keseimbangan Malvin juga tidak kuat akhirnya mereka tercebur sama-sama ke dalam kolam renang yang penuh dengan kelopak mawar merah dan pink. Charlotte melingkarkan tangannya di leher Malvin untuk berpegangan. Sementara Malvin memegang pinggang Charlotte. Mereka saling berhadapan dan berpandangan satu sama lain. Malvin menatap wajah Charlotte lekat-lekat dalam jarak yang sangat dekat. Wajah Charlotte yang basah oleh air tampak begitu menarik bagi Malvin. Malvin memandang Charlotte sambil diam, Charlotte juga diam karena masih terkejut dengan kejadian yang baru saja menimpa mereka ia juga merasa salah tingkah karena dipandangi Malvin dalam jarak yang sangat dekat. Entah mengapa suasana berubah menjadi tegang. Detak jantung Malvin maupun Charlotte menjadi sangat cepat sampai-sampai mereka merasa detak jantung itu terdengar
"Sarapan sudah siap, sekarang kalian sarapan dulu lalu nanti segera siap-siap," ujar Nyonya Diana sambil tersenyum. "Tapi Bu, kita tidak butuh bulan madu," ujar Malvin. "Gak ada tapi-tapi, ini wajib. Ibu sudah membelikan tiketnya jadi kalian tinggal berangkat. Ok!" seru Nyonya Diana lagi sambil tersenyum bahagia. Malvin berjalan di belakang ibunya menuju ke ruang makan. Dia masih terus membujuk ibunya agar tidak jadi bulan madu. Namun, Nyonya Diana sudah bertekad bulat untuk meminta mereka bulan madu. Nyonya Diana telah membeli dua tiket menuju ke negara Italia sebagai tujuan bulan madu Malvin dan Chintya. Italia dipilih sebagai destinasi bulan madu karena menurut Nyonya Diana di sana banyak destinasi wisata romantis. Nyonya Diana berharap bisa segera menimang cucu dari Malvin dan Chintya. Tiga sandwich telah terhidang di meja makan sebagai menu sarapan pagi ini. Nyonya Diana sengaja menyiapkan sendiri dan mengunci anak d
“Aku tidur dulu ya,” ujar Nyonya Diana sambil melangkahkan kakinya menuju ke kamar yang biasa ditempati Malvin.“Iya Bu, selamat tidur. Semoga Ibu mimpi indah,” ucap Malvin sambil mendorong tubuh ibunya menuju kamar itu dengan perlahan.“Kamu juga lekas tidur, jangan gila kerja!” teriak Nyonya Diana, beliau menghentikan langkahnya.“Iya Bu, Malvin juga mau tidur ini,” ujar Malvin sambil menatap ibunya.“Sebentar, aku harus memastikan kamu masuk ke dalam kamar dulu.”“Bu!” teriak Malvin merajuk.“Sekarang juga kamu harus masuk ke kamar. Kamu juga Chyntia, kalian harus lekas tidur,” pinta Nyonya Diana.“Baik Bu,” jawab Malvin sambil melangkahkan kakinya menuju ke kamar.Sementara itu, Malvin mulai merebahkan dirinya di sofa ruang tengah. “Kamu mau tidur di sini? Kenapa tidak di dalam saja?” ujar Nyonya Diana dengan bersedekap dada.“Malvin ingin tidur di sini Bu, di dalam panas,” jawab Malvin, i
"Dari mana saja kamu? Istri baru ditinggalkan sendirian sampai larut malam!" ujar Nyonya Diana saat Malvin baru saja masuk ke dalam apartemennya. "Ibu! Kenapa disini?" tanya Malvin yang terkejut dengan keberadaan ibunya di rumah. "Jawab dulu, kamu darimana?""Maaf, tadi ada keperluan mendesak Bu, Malvin tadi lembur.""Lembur apanya, Ibu melihat di cctv kantor kamu tidak ada di sana!" "Hah, Ibu sampai mengecek?" tanya Malvin semakin terkejut dengan yang dilakukan ibunya. "Ya, karena aku mencarimu!" teriak Nyonya Diana."Tadi aku ke rumah sakit Bu, aku tidak sengaja menyerempet karyawanku," jawab Malvin jujur. "Siapa?""Bianca."Mendengar nama Bianca, Charlotte terkejut dan bergumam, "Jadi dia pulang larut malam karena mengantar Bianca.""Kenapa kamu tidak mengabari istrimu?"Mendengar pertanyaan itu Malvin menjadi semakin terkejut. Malvin menoleh ke arah Charlotte dan Char
“Bagaimana Dokter, apa dia tidak apa-apa?” tanya Malvin pada dokter yang baru saja memeriksa Bianca.“Dia tidak apa-apa Tuan, kakinya hanya tergores sedikit mungkin terkena bagian mobil,” ucap dokter menjelaskan.“Syukurlah kalau begitu. Sudah bisa langsung pulang kan Dok?” tanya Malvin lagi.“Tentu saja, tadi lukanya sudah diobati dan nanti akan saya berikan obat pereda nyeri.”Malvin menghembuskan napas lega dan tidak lupa mengucapkan terima kasih pada dokter tersebut.“Baiklah, terima kasih Dok.”“Sama-sama Tuan, saya lanjut memeriksa pasien yang lain ya,” pamit dokter itu.Malvin mengangguk, dan dokter itu berlalu. Malvin menuju ke ruangan dimana Bianca tadi diperiksa.“Kamu sudah diperbolehkan pulang. Untuk obatnya nanti akan diberikan,” ucap Malvin pada Bianca yang duduk di atas ranjang dengan kaki diperban.“Terima kasih Tuan,” jawab Bianca.“Sama-sama, dan maaf karena tadi mobilku menye
"Ayo, Mama antar ke Papa!" ajak Charlotte pada putrinya sambil menuntunnya menuju ke lift. Mereka berdua baru saja melepas pelukan erat sebagai pelepas rindu. Nathalie menggangguk dan menuruti permintaan mamanya itu. Lift yang mereka naiki mengantar sampai ke lantai dasar. Bunyi denting lift mempersilakan Mama dan anak itu untuk keluar.Langkah kaki Charlotte membawanya sampai ke tempat parkir bersama Nathalie. Sampai di parkiran, ternyata Hugo telah menunggu dengan bersandar pada mobil BMWnya. Hugo segera berdiri tegap saat menyadari Charlotte dan Nathalie menghampirinya. Ia bersiap menyambutnya. "Sayang," ucap Hugo. "Papa," ucap Nathalie sambil berlari menghampiri papanya. Charlotte berhenti agak jauh dari mereka berdua dan memperhatikan kedekatan papa dan anaknya. "Pa, apa aku boleh ikut Mama?" tanya Nathalie pada papanya.Hugo menoleh ke arah Charlotte karena terkejut dengan pernyataan putrin
"Halo, Malvin sudah sampai di kantor," ucap Bianca yang berbicara dengan lawan bicaranya lewat sambungan telepon.Lalu, Bianca mendengarkan lawan bicaranya dari telepon yang tersambung dan diletakkan di telinganya itu. "Ok," jawab Bianca dilanjutkan dengan memutuskan sambungan telepon. Ponsel itu ia letakkan di atas meja kerjanya. Lalu, Bianca melihat ke arah ruangan Malvin yang di ruangan itu Malvin tampak sedang sibuk membaca dokumen. Di rumah Hugo, ia sedang bersiap-siap. Nathalie juga tengah bersiap-siap dibantu suster yang merawatnya. "Sudah siap?" tanya Hugo pada Nathalie saat ia telah keluar dari kamarnya dan masuk ke kamar Nathalie. "Sudah Papa," jawab Nathalie dengan senyuman bahagia. "Let's go!" ajak Hugo sambil menggendong putri semata wayangnya itu. "Kamu senang?" tanya Hugo pada Nathalie yang sedang berada di gendongannya. "Tentu Papa, aku sangat senang karena akan diajak jalan-jala
"Aku lapar, apa kamu sudah makan malam?" tanya Malvin pada Charlotte."Belum sempat. Tadi aku beres-beres batangku di kamar," jawab Charlotte."Mau makan malam di luar?" tanya Malvin lagi."Boleh juga," jawab Charlotte."Ayo!" ajak Malvin."Sebentar, aku ambil cardigan dulu."Charlotte ke kamar mengambil cardigan yang tergantung di belakang pintu. Tidak lupa ia juga mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Setelah itu, ia kembali keluar kamar dan berkata, "Ayo, aku sudah siap!"Malvin yang tengah asyik mengoperasikan ponselnya mendongak melihat Charlotte. "Ok!" seru Malvin sambil memasukkan ponsel ke sakunya. Malvin telah melepas jas dan dasinya, saat ini ia mengenakan kemeja biru muda dan celana navy. Sementara Charlotte memakai dress selutut tanpa lengan ditambah cardigan lengan panjang untuk menutupi lengan dan tangannya, rambutnya yang bergelombang dibiarkan terurai rapi.