"Aku nggak ada kerjaan siang ini, jadi aku datang ke toko untuk membantu Kak Amel," jelas Nana sambil tersenyum manis."Ternyata begitu." Dimas menarik bangku di sebelah jendela besar, lalu duduk."Baiklah, itu saja untuk hari ini. Masukkan barang-barang yang sudah kita buat ke dalam lemari es. Kita akan melanjutkannya besok pagi." Setelah mengatakan ini, Amel berjalan keluar dari dapur sambil memijat bahunya yang sakit.Setelah sibuk bekerja seharian ini, Amel merasa leher dan lengannya sangat sakit."Sayang, kenapa kamu ada di sini?" Saat Amel melihat Dimas, rasa lelah di wajahnya hilang tanpa bekas dalam sekejap."Aku menyelesaikan pekerjaanku lebih awal hari ini, jadi aku datang menjemputmu. Bukankah dua hari yang lalu, kamu bilang kamu mau makan barbeku? Aku akan mengajakmu makan barbeku malam ini!" kata Dimas dengan penuh kasih sayang."Baiklah. Tapi mereka sudah bekerja sangat keras dalam dua hari terakhir ini. Bagaimana kalau begini saja. Aku akan mentraktir kalian makan barbek
"Bagaimana kalau kamu coba menelepon pemilik restoran barbeku itu, lalu menanyakan apa kita bisa memesan tiga tempat lagi atau nggak? Clara dan yang lainnya selalu bekerja keras dan bertanggung jawab dalam pekerjaan mereka. Meski aku nggak ada di toko, mereka tetap menjaga toko dengan baik. Aku juga ingin mengajak mereka mencoba makanan di sana," kata Amel sambil tersenyum.Amel benar-benar bisa dianggap sebagai pemilik toko yang sangat baik, dia memperlakukan karyawan seperti keluarganya sendiri."Bukannya aku nggak mau menelepon untuk menanyakannya, tapi restoran ini sangat ramai setiap harinya. Saat aku memesan tempat, hanya dua tempat yang tersisa," kata Dimas dengan ekspresi tak berdaya. Dia tidak ingin selalu menggunakan identitasnya sebagai pimpinan Grup Angkasa, karena dengan begitu, identitasnya akan terungkap dengan mudah. Dia belum siap secara mental untuk mengakui segalanya pada Amel."Baiklah kalau begitu, kita batalkan saja tempat itu. Kita pergi ke restoran tempat aku da
"Aku akan membelikanmu rumah dengan tiga kamar tidur. Ini nggak terlalu besar ataupun terlalu kecil. Karena kita sudah memutuskan untuk membelinya, kita nggak boleh beli yang terlalu kecil juga," kata Lili."Bu, kamu dan Ayah sudah makin tua. Aku nggak mau kalian berdua berada di bawah tekanan yang terlalu besar.""Andi, jangan khawatir. Aku dan ayahmu punya uang." Lili tidak ingin putranya terbebani secara psikologis, jadi dia tidak memberitahunya tentang uang yang dia pinjam dari Mirna.Di sisi lain, setelah mencoba makanan di restoran itu, Sarah langsung terkesima, "Kak Amel, rasa masakan di restoran barbeku ini memang sangat enak!""Aku sering makan barbeku di sini saat masih sekolah. Sampai sekarang, aku juga masih sering datang ke sini," kata Amel dengan ekspresi bangga di wajahnya."Barbeku di sini memang sangat enak. Aku akan makan di sini lagi kapan-kapan." Clara juga terpesona dengan rasanya yang lezat.Sementara itu, Dimas duduk di tempatnya, menikmati hidangan dalam diam.
"Kamu sendirian? Mau duduk dan makan bersama kami?" Melihat Richard berdiri sendirian di restoran tersebut, Amel pun berbasa-basi untuk menawarinya.Namun, tanpa diduga, Richard langsung menyetujuinya tanpa ragu sedikit pun."Oke. Kalau begitu, aku nggak akan sungkan lagi denganmu. Hari ini aku nggak terlalu banyak pekerjaan di kantor. Tiba-tiba saja, aku kangen makan barbeku di tempat ini. Jadi, aku menyetir sendirian kemari untuk mencobanya. Aku nggak menyangka akan ditakdirkan untuk bertemu denganmu," kata Richard sambil menarik kursi dan duduk di tempat yang baru saja diduduki Dimas.Clara menelan ludah dengan gugup. Diam-diam dia berkata dalam hati, 'Tamat sudah orang ini. Berani-beraninya dia duduk di kursi bos.'"Kalau begitu, aku akan meminta pemilik restoran untuk menambahkan satu kursi lagi." Amel tahu jika suaminya adalah orang yang picik. Jika Dimas melihat ini setelah kembali, dia pasti akan cemburu.Begitu Dimas kembali dari toilet dan memasuki restoran, dia melihat seora
"Oke." Amel diam-diam melirik Dimas. Melihat Dimas hanya diam saja, Amel pun menyebutkan nomor ponselnya dengan percaya diri.Meski Dimas merasa agak cemburu, dia juga merupakan orang yang bijaksana. Sekalipun merasa tidak senang, tidak baik baginya untuk menunjukkannya secara terang-terangan."Amel, aku benar-benar nggak menyangka kalau kamu akan menikah secepat ini. Setahuku, sepertinya kamu adalah yang pertama menikah di antara teman-teman sekelas kita di SMA.""Menikahlah saat kamu bertemu dengan orang yang tepat," kata Amel sambil menggenggam tangan Dimas dengan lembut di bawah meja."Pak, barbeku untukmu sudah selesai dibungkus." Baru saja mereka mengobrol sebentar, pelayan sudah keluar sambil membawa sekantong barbeku."Terima kasih," ucap Richard sambil mengambil barbeku tersebut."Barbeku pesananku sudah selesai dibungkus. Jadi, aku nggak akan mengganggu kalian lagi di sini. Aku pergi dulu. Kelak kalau ada apa-apa, kita bisa saling menghubungi lewat telepon," pamit Richard sam
Amel membujuk Dimas dengan lembut.Dimas langsung mengabaikan hal-hal lain yang dikatakan Amel seolah-olah yang didengarnya hanyalah pujian Amel saja."Aku sudah jelas-jelas mengatakan kepadamu kalau aku ini cemburu. Tapi, kamu malah memujinya. Kalau dia orang yang sangat baik, kenapa kamu nggak bersamanya saja sejak dulu?" Dimas mendengus dingin dan berpura-pura marah.Begitu Amel mendengar hal tersebut, senyum di wajahnya langsung menghilang. Diam-diam dia menatap keluar jendela dengan ekspresi rumit.Dimas menyadari jika kata-katanya barusan memang agak berlebihan. Dia pun mengerutkan kening tanpa kentara."Maafkan aku, Sayang. Aku hanya asal mengatakannya saja. Nggak ada maksud apa-apa." Sikap Dimas langsung melunak."Kita berdua ini sudah menikah. Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Apalagi, aku dan dia hanya teman sekelas saja waktu SMA," tegas Amel dengan wajah serius."Aku tahu. Kita berdua jangan bertengkar lagi ya, Sayang, oke?" bujuk Dimas sambil tersenyum tipis.Amel m
Tanggapan Dimas membuat Amel merasa agak terkejut. Dia tidak menyangka jika pria pencemburu ini akan langsung menyetujuinya."Memangnya kamu nggak cemburu, Sayang?" tanya Amel dengan manja sambil mengedipkan matanya dengan genit dan memeluk leher Dimas."Tentu saja nggak. Aku percaya sama istriku." Dimas menempelkan hidungnya ke hidung Amel dengan penuh kasih."Sudah, sekarang cepatlah mandi."Amel pun melepaskan pelukannya. Setelah selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, Amel tidak melihat Dimas. Amel menduga Dimas pasti sedang berada di ruang kerja untuk melanjutkan pekerjaannya.Amel pun membuka lemari pakaiannya dan melihat-lihat pakaian di dalamnya. Dia sedikit bingung karena tidak tahu harus mengenakan apa saat menghadiri acara reuni nanti. Jika mengenakan pakaian yang terlalu sederhana, Amel pasti akan dipandang rendah oleh mereka. Amel ingin berdandan dengan gaya yang lebih berkelas. Namun, dia tidak punya banyak pakaian bagus.Amel menghela napas dan merasa agak cemas. "Kal
Entah kenapa, Amel merasa sedikit gelisah, tapi dia tidak sempat berpikir terlalu banyak. Dia mengenakan pakaian kerja, lalu fokus bekerja.Sekitar pukul sepuluh, semua kue sudah selesai dibuat. Amel memasukkan semua kue ke dalam toples kecil dengan bantuan Sarah."Kak Amel, sekarang sudah jam setengah sepuluh. Ayo kita antar kuenya sekarang." Clara melihat jam, lalu mengingatkan Amel. Jika mereka menundanya lebih lama lagi, mereka mungkin akan terlambat."Oke, kalau begitu kita akan mengantarkannya sekarang. Sarah, kamu tolong jaga tokonya. Kami akan segera kembali setelah mengantarkan kue.""Kak Amel, tenang saja. Kalian cepatlah pergi."Amel memanggil taksi di depan toko, lalu langsung pergi ke Grup Angkasa bersama Clara. Kali ini, perjalanan mereka jelas jauh lebih cepat dari kemarin, jalanan juga tidak macet. Mereka tiba di Grup Angkasa pada pukul 11.50. Setelah itu, keduanya masuk sambil membawa kuenya.Saat ini, begitu Hardi keluar dari lift, dia kebetulan melihat Amel yang berj