"Dengarkan aku, kita makan di sini saja. Makan sekali di sini nggak akan membuatku bangkrut," kata Lidya sambil menggandeng tangan Amel dan mengajaknya masuk ke dalam.Di sisi lain, Andi yang berada di rumah sakit sedang duduk diam di samping tempat tidur neneknya sambil mengupas apel. Sementara itu, Lili dan Mirna tengah mengobrol dengan antusias."Lili, sebentar lagi Lidya juga akan menikah," kata Mirna dengan gembira. Namun, sebenarnya masalah ini masih belum diputuskan dengan jelas. Mirna sendiri yang sudah terburu-buru memutuskan.Andi yang sedang mengupas apel tiba-tiba mematung. Tangannya saja hampir terluka. Namun, dalam sekejap saja, ekspresinya langsung kembali normal."Kamu yakin Lidya akan menikah secepat ini? Nggak mau ambil waktu untuk mengenal Bima lebih baik lagi?" Meskipun merasa agak heran, Lili juga tidak terlalu terkejut mendengarnya. Bagaimanapun, putrinya sendiri menikah lebih cepat dari ini."Nggak perlu menghabiskan waktu untuk mengenalnya lagi. Sekali lihat saj
Awalnya mereka berdua tidak menyukai satu sama lain. Namun, berhubung Andi adalah adik kandung istrinya, sebagai kakak ipar, Dimas pun tidak bisa mengabaikannya begitu saja."Pertemuan hari ini sampai di sini saja. Ada sesuatu yang harus kutangani." Dimas mengakhiri konferensi videonya lebih awal, lalu buru-buru pergi ke Bar Pusaran Kelam yang dikatakan oleh Andi.Setelah selesai makan malam, Amel dan Lidya membayar makanannya sebelum pergi. Makan malam hari ini langsung menghabiskan lebih dari satu juta. Amel benar-benar menyesalinya."Kalau aku tahu harga makanannya semahal ini, lebih baik makan barbeku saja di depan sekolah.""Makanannya cukup enak. Boros sesekali juga nggak apa-apa," hibur Lidya sambil menepuk pundak Amel."Sudah malam. Kita berdua sudah harus pulang," kata Amel sambil melihat jam. Waktu berlalu dengan cepat. Ternyata setelah mereka selesai makan, sudah jam sembilan malam lebih."Ayo pergi, Amel. Aku akan mengantarmu pulang."Lidya mengantar Amel pulang terlebih da
Entah kenapa, Dimas ingin tertawa saat melihat semua ini. Membunuh Andi sepertinya jauh lebih baik daripada menyuruhnya menjadi pengiring pengantin."Omong-omong, kenapa kalian berdua putus?" Dimas menarik bangku untuk duduk, lalu mulai bergosip."Semua itu karena dia punya ide aneh. Dia mau berpura-pura pacaran dengan pasangan kencan butanya untuk menutupi hubungan kami. Bagaimana mungkin aku, seorang pria dewasa, menyetujui hal seperti itu? Jadi, aku putus dengannya karena kesal. Kak Dimas, tapi sekarang aku merasa sangat menyesal!" kata Andi dengan sangat menyesal."Ternyata begitu. Daripada minum di sini sampai mabuk, kamu lebih baik menemui Lidya untuk membicarakan masalah ini." Dimas berpikir sejenak sebelum memberikan solusi dengan serius.Namun, Andi menggelengkan kepala sambil berkata dengan keras kepala, "Nggak, sekarang dia benar-benar pacaran dengan pria itu. Mereka bahkan sudah mencapai tahap membicarakan tentang pernikahan. Apa gunanya aku menemuinya lagi?"Dimas duduk di
"Kak, terima kasih. Terima kasih karena sudah menyelamatkanku," ucap gadis itu dengan mata merah. Suaranya terdengar bergetar."Kamu adalah seorang gadis. Sebaiknya kamu nggak datang ke tempat seperti ini selarut ini," kata Dimas dengan wajah dingin. Dia berbalik, lalu berjalan menuju mobil. Jika bukan karena gadis ini terlihat agak mirip dengan istrinya, Dimas tidak akan pernah mau ikut campur dalam urusan orang lain."Kakak, tunggu sebentar." Gadis itu menghentikannya, lalu berjalan cepat ke arah Dimas.Dimas mengangkat alisnya, menatap gadis itu dengan curiga."Kak, aku bukan gadis nakal. Alasan kenapa aku datang ke tempat seperti ini pada malam hari adalah karena guru kelas adikku menelepon. Dia mengatakan kalau adikku membolos untuk datang ke bar bersama teman-temannya. Jadi, aku datang untuk mencarinya." Mungkin gadis itu tidak ingin orang lain berpikiran buruk tentangnya, jadi dia menjelaskan alasan dia datang ke bar di tengah malam."Kebetulan sekali, aku juga datang ke bar unt
"Jangan khawatir, Sayang. Aku akan menyetujui persyaratanmu nggak peduli apa pun yang kamu inginkan." Dimas bersumpah setelah berhasil mendapatkan keinginannya."Kamu lihat, Andi bau alkohol, dia juga muntah tadi. Bagaimana kalau kamu membantu memandikannya dulu agar dia bisa tidur lebih nyenyak?"Ketika Dimas mendengar ini, dia merasa dunianya menjadi suram. Sebagai seorang pria berusia 30-an, dia harus membantu seorang bocah berusia awal 20-an untuk mandi. Hal ini ... sungguh menyusahkan."Kenapa? Kalau kamu nggak mau, lupakan saja. Aku sudah memberimu kesempatan, tapi sepertinya kamu nggak mau memanfaatkan kesempatan ini dengan baik." Amel mengangkat bahu, seolah-olah mengatakan kalau Dimas tidak mau, dia juga nggak mau.Dimas akhirnya menyetujui dengan enggan, "Oke, oke, aku akan membantu memandikannya. Kamu juga harus mandi. Basuh dirimu dengan wewangian, lalu tunggu aku di tempat tidur.""Nggak bisa, aku harus membuatkan sup untuk mengurangi mabuknya terlebih dulu, lalu membersih
Setelah malam yang indah, Amel membuka matanya dengan linglung. Benar saja, seluruh tubuhnya terasa sakit. Dia melirik pelaku yang sedang tidur di sampingnya. Dimas tiba-tiba membuka matanya, membuat Amel terkejut."Kenapa kamu menatapku? Apakah kamu terpesona dengan wajah tampanku?" tanya Dimas sambil tersenyum cerah.Amarah Amel langsung hilang dalam sekejap. Dia harus mengakui bahwa Dimas memang sangat tampan. Suaminya ini tidak kalah dengan beberapa artis yang populer saat ini, bahkan lebih tampan dari mereka."Ya, ya, aku terpesona dengan wajah tampanmu. Ini semua salahmu, pinggangku rasanya seperti mau patah." Amel memukul pinggangnya yang terasa sakit sambil bergumam tidak puas.Amel tidak keberatan dengan keintiman di antara mereka. Namun, dia keberatan dengan tindakan Dimas yang melakukan hal itu sampai larut malam. Semua ini membuatnya merasa sangat lelah."Kakak, kelak tolong jangan ganggu aku sampai terlalu malam lagi, oke? Lihatlah lingkaran hitam di bawah mataku." Amel me
Amel membuat sarapan sederhana. Setelah mereka bertiga selesai makan, Andi tahu bahwa dia tidak bisa tinggal lebih lama lagi, jadi dia bergegas pergi.Amel hendak keluar ketika dia menerima telepon dari Lidya."Amel, apa kamu ada waktu siang ini?""Aku harus pergi ke rumah sakit sore ini. Ibuku sudah tinggal di rumah sakit sepanjang hari kemarin. Pagi ini aku sudah meminta Andi untuk menggantikannya, tapi kemarin malam, si nakal Andi itu malah pergi ke bar untuk minum-minum. Aku khawatir dia nggak bisa bertahan sampai sore ini. Aku juga nggak tahu masalah emosional apa yang dia hadapi sampai minum-minum di bar. Untung saja Dimas membawanya pulang," keluh Amel di telepon."Apa suasana hatinya sedang nggak baik akhir-akhir ini?" tanya Lidya dengan sedikit ragu. Ketika Amel membicarakan tentang Andi, hatinya tanpa bisa ditahan merasa tersentuh."Ya, aku merasa sepertinya dia sedang putus cinta, tapi dia menolak mengatakan apa pun saat ditanya," kata Amel dengan tidak berdaya."Karena suas
Ketika Amel hendak meninggalkan toko, teleponnya tiba-tiba berdering. Dia melihat bahwa panggilan itu dari neneknya."Amel, apa kamu punya waktu nanti?""Ada apa memangnya, Nek?" tanya Amel dengan ragu."Paman dan bibimu akan datang ke kota bersama sepupumu. Kalau kamu punya waktu, pergilah ke stasiun untuk menjemput mereka," kata nenek Amel dari ujung lain telepon.Mendengar itu, Amel menyetujui dengan nada tidak berdaya, "Baiklah. Mereka sampai jam berapa? Aku akan menjemput mereka.""Seharusnya mereka akan segera sampai. Jadi, kamu cepatlah ke stasiun.""Oke," jawab Amel dengan enggan.Keluarga pamannya ini tinggal di pedesaan, Amel tidak memiliki hubungan yang dekat dengan mereka. Dia hanya bertemu dengan mereka saat pulang kampung bersama orang tuanya.Meskipun tidak terlalu dekat dengan mereka, Amel sama sekali tidak memiliki kesan yang baik terhadap keluarga ini. Setiap kali dia dan orang tuanya pulang kampung, bibinya akan dengan serakah mengambil semua hadiah yang mereka bawa.