Euforia ulang tahun Damian bertahan sampai satu pekan kemudian. Semua disebabkan oleh banyaknya hadiah yang diterima anak sulung keluarga Mahawira tersebut. Gunungan bingkisan kado seakan tak ada habisnya di ruang keluarga. Butuh berhari-hari untuk membuka dan menatanya di rumah.
Damian sendiri paling menyukai hadiah dari mami dan papanya. Sang papa memberinya sekotak besar perlengkapan melukis dan menggambar yang isinya mirip dengan milik Mami di studio lukisnya. Anak itu senang luar biasa dan memberikan kecupan di seluruh wajah Papa sebagai ungkap terima kasih.
Sedang Kaluna, sesuai dengan janjinya, membelikan Damian sebuah mobil anak dari salah satu brand mewah maianan anak. Tak main-main, harga mobil anak yang Kaluna beli setara dengan harga mobil asli. Wanita itu memesan sebuah mobil model antik keluaran The Little Car Company yang berkolaborasi dengan Aston Martin.
Meski harganya selangit, Edgar tidak mengomentari pilihan Kaluna yang ter
Pagi-pagi, bahkan sebelum Damian berangkat sekolah, Kaluna sudah meluncur bersama Sarah ke kantor galeri seni Pratibha milik Cintya. Ia, Cintya, Kak Ratu, dan tim panitia pameran serta peluncuran buku hari ini akan mengadakan rapat kecil sejenak sebelum bersama-sama berangkat menuju mal Sentosa.Kantor Cintya dipilih sebagai tempat pertemuan karena letaknya yang paling dekat dengan lokasi mal. Tiba di sana, sudah ada beberapa kendaraan roda empat dan dua yang terparkir di halaman kantor."Yo, Kal!" sapa Cintya saat Kaluna memasuki kantor berukuran cukup besar tersebut bersama Sarah."Pagi, Cintya," balas Kaluna."Gue nggak terima lo bisa keliatan masihfresh and annoyingly prettypadahal dari kemarin kita sama-sama super sibuk," Cintya berkacak pinggang sambil terus-terusan menatap Kaluna dari atas ke bawah.Mendengar gerutuan tersebut Kaluna tertawa kecil. "Ini semua karena aku pakaimake-up, Cin."Cin
Acaratalkshowdanlaunchingbuku terbaru Kaluna berlangsung lancar. Ada lebih banyak orang yang berdatangan dari saat pembukaan pameran tadi. Sebagian besar adalah penggemar karya-karya tulis Kaluna.Grand hallmal yang tadinya cukup ramai kini berubah menjadi sangat ramai.Setelah sesitalkshowdanlaunchingbuku tadi berlangsung, sekarang pengunjung dapat membeli buku baru Kaluna dan berkesempatan mendapat tanda tangan langsung di sesibook signsatu jam lagi.Saat ini Kaluna sedang meladeni para wartawan untuk melakukan wawancara singkat, ditemani Sarah yang memang tidak pernah meninggalkan sisinya terlalu jauh. Kaluna memasang senyum tipis dan menjawab satu-persatu pertanyaan para wartawan dengan tenang."Mbak Kaluna, bagaimana tanggapan Anda tentang berita hubungan Mbak Kaluna dengan Pak Edgar Mahawira yang beberapa waktu lalu sempat rama
Berari-lari kecil, Kaluna dan Edgar menyusuri lorong rumah sakit, mencari-cari kamar rawat inap yang disebutkan oleh Mbak Mara lewat panggilan darurat tadi. Tidak butuh waktu lama, mereka menemui sosok pengasuh Damian sedang duduk di kursi tunggu lorong ditemani Pak Rudi."Mbak," memanggil dengan napas tersenggal, Kaluna mempercepat langkahnya mengahampiri.Mbak Mara dan Pak Rudi langsung bangkit dari duduk mereka. Menyambut tuan dan nyonya yang datang penuh raut khawatir juga kalut."Nyah," sapa Mbak Mara pelan."Damian di mana, Mbak?" sahut Kaluna dengan nada tidak sabar."Di dalam, Nyah," Mbak Mara menunjuk pintu sebuah kamar rawat inap di sampingnya. "Pak Dokter barusan datang buat periksa Aden, Nyah," lanjutnya memberitahu.Kaluna mengangguk, mengatur napasnya yang masih putus-putus, sementara Edgar di belakangnya sudah merangkul pundaknya dan mengusap-usap memberi ketenangan.Setelah mendengar tentang Damian yang masuk rumah sak
"Aden memang lumayan lama renang tadi, Nyah. Baru maumentaspas saya bujuk-bujuk makan siang, soalnya udah jam satu lebih," cerita Mbak Mara sekembalinya Kaluna."Pas makan itu juga Aden udah murung gitu, Nyah. Saya kira Aden ngambek karena saya minta udahan renangnya. Makan siangnya juga nggak dihabisin. Terus Aden minta tidur siang aja, saya turutin daripada Aden makin ngambek. Nggak taunya pas saya cek ke kamar jam setengah tiga itu Aden udah demam, panas banget, Nyah. Baru mau saya ambilin kompres, tiba-tiba badannya kejang-kejang. Panik saya, langsung teriak-teriak panggil Pak Bas," Mbak Mara memilin baju seragam pengasuhnya, takut-takut menatap sang nyonya yang sedari tadi diam saja tak menanggapi."Terus setelah itu langsung minta antar Pak Rudi ke rumah sakit terdekat, Mbak?" tanya Kaluna pelan."Iya, Mbak. Pak Bas yang suruh, langsung ke sini kita, Nyah. Saking buru-burunya sampai lupa bawa perlengkapannya Aden. Tapi Pak Bas tadi nga
Matahari sudah terbenam dan belum ada tanda-tanda Damian bangun dari tidurnya. Ingin membangunkan karena Damian harus makan malam dan meminum obatnya, tapi Kaluna tak tega. Akhirnya ia memilih untuk menghirup udara segar sejenak di balkon.Saat ini hanya ada Kaluna dan Sarah yang menemani Damian di dalam. Edgar terpaksa pamit petang tadi karena ada urusan mendadak yang tidak bisa ia serahkan pada Daniel di kantor. Mungkin itu urusan yang dibicarakan bersama sang asisten di telepon sebelumnya. Edgar berjanji akan segera kembali setelah urusannya selesai.Sarah sendiri barusan tiba, menggantikan Mbak Mara mengantar perlengkapan Damian dan Kaluna setelah sebelumnya menelepon sang nyonya menanyakan keberadaannya. Saking kalutnya, Kaluna sampai lupa mengabari Sarah, Kak Ratu, dan Cintya. Ia tidak sempat berpamitan dan langsung pergi.Jadi sekarang, sembari merilekskan sejenak tubuhnya di kursi kayu yang ada di balkon, Kaluna menghubungi Kak Ratu lebih dulu."
Siang ini, setelah mengerjakan laporan bersama kelompok magangnya, Liliana bersama beberapa temannya memutuskan untuk berkunjung ke sebuah pameran yang sejak kemarin ramai dibicarakan. Apalagi kalau bukan pameran lukisan karya Kaluna Osmond.Bersama Lana, Briana, dan tiga teman lainnya, Liliana berangkat menuju lokasi pameran dengan taksi onlineyang sebelumnya sudah mereka pesan. Sebenarnya Liliana tidak tertarik untuk mengunjungi pameran tersebut, tapi ia juga tidak mungkin menolak ajakan teman-teman kelompoknya untuk pergi.Untungnya suasana hati Liliana sedang baik akhir-akhir ini. Program kegiatan pemabdian masyarakat dan juga program magangnya akhirnya selesai. Tinggal beberapa laporan kegiatan yang harus ia kerjakan dan selanjutnya Liliana bisa langsung fokus menyusun skripsinya.Liliana tidak berencana berlama-lama menjadi mahasiswa tingkat akhir. Ia bahkan sudah mulai menyusun proposal skripsinya di tengah-tengah program magangnya. Liliana
Terlalu fokus dengan keadaan Damian, Kaluna sampai lupa jika Lavanya sedari kemarin hanya sendirian di rumah. Maka dari itu Kaluna langsung memindahkan gadis kecil itu dari gendongan Edgar ke pelukannya."Aduh, duh, maaf ya, Sayang," Kaluna mengusap punggung Lavanya dan mengecupi puncak kepalanya penuh sesal."Mami..." Lavanya hanya bergumam lirih sambil menenggelamkan wajahnya di leher sang mami.Edgar menuntun Kaluna kembali ke dalam dan menutup pintu. "Mbak Lala bilang dari pagi tadi Lavanya cari kamu terus, jadi tadi saya pulang sebentar untuk jemput dia ke sini," jelasnya setelah mereka sama-sama duduk di sofa."Adek..." terdengar Damian memanggil lirih sang adik setelah melihat Lavanya yang berada di pangkuan maminya.Kaluna menurunkan Lavanya karena gadis kecil itu berontak ingin diturunkan setelah mendengar suara abangnya. Ia kemudian berlari kecil ke arah kursi tunggu di samping brankar dan menaikinya untuk menjangkau ranjang.Kaluna dan Edgar membiarkan saja, paham kalau si
Setelah dipastikan demamnya benar-benar sudah turun, Damian diperbolehkan pulang keesokan paginya. Kaluna bersyukur mereka bisa pulang dengan cepat. Karena meski fasilitas di rumah sakit sangat baik, tapi tidak ada yang menggantikan kenyamanan rumah.Sepulangnya dari rumah sakit Damian belum mau jauh-jauh dengan maminya. Anak itu bahkan merengek untuk tidur di kamar Kaluna karena tidak ingin ditinggal sendiri. Kaluna dengan sabar menemani Damian dan terus mengatakan bahwa dirinya tidak akan pergi atau meninggalkan anak itu ke manapun.Sejak mereka pulang juga Kaluna hanya bertemu dengan Edgar satu kali saat tengah malam ia ingin mengisi ulang teko air miliknya. Wanita itu mendapati Edgar yang baru pulang dan hendak menaiki lift ke lantai atas. Kaluna yang memilih turun dengan tangga hanya memperhatikan punggung lelah Edgar menghilang di balik pintu lift.Ia sengaja tidak menyapa pria itu karena ingin Edgar tidak berlama-lama menuju kamarnya untuk istirahat. Pikirnya, mereka bisa berte
"Abang, Kak Lava, tolong bantu Arlo cari sepatu yang udah Mami siapin kemarin, ya. Mami mau urus Adek Sean dulu," Kaluna melongok ke ruang bersantai di lantai dua tempat Damian dan Lavanya berada."Okay, Mam," Damian meninggalkan tabletnya di atas sofa dan menarik tangan Lavanya yang masih asyik menonton tayangan televisi di depan."Abang! Nanggung ini, bentar lagi selesai acaranya!" Lavanya bersungut, berusaha menarik tangannya dari tarikan Damian."Mami udah capek-capek ke sini buat minta tolong, lho, Va," Damian tetap tidak melepaskan tangan sang adik dan semakin berusaha menariknya, meski tidak kuat. "Ayo, ah. Itu tontonan besok juga bisa diulang lagi."Akhirnya dengan ogah-ogahan Lavanya bangkit dari posisi nyamannya dan mengikuti sang abang menuju kamar adik mereka di lantai yang sama."Arlooo," Lavanya memanggil saat Damian membuka pintu kamar Arlo di samping kamar orang tua mereka.Tampak seorang anak laki-laki berusia empat tahun yang sudah rapi dengan setelan tuxedo-nya sedan
"Kau yakin tidak ingin tinggal di sini saja, Dear?" Benedict menatap Kaluna penuh harapan.Sudah beberapa hari berlalu sejak lamaran tidak romantis Edgar pada Kaluna. Setelah itu mereka berdiskusi dengan serius tentang rencana kepulangan Kaluna dan anak-anak. Sebagai seseorang yang paling memahami tentang kondisi Damian juga Lavanya, Kaluna mengajukan beberapa pertimbangan pada Edgar.Meski selama satu tahun ini terapi Damian dan Lavanya berjalan baik di tangan Luca, tapi tidak menutup kemungkinan trauma mereka dapat muncul kembali saat dihadapkan dengan situasi atau lokasi tertentu. Seperti kolam renang di rumah mereka misalnya.Kaluna tidak ingin kepulangan mereka berbalik menjadi hal yang menyulitkan bagi Damian maupun Lavanya. Dengan segala kekhawatiran tersebut, Kaluna jadi banyak berpikir ulang tentang kembalinya mereka.Di tengah dilemma yang melanda, Edgar menggenggam kedua tangan Kaluna dan meyakinkan wanita itu, bahwa semua akan baik-baik saja. Edgar berjanji akan mengurus s
Langit sudah gelap meski jam dinding masih menunjuk pada pukul setengah lima petang. Udara di luar menjadi jauh lebih dingin dari siang tadi. Rumah Kaluna sudah temaram, suasana yang sebelumnya ramai kini berubah tenang.Di kamar utama, Damian juga Lavanya sudah lelap dalam tidur. Bergelung nyaman di balik selimut tebal yang membungkus tubuh keduanya. Sisa hari ini mereka habiskan untuk bermain, bercerita, dan menempel pada sang papa.Selepas menghabiskan makan malam yang Kaluna berikan lebih awal, rasa kantuk langsung menyergap dua anak tersebut dengan cepat. Alhasil, Damian dan Lavanya tidur tiga jam lebih awal dari biasanya.Berbeda dengan suasana kamar yang sudah gelap dan sunyi, lampu di dapur masih menyala terang. Di sana tampak Kaluna yang sedang memasak makan malam sederhana, ditemani Edgar yang betah berlama-lama menatap punggung sang wanita dari kursipantry.Makan malam Damian dan Lavanya tadi hanyalah sisa dari menu makan s
Udara di luar semakin dingin, Damian dan Lavanya sudah berhenti bermain salju sejak beberapa menit yang lalu. Keduanya kini bergabung dengan Luca yang menggantikan Kaluna untuk mengawasi mereka bermain."Kenapa Uncle kemari?" tanya Damian dengan nada kesal setelah menyesap cokelat hangat dari tumblr miliknya."Kenapa? Tentu saja karena aku merindukan kalian," Luca menebar senyuman ramahnya. "Teganya kalian berlibur tanpa mengajakku ikut serta," sambungnya pura-pura merajuk.Damian langsung mengernyitkan dahinya mendengar gaya bicara Luca yang diimut-imutkan. Ekspresi tidak senang kentara sekali terlihat di wajahnya."Kalau Uncle ikut, semuanya jadi nggak seru. Iya, kan, Dek? No Uncle, more fun, right?" Damian menole pada Lavanya, meminta dukungan sang adik.Dan tentunya Lavanya langsung mengangguk setuju tanpa berpikir lebih lama. "No Uncle, more fun!" sahutnya dengan senyuman lebar.Luca seketika mencebik. Susah sekali mengambil dua hati anak itu."Mami mana? Kenapa tidak kembali-kem
Mulut Kaluna terbuka sebelum akhirnya tertutup kembali. Ia terlalu terkejut dengan keberadaan Edgar di balik pintu rumahnya. Kaluna tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.Tidak. Lebih tepatnya, Kaluna bingung harus mengatakan apa pada Edgar.Buongiorno? Halo? Lama tak jumpa?Semuanya tidak ada yang terasa tepat. Terlebih dengan adanya masalah yang belum juga selesai di antara keduanya.Jadi, Kaluna hanya diam, memandangi wajah Edgar lurus-lurus. Pria itu tampak lebih kurus dari terakhir kali Kaluna mengingatnya. Gurat letih tampak jelas di garis-garis wajahnya. Kaluna juga dapat melihat dengan jelas kantung mata Edgar yang menghitam juga tebal.Edgar bahkan membiarkan rambut-rambut tumbuh di sekitar mulut dan dagunya. Pria itu sekarang memiliki brewok tipis yang entah mengapa membuatnya tampak berkali lipat lebih berkharisma.Kaluna buru-buru mengerjap dan berdehem, mengalihkan pandangannya dari wajah Edgar yang masih dipenuhi sen
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu oleh Edgar akhirnya tiba.Pagi tadi, James memberi kabar kalau Benedict akan kembali dan tiba di kediaman sore ini. Jadi begitu mobil pria tua tersebut memasuki halaman, Edgar sudah berdiri di samping James, siap menyambut kedatangan Benedict di teras."Oho! Lihat siapa yang menyambutku di sini!" sahut Benedict terkesan, begitu dirinya keluar dari mobil dan mendapati putranya bersandar di pilar teras dengan kedua tangan bersedekap di dada."You've really tested my patience these past few days," Edgar menyorot Benedict dengan tatapan tidak bersahabat.Benedict hanya tertawa sambil menepuk-nepuk pundak sang anak, lalu dirinya melenggang masuk begitu saja. Edgar menghembuskan napas lelah sebelum menyusul sang ayah ke dalam."Di mana Kaluna sama anak-anak saya?" tanya Edgar tidak sabar."Seriously, Son?" masih tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar utama, Benedict menanggapi sang ana
Meskipun merasa luar biasa lelah setelah terbang lebih dari dua puluh jam menuju Italia, Edgar tidak mau membuang waktunya lebih banyak lagi. Pria itu memilih langsung memesan taksi di bandara, bergegas untuk menyambangi rumah sang ayah.Harusnya dulu Edgar mempercayai instingnya saja dan mengabaikan amarah Benedict. Kalau begitu, kan, sudah lama ia bertemu dengan Kaluna, Damian, juga Lavanya. Ia tidak perlu susah payah mencari keberadaan mereka di seluruh dunia.Hari sudah sore saat Edgar sampai di kediaman Benedict. James, kepala pelayan rumah ayahnya, menyambut kedatangan Edgar."Di mana ayahku?" tanya Edgar tanpa basa-basi, mengabaikan sapaan James.Lelaki pertengahan empat puluh tahun tersebut tidak menjawab segera pertanyaan Edgar, James lebih dulu menginstruksikan dua pelayan yang ikut bersamanya untuk membongkar koper dan tas sang tuan muda dan membawanya ke dalam rumah."Tuan Benedict sedang tidak ada di kediaman saat ini, Tuan Muda," jawab James akhirnya, mengiringi langkah E
Pagi ini Benedict mengajak Kaluna dan cucu-cucunya untuk sarapan bersama di rumahnya. Berbagai macam hidangan yang lebih banyak dan fancy dari biasanya terhidang di meja makan luas itu. Suasanya ramai membuat ruang makan Benedict yang biasanya lengang menjadi terasa lebih hidup."Tell mei, Mio Nipote (Cucuku), kau ingin hadiah apa dari Nonno (Kakek) atas kelulusanmu?" Benedict memandang Damian penuh minat di sela sarapan mereka."Nggak perlu berlebihan, Pa. Lagi pula Damian baru lulus TK," timpal Kaluna sebelum si sulung menjawab pertanyaan kakeknya."No, no. Biarkan aku memberi hadiah. Anggap saja sebagai ganti hadiah ulang tahunnya kemarin yang tidak bisa kuberi karena kalian lupa mengundangku," tangkas Benedict dengan sindiran di akhir ucapannya, membuat Kaluna tidak lagi bisa membalas."Come on, Nipote. Kau ingin apa dari Nonno?" ulang Benedict pada Damian."Aku mau lihat pantai, Nonno! Boleh tidak?" sahut Damian setelah melihat maminya mengangguk."Kau ingin ke pantai?" Benedict
Hari ini menandai satu tahun setelah Kaluna, Damian, dan Lavanya menghilang. Dalam kurun waktu tersebut, Edgar tidak pernah putus dan lelah mencari keberadaan mereka. Sudah ia lakukan berbagai macam cara, tapi orang-orang yang sangat dirindukannya itu tak kunjung ia temukan.Sudah Edgar coba bertanya pada sang ayah yang kebetulan juga sudah lama memilih tinggal di Italia sejak pensiun. Tapi yang pria itu dapat hanya bentakan marah saat Benedict Emiliano Mahawira mengetahui kalau kedua cucu tersayangnya hilang dari pengawasan sang anak.Nada jengkel kentara sekali dari suara Benedict saat mereka bertemu sejenak di salah satu restoranfine diningdi pusat ibukota Italia. Edgar saat itu sedang ada urusan bisnis di sana, berniat memperluas cabang perusahaan.Karena dirinya sudah ada di negara tempat Kaluna dan anak-anaknya pertama menghilang tanpa jejak, Edgar memanfaatkan kedatangannya kali itu untuk mencari sekali lagi dalam waktu yang hanya seb