"Nggak apa-apa, kamu baru masuk kerja, wajar kalau kamu nggak mengenalku," balas Lidya. Setelah berbicara, Lidya duduk di bangku sambil membawa kue mousse stroberi."Clara, di mana Amel?" tanya Lidya setelah makan kue mousse stroberinya dan masih tidak menemukan sosok Amel."Kak Amel masih pergi mengantarkan kue ke pelanggan di dekat sini.""Bagaimana bisnis di toko akhir-akhir ini?""Cukup bagus. Omset kali ini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya.""Lidya, kamu datang ke sini pagi-pagi sekali. Apakah kamu sudah makan siang?" sahut Amel yang baru kembali dari mengantarkan kue. Ketika memasuki toko, dia melihat Lidya sudah duduk di dalam."Aku sudah makan makanan ringan. Amel, kamu masih ada urusan atau nggak? Kalau nggak ada, ayo kita pergi.""Oke, tunggu sebentar, aku bereskan barang-barangku dulu," kata Amel. Setelah berkata demikian, Amel segera mengemasi tasnya sebelum pergi bersama Lidya."Bagaimana hubunganmu dengan tuan muda dari Keluarga Yanuar itu?""Lumayan bagus, dia cuk
"Lidya, coba lihat! Gaun merah itu sangat cocok denganmu," ucap Amel setelah melirik ke sebuah gaun panjang bertali merah di etalase toko.Lidya memiliki kepribadian yang berani dan lincah, jadi sangat cocok memakai gaun merah bertali itu."Modelnya memang kelihatan sangat bagus, ayo coba kita masuk," ajak Lidya yang langsung menyukai gaun itu dalam sekilas.Begitu mereka memasuki toko, pegawai toko langsung memperhatikan mereka dari ujung kepala sampai ujung kaki. Melihat itu, Amel tiba-tiba merasa kurang nyaman.Dia selalu benci perasaan dinilai orang."Permisi, kalian sedang mencari apa?" tanya pegawai toko itu dengan nada kaku, kemudian melangkah maju dengan wajah datar."Gaun merah bertali di etalase kalian itu kelihatan bagus. Tolong ambilkan, ya. Aku ingin mencobanya," sahut Lidya sambil menunjuk gaun merah tersebut.Pegawai toko itu mengerutkan keningnya samar, kemudian berkata, "Maaf Kak, hanya satu itu yang tersisa di toko kami. Kalau kamu yakin ingin membelinya, aku akan mel
"Lidya, kamu menghabiskan 12 juta hanya untuk membeli satu gaun ini saja? Benar-benar boros sekali." Amel menghela napas.Mungkin karena perbedaan pandangan hidup. Sekalipun kaya, Amel pasti tidak akan pernah menghabiskan begitu banyak uang hanya untuk membeli satu gaun saja."Amel, sebenarnya meskipun aku sangat menyukai gaun ini, aku juga merasa kalau harganya agak mahal. Tapi, setidaknya semua ini sepadan karena aku bisa melampiaskan emosiku barusan. Kalau bukan karena pegawai tadi bersikap sombong, aku juga nggak akan membeli gaun ini begitu saja."Saat mereka berdua sedang berbelanja, tiba-tiba saja Amel melihat sosok yang sudah dikenalnya di kejauhan."Lidya, coba lihat. Orang yang di depan itu sepertinya Andi."Lidya mengikuti arah pandangan Amel. Ternyata memang benar Andi.Belum sempat Lidya merespons, Amel sudah terlebih dahulu menariknya."Andi, kenapa kamu juga ada di sini? Bukankah hari ini kamu pergi bekerja?" tanya Amel sambil menepuk pundak Andi.Andi terkejut dengan ke
Lidya sendiri juga tahu kalau kondisi keuangan Amel sekarang tidak terlalu baik. Jadi, Lidya sama sekali tidak berniat untuk meminjam uang dari Amel."Lidya, tokoku baru saja merekrut karyawan baru. Kalau kamu benar-benar berencana membuka kafe kucing, katakan saja kalau kamu butuh bantuan," kata Amel dengan serius. Saat pertama kali membuka toko makanan penutup, Lidya menyumbangkan uang dan tenaga. Lidya juga mendukung Amel dengan sepenuh hati dan bahkan banyak membantu Amel.Sekarang, Lidya bermaksud membuka kafe sendiri. Tentu saja Amel tidak akan tinggal diam begitu saja."Amel, untuk sementara aku hanya berencana seperti ini. Yang lainnya masih belum kupikirkan. Aku akan bilang padamu setelah memastikannya nanti.""Oke. Kalau begitu, begini dulu."Begitu Amel selesai bicara, ponsel Lidya berdering. Lidya mengeluarkan ponselnya untuk melihatnya. Ternyata Bima yang meneleponnya."Cepat angkat teleponnya." Amel menaikkan alisnya dan mengingatkan Lidya sambil menggodanya.Lidya mengan
"Dengarkan aku, kita makan di sini saja. Makan sekali di sini nggak akan membuatku bangkrut," kata Lidya sambil menggandeng tangan Amel dan mengajaknya masuk ke dalam.Di sisi lain, Andi yang berada di rumah sakit sedang duduk diam di samping tempat tidur neneknya sambil mengupas apel. Sementara itu, Lili dan Mirna tengah mengobrol dengan antusias."Lili, sebentar lagi Lidya juga akan menikah," kata Mirna dengan gembira. Namun, sebenarnya masalah ini masih belum diputuskan dengan jelas. Mirna sendiri yang sudah terburu-buru memutuskan.Andi yang sedang mengupas apel tiba-tiba mematung. Tangannya saja hampir terluka. Namun, dalam sekejap saja, ekspresinya langsung kembali normal."Kamu yakin Lidya akan menikah secepat ini? Nggak mau ambil waktu untuk mengenal Bima lebih baik lagi?" Meskipun merasa agak heran, Lili juga tidak terlalu terkejut mendengarnya. Bagaimanapun, putrinya sendiri menikah lebih cepat dari ini."Nggak perlu menghabiskan waktu untuk mengenalnya lagi. Sekali lihat saj
Awalnya mereka berdua tidak menyukai satu sama lain. Namun, berhubung Andi adalah adik kandung istrinya, sebagai kakak ipar, Dimas pun tidak bisa mengabaikannya begitu saja."Pertemuan hari ini sampai di sini saja. Ada sesuatu yang harus kutangani." Dimas mengakhiri konferensi videonya lebih awal, lalu buru-buru pergi ke Bar Pusaran Kelam yang dikatakan oleh Andi.Setelah selesai makan malam, Amel dan Lidya membayar makanannya sebelum pergi. Makan malam hari ini langsung menghabiskan lebih dari satu juta. Amel benar-benar menyesalinya."Kalau aku tahu harga makanannya semahal ini, lebih baik makan barbeku saja di depan sekolah.""Makanannya cukup enak. Boros sesekali juga nggak apa-apa," hibur Lidya sambil menepuk pundak Amel."Sudah malam. Kita berdua sudah harus pulang," kata Amel sambil melihat jam. Waktu berlalu dengan cepat. Ternyata setelah mereka selesai makan, sudah jam sembilan malam lebih."Ayo pergi, Amel. Aku akan mengantarmu pulang."Lidya mengantar Amel pulang terlebih da
Entah kenapa, Dimas ingin tertawa saat melihat semua ini. Membunuh Andi sepertinya jauh lebih baik daripada menyuruhnya menjadi pengiring pengantin."Omong-omong, kenapa kalian berdua putus?" Dimas menarik bangku untuk duduk, lalu mulai bergosip."Semua itu karena dia punya ide aneh. Dia mau berpura-pura pacaran dengan pasangan kencan butanya untuk menutupi hubungan kami. Bagaimana mungkin aku, seorang pria dewasa, menyetujui hal seperti itu? Jadi, aku putus dengannya karena kesal. Kak Dimas, tapi sekarang aku merasa sangat menyesal!" kata Andi dengan sangat menyesal."Ternyata begitu. Daripada minum di sini sampai mabuk, kamu lebih baik menemui Lidya untuk membicarakan masalah ini." Dimas berpikir sejenak sebelum memberikan solusi dengan serius.Namun, Andi menggelengkan kepala sambil berkata dengan keras kepala, "Nggak, sekarang dia benar-benar pacaran dengan pria itu. Mereka bahkan sudah mencapai tahap membicarakan tentang pernikahan. Apa gunanya aku menemuinya lagi?"Dimas duduk di
"Kak, terima kasih. Terima kasih karena sudah menyelamatkanku," ucap gadis itu dengan mata merah. Suaranya terdengar bergetar."Kamu adalah seorang gadis. Sebaiknya kamu nggak datang ke tempat seperti ini selarut ini," kata Dimas dengan wajah dingin. Dia berbalik, lalu berjalan menuju mobil. Jika bukan karena gadis ini terlihat agak mirip dengan istrinya, Dimas tidak akan pernah mau ikut campur dalam urusan orang lain."Kakak, tunggu sebentar." Gadis itu menghentikannya, lalu berjalan cepat ke arah Dimas.Dimas mengangkat alisnya, menatap gadis itu dengan curiga."Kak, aku bukan gadis nakal. Alasan kenapa aku datang ke tempat seperti ini pada malam hari adalah karena guru kelas adikku menelepon. Dia mengatakan kalau adikku membolos untuk datang ke bar bersama teman-temannya. Jadi, aku datang untuk mencarinya." Mungkin gadis itu tidak ingin orang lain berpikiran buruk tentangnya, jadi dia menjelaskan alasan dia datang ke bar di tengah malam."Kebetulan sekali, aku juga datang ke bar unt