Sudah seminggu Putri dirawat di rumah sakit. Lukanya sudah nyaris sembuh, tinggal butuh pemulihan.
Rasa bosan menderanya tanpa ampun, terlebih sebab tak ada kawan atau kerabat yang menjenguk. Sesekali Arya datang, itu pun dengan muka kuyu kelelahan. Meskipun selalu berusaha melucu, namun Putri tahu ada yang tidak beres dari sikapnyaSebab tak bisa lagi menahan perasaan, malam ini, saat giliran Mira membesuk, Putri memaksanya angkat bicara."Kak, tolong bilang yang sebenarnya. Hidupku pasti jadi kontroversi lagi, iya kan?""Ah, siapa bilang? Semuanya baik-baik aja. Jangan dipikirkan, biar cepat sembuh."Tentu saja Putri tak membeli omong kosong Mira. Berpegangan pada tepi ranjang, dia duduk di sisi Mira. "Tolong jujur Kak. Aku tahu ada yang tak beres makanya ponselku sampai kalian sita."Mulanya Mira enggan bicara. Namun desakan Putri yang terus-menerus membuatnya luluh. Setelah berpesan berulang kali agar Putri bersikap biasa saHarapan rupanya tinggal harapan. Sebab tiga hari berselang, berita yang menjelek-jelekkan Putri makin santer. Sekarang tak cuma kanal, bahkan selebritis yang punya dendam masa lalu terhadapnya pun mulai bermunculan. "Walau sama-sama pendatang baru, tak semua aktris punya privilege sama. Pasti ada yang jadi anak emas," sindir Davinka dalam sebuah konten. "Dulu aku kenal Putri waktu dia jadi sales. Agak belagu sih anaknya." Lady Sophia berkata pada sebuah podcast."Waktu sama-sama syuting iklan dulu, dia kayaknya baik sih walaupun yah... agak jaga jarak juga sama kami," tambah Connie dalam satu wawancara. "Parah sih ya kalau sampai jalan sama Arya. Secara waktu itu kak Putri Marion masih pacaran sama tuh cowok." Seorang mahasiswi random turut memberi komentar dalam sebuah wawancara langsung. Beragam isu mulai bermunculan bersamaan dengan cerita sepihak yang dihembuskan oleh oknum yang mengaku kenal Putri atau yang cuma jadi pengamat ber
"Pemirsa, sebuah rekaman, diduga aktris terkenal Putri Marion beredar dikalangan pengguna media sosial. Dalam video tersebut, sang aktris memaksa pramuniaga toko untuk ganti nama karena nama yang bersangkutan mirip dengan beliau."Kalimat pembuka dari reporter berita mengawali pagi Putri. Tangannya yang sudah hendak ganti channel langsung membeku. Matanya fokus menatap layar yang menampilkan potongan video yang sebagian wajah pemerannya sudah di-blur. Setengah jam berikutnya, dia masih sibuk mengamati berita tersebut hingga sarapannya tak sempat disentuh. Benaknya ruwet menerka pihak mana yang membocorkan rekaman ini ke publik. "Kak, tolong sarapannya dihabiskan. Supaya obatnya bisa dimakan," tegur suster yang bertugas. Mendengar kata 'obat' barulah Putri buru-buru menghabiskan sarapan. Seperti biasa, setelah menelan semua tablet pahit itu, dia langsung merebahkan diri dan membaca buku sebagai perintang waktu. Buku-buku ini Arya beli.
Jawaban ini membuat Claudia terperangah. Tadinya dia mengira, Putri bakal senang mendapat bantuan dikala masalah pelik bertubi-tubi mendera. "Tapi kenapa? Bukannya ini kesempatanmu memberi pelajaran pada artis sombong itu?" selidiknya. "Sejujurnya iya. Tapi aku takut hidup Cindy bakal terancam, terlebih dia juga punya bayi. Lagipula, pengacara Marion bakal menuduhnya berhalusinasi sebab dia pernah menerima perawatan medis dari psikiater, gimana menurutmu?"Claudia yang sekejap tadi menggebu-gebu, sontak terdiam. Sudut pandang yang dikemukakan Putri ada benarnya, bahkan terlalu benar. Dengan situasi kerjanya yang sibuk, bakal tak memungkinkan menjaga bayi Cindy bila terjadi apa-apa pada adiknya itu. Saking terharunya dengan perhatian Putri, gadis yang selalu setegar karang itu mulai terisak. "Terima kasih atas pertimbanganmu, aku... sungguh tak berpikir sejauh itu."Terhanyut dalam suasana, Claudia merangkul Putri erat. Suasana haru lan
"Sweet heart, just trust me, okay?"Samar-samar, suara parau Arya terdengar dari atas. Tiupan nafasnya yang hangat membelai puncak kepala Putri. Sejujurnya, hati kecil Putri mengatakan ada yang salah dengan posisi mereka saat ini namun nalurinya enggan menarik diri. Bahkan kata sweetheart dari mulut Arya, mencumbu telinganya dengan manis. Ada beberapa menit lamanya mereka berdiam, saling mendekap, hingga Arya tiba-tiba memundurkan tubuh. Dua pasang mata kini saling tatap. Tak ada yang mengalah, masing-masing ingin menelan yang lain dalam kedalaman netranya. "Kau sungguh mempesona, sama seperti pertama kali aku melihatmu."Sebelum Putri bisa menangkap maksud perkataan Arya, laki-laki itu sudah membungkam bibirnya yang ranum dengan mulutnya. Refleks Putri menolak, namun Arya yang lihai bukanlah tandingannya. Lidah pria itu dengan cepat membuka bibirnya lalu menjelajahi gigi dan langit-langit mulutnya. Melahap rasa manis gadis b
Besoknya, selepas jam makan siang, Arya kembali menemui Putri. Meski masih kesal perkara ciuman semalam, Putri tak punya pilihan selain ikut mobil Arya. Hari ini, dia sudah diperbolehkan pulang ke rumah. "Ada lagi barangmu yang tertinggal?" tanya Arya memastikan. Putri menggeleng lemah. Bagaimana mungkin ada yang tinggal? Sejak subuh, seorang perawat sudah menyiapkan semua keperluan Putri dalam koper besar. Jika itu belum cukup, perawat tersebut juga membeli segala keperluannya yang menyangkut kewanitaan sebab hari ini pula dia tiba-tiba menstruasi. Ini belum termasuk tugas-tugas remeh lain selama dua minggu terakhir. Dia jadi curiga bila perawat yang bertugas khusus di kamarnya adalah asisten Arya yang sedang menyamar. "Kamu langsung pulang atau mau masih ada tempat lain yang mau dikunjungi?" selidik Arya lagi saat mereka sudah di dalam mobil. Tanpa memandang wajah pria di sisinya, Putri menyahut singkat, "pulang
Sementara itu Putri menuju ruang tamu dengan langkah gontai. Semua kesaktian yang dia pertontonkan sekejap tadi langsung hilang begitu Arya lenyap dari pandangan. Perut keram akibat datang bulan ditambah kaki yang masih belum pulih betul, memaksanya berjalan terseok-seok. "Astaga, Putri!" seru Heru saat melihat kedatangannya. Dengan sigap, pria berkaos polo itu langsung mengangkat koper dan meletakkannya di sudut ruangan. " Kamu dari mana sih? Sejak kemarin kuhubungi tak bisa."Sebelum Putri sempat menjawab pertanyaannya, pria muda itu langsung bergerak maju dan memeluknya erat. "Aku khawatir, tahu. Gara-gara mikirin keadaan kamu, aku sampai tak fokus mengerjakan apa-apa."Tubuh Putri langsung membeku. Bukan sebab pelukan yang mendadak ini, tapi lebih kepada reaksi tubuhnya. Waktu Arya semalam memeluk, tubuhnya bagai tersengat listrik. Ada sensasi aneh yang sukar dilukiskan dengan kata-kata. Sementara sekarang, meski dekapan Heru juga
Jika kekacauan yang dialami Putri menyangkut perasaan, beda lagi dengan Arya. Malam ini pria berusia tiga puluh tiga itu terpaksa menyambangi kediaman utama keluarga Bharata. Sebabnya, sang ibu sudah mengundangnya ikut jamuan makan dari semalam. Firasatnya sungguh tak enak. Biasanya, undangan makan malam ini, kalau bukan perjodohan, pastilah soal bisnis. Nafasnya langsung lega begitu melihat tak ada orang asing di meja makan -- setidaknya bukan perjodohan -- Namun rasa lega ini tak lama, sebab detik berikutnya, tepat setelah mereka semua selesai makan, nyonya Bharata memulai interogasinya. "Arya, banyak berita yang ibu dengar tentang kamu belakangan ini. Apa itu benar?""Berita yang mana, Bu?"Tak sabar, nyonya Bharata menatap tajam putra bungsunya. "Ya soal apa lagi? Kalau bukan artis murahan dari perusahaan kecil itu? Kenapa pula kamu mesti terlibat dengannya?"Kata-kata kasar sang ibu bikin Arya jadi geram. Tak bi
Diliputi amarah, Arya meninggalkan kediaman Bharata dan langsung tancap gas menuju D'Artz, tempat yang selalu jadi pelariannya dikala gundah. "Ngapain malam-malam kemari? Pasti lagi ada masalah, ya?" tebak Surya yang tengah bersantai dengan sang sepupu, Chandra Wijaya. Mengabaikan ejekan temannya, Arya memesan cocktail pada pramusaji yang bertugas. "Kesal aku, selalu dikontrol orang tua," sungutnya. Kedua temannya tersenyum miring, menyatakan bila masalah Arya bukan hal yang perlu dipersoalkan. "Kalau masih komplain, berarti kamu belum dewasa Bos," ledek Chandra. "Aku bukan komplain, hanya merasa muak.""Lantas, mau bagaimana lagi? Hidup ini memang memuakkan," sahut Surya seraya mengisap rokoknya dalam-dalam. "Kalian yang masih lajang saja begitu, apalagi aku yang sudah menikah," Chandra berucap. Di antara mereka berlima, David dan Chandra memang sudah menikah. Meski masih terbilang pengantin baru, tak
"Sebaiknya, si Putri jangan tinggal bersama kita."Duarr! Kata-kata ini seperti geledek yang menyambar di siang bolong bagi telinga gadis kecil yang tengah meringkuk ketakutan dalam kamar tidurnya. "Tapi Pa, dia masih kecil. SD saja belum tamat.""Dia kan sudah sepuluh tahun, harusnya sudah bisa mengurus diri sendiri."Gadis kecil itu mengusap air matanya yang jatuh berderai. Percakapan antara ibu dan ayah tirinya bagai godam yang memukul telinganya bertalu-talu. Sejak ibunya menikah lagi, dia sudah seperti orang asing di rumah sendiri. Padahal rumah yang mereka tempati ini, ibunya yang beli. Ayah dan kedua saudara tirinya yang menumpang tinggal. Tapi kenapa sekarang... "Lantas kemana Putri mesti pergi, Pa?"Suara ibunya terdengar sendu, meragu. Namun dia yakin satu hal. Sebentar lagi beliau bakal mengambil keputusan yang berpihak pada ayah tirinya. Sudah setahun belakangan, situasi mereka selalu b
Sementara itu Marion yang sudah lama menghilang dari sorotan kamera, kini sedang duduk berhadapan dengan seseorang di sebuah kafe kecil di bandara. Wanita yang duduk di depannya tak lain Marion Shelby, yang sekejap lagi akan terbang ke Amerika karena dideportasi akibat skandal penipuan saham yang dia lakukan bersama Aryo. "Mion, you shouldn't leave me here. Bring me along with you," pintanya untuk kesekian kali. "Mereka semua sudah membuangku... bahkan... bahkan perempuan jalang itu konon akan menikah dengan Arya, Mom."Wajah cantik Shelby menatap puterinya datar. "Why should I? Kamu tak akan bertahan di sana dengan sikap manja itu. That bitch has taught you so well," geramnya. Marion terkesima. Kata bitch pada kalimat ibunya jelas mengacu pada nyonya Mahendra. "Kenapa Mion bilang begitu? Beliau selalu baik dan memberi semua keinginanku.""Stupid lass. Gara-gara itulah kamu tumbuh jadi gadis manja dan sombong. Selalu merasa d
Besoknya, setelah pengumuman resmi kembalinya puteri yang hilang, Dewa langsung membawa Putri menuju perusahaan kosmetik milik keluarga Mahendra. "Kamu siap untuk tugas pertamamu?" selidiknya ketika mereka sudah mencapai ambang pintu. "Siap, Papa."Jawaban Putri yang mantap membuat Dewa tersenyum puas. Rasanya, semakin mengenal Putri, dia makin bangga. Meski lahir dan dibesarkan ditengah kaum jelata, puterinya bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Dewa tak tahu saja bila semua yang diraih Putri saat ini merupakan hasil kerja keras selama bertahun-tahun, termasuklah didalamnya pelatihan etika dan kepribadian. Ruang pertemuan sudah dihadiri semua petinggi perusahaan, hingga Putri yang tadinya sudah siap nyaris gugup. " .... untuk selanjutnya Putri Maharani akan menjabat sebagai presiden direktur yang baru dari Mayapada Beauty." Dewa Mahendra menutup sambutannya dan tepukan riuh langsung bergema memenuhi ruangan. Perbe
Satu minggu kemudian, keluarga Mahendra mengumumkan kembalinya puteri kandung mereka yang hilang. "... seperti yang kalian tahu selama ini kami mengadopsi Putri Marion dari mantan istri almarhum adikku, Marion Shelby. Sebabnya tak lain karena puteri kandung kami hilang akibat tipu muslihat yang keji ... waktu itu dia masih orok yang baru keluar dari rahim istriku. Gara-gara ini pula, istriku tak berani lagi mengandung. Kehilangan puteri bungsu membuatnya trauma. Siapa sangka, pertemuan tak disengaja akhirnya membuat kami bisa bertemu lagi ... ."Sambutan ini diucapkan dengan penuh haru bahkan sampai menitikkan air mata. Putri yang diminta berdiri di salah satu sudut tersembunyi hanya bisa menatap takjub kemampuan akting kedua manusia di depan sana. Puteri yang hilang katanya? Padahal untuk memaksa nyonya Mahendra agar mau mengangkat dirinya sebagai puteri yang hilang itu, Dewa harus memberi kompensasi. Deva akan tetap jadi satu-satunya pewaris
Walau suaranya terdengar mantap, sejujurnya Putri sangat hancur di dalam. Kalau bukan karena memaksa diri agar kuat, dia sudah pasti menangis detik ini. Dewa menarik nafas panjang dan menatap Putri serius, "sesudah itu apa? Kamu mau kembali hidup luntang-lantung sendirian? Jadi objek hinaan semua orang? Putri, aku tak akan membiarkan darah Mahendra diinjak-injak begitu saja."Putri tertawa sangat keras. Ya! Apa yang penting bagi Dewa bukanlah dirinya atau ibunya atau siapapun melainkan nama keluarganya, Mahendra. "Persetan dengan namamu! Aku bahkan jijik harus memiliki DNA-mu dalam tubuhku," sahutnya begitu tawa pahit itu usai. "Kalau begitu, manfaatkan aku. Kamu membenciku, kan? Kenapa harus membiarkan aku hidup tanpa beban setelah menghadirkanmu ke dunia?"Sekarang Putri makin bingung. Sejak tadi dirinya sudah bertindak sangat kurang ajar namun Dewa tidak murka sedikit pun. Dia justru memberikan persuasi yang masuk akal. La
"Kamu yakin mau pergi begitu saja, Putri?"Suara Claudia menarik Putri kembali ke dunia nyata. Sejak tadi dia memang masih gamang, tapi mau bagaimana lagi? Rasanya sudah terlalu lelah dengan semua masalahnya di sini. "Ya, Kak. Mungkin saja, suasana kampung bakal bikin hidupku lebih happy. Aku sudah muak dengan kekejaman ibu kota. Sepertinya, takdirku memang jadi orang desa," sahut Putri dengan seulas senyum getir di bibirnya. Claudia hanya bisa mendesah pasrah. Setelah memastikan semua bawaan Putri siap, dia pun memeluk wanita yang sudah dianggapnya seperti adik itu. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Kamu orang baik, hidup tak akan selamanya kejam."Air mata Putri kembali menitik. Dengan rasa haru dia merangkul sahabatnya dan berpamitan. Sejurus kemudian, dia sudah duduk di dalam taksi menuju stasiun bus. Semalam, setelah melarikan diri dari Arya, Putri langsung menuju kontrakan Claudia. Usai menghabiskan waktu berpikir s
Akhirnya, hari yang mendebarkan itu pun tiba. Arya mengajak Putri bertandang ke kediaman utama keluarga Bharata yang terletak di bilangan elit ibu kota. Begitu mereka sudah di ambang pintu, nyonya Bharata beserta Andini menyambut mereka. "Wah, akhirnya bisa ketemu langsung dengan aktris tenar kita," nyonya Bharata berkata sambil menempelkan pipinya ke wajah Putri. Tak jauh berbeda, Andini juga menyambut ramah mantan mahasiswanya itu. Segera, setelah basa-basi singkat usai, nyonya Bharata langsung menghela mereka semua ke ruang makan. Kesan pertama yang didapat Putri soal nyonya Bharata adalah beliau pribadi yang hangat dan cerdas, persis puterinya, Andini. Sementara tuan Bharata sendiri adalah pengamat yang baik. Sejak tadi beliau tak banyak bicara, namun matanya kedapatan menyorot Putri beberapa kali. Bukan tatapan genit melainkan meneliti. "Jadi, bagaimana perasaanmu setelah memenangkan award di festival film Asia?" Andini yang dud
Kontan idenya ini ditolak Johan mentah-mentah. "Mengapa jadi begitu? Ada lima aktris yang akan audisi untuk peran ini dan kita harus menyaksikan kemampuan mereka berlima."Meski agak cemberut, pria muda itu akhirnya menuruti perkataan sang paman. Ketika Marion sudah selesai dengan aktingnya, Putri yang didaulat untuk maju. Berbeda dengan Marion, Putri memulai adegannya dengan merapikan rok dan seragam, lalu mengusap mata. Setelahnya, dia membuka pintu seolah di tangannya ada anak kunci, lalu menyapa seseorang yang dipanggilnya ibu. Setelah itu, dia membuka pintu yang lain dan berpura-pura menyalakan keran, lalu mengusap tubuhnya berulang-ulang. Matanya dipenuhi keputus-asaan namun tak bisa bercerita pada siapapun. Sebagai gantinya, dia cuma terisak sambil menutup mulut agar ibunya yang sedang duduk di luar ruangan, tidak mendengar apa-apa. Hebatnya, semua lakon Putri ini hanya bermodal imajinasi. Didepannya tak ada pintu, tak ada Ibu, tak ada a
Sesuai janjinya pada Arya mengenai konsep setara, Putri mulai berbenah. Untuk langkah awal, dia mendirikan perusahaan akuntan publik pertamanya, dan sebagai bentuk dukungan, Arya merelakan Arda Pictures sebagai klien pertama. Bila itu belum cukup, dia juga mempengaruhi rekan-rekannya agar mempercayakan laporan keuangan dan masalah perpajakan mereka ke perusahaan pacarnya. Hal ini membuat perusahaan milik Putri langsung mencicip laba di bulan pertama setelah launching. "Wah, ternyata ini enaknya punya kenalan orang dalam," gurau Putri ketika Arya tengah bertandang ke ruang kerjanya. "Itu sudah pasti. Silakan manfaatkan aku sesukamu, Sweetheart." Seperti biasa, Arya langsung menyahut dengan mulut manisnya. Putri mencibir dan tetap fokus menekuni laporan di atas mejanya. Sebagai perusahaan baru, dia belum berani mempercayakan masalah finansial sepenuhnya pada orang lain. "Putri, sekarang bagaimana? Kamu sudah merasa 'sejajar' belum sam