"Semua ini berkat bantuanmu, kalau suatu hari kamu membutuhkan bantuan, silakan beri tahu aku kapan saja," kata Dimas. Dia mengucapkan terima kasih dengan tulus pada Liana."Baiklah, kita sudah berteman selama bertahun-tahun, nggak usah terlalu sungkan. Aku pergi dulu," pamit Liana sambil melambaikan tangannya pada Dimas, lalu segera meninggalkan rumah sakit.Dimas tinggal di rumah sakit sebentar, kemudian bersiap untuk pulang karena Amel masih menunggunya pulang untuk makan malam.Begitu keluar dari lobi rumah sakit, Dimas menyadari bahwa di luar sepertinya sedang gerimis. Dia pun berjalan cepat menuju mobil, kemudian membuka pintu dan segera masuk.Untungnya hujannya tidak terlalu deras. Dalam perjalanan pulang, Dimas melihat ada seorang penjual bunga di jalan yang hendak pulang dan bersiap menutup kiosnya. Dimas segera memarkir mobilnya di pinggir jalan, kemudian keluar menembus hujan untuk membeli sebuket bunga segar.Saat melihat buket bunga yang diletakkan di kursi penumpang, Dim
Suara dering ponsel yang keras tiba-tiba berbunyi, Lidya sontak menengok dan melirik ponselnya. Ternyata ada panggilan masuk dari Bima.Lidya ragu-ragu sejenak sebelum menjawab, "Ada apa? Apakah ada masalah?""Lidya, setelah orang tuaku mengetahui hubungan kita, mereka ingin mengundang orang tuamu untuk makan malam bersama. Aku khawatir kamu nggak bersedia, jadi aku mau meminta pendapatmu terlebih dahulu.""Kalau begitu, ayo kita makan bersama. Dengan hubungan kita saat ini, cepat atau lambat pasti akan datang juga," jawab Lidya dengan nada putus asa."Baiklah, kalau begitu aku akan memberi tahu orang tuaku dan meminta mereka untuk mereservasi restoran.""Oke," ucap Lidya, kemudian menutup panggilan telepon itu dengan cepat.Meski keduanya kini sudah menjadi sepasang kekasih, mereka tidak ada bedanya dengan orang asing.Lidya berbalik, kemudian menelepon Mirna dan berkata, "Bu, Bima bilang kalau orang tuanya ingin mengundang kalian makan bersama.""Baguslah, ayahmu dan Ibu memang sudah
Amel segera mengganti pakaiannya, kemudian pergi ke toko dengan sepeda listriknya. Begitu memasuki pintu, Amel melihat Sarah sedang duduk di meja depan sambil bermain ponsel. Amel pun langsung mengerutkan keningnya. Sekarang masih jam kerja, apalagi hari ini adalah hari pertama Sarah mulai bekerja, tapi gadis itu malah asyik bermain ponsel."Kak Amel, coba lihat. Menurutku, kita bisa mencoba makanan penutup roti isi pasta kacang bersalju ini. Kulihat ini sangat populer di internet," kata Sarah saat mendengar suara di pintu dan melihat bahwa ternyata benar Amel yang datang. Gadis itu tidak menunggu Amel bicara dan segera menyodorkan ponselnya untuk menunjukkan video tutorial pada Amel."Sarah, kamu mungkin masih nggak tahu banyak tentang toko kami. Setiap makanan penutup di toko ini diluncurkan setelah pertimbangan dengan cermat. Kalau pelanggan nggak terlalu menyukainya, bukankah kita hanya akan membuang-buang tenaga?" sahut Amel. Dia tidak jadi menyalahkan Sarah begitu melihat bahwa t
"Nggak apa-apa, kamu baru masuk kerja, wajar kalau kamu nggak mengenalku," balas Lidya. Setelah berbicara, Lidya duduk di bangku sambil membawa kue mousse stroberi."Clara, di mana Amel?" tanya Lidya setelah makan kue mousse stroberinya dan masih tidak menemukan sosok Amel."Kak Amel masih pergi mengantarkan kue ke pelanggan di dekat sini.""Bagaimana bisnis di toko akhir-akhir ini?""Cukup bagus. Omset kali ini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya.""Lidya, kamu datang ke sini pagi-pagi sekali. Apakah kamu sudah makan siang?" sahut Amel yang baru kembali dari mengantarkan kue. Ketika memasuki toko, dia melihat Lidya sudah duduk di dalam."Aku sudah makan makanan ringan. Amel, kamu masih ada urusan atau nggak? Kalau nggak ada, ayo kita pergi.""Oke, tunggu sebentar, aku bereskan barang-barangku dulu," kata Amel. Setelah berkata demikian, Amel segera mengemasi tasnya sebelum pergi bersama Lidya."Bagaimana hubunganmu dengan tuan muda dari Keluarga Yanuar itu?""Lumayan bagus, dia cuk
"Lidya, coba lihat! Gaun merah itu sangat cocok denganmu," ucap Amel setelah melirik ke sebuah gaun panjang bertali merah di etalase toko.Lidya memiliki kepribadian yang berani dan lincah, jadi sangat cocok memakai gaun merah bertali itu."Modelnya memang kelihatan sangat bagus, ayo coba kita masuk," ajak Lidya yang langsung menyukai gaun itu dalam sekilas.Begitu mereka memasuki toko, pegawai toko langsung memperhatikan mereka dari ujung kepala sampai ujung kaki. Melihat itu, Amel tiba-tiba merasa kurang nyaman.Dia selalu benci perasaan dinilai orang."Permisi, kalian sedang mencari apa?" tanya pegawai toko itu dengan nada kaku, kemudian melangkah maju dengan wajah datar."Gaun merah bertali di etalase kalian itu kelihatan bagus. Tolong ambilkan, ya. Aku ingin mencobanya," sahut Lidya sambil menunjuk gaun merah tersebut.Pegawai toko itu mengerutkan keningnya samar, kemudian berkata, "Maaf Kak, hanya satu itu yang tersisa di toko kami. Kalau kamu yakin ingin membelinya, aku akan mel
"Lidya, kamu menghabiskan 12 juta hanya untuk membeli satu gaun ini saja? Benar-benar boros sekali." Amel menghela napas.Mungkin karena perbedaan pandangan hidup. Sekalipun kaya, Amel pasti tidak akan pernah menghabiskan begitu banyak uang hanya untuk membeli satu gaun saja."Amel, sebenarnya meskipun aku sangat menyukai gaun ini, aku juga merasa kalau harganya agak mahal. Tapi, setidaknya semua ini sepadan karena aku bisa melampiaskan emosiku barusan. Kalau bukan karena pegawai tadi bersikap sombong, aku juga nggak akan membeli gaun ini begitu saja."Saat mereka berdua sedang berbelanja, tiba-tiba saja Amel melihat sosok yang sudah dikenalnya di kejauhan."Lidya, coba lihat. Orang yang di depan itu sepertinya Andi."Lidya mengikuti arah pandangan Amel. Ternyata memang benar Andi.Belum sempat Lidya merespons, Amel sudah terlebih dahulu menariknya."Andi, kenapa kamu juga ada di sini? Bukankah hari ini kamu pergi bekerja?" tanya Amel sambil menepuk pundak Andi.Andi terkejut dengan ke
Lidya sendiri juga tahu kalau kondisi keuangan Amel sekarang tidak terlalu baik. Jadi, Lidya sama sekali tidak berniat untuk meminjam uang dari Amel."Lidya, tokoku baru saja merekrut karyawan baru. Kalau kamu benar-benar berencana membuka kafe kucing, katakan saja kalau kamu butuh bantuan," kata Amel dengan serius. Saat pertama kali membuka toko makanan penutup, Lidya menyumbangkan uang dan tenaga. Lidya juga mendukung Amel dengan sepenuh hati dan bahkan banyak membantu Amel.Sekarang, Lidya bermaksud membuka kafe sendiri. Tentu saja Amel tidak akan tinggal diam begitu saja."Amel, untuk sementara aku hanya berencana seperti ini. Yang lainnya masih belum kupikirkan. Aku akan bilang padamu setelah memastikannya nanti.""Oke. Kalau begitu, begini dulu."Begitu Amel selesai bicara, ponsel Lidya berdering. Lidya mengeluarkan ponselnya untuk melihatnya. Ternyata Bima yang meneleponnya."Cepat angkat teleponnya." Amel menaikkan alisnya dan mengingatkan Lidya sambil menggodanya.Lidya mengan
"Dengarkan aku, kita makan di sini saja. Makan sekali di sini nggak akan membuatku bangkrut," kata Lidya sambil menggandeng tangan Amel dan mengajaknya masuk ke dalam.Di sisi lain, Andi yang berada di rumah sakit sedang duduk diam di samping tempat tidur neneknya sambil mengupas apel. Sementara itu, Lili dan Mirna tengah mengobrol dengan antusias."Lili, sebentar lagi Lidya juga akan menikah," kata Mirna dengan gembira. Namun, sebenarnya masalah ini masih belum diputuskan dengan jelas. Mirna sendiri yang sudah terburu-buru memutuskan.Andi yang sedang mengupas apel tiba-tiba mematung. Tangannya saja hampir terluka. Namun, dalam sekejap saja, ekspresinya langsung kembali normal."Kamu yakin Lidya akan menikah secepat ini? Nggak mau ambil waktu untuk mengenal Bima lebih baik lagi?" Meskipun merasa agak heran, Lili juga tidak terlalu terkejut mendengarnya. Bagaimanapun, putrinya sendiri menikah lebih cepat dari ini."Nggak perlu menghabiskan waktu untuk mengenalnya lagi. Sekali lihat saj