“Odelia.” Darla menyapa Odelia yang baru saja keluar dari lift. Dia segera menghampiri Odelia, sambil memeluk lengan teman dekatnya itu. Sesekali, dia melirik mencari keberadaan Noah, namun ternyata tidak ada Noah di sekitarnya.Mata Odelia menyipit, menatap mata Darla yang mengendar ke sekitar. “Kau ini memanggilku, tapi matamu ke mana-mana. Sebenarnya apa yang kau cari, Darla?” serunya jengkel.Darla meringis sambil menatap Odelia. “Aku mencari kekasihmu. Aku pikir saat kau keluar lift, Tuan Danzel di belakangmu. Eh, tapi kau saja menggunakan lift karyawan. Kau tidak pernah menggunakan lift exclusive yang biasa digunakan Tuan Danzel.”Odelia mendesah panjang, lalu menatap ke sekitar—untungnya masih sepi belum ada siapa pun. Jadi percakapan antara dirinya dan Darla tidak didengar oleh siapa pun. Kalau saja ada yang dengar, maka tamatlah hidup Odelia. Dia belum siap menjadi pusat perhatian banyak karyawan.“Aku berangkat bersama dengan Noah, tapi dia hari ini tidak ke kantor karena ad
Manik mata abu-abu Odelia memancarkan jelas kekecewaan dan emosi yang menjadi satu. Apa yang dikatakan oleh Bella sangat jelas di telinganya. Odelia sama sekali tidak salah dengar.Perkataan sarkas yang lolos di bibir Bella seperti cambuk keras yang menghantam tubuhnya. Odelia sama sekali tidak menyangka kalau Bella akan menyamakan dirinya seperti pelacur rendahan di luar sana.Napas Odelia sedikit memburu akibat kemarahannya terpancing. Dia merasa harga dirinya dijatuhkan. Meski air mata ingin menetes, tapi dia tidak akan pernah sekalipun ingin menunjukkan kelemahannya di depan orang lain. Terlebih pada orang yang telah merendahkan harga dirinya.“Nyonya Bella Danzel, jadi tujuanmu ke sini hanya bermaksud ingin merendahkanku?” Nada bicara Odelia bergetar, menahan perih, namun tetap sopan. Bagaimanapun, yang ada di hadapan Odelia adalah ibu kandung Noah. Dia tetap harus bersikap sopan, sekalipun ibu kandung Noah telah melukai hatinya.“Aku tidak merendahkanmu. Tapi aku hanya memberi t
Mata Odelia sembab akibat air mata yang sejak tadi terjatuh membasahi pipinnya. Odelia sudah berusaha keras untuk tidak menangis, tapi ternyata tidak bisa. Di saat dia hanya seorang diri, tanpa siapa pun—kesedihannya ke luar tidak bisa tertahankan.Odelia berhasil move on total dari Victor. Kehadiran Noah membuat hidupnya jauh lebih indah. Meski baru menjalin hubungan dengan Noah, tapi dia sudah bisa merasakan bahwa cintanya pada Noah jauh lebih besar daripada dulu cintanya pada Victor.Akan tetapi, di sini Odelia mengalami kendala yaitu status sosialnya dengan Noah sangat berbeda jauh. Dia harus sadar bahwa dirinya tidak mungkin bersatu dengan Noah. Pun Odelia tidak ingin membuat Noah bertengkar dengan ibu kandungnya.Sampai kapan pun, Odelia tidak akan meminta Noah untuk memilih antara dirinya atau ibu kandung pria itu. Jahat jika sampai Odelia meminta Noah memilih. Sekalipun Bella mengeluarkan kata-kata kasar, tetap saja Odelia tidak akan membuat Noah harus memilih seperti itu. Bag
*Aku berangkat lebih dulu. Aku memiliki meeting di luar kantor. Maaf, aku tidak membangunkanmu. Kau tidur pulas. Aku tidak tega membangunkanmu. Hari ini aku sudah meminta asistenku menghubungi pihak HRD mengatakan kau sedang sakit. Kau tidak usah berangkat bekerja. Istirahatlah. Ini bukan permintaan, melainkan perintah yang wajib kau jalankan. Noah. D.* Odelia mengembuskan napas panjang membaca note yang ada di atas nakas. Pagi menyapa, Odelia bangun tidur—mendapati Noah tidak ada di sampingnya—dan langsung membaca sebuah note yang ada di atas nakas.Hari ini bukanlah hari libur. Odelia harus ke kantor, karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun, sayangnya pekerjaan Odelia tidak bisa dikerjakan sekarang, karena Noah sudah memberi perintah asistennya untuk berbicara pada HRD departemen di perusahaan pria itu.Sungguh, Odelia tidak pernah ingin memanfaatkan posisi sebagai kekasih Noah Danzel. Akan tetapi, jika dalam kondisi seperti sekarang ini, maka mau tidak mau Od
Dentuman musik memekak telinga. Aroma tembakau bercampur dengan aroma alkohol melebur menjadi satu. Noah duduk di kursi VVIP. Tak sembarang orang bisa duduk di kursi VVIP di salah satu klub bergengsi yang ada di New York itu.Noah ingin menemui Odelia, akan tetapi pikirannya sedang kacau, membuatnya memutuskan untuk pergi ke klub malam. Emosinya sedang tak stabil, dia takut kalau dirinya melukai Odelia. Itu kenapa Noah memutuskan untuk tenang dulu, baru pria itu bisa kembali menemui Odelia. Noah sudah menduga kalau ibunya akan melakukan ini. Akan tetapi, dia sama sekali tak mengira kalau ibunya berani melakukan hal itu di belakangnya, bukan di depannya. Noah mengenal sifat ibunya yang selalu memandang seseorang dari harta.Noah mengerti maksud ibunya yang tak ingin dirinya ditipu. Pun, dia bukanlah orang bodoh. Dia tahu mana yang tulus dan tidak. Selama ini, Odelia tidak pernah sekalipun memanfaatkannya. Padahal seharusnya, Odelia bisa melakukan hal tersebut. “Tuan, ini pesanan Anda
“I want you, Odelia.”Suara bisikan serak lolos di bibir Noah, membuat kulit Odelia merinding tak karuan. Seluruh organ dalam tubuh Odelia bergejolak, tak menentu. Napas halus Noah menerpa kulitnya membuat rangsangan dahsyat di tubuh Odelia.Odelia meremas pelan kemeja Noah dengan bibir yang masih saling menaut. Desahan lolos di bibirnya merasakan ciuman dahsyat Noah. Lidah Noah masuk ke dalam rongga mulutnya—membelai langit-langit di mulutnya. “Noah,” desah Odelia tak tahan ketika jemari Noah bermain di puting payudaranya.Noah melepaskan tautan bibirnya. “Puaskan aku, Odelia.” Dia membelai bibir ranum Odelia, seraya melucuti dress yang dipakai Odelia—dan melempar ke sembarangan arah.Mata Odelia berkabut gairah mendengar permintaan Noah. Detik selanjutnya, wanuta itu melucuti kemeja yang dipakai Noah, melempar ke sembarangan arah. Manik mata abu-abu Odelia berkilat penuh kekaguman menatap tubuh bidang Noah. Dada bidang, otot perut, dan lengan kekar Noah begitu menggoda.Odelia memb
“Sayang, kenapa wajahmu kesal sekali seperti itu?” Monica memeluk Victor, dan mendongakkan kepalanya menatap calon suaminya itu. Dia khusus mendatangi sang calon suami. Sekalipun dirinya sibuk, tapi Monica selalu meluangkan waktunya untuk pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.“Mood-ku sedang kacau, Monica.” Victor membelai pipi Monica. “Kenapa kau datang ke sini?” tanyanya sambil mengecup bibir wanita itu. Pria itu mati-matian berusaha sekeras mungkin, untuk bersikap tak terjadi apa pun. Padahal matanya memancarkan jelas ada sesuatu hal yang membebani pikirannya.“Kenapa mood-mu kacau, Sayang? Apa ada masalah perusahaan lagi? Bukankah kemarin aku baru saja menyuntikkan dana ke perusahaanmu?” Monica memeluk lengan Victor, menatap sang pujaan hati dengan penuh khawatir. Terlihat jelas bahwa Monica begitu mencintai Victor. Victor tersenyum merespon ucapan Monica. Ya, inilah yang membuatnya bertahan memiliki hubungan dengan Monica Danzel. Di saat perusahaannya berada di ambang k
“Monica?” Noah sedikit terkejut melihat Monica bersama dengan calon suami sepupunya itu. Dia sedikit tak menyangka kalau akan bertemu dengan Monica. Dunia seakan benar-benar sempit. Padahal dia sudah memilih restoran yang bagus dan tak begitu ramai, karena Noah tak ingin diganggu siapa pun saat bersama Odelia. Noah hanya sedikit terkejut melihat Monica. Sedangkan Odelia bukan hanya terkejut tapi wanita itu kesal dan malas. Wanita itu sudah muak melihat wajah Victor, akan tetapi mau tak mau, Odelia mulai harus membiasakan diri. Posisinya sekarang Victor adalah calon suami Monica. Pasti dirinya akan sering bertemu dengan Victor sering.Odelia sudah murni tidak memiliki perasaan apa pun pada Victor. Kehadiran Noah telah berhasil membuat Odelia move on total. Namun, yang menjadi masalah adalah dirinya enggan bertemu Victor. Terlebih, dia masih ingat kata-kata Victor waktu di taman temp hari.“Hi, Noah, Odelia. Aku tidak mengira bertemu kalian.” Monica memberikan pelukan pada Noah dan Ode