*Aku berangkat lebih dulu. Aku memiliki meeting di luar kantor. Maaf, aku tidak membangunkanmu. Kau tidur pulas. Aku tidak tega membangunkanmu. Hari ini aku sudah meminta asistenku menghubungi pihak HRD mengatakan kau sedang sakit. Kau tidak usah berangkat bekerja. Istirahatlah. Ini bukan permintaan, melainkan perintah yang wajib kau jalankan. Noah. D.* Odelia mengembuskan napas panjang membaca note yang ada di atas nakas. Pagi menyapa, Odelia bangun tidur—mendapati Noah tidak ada di sampingnya—dan langsung membaca sebuah note yang ada di atas nakas.Hari ini bukanlah hari libur. Odelia harus ke kantor, karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun, sayangnya pekerjaan Odelia tidak bisa dikerjakan sekarang, karena Noah sudah memberi perintah asistennya untuk berbicara pada HRD departemen di perusahaan pria itu.Sungguh, Odelia tidak pernah ingin memanfaatkan posisi sebagai kekasih Noah Danzel. Akan tetapi, jika dalam kondisi seperti sekarang ini, maka mau tidak mau Od
Dentuman musik memekak telinga. Aroma tembakau bercampur dengan aroma alkohol melebur menjadi satu. Noah duduk di kursi VVIP. Tak sembarang orang bisa duduk di kursi VVIP di salah satu klub bergengsi yang ada di New York itu.Noah ingin menemui Odelia, akan tetapi pikirannya sedang kacau, membuatnya memutuskan untuk pergi ke klub malam. Emosinya sedang tak stabil, dia takut kalau dirinya melukai Odelia. Itu kenapa Noah memutuskan untuk tenang dulu, baru pria itu bisa kembali menemui Odelia. Noah sudah menduga kalau ibunya akan melakukan ini. Akan tetapi, dia sama sekali tak mengira kalau ibunya berani melakukan hal itu di belakangnya, bukan di depannya. Noah mengenal sifat ibunya yang selalu memandang seseorang dari harta.Noah mengerti maksud ibunya yang tak ingin dirinya ditipu. Pun, dia bukanlah orang bodoh. Dia tahu mana yang tulus dan tidak. Selama ini, Odelia tidak pernah sekalipun memanfaatkannya. Padahal seharusnya, Odelia bisa melakukan hal tersebut. “Tuan, ini pesanan Anda
“I want you, Odelia.”Suara bisikan serak lolos di bibir Noah, membuat kulit Odelia merinding tak karuan. Seluruh organ dalam tubuh Odelia bergejolak, tak menentu. Napas halus Noah menerpa kulitnya membuat rangsangan dahsyat di tubuh Odelia.Odelia meremas pelan kemeja Noah dengan bibir yang masih saling menaut. Desahan lolos di bibirnya merasakan ciuman dahsyat Noah. Lidah Noah masuk ke dalam rongga mulutnya—membelai langit-langit di mulutnya. “Noah,” desah Odelia tak tahan ketika jemari Noah bermain di puting payudaranya.Noah melepaskan tautan bibirnya. “Puaskan aku, Odelia.” Dia membelai bibir ranum Odelia, seraya melucuti dress yang dipakai Odelia—dan melempar ke sembarangan arah.Mata Odelia berkabut gairah mendengar permintaan Noah. Detik selanjutnya, wanuta itu melucuti kemeja yang dipakai Noah, melempar ke sembarangan arah. Manik mata abu-abu Odelia berkilat penuh kekaguman menatap tubuh bidang Noah. Dada bidang, otot perut, dan lengan kekar Noah begitu menggoda.Odelia memb
“Sayang, kenapa wajahmu kesal sekali seperti itu?” Monica memeluk Victor, dan mendongakkan kepalanya menatap calon suaminya itu. Dia khusus mendatangi sang calon suami. Sekalipun dirinya sibuk, tapi Monica selalu meluangkan waktunya untuk pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.“Mood-ku sedang kacau, Monica.” Victor membelai pipi Monica. “Kenapa kau datang ke sini?” tanyanya sambil mengecup bibir wanita itu. Pria itu mati-matian berusaha sekeras mungkin, untuk bersikap tak terjadi apa pun. Padahal matanya memancarkan jelas ada sesuatu hal yang membebani pikirannya.“Kenapa mood-mu kacau, Sayang? Apa ada masalah perusahaan lagi? Bukankah kemarin aku baru saja menyuntikkan dana ke perusahaanmu?” Monica memeluk lengan Victor, menatap sang pujaan hati dengan penuh khawatir. Terlihat jelas bahwa Monica begitu mencintai Victor. Victor tersenyum merespon ucapan Monica. Ya, inilah yang membuatnya bertahan memiliki hubungan dengan Monica Danzel. Di saat perusahaannya berada di ambang k
“Monica?” Noah sedikit terkejut melihat Monica bersama dengan calon suami sepupunya itu. Dia sedikit tak menyangka kalau akan bertemu dengan Monica. Dunia seakan benar-benar sempit. Padahal dia sudah memilih restoran yang bagus dan tak begitu ramai, karena Noah tak ingin diganggu siapa pun saat bersama Odelia. Noah hanya sedikit terkejut melihat Monica. Sedangkan Odelia bukan hanya terkejut tapi wanita itu kesal dan malas. Wanita itu sudah muak melihat wajah Victor, akan tetapi mau tak mau, Odelia mulai harus membiasakan diri. Posisinya sekarang Victor adalah calon suami Monica. Pasti dirinya akan sering bertemu dengan Victor sering.Odelia sudah murni tidak memiliki perasaan apa pun pada Victor. Kehadiran Noah telah berhasil membuat Odelia move on total. Namun, yang menjadi masalah adalah dirinya enggan bertemu Victor. Terlebih, dia masih ingat kata-kata Victor waktu di taman temp hari.“Hi, Noah, Odelia. Aku tidak mengira bertemu kalian.” Monica memberikan pelukan pada Noah dan Ode
Odelia duduk di sofa kamar sambil menatap lurus ke depan. Langit terang sudah berganti ke langit malam. Suasana malam di luar begitu sunyi dan dingin. Gorden kamar sedikit bergerak-gerak—menandakan angin di luar memang terlalu kencang.Sepulang dari makan siang, Odelia segera kembali ke apartemennya bersama dengan Noah. Jam dinding sekarang menunjukkan pukul delapan malam. Odelia sudah berada di kamar. Sedangkan Noah berada di luar, karena asistennya menghubungi pria itu.Makan siang tadi, Odelia pikir akan menjadi makan siang romantis. Tapi ternyata apa yang Odelia pikirkan salah besar. Yang ada membuat dirinya kesal mendengar pertanyaan Victor.Sampai detik ini, Odelia tidak pernah tahu akhir dari hubungannya dengan Noah. Pun Noah tak pernah menyinggung tentang pernikahan—dan Odelia juga tak ingin terburu-buru dalam melangkah jauh.Gagal menikah, dan dikhianati meninggalkan trauma cukup berat di hati Odelia. Dulu, dia pernah percaya begitu dalam dan juga menaruh harapan yang amat da
“Morning.” Darla menyapa Odelia yang baru saja tiba di kantor. Dia senang, karena temannya sudah masuk bekerja.“Morning, Darla.” Odelia tersenyum menatap Darla.“Ini masih pagi, apa kau memiliki waktu untuk kita minum kopi sebentar di kafe bawah?” ujar Darla mengajak Odelia untuk minum kopi di kafe bawah.Odelia melirik sekilas arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Oke, aku juga ingin minum kopi di kafe bawah.Darla tersenyum di kala Odelia menerima tawarannya. Detik selanjutnya, wanita itu memeluk lengan Odelia—mengajak temannya itu meninggalkan tempat itu—menuju ke dalam lift. Waktu masih sangat pagi. Mereka masih memiliki waktu untuk bersantai sebelum memulai aktivitas.Di kafe, Odelia memesan dua kopi susu untuknya dan Darla. Pun mereka memesan cake. Duduk bersantai di kafe bawah perusahaan memang kerap Odelia dan Darla lakukan ketika waktu mereka sedang senggang.“Odelia,” panggil Darla di kala melihat wajah Odelia melamun nampak memikirkan sesuatu.“Hm?” Odelia seger
Raut wajah Odelia berubah membaca pesan masuk dari Bella Danzel. Sepasang iris mata Odelia memancarkan sesuatu hal. Debar jantungnya perpacu cukup kencang. Pertemuan terakhirnya dengan ibu Noah itu tidak sama sekali tidak baik.Odelia bergeming di tempatnya, tak bergerak sedikit pun. Tatapannya terus menatap pesan singkat dari ibu Noah. Ingatannya tergali akan hinaan ibu Noah pada tempo hari. Sebuah hinaan yang begitu menusuk relung hatinya. Odelia berusaha untuk tenang dibalik luka hatinya yang kembali terbuka. Dia ingin mengabaikan pesan tersebut, namun hal itu adalah tak mungkin. Odelia bukanlah sosok wanita pengecut yang tak berani menghadapi masalah yang hadir.Sejak di mana Odelia menjalin hubungan dengan Noah Danzel, dia sudah mencurigai hal ini akan terjadi. Jika saja perasaannya tak terlalu dalam, maka dia akan memilih untuk mundur dan menyerah. Odelia memejamkan mata singkat di kala sesuatu hal masuk ke dalam pikirannya. Detik selanjutnya, Odelia mengambil tas dan kunci m