"Nadine," ucap Sarah sambil memandang ke segala arah.
"Wah, selamat ya. Akhirnya kau menemukan panggilan hidupmu." Seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan Nadine namun usianya jauh di atas Sarah menyindir sambil tertawa. Dia adalah Angel, ibu Nadine yang juga ibu tiri Sarah.
"Apa kalian membutuhkan sesuatu? Kalau tidak aku akan kembali tampil," ucap Sarah sambil menutup pintu ruangan VIP. Dia bisa mendengar gelak tawa dari dalam tepat setelah pintu tertutup.
"Ka, tunggu." Sarah menghentikan langkahnya tapi tidak berbalik.
"Ka, aku mohon tolong maafkan aku dan Mama," mohon Nadine dengan suara lembut.
"Sudahlah, aku tidak ingin membahas masalah yang sudah lalu."
"Aku tidak membicarakan masa lalu kak. Aku meminta maaf karena mungkin akan melangkahimu dan menikah duluan," ucap Nadine lembut namun menusuk. Sarah sadar dia tidak bermaksud meminta maaf, tapi memamerkan kemampuannya mendapatkan laki-laki.
Sarah segera berjalan dengan cepat menuju ke tempatnya dan kembali memainkan musik dan bernyanyi.
Sarah sangat membenci Angel. Wanita itu penuh dengan intrik jahat. Setelah tiga tahun tidak bertemu, dia tidak menyangka akan melihat wajahnya lagi.
Sepuluh tahun yang lalu Sarah didepak dari rumah masa kecilnya sesaat setelah pemakaman ayahnya. Ibu tirinya tidak menginginkannya lagi.
"Aku akan mengirimkan warisan yang menjadi bagianmu, tapi jangan lagi muncul di hadapan kami," tegas Angel saat itu. Sarah yang masih berduka karena kehilangan satu-satunya pria yang mencintainya dengan sungguh, langsung menolaknya dengan marah.
"Silakan kalian ambil semua harta ayahku, tapi tolong jangan biarkan aku meninggalkan rumah ini. Aku hanya menginginkan rumah ini," pinta Sarah yang berusia 20 tahun saat itu. Tapi Angel mengacuhkannya dan tetap mengusirnya keluar dari rumah peninggalan orang tua Sarah.
Setahun kemudian Angel berniat menjual rumah itu. Tapi karena Sarah menolak, Angel tidak dapat menjualnya. Bertahun-tahun Angel memaksa bahkan mengancam Sarah agar memberikan persetujuannya untuk menjual rumah itu. Namun Sarah tetap menolak.
Hingga akhirnya tiga tahun yang lalu, Angel menipu Sarah dan berhasil mendapatkan tanda tangannya. Rumah itu mulai dipasarkan, tapi syukurnya hingga hari ini rumah itu belum juga laku terjual.
Sarah ingat, hari ini adalah hari ulang tahun Nadine, adik tirinya. Mereka memang tidak pernah benar-benar dekat dan kematian ayah Sarah sepuluh tahun yang lalu telah membuat mereka semakin terpisah. Meski begitu, setiap tahun Sarah masih mengirimkan hadiah dan ucapan selamat ulang tahun kepada Nadine, hingga peristiwa penipuan tiga tahun yang lalu.
Angel menjebak Sarah di perayaan ulang tahun Nadine. Angel menggunakan Nadine untuk membuat Sarah memberikan tanda tangannya, dan sampai hari ini Sarah masih menyesali kebodohannya. Kebodohan yang membuat rumah orangtuanya kapan saja bisa berpindah ke tangan orang asing.
Saat ini, rumah itu adalah alasan Sarah bekerja seperti robot. Dia akan melakukan apapun juga untuk mengumpulkan uang demi mendapatkan kembali rumah masa kecilnya. Dia berencana membeli rumah itu dari tangan Angel.
Sarah tidak punya apapun lagi selain kenangan dan rumah itu. Hanya rumah itu saksi kebahagiaan yang pernah Sarah miliki bersama ayah dan ibunya.
"Bila kau menikah dan memiliki anak kelak, besarkan mereka di rumah ini. Supaya kau bisa menceritakan bagaimana dulu kau menangis karena terjatuh dari pohon besar itu. Atau bagaimana paniknya ibumu ketika melihat asap di halaman belakang, hasil dari eksperimenmu dengan kaca pembesar dan matahari. Lalu ceritakan juga bagaimana kita menghabiskan waktu untuk bermain catur dan bercanda tawa seperti ini," ucap ayahnya saat itu.
Sarah berjanji dalam hatinya, bahwa dia akan mewujudkan semua permintaan ayahnya. Meskipun saat ini dia tidak yakin akan bisa menikah dan memiliki anak tapi dia ingin menghabiskan sisa umurnya di rumah itu. Rumah yang bukan hanya melindungi tubuhnya tapi juga melindungi hatinya.
***
"Bagaimana kehidupan percintaanmu? Apakah menggairahkan dan melelahkan?" tanya Rachel sambil tertawa.
"Melelahkan, hanya itu. Mengapa dulu kau tidak menikahiku?"
"Menurutmu kita bisa menikah? Apa kau sanggup menyentuhku?" tanya Rachel balik. Wajah Theo berubah menjadi jelek, seakan-akan dia mencium sampah. Lalu mereka tertawa terbahak-bahak.
"Kita tidak punya koneksi itu," jawab Rachel sambil memukul lengan Theo yang masih tertawa.
"Apa kau sudah mulai bosan dengan para gadis muda yang terus menawarkan dirinya kepadamu? Mau kukenalkan kepada seseorang?" goda Rachel sambil memainkan matanya.
"Berhentilah membicarakan para wanita dan mengejekku. Sekarang lebih baik kenalkan aku dengan guru musik terbaikmu," jawab Theo berpura-pura kesal.
"Hidup ini singkat dan kau sudah terlalu lama terjebak dalam masa lalu, majulah ke depan dan lupakan yang di belakangmu." Theo menghembuskan napas dengan keras.
"Rachel, hidupmu sendiri tidak jelas. Jadi kau tidak punya hak untuk mengajariku tentang hidup," gerutu Theo sambil memandang sekelilingnya.
"Paling tidak salah satu dari kita bertiga harus memiliki kehidupan yang baik dan keluarga yang harmonis. Aku dan Joel sudah kacau, tapi kau masih memiliki harapan untuk hidup lebih baik," jawab Rachel pelan.
"Jangan khawatir, hidupku baik-baik saja. Dan kau masih punya banyak kesempatan untuk memperbaiki hidupmu dengan orang lain. Begitu juga dengan Joel," ucap Theo sambil merangkul Rachel dengan lembut. Dia tahu Rachel hanya sedang mengkhawatirkannya.
Theo pernah menikahi sepupu sekaligus sahabat Rachel bernama Grace. Sedangkan Rachel menikahi Joel, sahabat Theo.
Dulu mereka berempat selalu pergi bersama, saling mendukung dan bersahabat hingga terasa seperti saudara. Namun nasib berkata lain, Grace meninggal dunia setelah melahirkan anak perempuan mereka delapan tahun yang lalu. Rachel dan Joel suaminya selalu menemaninya hingga dia cukup kuat untuk menerima kenyataan.
Namun, hubungan mereka renggang ketika Rachel dan Joel memutuskan untuk bercerai tiga tahun yang lalu. Theo menjauhi mereka berdua karena tidak ingin berada di tengah-tengah pertikaian mereka, dia bahkan membawa putrinya pergi ke luar negeri untuk mencari suasana yang baru.
Dua bulan yang lalu Theo kembali dari luar negeri dan langsung menghubungi Rachel serta Joel. Sesekali mereka bertemu sambil menikmati secangkir kopi. Hingga beberapa hari yang lalu Theo meminta Rachel untuk merekomendasikan seorang guru musik untuk anaknya.
"Baiklah, sekarang mari kita bahas masalah pekerjaan kita," ucap Rachel berusaha menahan tangisnya, karena haru.
"Apa kriteria yang kau butuhkan?" tanya Rachel sambil tersenyum agar kesedihan di hatinya hilang.
"Aku butuh seseorang yang memiliki kemampuan musik yang mumpuni. Bukan sekedar guru tapi juga seorang pemain. Dia harus sabar tapi juga tegas. Dan yang utama, dia seorang wanita serta bukan orang yang suka bergosip dan pandai menjaga rahasia," jelas Theo yang direspon dengan dengusan oleh Rachel.
"Kau mencari guru musik atau mata-mata?" canda Rachel sambil tertawa.
-Buk- Tiba-tiba terdengar suara buku yang dibanting dengan keras.
Theo dan Rachel segera berlari ke arah suara keras yang mengejutkan mereka.
"Sarah kau tidak apa-apa?" tanya Rachel khawatir setelah melihat Sarah duduk sambil menggosok-gosok tulang keringnya sambil meringis.
Theo segera membereskan buku-buku Sarah yang berserakan.
"Sudah berapa kali aku bilang, kau seharusnya menutup lobang ini! Ini sangat berbahaya. Untung aku yang jatuh, bagaimana kalau anak-anak yang jatuh?" gerutu Sarah sambil berdiri perlahan dibantu oleh Rachel.
"Baik, besok akan aku bereskan." Rachel menjawab dengan tenang. Kalau ada orang yang melihat, mereka pasti berpikir Sarah adalah pemilik Cantilena dan Rachel pegawainya.
"Ini buku-buku anda," ucap Theo sambil menyerahkan buku-buku Sarah.
"Teri-" Suara Sarah menghilang begitu dia mengangkat kepalanya dan memandang Theo. Dia terkesima.
Tubuh Theo yang tinggi dan atletis menjadi rumah yang pas bagi wajah Theo yang menawan. Mata coklatnya, bibir tipis dan rambut tebal coklatnya menambah pesona kulit bersihnya. Sarah belum pernah merasakan percikan seperti ini.
"Eh, terima kasih," ucap Sarah gugup setelah Rachel menyenggol lengannya.
"Perkenalkan ini Sarah, salah satu guru di tempat ini," ucap Rachel kepada Theo."Halo, saya Theo," ucap Theo sambil memberikan tangannya."Sarah," jawab Sarah sambil menjabat tangan Theo yang lembut dan tanpa sengaja, menghirup aroma citrus yang menyegarkan dari tubuh Theo.'Aromanya memabukkan dan kulit tangannya terasa selembut kapas,' batin Sarah mendamba."Sebenarnya Sarah adalah salah satu guru terbaik kami. Selain itu dia juga pemain musik yang cukup handal dan sering tampil di beberapa tempat." Rachel mempromosikan Sarah kepada Theo yang mendengarkan dengan seksama."Hanya saja dia memiliki satu kelemahan," lanjut Rachel yang membuat wajah Sarah yang putih bersih memerah dan mata bulatnya membesar. Sarah sangat kesal karena Rachel akan menjatuhkannya setelah mengangkatnya sedikit tinggi."Seperti yang kau saksikan tadi, dia bukan orang yang sabar." Sarah memandang Rachel dengan tajam. Kalau saja tidak ada Theo, dia pasti akan mencengkram leher Rachel.Theo tertawa dan herannya
[Sarah, bisakah hari ini kau luangkan waktu?] Sarah yang sedang dalam perjalanan menuju ke sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, membaca pesan yang dikirimkan Rachel dengan kesal.[Untuk apa?] balas Sarah singkat.Hari masih pagi tapi Rachel sudah mengajaknya bertemu. Sarah menduga pasti ada persoalan di sekolah musik, karena itu Rachel menghubunginya sepagi ini.[Theo ingin bertemu dan membicarakan rencanamu untuk mengajar putrinya.][Aku akan tiba di sekolah musik jam 2 siang. Waktuku kosong sampai jam 4,] balas Sarah cepat. Lagi-lagi dia merasa bersemangat karena akan bertemu dengan Theo. Lalu seakan seseorang menamparnya dengan keras, Sarah kembali menyadari bahwa Theo adalah suami seseorang.Siang itu, Sarah tidak membuang waktunya dan langsung berangkat menuju ke sekolah musik. Sarah merasa putus asa karena tidak bisa mengendalikan perasaannya. Meski menyadari bahwa Theo adalah pria beristri, namun hati Sarah tetap berbunga-bunga membayangkan akan bertemu dengannya sebentar la
"Dia tidak keberatan aku mengajar anaknya?" tanya Sarah tidak percaya."Ya, tapi dia menitipkan pesan. Pekerjaanmu adalah mengajar musik bukan yang lain. Jadi jangan suka ikut campur urusan yang lain!" tegas Rachel. Sarah tersenyum lega lalu mengangguk dengan keras.***Sarah memeriksa penampilan dari pantulan bayangannya di kaca iklan yang ada di halte kereta bawah tanah."Lumayan," guman Sarah sambil menyisir rambut panjangnya dengan jari. Dia sangat gugup tapi berusaha untuk tenang. Selama perjalanan menuju ke rumah Theo, Sarah tidak henti-hentinya meremas tangannya hingga memutih. Semakin dekat jantungnya berdegup makin kencang. Sarah menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan dan mengulangnya beberapa kali.Akhirnya Sarah berdiri di depan pagar tinggi berwarna hitam, kedua sisinya terdapat tembok putih yang dihiasi tanaman merambat dengan bunga-bunga kecil berwarna warni. Namun, di sisi kiri ada kaca yang lebih mirip seperti jendela kecil. Sarah berusaha mengintip ke dala
"Nadine." Dengan suara sedikit bergetar Sarah memanggil nama adik tirinya. "Kalian saling kenal?" tanya Theo heran. "Ya, dia anak ayah tiriku," jelas Nadine sambil tersenyum palsu. "Dunia ini memang sempit. Ternyata kau keluarga guru musik putriku." komentar Theo tidak percaya. Dalam sehari dia sudah mendapatkan dua kejutan. "Nona Sarah, Nadine adalah sekretaris baru saya. Ada beberapa pekerjaan yang harus segera kami selesaikan. Tapi saya juga ingin melihat kelas musik pertama Grace, karena itu saya memintanya membawa pekerjaan kesini," jelas Theo canggung. Sarah mengangguk. "Nadine, ini putriku Grace." "Halo Grace," sapa Nadine mencoba meraih tangan Grace. "Berhenti!" perintah Sarah cepat. Nadine langsung menghentikan gerakannya dan menatap Sarah dengan tajam. "Dia tidak suka disentuh." Nadine mengalihkan pandangannya ke arah Theo yang mengangguk tanda setuju dengan perkataan Sarah. "Nona Sarah bisa lanjutkan lagi pelajarannya. Nadine dan saya akan ke ruang kerja," ucap The
"Iya, ibunya meninggal ketika melahirkan dia. Karena itu Theo menamai putrinya Grace, sama dengan nama istrinya." Sarah menelan ludah sambil terus menatap Rachel. Membicarakan Grace selalu membuatnya merasa pilu."Lalu, apakah dia menikah lagi?" tanya Rachel ragu."Tidak, laki-laki itu sepertinya masih sangat mencintai almarhum istrinya sampai terus bertahan sendirian. Aku yakin dia mencari perempuan yang sama seperti istrinya. Aku sudah katakan, sampai mati pun pasti tidak akan bertemu dengan wanita seperti Grace!" ucap Rachel terdengar seperti mengejek, tapi sebenarnya merasa kasihan.Sarah yang masih terkejut mendengar penjelasan Rachel tiba-tiba seperti mendapat hadiah yang sangat dia inginkan.'Dia single. Dia bukan suami seseorang.' Sarah terus berguman di dalam hatinya dengan jantung yang berdetak sangat cepat. Suasana hati Sarah tiba-tiba menjadi sangat baik. Ternyata cintanya tidak salah, dia boleh memiliki rasa itu. Tapi ada satu hal yang mengganjal di hati Sarah."Bagaimana
"Baik kalau begitu. Maaf kami berdebat di sini," ucap Sarah cepat. Lagi-lagi dia kehilangan kendali dan bersikap seenaknya. Sarah menyesal sekali lagi memberikan kesan buruk di hadapan Theo."Kau lihat Theo. Kalau bukan karena kemampuan musik dan mengajarnya yang luar biasa, sudah lama dia kuusir dari sekolah musikku," adu Rachel sambil mendengus. Theo tersenyum paksa.Sementara Sarah hanya diam, dia tidak mau bereaksi karena khawatir akan kembali bersikap buruk di hadapan Theo. Padahal hal seperti ini selalu terjadi di antara mereka, namun bagi orang yang tidak mengenal mereka Sarah pasti tampak kurang ajar.Sarah dan Rachel meninggalkan rumah Theo dengan keadaan kesal. Mereka bahkan masih terus berdebat di dalam perjalanan menuju ke Cantilena. Meski begitu mereka tidak pernah menyimpan dendam, setibanya di Cantilena mereka sudah menyelesaikan permasalahannya dan melupakan perdebatan mereka.Sedangkan Theo masih merasa terpukul dengan sikap Sarah. Theo merasa Sarah adalah wanita deng
"Tuan Theo, maaf saya masuk tanpa izin. Tadi Grace mengajak saya masuk untuk memperlihatkan hasil karyanya," jelas Sarah dengan gugup. Sementara Grace masih terus berbicara tanpa mempedulikan ayahnya dan Sarah.Theo tidak menjawab Sarah dan hanya berdiri menunggu Grace selesai berbicara. Sarah tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya mengikuti Theo berdiri diam sambil mendengarkan Grace."Bagus sekali Grace," puji Theo setelah Grace selesai menjelaskan segala hal yang berhubungan dengan tata surya.Grace tidak memberi reaksi apapun, dia langsung pergi kembali ke kamarnya. Tinggallah Sarah dan Theo di dalam ruang kerja Theo."Sepertinya tugas Nona Sarah di rumah ini sudah selesai. Mari saya antarkan sampai ke pintu," ujar Theo sopan namun dingin."Maaf boleh saya menanyakan sesuatu tuan?" tahan Sarah pada saat Theo baru akan melangkah keluar dari ruang kerjanya."Ada apa?" Theo berbalik menghadap Sarah. Dia bisa mengirup aroma lembut vanila dari rambut Sarah."Apakah tuan berencana membe
"Oh mengenai hal itu, aku sedang menimbang waktunya. Tapi sepertinya tidak dalam waktu dekat ini, karena ada urusan yang harus aku selesaikan dulu," jawab Theo berusaha menghindar."Baik Pak, tapi tolong jangan terlalu lama Pak. Saya khawatir Sarah akan terus meneror kami karena rumah itu," ujar Nadine sambil terisak ketakutan."Nadine, boleh saya tahu. Teror apa yang dia lakukan, sampai kalian ketakutan kepadanya?" selidik Theo yang sudah mulai meragukan Nadine."Dia selalu memaki kami dengan kasar, bahkan dia pernah mendorong saya sampai saya dibawa ke rumah sakit karena tangan saya patah Pak. Selain itu, ini cukup memalukan. Tapi dia selalu merebut setiap pria yang sedang dekat dengan saya." Suara Nadine terdengar sedikit bergetar, seperti sedang menahan tangis."Bagaimana caranya dia bisa merebut pria yang dekat denganmu?" Theo tidak mengerti lelaki mana yang bisa berpindah hati dari Nadine yang lembut dan sangat penuh perhatian kepada Sarah yang kasar dan tidak peduli.'Meskipu
"Aku memikirkan perkataan Derick tadi," ucap Theo saat dia dan Sarah sudah selesai membersihkan diri. Malam ini adalah malam pertama mereka. Kemarin mereka kelelahan setelah pesta yang diadakan hingga lewat tengah malam. Mereka segera tidur dan menyiapkan fisik untuk pesta hari ini. Sarah dan Theo duduk berdampingan di atas tempat tidur besar milik Theo. "Kenapa? Apa kau tidak ingin punya anak?" tanya Sarah berhati-hati. "Memiliki anak terasa seperti mimpi buruk bagiku," desah Theo lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Sarah mendekati Theo lalu memeluknya perlahan. "Apa karena Grace?" "Ya, karena aku takut kehilanganmu. Bagaimana kalau kau juga mengalami hal yang sama dengan Grace?" Sarah terdiam. Ternyata Theo khawatir dengan dirinya. Dia khawatir melahirkan seorang anak bisa mencabut nyawa Sarah. Sementara Sarah memiliki kekhawatiran yang berbeda. Dia takut akan melahirkan anak seperti Grace. Dia takut akan melahirkan anak yang harus berjuang lebih keras dari orang lai
"Kau tidak anti pernikahan?" tanya Theo lagi untuk memastikan."Aku? Anti pernikahan? Tidak mungkin. Aku selalu menginginkan pernikahan," jawab Sarah tanpa penjelasan lebih jauh.Dia tidak ingin membuat Theo menjauhinya karena terlalu bersemangat membicarakan pernikahan."Tadi katamu ingin minuman hangat. Mau ke kafe sebentar?" ajak Theo sambil menunjuk sebuah kafe yang ada di depan mereka."Ayo," jawab Sarah berpura-pura bersemangat.Dia kecewa karena Theo tidak menanggapi perkataannya. Dia tahu Theo pasti kecewa dan merasa tertekan karena ternyata Sarah menginginkan pernikahan."Masuklah duluan, aku harus menelepon seseorang. Aku akan menyusul," ucap Theo setelah mereka keluar dari mobil.Sarah masuk ke dalam kafe yang sepi. Dia duduk di pojok dan mulai memeriksa buku menu yang diberikan pelayan. Sarah memesan coklat hangat dan sepotong kue manis. Tidak berapa lama kemudian Theo masuk sambil tersenyum."Maaf, ada beberapa pekerjaan penting yang cukup mendesak," ucap Theo lalu memes
"Apa? Menikah sekarang? Tapi Tuan-""Kalau kau tidak mau menikah sekarang, maka sebaiknya kalian berhenti berhubungan." Theo memotong perkataan Derick dengan perintah yang jelas. Derick dan Mona saling bertatapan dengan bingung. Mereka sama sekali belum merencanakan hubungan yang sejauh itu. Tapi Theo malah memaksa mereka menikah."Mengapa kami harus menikah sekarang, Tuan?" tanya Derick yang tidak mengerti dengan pikiran Theo."Aku tidak mau keponakanku bingung. Kau sudah terlalu dekat dengan mereka tapi mereka tidak bisa mengatakan bahwa kau ayahnya di hadapan teman-temannya. Kau akan selalu menjadi teman ibunya, yang bersikap seperti ayahnya. Lebih baik kalau kalian menikah dan kau menjadi ayah mereka.""Tapi aku memang bukan ayah mereka. Bagaimanapun juga, Tuan Tommy adalah ayah mereka.""Aku tahu itu! Tapi apa kau bisa berhubungan dengan Mona dan tidak berinteraksi dengan si kembar?"Derick menggelengkan kepalanya."Atau bisakah kau memperlakukan mereka seperti anak-anak lain? K
Derick mengangkat kepalanya perlahan. Dia menatap Mona dan Theo bergantian. Lalu berdiri dan menatap Theo dengan berani."Tuan, saya minta maaf.""Minta maaf untuk apa?" tanya Theo yang sepertinya sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan Derick."Saya dan Mona saling jatuh cinta. Sebenarnya kami kemari untuk meminta restu Tuan untuk hubungan kami," jawab Derick yakin dengan suara yang hampir berbisik."Apa?" teriak Theo tidak percaya.Sarah menutup mulut menganganya dengan tangan. Dia juga tidak percaya dengan apa yang di dengarnya."Tuan, tolong maafkan saya. Saya juga tidak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini," jelas Derick mencoba menenangkan tuannya.Sementara Mona hanya bisa diam menatap lelaki yang dicintainya memohon di hadapan kakak iparnya yang juga atasan kekasihnya."Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya Theo mencoba menenangkan pikirannya.Theo tidak percaya bagaimana bisa adik iparnya berhubungan dengan Derick. Bukan karena derajat atau pekerjaan Deri
Theo yang sebenarnya tidak suka Sarah bekerja dengan orang dewasa, tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sarah ingin melakukannya. Dia tidak punya alasan yang masuk akal selain tidak suka Sarah berinteraksi dengan pria lain. Membayangkannya membuat Theo cemburu dan kesal. Tapi Sarah akan menganggap dia picik jika terus memaksanya untuk menolak pekerjaan yang berhubungan dengan orang dewasa. Karena itu Theo akhirnya tidak punya pilihan selain menerima dengan pikiran terbuka. Lagipula Sarah sama sekali tidak meminta izinnya, dia hanya memberitahu Theo bahwa dia menerima pekerjaan mengajar di salah satu instansi pemerintahan.Sarah memberitahu Theo bahwa dia hanya akan mengajar sampai sebelum jam makan siang. Karena itu, Theo ingin memberikan kejutan dengan mendatangi tempat Sarah mengajar dan mengajaknya makan siang.Theo sengaja menunggu di luar gedung, dia tahu Sarah harus keluar dari pintu depan karena dia akan naik taksi. Dia ingin mengejutkan kekasihnya itu di hari pertama dia kembali
"Ada apa? Kenapa kau tampak marah?" tanya Theo bingung.Dia hanya berusaha membuat Sarah yakin kalau dia akan selalu ada di sisi Sarah apapun pilihan Sarah. Kalau Sarah tidak mau menikah, maka Theo akan mendukungnya meski dia sangat menginginkan Sarah menjadi istrinya."Ayo kita sapa Frank dan Claudia lalu pulang," sahut Sarah tidak menjawab pertanyaan Theo.Sarah tahu Theo tidak mau menikah, tetapi mengapa dia harus sesenang itu hidup tanpa ikatan dengan Sarah. Apakah Sarah tampak seperti wanita yang tidak perlu diperjuangkan, dijaga dan dimiliki selamanya.Sarah benar-benar marah dan kali ini dia tidak dapat menyembunyikannya."Baik, kalau itu maumu," jawab Theo yang masih bingung.Mereka berjalan ke arah pengantin tanpa memperhatikan apa yang sedang terjadi. Sarah dan Theo kaget karena tiba-tiba sebuah buket bunga muncul dari langit dan jatuh tepat di dada Sarah. Secara otomatis Sarah menangkapnya. Seluruh ruangan bertepuk tangan sambil tertawa bahagia.Sarah menatap Theo heran dan
"Nadine, bagaimana ini?" bisik Angel yang juga terkejut melihat rekaman yang ditunjukkan asisten Theo."Itu pasti rekaman palsu!" teriak Nadine panik, meski dia tahu rekaman itu asli."Kalau begitu mari kita buktikan di kantor polisi," ajak Theo santai."Kan ... kantor polisi? Tuan Theo saya rasa anda tidak perlu bertindak sejauh itu," ucap Angel dengan gugup."Kenapa tidak? Kalian sudah menjebak dan mengancam saya. Itu adalah tindak pidana!" bentak Theo yang sudah tidak tahan lagi."Sarah, Sarah, aku mohon bujuklah Tuan Theo untuk tidak memperpanjang masalah ini. Kami tidak bermaksud seperti itu," mohon Angel kepada Sarah yang langsung menyingkirkan tangan Angel.Sementara Nadine hanya berdiri dengan tegang. Dia tidak tahu harus bertindak apa. Semua rencananya sudah sempurna. Dia sudah merusak kamera pengawas dan bersandiwara di hadapan seluruh rekan kantornya. Siapa yang tahu kalau ada kamera pengawas lain di ruangan Theo? Itu benar-benar mengacaukan semuanya."Ayo mama, kita pergi
"Ada apa?" tanya Sarah penasaran melihat wajah Theo yang berseri-seri."Ayo, ikut aku kembali ke kantor," ajak Theo sambil menarik tangan Sarah.Theo segera menghentikan taksi dan memberitahu alamat tujuannya."Apa kau tidak mau memberitahuku, ada apa?" tanya Sarah sekali lagi."Nanti juga kau akan tahu," jawab Theo sambil mencubit pipi Sarah dengan lembut.Setibanya di kantor Theo langsung menghubungi asistennya dan memintanya menemui Theo di ruangannya."Panggilkan kepala pengawas keamanan gedung ini!" perintah Theo kepada asistennya."Tapi tuan, hari ini dia tidak bertugas-""Suruh dia datang ke kantor sekarang!" bentak Theo yang kesal mendengar jawaban asistennya."Baik, Tuan," jawab asisten Theo sambil berlari keluar.Sarah hanya duduk di sofa tamu, memperhatikan Theo yang tampak sangat bersemangat sekaligus emosional."Dia benar-benar berbeda dengan Derick," guman Theo sambil menatap Sarah."Mana ada orang yang sama di dunia ini. Kalau kau tidak bisa hidup tanpa Derick sebaiknya
"Apa? Tidak ada gambarnya? Apa maksudnya tidak ada gambar?" tanya Theo panik. Itu adalah satu-satunya alat bukti yang dapat menyelamatkan Theo. Kalau itu tidak ada maka dia tidak punya pilihan lain kecuali memberikan 10 milyar yang diminta Nadine."Sepertinya seseorang merusaknya, Tuan." "Merusaknya? Apakah para petugas di ruang pengawasan tidak menyadari kalau kameranya rusak?" tanya Theo marah."Sepertinya tidak, Tuan.""Brengsek! Kapan kameranya rusak?" bentak Theo yang tidak percaya dengan kinerja para pegawainya."Gambar terakhir yang terekam adalah gambar tadi pagi, Tuan," jawab asisten Theo ketakutan."Siapa yang terakhir masuk ke ruanganku sebelum kameranya rusak?""Saya ... saya tidak memeriksanya, Tuan.""Pergi dan periksa sekarang!" perintah Theo dengan nada tinggi.Di saat-saat seperti ini, Theo benar-benar membutuhkan Derick. Asistennya yang satu itu benar-benar tahu apa yang harus diperbuat. Theo selalu merasa bahwa Derick bisa membaca pikirannya. Selain itu, Derick ju