Siang ini, setelah mengerjakan laporan bersama kelompok magangnya, Liliana bersama beberapa temannya memutuskan untuk berkunjung ke sebuah pameran yang sejak kemarin ramai dibicarakan. Apalagi kalau bukan pameran lukisan karya Kaluna Osmond.
Bersama Lana, Briana, dan tiga teman lainnya, Liliana berangkat menuju lokasi pameran dengan taksi online yang sebelumnya sudah mereka pesan. Sebenarnya Liliana tidak tertarik untuk mengunjungi pameran tersebut, tapi ia juga tidak mungkin menolak ajakan teman-teman kelompoknya untuk pergi.
Untungnya suasana hati Liliana sedang baik akhir-akhir ini. Program kegiatan pemabdian masyarakat dan juga program magangnya akhirnya selesai. Tinggal beberapa laporan kegiatan yang harus ia kerjakan dan selanjutnya Liliana bisa langsung fokus menyusun skripsinya.
Liliana tidak berencana berlama-lama menjadi mahasiswa tingkat akhir. Ia bahkan sudah mulai menyusun proposal skripsinya di tengah-tengah program magangnya. Liliana
Terlalu fokus dengan keadaan Damian, Kaluna sampai lupa jika Lavanya sedari kemarin hanya sendirian di rumah. Maka dari itu Kaluna langsung memindahkan gadis kecil itu dari gendongan Edgar ke pelukannya."Aduh, duh, maaf ya, Sayang," Kaluna mengusap punggung Lavanya dan mengecupi puncak kepalanya penuh sesal."Mami..." Lavanya hanya bergumam lirih sambil menenggelamkan wajahnya di leher sang mami.Edgar menuntun Kaluna kembali ke dalam dan menutup pintu. "Mbak Lala bilang dari pagi tadi Lavanya cari kamu terus, jadi tadi saya pulang sebentar untuk jemput dia ke sini," jelasnya setelah mereka sama-sama duduk di sofa."Adek..." terdengar Damian memanggil lirih sang adik setelah melihat Lavanya yang berada di pangkuan maminya.Kaluna menurunkan Lavanya karena gadis kecil itu berontak ingin diturunkan setelah mendengar suara abangnya. Ia kemudian berlari kecil ke arah kursi tunggu di samping brankar dan menaikinya untuk menjangkau ranjang.Kaluna dan Edgar membiarkan saja, paham kalau si
Setelah dipastikan demamnya benar-benar sudah turun, Damian diperbolehkan pulang keesokan paginya. Kaluna bersyukur mereka bisa pulang dengan cepat. Karena meski fasilitas di rumah sakit sangat baik, tapi tidak ada yang menggantikan kenyamanan rumah.Sepulangnya dari rumah sakit Damian belum mau jauh-jauh dengan maminya. Anak itu bahkan merengek untuk tidur di kamar Kaluna karena tidak ingin ditinggal sendiri. Kaluna dengan sabar menemani Damian dan terus mengatakan bahwa dirinya tidak akan pergi atau meninggalkan anak itu ke manapun.Sejak mereka pulang juga Kaluna hanya bertemu dengan Edgar satu kali saat tengah malam ia ingin mengisi ulang teko air miliknya. Wanita itu mendapati Edgar yang baru pulang dan hendak menaiki lift ke lantai atas. Kaluna yang memilih turun dengan tangga hanya memperhatikan punggung lelah Edgar menghilang di balik pintu lift.Ia sengaja tidak menyapa pria itu karena ingin Edgar tidak berlama-lama menuju kamarnya untuk istirahat. Pikirnya, mereka bisa berte
Pameran lukisan Kaluna sukses berjalan selama satu pekan. Pameran itu tidak pernah sepi pengunjung, bahkan kian ramai di hari-hari terakhir. Menyusul kesuksesan pamerannya, buku baru Kaluna juga tak kalah ramai peminat, bahkan buku tersebut kini sudah masuk dalam jajaran bukubest sellerdi toko-toko buku.Damian juga sudah mulai kembali masuk sekolah sejak kemarin, setelah Kaluna berjanji akan selalu mengantar dan menjemputnya. Edgar sendiri masih sibuk dengan urusan masalah proyeknya yang belum juga selesai. Pria itu selalu pulang larut dan nyaris tidak bertemu Kaluna kalau wanita itu tidak bangun pagi-pagi sekali setiap harinya.Kaluna sengaja bangun lebih pagi dari biasanya untuk menemani Edgar sejenak sebelum berangkat ke kantor. Terkadang Kaluna meminta Chef Hardy menyiapkan bekal sederhana untuk Edgar, karena tahu pria itu tidak akan sarapan apapun kecuali secangkir kopi hitam pekat yang dibawakan Daniel.Seperti pagi ini, pukul enam, s
"Gimana, Kal? Ini mau langsung gue salurin aja atau lo mau pilih-pilih dulu lembaga mana yang mau lodonate?""Kal?""Kaluna?""Woy, Kal!"Kaluna tersentak dari lamunannya setelah Cintya menyeru namanya sambil menepuk lengannya kencang. Wanita itu mengerjap perlahan sebelum membawa pandangannya pada Cintya yang menatap penuh raut heran."Gimana, Cin?" tanya Kaluna linglung."Lo lagi banyak pikiran apa gimana, Kal? Gue hitung-hitung udah tiga kali lo ngelamun dari gue dateng tadi," Cintya sampai mengerutkan alisnya, meneliti Kaluna yang pikirannya entah berada di mana."Maaf, Cin. Aku emang lagi kepikiran beberapa urusan jadi nggak fokus," Kaluna mengusap wajahnya dan memijat pangkal hidung. "Sorry, tadi kita lagi bahas apa, Cin?" lanjutnya bertanya.Cintya menghela napas, tapi tetap mengulangi apa yang tadi dibicarakannya, yaitu soal hasil lelang lukisan Kaluna di pameran kemarin yang direncanakan u
Damian kembali demam. Anak itu terus mengigau dalam tidurnya, memanggil-manggil sang mami. Tubuhnya penuh keringat dingin, tapi badannya sangat panas. Sudah sejak selesai makan malam tadi Kaluna menemani Damian tidur di kamar anak itu. Tangan kanannya memegang sebuah handuk kecil untuk mengusap keringat di dahi dan leher Damian.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Kaluna belum bisa memejamkan matanya untuk istirahat, padahal tubuhnya sudah terasa lelah. Sedari tadi otaknya terus berputar, memikirkan alasan mengapa Liliana menjadikan Damian sebagai target kekerasan.Getar ponsel di pangkuannya menyadarkan Kaluna dari pikiran yang ruwet. Sebuah pesan masuk dari Edgar ia dapati di layar ponselnya. Kaluna membuka pesan itu dan membacanya.Mas Edgar:Malam ini saya nggak pulang.Me:Mas tidur di kantor?Mas Edgar:Nggak, saya tidur di hotel dekat kant
Sejauh ini perkembangan kasus tuntutan Kaluna pada Liliana berjalan lancar. Ia sedikit beruntung karena urusan perusahaan Edgar yang cukup berlarut-larut bisa menjauhkan pria itu dari kabar tentang kasus anak-anaknya untuk sementara waktu.Sudah sejak kemarin, pihak kejaksaan mengirimkan surat panggilan untuk Liliana. Gadis belia itu diminta untuk hadir pada pemeriksaan pertama siang ini. Tapi, entah mengapa sudah lewat tiga puluh menit, gadis itu belum juga memunculkan batang hidungnya di kantor kejaksaan.Kaluna sengaja datang untuk memastikan Liliana benar-benar muncul, tapi orang yang ditunggunya tidak kunjung terlihat. Kaluna melirik pada Sarah yang hari ini menemaninya."Kamu yakin dia udah nerima surat panggilan itu?" tanya Kaluna sangsi.Sarah mengangguk cepat. "Sudah, Bu. Liliana sendiri bahkan yang menerima surat itu. Saya yakin dia sudah baca isinya."Kaluna menghela napas. Entah Liliana memang sedang ada urusan sehingga tidak bisa datan
"Lo udah ajuin judul proposal emangnya?""Hhh, udah, tapi dari tiga judul yang aku ajuin nggak ada satu pun yang di-acc.""Emang lo ambil topik tentang apa?""Pinginnya sih, tentangbrand imageatau employee's mental condition. Tapi aku belum dapet judul yang pas menurut dosbim-dosbim aku.""Kamu udah coba konsultasi sama kakak tingkat yang pernah bimbingan sama dosbim yang sekarang belum, Na?"Baik Lana dan Briana sama-sama menoleh pada wajah tenang Liliana yang sedari tadi memperhatikan percakapan mereka sambil menyantap baksonya. Mereka bertiga sedang makan siang di kantin fakultas setelah selesai dengan bimbingan proposal skripsi masing-masing. Kebetulan ketiganya hari ini memiliki jadwal jam bimbingan yang berdekatan."Belum, Li. Aku nggak tau gimana cara kontak mereka," untuk yang kesekian kalinya Lana menghela napas."Gue ada kenalan beberapa kating dari UKM, mau gue tanyain tentang kating y
Bunyiliftyang berdenting dan pintu yang terbuka tidak membuat Edgar keluar dari ruang balok tersebut. Dua mahasiswa yang tadi naikliftbersamanya sudah lebih dulu keluar, menyisakan Edgar sendiri yang dengan tidak sabar menekan tombol lantai dasar.Liftkembali bergerak turun bersama Edgar yang berusaha terlihat tenang meski pikirannya lebih ruwet dan ramai dari sebelumnya. Begitu sampai di lantai tujuan, Edgar tidak membuang waktu lebih lama lagi untuk berjalan dengan langkah lebar menuju kantin. Tempat keributan yang disebutkan oleh dua mahasiswa tadi.Edgar bisa melihat area kantin yang mulai ramai karena sedang jam makan siang. Pria itu mempercepat langkahnya, nyaris berlari. Mendekati pintu masuk kantin terdekat, samar-samar telinganya menangkap suara isak tangis seorang gadis.Mata Edgar melebar melihat pemandangan tidak menyenangkan beberapa meter dari pintu kantin. Liliana yang sedang terduduk di lan