"Baiklah, sepertinya kamu benar-benar berani meminta uang pada kami. Aku akan menelepon ayahmu sekarang." Erna meletakkan barang-barang itu di lantai dengan marah, lalu mengeluarkan ponselnya untuk segera menelepon Gibran."Kak Erna, apakah kalian sudah tiba di toko Amel?" Suara ramah Gibran terdengar dari ujung telepon."Sudah sampai. Gibran, lihatlah anakmu, seorang putri yang diajar oleh seorang profesor universitas. Sekarang dia hanya memikirkan uang saja. Aku dan Yeri hanya mengambil beberapa kue dari tokonya, tapi dia nggak mengizinkan kami pergi sebelum membayar," omel Erna sambil mendengus.Saat Gibran mendengar itu, senyum di wajahnya membeku. Dia juga tahu betul sifat kakak iparnya ini. Jika mereka tidak bertindak berlebihan, Amel pasti tidak akan meminta uang pada mereka."Kak Erna, Amel masih muda, jangan perhitungan dengannya. Amel juga membuka toko ini untuk menghasilkan uang. Kalau semua kerabat pergi ke tokonya untuk mengambil kue, toko Amel pasti nggak akan bisa bertah
Sarah duduk di meja depan sambil mengawasi toko, sementara Amel dan Clara membuat kue di ruang produksi. Waktu berlalu dengan cepat, saat mereka sudah selesai membuat kue, hari sudah mulai siang.Perut Amel keroncongan, dia pun bertanya, "Apa ada yang mau kalian makan untuk siang ini? Aku akan membelikannya untuk kalian. Apa yang terjadi pagi ini juga berkat kalian berdua. Kalau nggak, toko pasti akan mengalami kerugian yang sangat besar."Amel hendak membeli makanan enak untuk mentraktir mereka berdua."Kak Amel, kalau begitu aku akan sangat berterima kasih. Siang ini, aku mau makan bihun kuah," kata Sarah, menjadi orang pertama yang membuka suara."Aku mau makan hotpot pedas.""Kalau begitu, kalian berdua jaga tokonya dulu, aku akan keluar untuk membelinya," sahut Amel. Begitu Amel selesai berbicara, dia melepas celemeknya, kemudian mengambil ponselnya dan bergegas keluar.Jalanan tempat mereka berjualan sangat ramai dan ada berbagai macam hal yang tersedia. Amel membungkus seporsi b
Lidya yang sudah tidak tenang, menggelengkan kepalanya sambil menyahut, "Uang itu masih jauh dari cukup. Amel, apa yang harus kulakukan? Aku sangat takut."Kondisi keluarga Lidya selalu tercukupi sejak dia masih kecil, jadi Lidya tidak pernah mengkhawatirkan tentang uang. Ketika hal terjadi seperti ini, Lidya tentu saja tidak bisa menghadapinya dengan tenang."Berapa banyak yang kalian butuhkan?" tanya Amel dengan serius sambil mengerutkan keningnya samar."Aku nggak tahu persis berapa banyak. Yang aku tahu, ayahku sudah menggadaikan rumah dan bahkan juga menjual mobilnya," kata Lidya dengan suara gemetar.Amel tidak tahu harus berkata apa untuk sesaat. Dia sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk membantu. Walaupun Amel harus menghabiskan seluruh tabungannya, jumlahnya hanya akan menjadi setetes air dalam ember untuk keluarga Lidya."Lidya, aku masih punya tabungan di sini. Aku akan meneleponmu nanti. Aku tahu uangku yang sedikit ini mungkin nggak bisa banyak membantu, tapi ini lebi
"Sayang, kamu kenapa? Kenapa suaramu terdengar nggak senang? Apakah ada yang membuatmu marah?" tanya Dimas dengan prihatin."Nggak ada yang membuatku marah. Keluarga Sentana sepertinya sedang menghadapi kebangkrutan. Mereka sudah menjual rumah dan mobil mereka. Itu .... Mereka sangat membutuhkan uang sekarang. Sebagai sahabat Lidya selama bertahun-tahun, aku sudah memberikan semua uang yang aku punya. Aku benar-benar nggak bisa melihat Lidya dan Bibi Mirna menghadapi kesulitan. Maaf, aku nggak mendiskusikannya denganmu lebih dulu," jelas Amel. Setelah kembali tenang, Amel merasa sedikit bersalah pada Dimas.Sebagian besar uang itu adalah milik Dimas, jadi sebenarnya agak tidak pantas bagi Amel untuk mentransfer uang itu tanpa memberi tahu Dimas terlebih dahulu."Kamu meminjamkan semua uangmu pada mereka?""Ya, aku ingin meminjamkan lebih banyak pada mereka. Maafkan aku," kata Amel. Dia meminta maaf lagi karena merasa bersalah."Nggak masalah, Sayang. Kalau aku jadi kamu, aku juga akan
"Aku nggak tahu bagaimana keadaan Bibi Mirna sekarang," ucap Amel seraya menghela napasnya."Jangan khawatir, Keluarga Sentana akan baik-baik saja," hibur Dimas dengan lembut.Amel tidak menganggap serius apa yang dikatakan Dimas, dia pikir Dimas hanya sedang menghibur dirinya saja.Begitu mereka tiba di rumah, mereka melihat sepasang sepatu tambahan yang tergeletak di depan pintu. Mereka sudah mengetahuinya tanpa perlu menebak, itu pasti milik Andi.Amel takut ketika Andi berkunjung, pria itu akan terkunci di luar ketika sedang tidak ada orang di rumah, jadi Amel memberi tahu kata sandi rumahnya kepada Andi."Andi, kenapa kamu tiba-tiba kemari?""Kudengar Bibi Erna dan keluarganya membuat masalah lagi. Aku datang untuk melihat mereka, tapi sepertinya mereka sedang nggak ada di rumah. Aku sudah di sini selama hampir setengah jam dan masih belum melihat mereka," kata Andi dengan kesal."Mungkin mereka sedang keluar.""Kak Amel, kurasa kamu memang punya temperamen yang sangat baik, itu s
"Amel, kalau kalian bertiga pergi ke rumah sakit, lalu bagaimana dengan kami? Siapa yang akan memasak untuk kami?" tanya Yeri yang menganggap Amel seperti pelayan mereka."Kamu lebih tua dari istriku, juga punya tangan dan kaki. Memangnya kamu nggak bisa memasak sendiri?" sahut Dimas dengan ekspresi dingin. Awalnya dia tidak ingin berdebat dengan mereka karena mereka adalah kerabat Amel, tetapi mereka sudah bersikap terlalu berlebihan.Yeri tersinggung oleh kata-kata Dimas. Dia bisa masak, tetapi dia tidak ingin bergerak begitu dia datang di sini. Dia hanya ingin makan makanan yang sudah disiapkan."Amel, kenapa kamu nggak memasak untuk kami dulu, baru kalian pergi?" sambung Erna tanpa ragu-ragu."Istriku nggak punya waktu. Kalau kalian lapar, masaklah sendiri. Kalau kalian nggak mau masak, jangan makan," kata Dimas. Setelah bicara demikian, dia segera menyeret Amel dan Andi untuk pergi."Huh, suami macam apa yang dicari Amel ini? Dia benar-benar nggak berpendidikan. Dia berbicara kepa
"Itu semua karena kamu. Waktu itu kamu sedang minum-minum di bar. Saat aku pergi menjemputmu, kebetulan aku melihat gadis kecil ini diintimidasi oleh preman di bar, jadi aku pun membantunya. Kira-kira begitu yang terjadi," jelas Dimas dengan berani sambil duduk tegak."Oh, ternyata begitu.""Kak Dimas, apa kamu menyadari kalau pelayan barusan itu agak mirip dengan kakakku?" tanya Andi yang ternyata juga memperhatikannya."Penampilannya agak mirip, tapi di hatiku cuma istriku yang paling cantik!"Andi menatap mereka berdua dengan tajam. Apalagi yang ingin dia makan? Rasanya Andi sudah merasa kenyang."Kak Dimas, kamu benar-benar menggelikan. Aku nggak mau makan bersama kalian berdua lagi," ungkap Andi dengan jijik.Tidak lama kemudian, gadis kecil itu datang sambil mendorong gerobak kecil penuh hidangan."Kak, ini adalah hidangan yang kalian pesan, sementara yang ini adalah hadiah untuk kalian. Silakan menikmati, aku nggak akan mengganggu kalian lagi," jelas Nana. Setelah berkata demiki
"Ketika aku mau bayar, dia bersikeras nggak mau dibayar. Katanya dia ingin berterima kasih atas kebaikan Kak Dimas. Kupikir, kalau dia nggak mau dibayar, bosnya pasti akan memotong gajinya karena dia hanya seorang pelayan biasa. Itu sebabnya aku juga bersikeras. Akhirnya, dia membiarkanku membayar sebesar 400 ribu saja," jelas Andi secara singkat mengenai apa yang baru saja terjadi."Ternyata begitu. Pantas saja kamu lama sekali membayarnya."Ketika mereka berdiri dan bersiap untuk pergi, Nana berlari-lari kecil menghampiri mereka."Kakak-kakak sekalian, jangan lupa datang lagi, ya.""Hotpot di restoran ini memang enak. Lain kali kami pasti akan datang lagi. Kerja yang bagus," kata Amel sambil memeluk lengan Dimas dengan santai.Nana melirik tangan Amel sambil berkata, "Baiklah, silakan datang lagi."Setelah mengantar mereka pergi, senyum di wajah Nana tiba-tiba menghilang. Dia menatap punggung Amel dengan sedikit cemburu. Nana benar-benar tidak menyangka jika Dimas sudah menikah.Seja
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,