Bunyi lift yang berdenting dan pintu yang terbuka tidak membuat Edgar keluar dari ruang balok tersebut. Dua mahasiswa yang tadi naik lift bersamanya sudah lebih dulu keluar, menyisakan Edgar sendiri yang dengan tidak sabar menekan tombol lantai dasar.
Lift kembali bergerak turun bersama Edgar yang berusaha terlihat tenang meski pikirannya lebih ruwet dan ramai dari sebelumnya. Begitu sampai di lantai tujuan, Edgar tidak membuang waktu lebih lama lagi untuk berjalan dengan langkah lebar menuju kantin. Tempat keributan yang disebutkan oleh dua mahasiswa tadi.
Edgar bisa melihat area kantin yang mulai ramai karena sedang jam makan siang. Pria itu mempercepat langkahnya, nyaris berlari. Mendekati pintu masuk kantin terdekat, samar-samar telinganya menangkap suara isak tangis seorang gadis.
Mata Edgar melebar melihat pemandangan tidak menyenangkan beberapa meter dari pintu kantin. Liliana yang sedang terduduk di lan
Sudah lewat satu hari dari kejadian heboh di kantin FEB dan FBSB. Berkat beberapa mahasiswa yang merekam diam-diam dengan ponsel mereka dan mengunggahnya di forum komunitas kampus, kejadian tersebut menjadi viral.Kini tidak hanya penghuni Universitas Aditama saja yang mengetahui drama antara Liliana dan Kaluna. Video saat Kaluna menampar dan menjambak Liliana yang menangis sudah beredar di berbagai aplikasi media sosial.Pandangan orang pada sosok Kaluna terbelah menjadi dua kubu. Ada orang-orang yang masih berpikir positif dan mengatakan mereka tidak berhak memberi penilaian atau penghakiman karena tidak mengerti masalah utama yang terjadi di balik potongan video yang tersebar. Namun sebagian besar sudah lebih dulu menyerang Kaluna, membuat citra wanita itu semakin buruk di mata publik.Nama Liliana yang dulu sempat naik karena kedekatannya dengan Edgar kini kembali menjadi perbincangan panas. Semua orang menjadi lebih penasaran dengan sosok sebenarnya seorang
Kepergian Kaluna memang sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari. Tepatnya setelah Kaluna menyadari bahwa beberapa sudut di kediaman Mahawira meninggalkan bekas trauma pada Damian maupun Lavanya.Wanita itu juga sudah berkonsultasi dengan Bu Asma, dan keputusannya untuk membawa anak-anaknya ke tempat baru semakin bulat. Berkat bantuan Bu Asma pula Kaluna sudah menemukan seorang psikolog pengganti di tempat tujuan mereka. Lalu kenapa Kaluna memilih Italia sebagai destinasi kepindahan mereka? Salah satu alasannya adalah karena ayah Edgar saat ini sedang menetap di sana. Kaluna belum pernah bertemu dengan Tuan Besar Mahawira sejak kedatangannya ke dunia ini. Anak-anak Edgar juga sepertinya sudah cukup lama tidak berjumpa dengan kakek mereka.Kaluna tidak berniat menyembunyikan kepergiannya dari siapapun. Sarah, Pak Bastian, dan para pekerja di rumah mengetahui tentang rencana kepergian Kaluna dan anak-anak Edgar. Awalnya ia juga akan memberitahu Edgar tentang rencana kepergiannya secara
Sudah dua hari Kaluna bersama Damian dan Lavanya menginap di kediaman Benedict Mahawira. Pria tua berwajah tegas itu menyambut mereka saat makan siang dengan ramah. Wajahnya yang keras berubah menjadi menyenangkan saat berbicara dengan kedua cucunya juga Kaluna."Dasar bocah tua bodoh! Bisa-bisanya dia lebih mempercayai orang lain daripada kamu yang jadi orang terdekatnya. Sepertinya otak anak itu sudah pindah ke dengkul," adalah gerutuan Benedict saat Kaluna menceritakan maksud kepindahannya ke sana."Anak itu juga tidak mengirimiku undangan ulang tahun cucu pertamaku, bah!" dengusnya lebih lanjut.Kaluna memandang Benedict dengan tidak enak. "Kalau soal itu saya minta maaf, Tuan. Karena sebenarnya saya yang mengurus seluruh keperluan pesta Damian.""Tetap saja salah anak itu. Seharusnya dia punya inisiatif untuk mengatakannya padamu, kalau aku seharusnya diundang. Kau mana tau, kan?" sergah Benedict, menolak permintaan maaf Kaluna."Dan aku sudah
Satu bulan rasanya berlalu sangat cepat. Kaluna sangat menikmati hari-harinya setelah pindah ke salah satu rumah milik Benedict di Desa San Gimignano, Tuscany. Rumah yang tidak sebesar rumah utama milik Benedict, tapi cukup luas untuk ditinggali tiga orang.Kaluna sengaja meminta rumah paling sederhana dan paling kecil milik pria tua itu, karena ia berniat untuk tidak mempekerjakan pelayan sama sekali. Kaluna ingin mencoba menjadi ibu rumah tangga yang mengurus seluruh keperluan rumah dan anak-anaknya sendiri.Menjadi ibu rumah tangga ternyata lebih menyenangkan dari yang Kaluna kira. Ia bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Damian dan Lavanya tanpa memikirkan pekerjaan lainnya. Tentu melukis dan menulis pekerjaan yang Kaluna cintai, tapi saat ini tidak ada yang lebih penting dari bercengkrama dengan Damian juga Lavanya.Sesuai janji Benedict, selama satu bulan ini Kaluna hidup dengan tenang. Entah apa yang pria tua itu lakukan karena sampai saat ini Edgar
Hari ini menandai satu tahun setelah Kaluna, Damian, dan Lavanya menghilang. Dalam kurun waktu tersebut, Edgar tidak pernah putus dan lelah mencari keberadaan mereka. Sudah ia lakukan berbagai macam cara, tapi orang-orang yang sangat dirindukannya itu tak kunjung ia temukan.Sudah Edgar coba bertanya pada sang ayah yang kebetulan juga sudah lama memilih tinggal di Italia sejak pensiun. Tapi yang pria itu dapat hanya bentakan marah saat Benedict Emiliano Mahawira mengetahui kalau kedua cucu tersayangnya hilang dari pengawasan sang anak.Nada jengkel kentara sekali dari suara Benedict saat mereka bertemu sejenak di salah satu restoranfine diningdi pusat ibukota Italia. Edgar saat itu sedang ada urusan bisnis di sana, berniat memperluas cabang perusahaan.Karena dirinya sudah ada di negara tempat Kaluna dan anak-anaknya pertama menghilang tanpa jejak, Edgar memanfaatkan kedatangannya kali itu untuk mencari sekali lagi dalam waktu yang hanya seb
Pagi ini Benedict mengajak Kaluna dan cucu-cucunya untuk sarapan bersama di rumahnya. Berbagai macam hidangan yang lebih banyak dan fancy dari biasanya terhidang di meja makan luas itu. Suasanya ramai membuat ruang makan Benedict yang biasanya lengang menjadi terasa lebih hidup."Tell mei, Mio Nipote (Cucuku), kau ingin hadiah apa dari Nonno (Kakek) atas kelulusanmu?" Benedict memandang Damian penuh minat di sela sarapan mereka."Nggak perlu berlebihan, Pa. Lagi pula Damian baru lulus TK," timpal Kaluna sebelum si sulung menjawab pertanyaan kakeknya."No, no. Biarkan aku memberi hadiah. Anggap saja sebagai ganti hadiah ulang tahunnya kemarin yang tidak bisa kuberi karena kalian lupa mengundangku," tangkas Benedict dengan sindiran di akhir ucapannya, membuat Kaluna tidak lagi bisa membalas."Come on, Nipote. Kau ingin apa dari Nonno?" ulang Benedict pada Damian."Aku mau lihat pantai, Nonno! Boleh tidak?" sahut Damian setelah melihat maminya mengangguk."Kau ingin ke pantai?" Benedict
Meskipun merasa luar biasa lelah setelah terbang lebih dari dua puluh jam menuju Italia, Edgar tidak mau membuang waktunya lebih banyak lagi. Pria itu memilih langsung memesan taksi di bandara, bergegas untuk menyambangi rumah sang ayah.Harusnya dulu Edgar mempercayai instingnya saja dan mengabaikan amarah Benedict. Kalau begitu, kan, sudah lama ia bertemu dengan Kaluna, Damian, juga Lavanya. Ia tidak perlu susah payah mencari keberadaan mereka di seluruh dunia.Hari sudah sore saat Edgar sampai di kediaman Benedict. James, kepala pelayan rumah ayahnya, menyambut kedatangan Edgar."Di mana ayahku?" tanya Edgar tanpa basa-basi, mengabaikan sapaan James.Lelaki pertengahan empat puluh tahun tersebut tidak menjawab segera pertanyaan Edgar, James lebih dulu menginstruksikan dua pelayan yang ikut bersamanya untuk membongkar koper dan tas sang tuan muda dan membawanya ke dalam rumah."Tuan Benedict sedang tidak ada di kediaman saat ini, Tuan Muda," jawab James akhirnya, mengiringi langkah E
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu oleh Edgar akhirnya tiba.Pagi tadi, James memberi kabar kalau Benedict akan kembali dan tiba di kediaman sore ini. Jadi begitu mobil pria tua tersebut memasuki halaman, Edgar sudah berdiri di samping James, siap menyambut kedatangan Benedict di teras."Oho! Lihat siapa yang menyambutku di sini!" sahut Benedict terkesan, begitu dirinya keluar dari mobil dan mendapati putranya bersandar di pilar teras dengan kedua tangan bersedekap di dada."You've really tested my patience these past few days," Edgar menyorot Benedict dengan tatapan tidak bersahabat.Benedict hanya tertawa sambil menepuk-nepuk pundak sang anak, lalu dirinya melenggang masuk begitu saja. Edgar menghembuskan napas lelah sebelum menyusul sang ayah ke dalam."Di mana Kaluna sama anak-anak saya?" tanya Edgar tidak sabar."Seriously, Son?" masih tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar utama, Benedict menanggapi sang ana