Share

Kerinduan

Penulis: Arsyla Adiba
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-14 01:08:19

Setelah selesai makan, Alexa mulai membersihkan dapur. Liam, yang awalnya diminta untuk tidak ikut membantu, tetap bersikeras ikut membereskan. "Kak Liam, nggak perlu repot-repot. Saya bisa sendiri kok," ucap Alexa, berusaha mencegah.

Namun Liam hanya tersenyum. "Alexa, aku nggak bisa diam saja melihat kamu kerja sendirian. Anggap saja ini bagian dari rasa terima kasihku atas makan malam yang enak tadi."

Alexa menyerah dan membiarkan Liam membantunya. Bersama, mereka mencuci piring, mengelap meja, dan merapikan peralatan makan yang sudah selesai digunakan. Suasana dapur terasa tenang, hanya diiringi suara piring dan sendok yang beradu lembut.

Saat selesai, Alexa membuka pembicaraan untuk mengisi keheningan. "Katanya Kakak mau kerja bareng Gavin, ya?" tanyanya sambil melipat kain lap dan meletakkannya di sudut meja.

Liam mengangguk sambil menyeka tangannya dengan handuk. "Iya. Gavin bilang dia butuh bantuan untuk beberapa proyek besar di perusahaan. Aku pikir, ini juga kesempatan bagus untuk memulai sesuatu yang baru setelah... ya, semua yang terjadi," jawabnya, nada suaranya sedikit menurun saat menyebutkan masa lalunya.

Alexa menoleh, menatap Liam dengan pandangan simpati. "Pasti berat untuk Kakak. Tapi, setidaknya sekarang Kakak punya keluarga yang mendukung."

Liam tersenyum kecil, meski matanya menyiratkan kesedihan yang masih tersisa. "Iya, aku bersyukur ada Gavin dan kamu. Rasanya... aku nggak sendirian di sini."

Alexa membalas senyumnya. "Gavin sering bilang Kakak sangat berbakat dalam bisnis. Saya yakin kalian berdua bakal jadi tim yang hebat."

Liam tertawa pelan, mencoba mencairkan suasana. "Kamu terlalu baik, Alexa. Tapi sejujurnya, aku justru kagum sama kamu. Gavin sering cerita kalau kamu adalah pendukung terbesarnya. Dia bilang kamu yang selalu membuatnya kuat."

Alexa terdiam, merasa tersentuh sekaligus sedih mendengar pujian itu. "Semoga saja begitu," gumamnya pelan.

Ia kemudian bertanya dengan nada hati-hati, "Tapi Kak, kenapa nggak pulang ke rumah orang tua di Jogja saja? Di sana kan ada keluarga yang juga bisa menemani."

Liam menarik napas panjang sebelum menjawab. "Aku sempat kepikiran itu, Alexa. Tapi... suasana di sana terlalu ramai untukku sekarang. Orang tua pasti akan banyak bertanya soal perceraian, dan aku belum siap membicarakannya."

Alexa mengangguk, mencoba memahami. "Kadang, berada di tempat ramai malah bikin tambah nggak nyaman, apalagi kalau lagi butuh waktu sendiri."

Liam tersenyum kecil, terlihat lebih tenang. "Itu sebabnya aku menerima tawaran Gavin untuk tinggal di sini. Selain bisa lebih fokus bekerja, mungkin ini juga kesempatan untuk memulai kembali."

Alexa menatap Liam dengan pengertian. "Semoga Kakak betah di sini. Kalau ada apa-apa, jangan ragu bilang ke saya, ya."

"Terima kasih, Alexa. Kamu memang orang yang membuat orang lain merasa nyaman," balas Liam, membuat Alexa sedikit tersipu.

Alexa mengelap tangannya yang masih basah dan tersenyum. "Kalau begitu, saya mau ke kamar dulu, Kak. Kalau butuh sesuatu, panggil saja, ya."

Liam mengangguk sambil membalas senyumnya. "Terima kasih, Alexa. Aku rasa semuanya sudah cukup. Kamu istirahat saja. Malam sudah larut."

Alexa mengangguk sopan sebelum melangkah keluar dari dapur menuju kamarnya, meninggalkan Liam yang termenung sejenak di dapur.

.....

Pukul 11 malam, suara mesin mobil yang mendekat membangunkan Alexa dari tidurnya. Ia mengerjapkan mata, mencoba menyadari apa yang terjadi. Suara itu begitu akrab, suara mobil Gavin.

Dengan sedikit lelah, Alexa bangkit dari ranjang dan melangkah keluar kamar. Ia mengintip ke jendela ruang tamu, memastikan bahwa yang baru saja datang adalah suaminya. Benar saja, Gavin keluar dari mobil dengan langkah cepat sambil membawa tas kerjanya.

Alexa membuka pintu sebelum Gavin sempat mengetuk. "Kamu baru pulang?" tanyanya dengan nada datar, mencoba menyembunyikan rasa kesalnya.

"Meeting tadi baru selesai," jawab Gavin singkat sambil melewati Alexa tanpa memandangnya. Ia berjalan ke ruang tamu, meletakkan tasnya di sofa dengan gerakan tergesa.

Alexa menarik napas dalam, menahan diri untuk tidak mengomentari sikap Gavin. "Kak Liam sudah datang, dia di kamar tamu," katanya, mencoba memulai percakapan.

Gavin hanya mengangguk tanpa menoleh. "Oke," jawabnya datar sambil melepas jas dan dasinya.

Alexa melangkah ke dapur, mengambilkan segelas air untuk Gavin. Ketika ia kembali, Gavin sudah duduk di sofa sambil memeriksa ponselnya. Alexa menyerahkan gelas itu. "Ini minumnya," ucapnya singkat.

"Taruh saja di meja," balas Gavin, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

Alexa diam sejenak, lalu meletakkan gelas itu di meja seperti yang diminta. Dalam hati, ia merasa jengkel dengan sikap Gavin yang seolah-olah tidak peduli. Namun, seperti biasanya, ia memilih untuk menahan diri.

"Besok usahakan pulang lebih awal, Gav," kata Alexa akhirnya, meskipun ia tahu kemungkinan besar Gavin tidak akan menepatinya.

"Kalau sempat," jawab Gavin tanpa melihat ke arahnya.

Alexa hanya mengangguk kecil, merasa percuma untuk berbicara lebih jauh. Ia melangkah kembali ke kamar dengan langkah pelan, meninggalkan Gavin yang masih sibuk dengan ponselnya. Di dalam kamar, Alexa duduk di tepi ranjang, merasakan kelelahan fisik dan emosional yang semakin menumpuk.

Tak lama kemudian, Gavin masuk ke kamar, membuka dasinya dan meletakkannya di kursi. Tanpa mengatakan apa-apa, ia langsung menuju kamar mandi. Alexa hanya bisa memandanginya sekilas sebelum berbaring kembali.

Ketika Gavin keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan boxer, ia mengeringkan rambutnya sambil berjalan ke lemari. Alexa meliriknya sekilas, tapi Gavin tidak menyadarinya atau mungkin sengaja mengabaikannya.

"Kamu belum tidur?" tanya Gavin akhirnya, dengan nada datar, tanpa menatap Alexa.

"Belum," jawab Alexa singkat.

Gavin hanya mengangguk, lalu naik ke ranjang tanpa berkata-kata. Ia mengambil ponselnya lagi dan mulai menggulir layar, sama sekali tidak mencoba memulai pembicaraan.

Alexa memandangi Gavin sejenak, berharap suaminya akan berkata sesuatu, apapun, yang bisa sedikit mengurangi jarak di antara mereka. Tapi harapan itu kembali sirna saat Gavin tampak terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Dengan hati yang berat, Alexa membalikkan badan, mencoba memejamkan mata sambil menahan air mata yang ingin jatuh.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Kesunyian Yang Mengusik

    Suara dering ponsel Gavin memecah keheningan kamar, membuatnya langsung menghentikan aktivitasnya. Gavin menghela napas pelan, lalu bangkit dari ranjang untuk mengambil ponselnya yang tergeletak di meja.Alexa yang sedang berbaring menatapnya sekilas, merasa jengkel. "Ponselmu lagi?" tanyanya dengan nada datar, mencoba menyembunyikan rasa kesalnya."Ya," jawab Gavin singkat tanpa menoleh. Ia melihat layar ponsel dan wajahnya berubah serius."Siapa?" tanya Alexa lagi, suaranya sedikit menuntut."Klien," jawab Gavin dingin sambil mengangkat telepon. Ia berjalan menjauh tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.Alexa menatap punggung Gavin dengan perasaan campur aduk. Dari tempat tidur, ia bisa mendengar potongan percakapan Gavin yang terdengar formal dan penuh perhatian, seperti biasa saat berbicara dengan klien.Setelah beberapa menit, Gavin kembali ke kamar dengan ekspresi datar. Ia meletakkan ponselnya di atas meja tanpa berkata apa-apa."Serius, Gav? Bahkan di rumah, kamu masih sibu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Bayang-bayang Masa Lalu

    Pov Liam Suara mobil yang terdengar dari luar jendela membangunkan aku dari lamunan. Aku mendekat ke jendela kamar dan melihat Gavin baru saja tiba, tampak lelah namun tetap sigap dengan pekerjaannya. Aku menggelengkan kepala, tak heran dengan sikapnya yang selalu gila kerja. Berbeda denganku, yang lebih memilih menikmati hidup dan waktu yang ada. Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu kamar tertutup. Aku tahu, Gavin pasti sudah masuk ke kamar bersama Alexa. Sesaat, aku merasa canggung, entah mengapa, meski aku tak tahu harus merasa apa. Bagaimana pun juga, aku adalah kakak ipar, dan Alexa adalah istrinya. Aku menghela napas pelan dan berbalik dari jendela. Jika sudah seperti ini, mungkin lebih baik aku keluar untuk mencari udara segar. Aku turun ke lantai bawah, berusaha mengusir ketegangan yang ada di tubuhku. Aku ingin membuat secangkir teh atau kopi, sesuatu yang bisa menenangkan pikiranku. Malam ini aku tidak bisa tidur, mungkin karena di pesawat tadi aku sudah tertid

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Awal baru di hari yang sibuk

    Pagi mulai menyinari rumah, cahaya lembut menembus tirai jendela, dan Alexa terbangun dari tidurnya yang tidak terlalu nyenyak. Mata yang masih mengantuk, ia menghela napas panjang sebelum bergegas bangkit dari sofa ruang tamu. Ia merasa sedikit canggung, mengingat malam sebelumnya, tetapi mencoba menepis perasaan itu. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.Setelah selesai mandi, Alexa mulai menyiapkan sarapan. Sebagai istri Gavin dan tuan rumah yang baik, ia ingin memastikan hari pertama Liam bekerja bersama Gavin di rumah ini berjalan lancar. Ia membuatkan dua cangkir kopi panas, roti panggang, dan telur dadar yang sederhana namun lezat. Sambil mempersiapkan makanan, ia melirik ke jam dinding, memastikan semuanya siap sebelum mereka turun untuk sarapan.Ketika sarapan sudah siap, Alexa meletakkan piring-piring di meja makan, memastikan semuanya tertata rapi. Ia mendengar suara langkah kaki dari lantai atas, tanda bahwa Gavin dan Liam sudah bangu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Hari yang menyenangkan

    Setelah mereka pergi bekerja, Alexa mulai membereskan meja makan yang masih penuh dengan sisa sarapan. Piring-piring bekas digunakan Gavin dan Liam ia kumpulkan dengan hati-hati, lalu dibawa ke wastafel.Ia melirik ke jam dinding di dapur, memastikan masih ada waktu sebelum ia pergi ke gym bersama sahabatnya, Naomi. Rutinitas ke gym setiap pagi Rabu adalah hal yang selalu dinantikannya.Setelah selesai mencuci piring dan memastikan dapur dalam keadaan rapi, Alexa melangkah ke kamar untuk berganti pakaian. Ia memilih setelan olahraga favoritnya—kaus longgar berwarna pastel dan legging hitam—kemudian mengambil botol minum dan handuk kecil dari rak di sudut kamar.Saat Alexa hendak masuk ke mobil, ponselnya yang diletakkan di atas dashboard berdering. Nama Naomi muncul di layar, membuat Alexa segera mengangkatnya."Udah berangkat belum, Lex?" suara ceria Naomi terdengar dari seberang."Baru mau berangkat," jawab Alexa sambil membuka pintu mobil."Jemput aku di rumah, ya? Mobil aku lagi d

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Pertengkaran di malam sunyi

    Malam telah tiba, dan keheningan menyelimuti rumah. Alexa duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong, sesekali melirik ke arah jam dinding. Jarum panjang menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Gavin belum juga pulang.Liam sudah tiba di rumah sejak dua jam lalu. Namun, Gavin masih saja belum terlihat batang hidungnya. Alexa mencoba mengusir kecemasan dengan membuka ponselnya, tetapi pikirannya tetap tak bisa lepas dari rasa gelisah yang menghantuinya."Mungkin dia lembur lagi," gumam Alexa pelan, mencoba memberi alasan pada dirinya sendiri.Namun, di sudut hatinya, Alexa tahu ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan Gavin. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini terus mengendap di antara mereka tak lagi bisa dibiarkan begitu saja.Alexa menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia tahu pembicaraan ini tidak akan mudah, tetapi ia merasa perlu melakukannya demi hubungan mereka. Sambil menunggu, ia merapikan selimut dan memastikan kamar dalam keadaan rapi, seolah itu bisa mengu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Dalam dekapan malam

    Alexa berlari menaiki tangga dengan napas terengah-engah, air mata membasahi wajahnya. Sesampainya di kamar, ia langsung menutup pintu dan memutarnya hingga terkunci. Tubuhnya gemetar hebat, bukan hanya karena rasa sakit yang masih terasa di pipinya, tetapi juga karena hatinya yang remuk.Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya erat-erat. Suaranya tercekat saat mencoba menenangkan diri. Di dalam pikirannya, berputar berbagai pertanyaan tanpa jawaban. Bagaimana mungkin Gavin, pria yang selama ini ia percayai sepenuhnya, bisa melukai dirinya seperti ini?Di lantai bawah, Gavin masih berdiri kaku. Tangannya yang baru saja melayangkan tamparan kini terasa dingin dan kosong. Napasnya berat, matanya menatap lantai tanpa fokus. Rasa bersalah menyelimuti dirinya, tetapi ia tak tahu harus bagaimana untuk memperbaiki kesalahan ini.Setelah beberapa menit, Gavin memberanikan diri untuk naik ke lantai atas. Ia berdiri di depan pintu kamar Alexa, mengetuk pelan sambil berkata dengan suara serak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Jejak yang hilang

    Alexa terbangun dengan kepala yang terasa berat, bekas tangis semalam masih membekas di wajahnya. Matanya terasa bengkak dan perih, sementara pikirannya mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai. Ia mengerjap beberapa kali, mengusir rasa kantuk yang masih tersisa.Pandangan Alexa tertuju pada jam dinding kamar. Pukul tujuh pagi. Ia menghela napas panjang. "Apa Gavin nggak pulang semalam? Kemana dia?" pikirnya dengan gelisah. Hati kecilnya menolak untuk menebak apa yang mungkin dilakukan Gavin di luar sana.Namun, tiba-tiba ingatan semalam muncul dengan jelas di benaknya. Tangisan yang tak terbendung. Pelukan yang terasa menenangkan. Alexa menahan napas sejenak, wajahnya memerah seketika."Aku... aku menangis di pelukan Kak Liam?" gumamnya pelan, menunduk sambil memegang wajahnya sendiri. Malu menyeruak dalam dadanya, membuatnya merasa canggung hanya dengan memikirkannya. "Astaga, kenapa aku bisa kayak gitu? Aku nggak tahu harus ngomong apa ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang panas

    Malam semakin larut, udara dingin menusuk kulit ketika Liam masih terus mencari keberadaan Gavin. Ia sudah menghubungi beberapa teman dekat Gavin, bahkan mendatangi tempat-tempat yang biasanya sering dikunjungi Gavin, tetapi hasilnya nihil. Gavin seolah menghilang tanpa jejak.Liam menghela napas panjang, rasa lelah mulai terasa di tubuhnya. Setelah sekian lama berkeliling tanpa hasil, ia memutuskan untuk menyerah untuk sementara waktu. "Mungkin dia butuh waktu sendiri," gumam Liam pelan pada dirinya sendiri.Dalam perjalanan pulang, pikiran Liam dipenuhi berbagai kemungkinan. Kekhawatiran mulai merayap di hatinya, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. Setibanya di rumah, Liam melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Ia menduga Alexa masih menunggunya.Liam masuk dengan langkah perlahan, berusaha tidak membuat suara. Namun, Alexa ternyata masih terjaga, duduk di sofa dengan pandangan lelah."Kamu belum tidur?" tanya Liam sambil menatapnya."Aku nunggu Kakak," jawab Alexa pelan.Liam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang tenang

    "Jangan lakukan itu lagi saat aku di rumah, Alexa," ucap Liam dengan nada tegas, matanya menyorot tajam, menunjukkan kekecewaan yang mendalam.Alexa menunduk dalam. Suaranya tercekat saat berkata, "Aku minta maaf, Kak Liam."Liam menghela napas berat, raut wajahnya melembut, lalu menatap Alexa dalam. "Baiklah, aku akan memaafkanmu. Kamu tahu aku mencintaimu, Alexa," ucapnya dengan suara yang penuh kasih sayang, meskipun ada sedikit nada lelah di sana.Alexa terkejut mendengar kata-kata itu, matanya membelalak, tetapi juga lega karena Liam sudah kembali ke sifatnya yang semula. "Aku tahu," jawabnya pelan, suaranya hampir tak terdengar."Kamu mau pergi?" tanya Liam, nada suaranya sudah jauh lebih lembut."Aku mau beli bahan dapur, Kak. Stoknya hampir habis," jawab Alexa."Mau Kakak antar?" tanya Liam, menatapnya dengan tatapan penuh perhatian."Aku bisa sendiri naik mobil," jawab Alexa, mencoba meyakinkan Liam.

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ketegangan di siang hari

    Alexa menatap wajah Gavin yang tertidur lelap di sampingnya, lengannya masih melingkar di pinggangnya. Napasnya teratur, wajahnya terlihat lebih tenang dibanding biasanya. Semalam, setelah semua yang terjadi, mereka langsung tertidur dalam kelelahan, tanpa ada sehelai kain pun yang menutupi tubuh mereka selain selimut yang membungkus mereka berdua.Perlahan, Alexa mencoba melepaskan diri dari pelukan Gavin tanpa membangunkannya.Namun, begitu ia berdiri, pandangannya tanpa sadar tertuju ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka. Jantungnya berdegup lebih kencang. Apakah… Liam sudah bangun? Apakah dia mendengar sesuatu semalam?Alexa menggigit bibirnya, berusaha mengusir pikiran itu. Ia tidak bisa membayangkan apa yang ada di kepala Liam saat ini.Alexa melangkah pelan menuju kamar mandi, merasakan hawa dingin menyentuh kulitnya saat ia melepaskan selimut yang membalut tubuhnya. Air hangat dari shower mengalir membasahi kulitnya, namun pikirann

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang tak terduga

    Sebelum memutuskan untuk pulang, Liam mengajak Alexa untuk makan malam di restoran kecil dekat pantai. Restoran itu memiliki suasana yang hangat, dengan lampu-lampu kuning redup yang menggantung di sekitar, menciptakan nuansa romantis yang sempurna."Tempatnya bagus," kata Alexa sambil tersenyum, matanya menyapu dekorasi sederhana namun menenangkan di sekitar mereka.Liam tersenyum lega. "Syukurlah kalau kamu suka. Kita makan dulu sebelum pulang, ya."Mereka makan dengan tenang, menikmati hidangan laut segar yang disajikan hangat. Percakapan ringan di antara mereka membuat suasana semakin santai. Tawa Alexa dan candaan Liam menjadi penutup yang manis setelah seharian di pantai.Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan, Alexa menyandarkan kepalanya di jendela mobil, menatap jalanan malam yang lengang. Ketika mereka sampai di rumah, keadaan rumah tampak gelap."Kayaknya Gavin belum pulang, ya," ujar Alexa sambil melirik jam di tangannya yang menunjukkan pu

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Keindahan senja di pantai

    Alexa dan Liam duduk di sebuah meja kafe kecil, menikmati sarapan bersama di pagi yang cerah. Suasana ringan mengalir di antara mereka, diselingi canda tawa yang membuat suasana menjadi lebih hangat. Alexa, yang biasanya terlihat murung dan penuh beban, kini tampak lebih santai. Senyum yang jarang terlihat akhirnya muncul di wajahnya."Jadi, Kak Liam," ujar Alexa sambil menusuk potongan pancake di piringnya, "Kakak serius mau masak buat aku tadi pagi? Aku nggak kebayang dapur bakal berantakan seperti apa kalau itu benar-benar terjadi."Liam tertawa kecil. "Hah, kamu nggak percaya banget sama kemampuan masak Kakak, ya? Aku kan pernah bikin omelet yang nggak gosong waktu itu!"Alexa terkekeh. "Iya, tapi jangan lupa waktu itu Kakak hampir bakar wajan juga."Percakapan mereka terus mengalir ringan. Candaan Liam berhasil membuat Alexa tertawa lepas, melupakan sejenak rasa sakit yang selama ini menghantuinya karena Gavin. Ia merasa lebih nyaman, seperti menemukan kembali bagian dari dirinya

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ikatan terlarang

    Pagi telah tiba, namun Alexa masih merasa lelah. Matanya sembab, menunjukkan betapa sedikit tidur yang berhasil ia dapatkan. Kejadian semalam terus menghantui pikirannya, membuatnya gelisah sepanjang malam. Ia menggeliat pelan di tempat tidur, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong."Kenapa aku bisa sampai seperti ini?" gumamnya pada diri sendiri, suaranya hampir tak terdengar. Perasaan bersalah dan bimbang bercampur menjadi satu di dadanya. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan kekacauan dalam pikirannya.Namun, di balik semua itu, ada perasaan lain yang tidak bisa ia abaikan. Perasaan nyaman dan hangat yang muncul ketika bersama Liam. "Tapi... entah kenapa, bersama Kak Liam, aku merasa nyaman," bisiknya pelan, seolah mencoba mencari pembenaran untuk apa yang telah terjadi.Alexa mengingat senyum lembut Liam, cara pria itu memperlakukannya dengan penuh perhatian, berbeda dari Gavin yang akhir-akhir ini semakin jauh darinya. "Aku merasakan sesuatu yang nggak pernah a

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang panas

    Malam semakin larut, udara dingin menusuk kulit ketika Liam masih terus mencari keberadaan Gavin. Ia sudah menghubungi beberapa teman dekat Gavin, bahkan mendatangi tempat-tempat yang biasanya sering dikunjungi Gavin, tetapi hasilnya nihil. Gavin seolah menghilang tanpa jejak.Liam menghela napas panjang, rasa lelah mulai terasa di tubuhnya. Setelah sekian lama berkeliling tanpa hasil, ia memutuskan untuk menyerah untuk sementara waktu. "Mungkin dia butuh waktu sendiri," gumam Liam pelan pada dirinya sendiri.Dalam perjalanan pulang, pikiran Liam dipenuhi berbagai kemungkinan. Kekhawatiran mulai merayap di hatinya, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. Setibanya di rumah, Liam melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Ia menduga Alexa masih menunggunya.Liam masuk dengan langkah perlahan, berusaha tidak membuat suara. Namun, Alexa ternyata masih terjaga, duduk di sofa dengan pandangan lelah."Kamu belum tidur?" tanya Liam sambil menatapnya."Aku nunggu Kakak," jawab Alexa pelan.Liam

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Jejak yang hilang

    Alexa terbangun dengan kepala yang terasa berat, bekas tangis semalam masih membekas di wajahnya. Matanya terasa bengkak dan perih, sementara pikirannya mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai. Ia mengerjap beberapa kali, mengusir rasa kantuk yang masih tersisa.Pandangan Alexa tertuju pada jam dinding kamar. Pukul tujuh pagi. Ia menghela napas panjang. "Apa Gavin nggak pulang semalam? Kemana dia?" pikirnya dengan gelisah. Hati kecilnya menolak untuk menebak apa yang mungkin dilakukan Gavin di luar sana.Namun, tiba-tiba ingatan semalam muncul dengan jelas di benaknya. Tangisan yang tak terbendung. Pelukan yang terasa menenangkan. Alexa menahan napas sejenak, wajahnya memerah seketika."Aku... aku menangis di pelukan Kak Liam?" gumamnya pelan, menunduk sambil memegang wajahnya sendiri. Malu menyeruak dalam dadanya, membuatnya merasa canggung hanya dengan memikirkannya. "Astaga, kenapa aku bisa kayak gitu? Aku nggak tahu harus ngomong apa ka

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Dalam dekapan malam

    Alexa berlari menaiki tangga dengan napas terengah-engah, air mata membasahi wajahnya. Sesampainya di kamar, ia langsung menutup pintu dan memutarnya hingga terkunci. Tubuhnya gemetar hebat, bukan hanya karena rasa sakit yang masih terasa di pipinya, tetapi juga karena hatinya yang remuk.Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya erat-erat. Suaranya tercekat saat mencoba menenangkan diri. Di dalam pikirannya, berputar berbagai pertanyaan tanpa jawaban. Bagaimana mungkin Gavin, pria yang selama ini ia percayai sepenuhnya, bisa melukai dirinya seperti ini?Di lantai bawah, Gavin masih berdiri kaku. Tangannya yang baru saja melayangkan tamparan kini terasa dingin dan kosong. Napasnya berat, matanya menatap lantai tanpa fokus. Rasa bersalah menyelimuti dirinya, tetapi ia tak tahu harus bagaimana untuk memperbaiki kesalahan ini.Setelah beberapa menit, Gavin memberanikan diri untuk naik ke lantai atas. Ia berdiri di depan pintu kamar Alexa, mengetuk pelan sambil berkata dengan suara serak

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Pertengkaran di malam sunyi

    Malam telah tiba, dan keheningan menyelimuti rumah. Alexa duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong, sesekali melirik ke arah jam dinding. Jarum panjang menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Gavin belum juga pulang.Liam sudah tiba di rumah sejak dua jam lalu. Namun, Gavin masih saja belum terlihat batang hidungnya. Alexa mencoba mengusir kecemasan dengan membuka ponselnya, tetapi pikirannya tetap tak bisa lepas dari rasa gelisah yang menghantuinya."Mungkin dia lembur lagi," gumam Alexa pelan, mencoba memberi alasan pada dirinya sendiri.Namun, di sudut hatinya, Alexa tahu ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan Gavin. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini terus mengendap di antara mereka tak lagi bisa dibiarkan begitu saja.Alexa menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia tahu pembicaraan ini tidak akan mudah, tetapi ia merasa perlu melakukannya demi hubungan mereka. Sambil menunggu, ia merapikan selimut dan memastikan kamar dalam keadaan rapi, seolah itu bisa mengu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status