Dimas menemukan rumah kakek dan nenek Amel berdasarkan alamat yang diberikan oleh Irfan. Dia memarkir mobilnya di depan rumah, lalu mengambil semua hadiah yang sudah disiapkan sebelumnya dari bagasi.Kemudian, Dimas berdiri di depan pintu dan mengetuk pintu dengan keras. "Halo, apa ini rumah Dharma Santoso?""Ya, ya." Tuty yang sedang bersih-bersih di dalam rumah, bergegas menyambut Dimas begitu mendengar suara di luar."Aku istrinya Dharma. Ada perlu apa kamu mencarinya?" Tuty hanya pernah melihat foto Dimas di ponsel. Dia belum pernah bertemu dengan Dimas secara langsung. Oleh sebab itu, Tuty tidak mengenali Dimas saat bertemu dengannya."Halo, Nek. Aku suaminya Amel. Namaku Dimas Cahyadi." Dimas memperkenalkan diri sambil tersenyum. Kemudian, dia meletakkan hadiah yang dibawanya ke lantai dan mengulurkan tangan pada Tuty.Mendengar hal tersebut, Tuty tersenyum lebar. Dia menggenggam tangan Dimas dengan sangat antusias dan berkata, "Aduh, ternyata cucu menantuku. Lihatlah, Nenek ngga
'Bagaimana dia bisa menemukan tempat ini?' Amel berpikir dalam hati dan tanpa sadar merasa gugup."Pasti lagi-lagi bergosip dengan Ningsih, tetangga sebelah." Setelah berkata seperti itu, Dharma pun membuka pintu."Pasti kakekmu dan Amel yang kembali.""Sayang, apa ada tamu yang datang?" Dharma samar-samar seperti melihat ada orang asing yang duduk di ruang tamu."Lihat, siapa yang datang," kata Tuty sambil tersenyum dan melangkah keluar.Dimas juga mengikuti Tuty keluar dari ruang tamu. Kemudian, dia melirik Amel sambil tersenyum.Saat melihat Dimas, jantung Amel langsung berdegap kencang. Amel mengira dia akan merasa marah dan putus asa saat kembali melihat Dimas. Namun, ternyata dia malah makin sedih saat melihat Dimas hari ini."Siapa dia?""Halo, Kek. Aku suaminya Amel, cucu menantu Kakek," kata Dimas dengan sopan. Setelah berkata seperti itu, Dimas dengan sigap mengambil sayuran yang dibawa Dharma."Jadi, kamu itu Dimas?" Dharma juga merasa senang saat melihat cucu menantunya ter
Tuty membuatkan makanan lezat satu meja penuh untuk menyambut kedatangan Dimas."Dimas, saat berada di sini, anggap saja ini rumahmu sendiri. Jangan sungkan-sungkan," kata Dharma sambil meletakkan lauk ke piring Dimas. Tuty sendiri juga tidak tinggal diam.Setelah beberapa saat, piring Dimas sudah penuh dengan makanan. Dimas pun berkata sambil tersenyum malu, "Kakek dan Nenek tenang saja. Aku nggak akan sungkan-sungkan. Kalian berdua juga cepatlah makan."Amel menyantap makanannya tanpa bersuara. Dimas mengambil paha ayam yang besar dan meletakkannya di piring Amel."Nenek sangat pintar memasak. Cobalah ayam ini."Amel terpaksa tersenyum untuk menanggapi Dimas. Jika bukan sedang berada di depan kakek dan neneknya, Amel tidak akan mau memedulikan Dimas.Makan siang ini membuat Amel merasa sedikit tidak nyaman. Setelah makan siang, Tuty dan Dharma biasanya tidur siang."Kakek, Nenek, kalian berdua istirahat saja. Aku akan mengajak Dimas jalan-jalan ke ladang." Amel mengusulkan untuk meng
"Huh, aku benar-benar marah. Kenapa kamu meninggalkan surat cerai, lalu pergi begitu saja tanpa bertanya padaku?" kata Dimas dengan marah sambil berbalik pergi.Amel tahu bahwa dia salah, jadi dia dengan lembut menarik pakaian Dimas sambil berkata, "Masalah ini semuanya adalah salahku. Seharusnya aku bertanya padamu sebelumnya. Maaf, jangan marah, oke? Seharusnya aku nggak meninggalkan surat cerai begitu saja dan membuatmu sedih."Saat mengatakan ini, Amel merasa sedikit bersalah di dalam hatinya. Amel memikirkan kembali apa yang telah dia lakukan beberapa hari ini. Dia benar-benar sudah membuat Dimas merasa tidak nyaman."Hal yang terpenting di antara suami istri adalah kepercayaan. Meski kita berdua nggak saling mencintai sebelumnya, kamu juga sudah melihat perasaanku padamu setelah menikah. Amel, aku mencintaimu, sungguh. Aku berjanji nggak akan melakukan sesuatu yang menyakitimu. Jangan mudah salah paham denganku lagi di masa depan," kata Dimas dengan ekspresi serius.Amel mengangg
"Baiklah, karena kamu nggak mau mengatakan apa-apa, aku akan mencari Lili untuk menanyakannya." Mirna berpura-pura akan pergi."Bu, aku bisa saja memberitahumu, tapi kamu harus berjanji untuk nggak memberi tahu Bibi Lili," kata Lidya dengan tatapan misterius.Mendengar itu, Mirna baru berhenti, berbalik, lalu duduk di sofa dengan puas."Katakan padaku apa yang terjadi. Jangan khawatir, aku nggak akan memberi tahu Lili tentang masalah ini," janji Mirna sambil menepuk dadanya.Lidya tidak begitu memercayainya, tapi dia tidak punya pilihan selain mengatakan yang sebenarnya, "Dimas selingkuh dan Amel berencana menceraikannya. Dua hari yang lalu, Andi pergi ke pusat perbelanjaan. Dia secara nggak sengaja melihat Dimas dengan wanita lain. Wanita itu terlihat sangat kaya.""Apa? Dia benar-benar melakukan hal seperti itu? Aku sudah tahu dia bukan orang baik. Amel seharusnya nggak menikah dengannya. Lili juga, begitu dia melihat pria tampan, dia langsung percaya dan merasa puas. Lihat saja seka
"Bibi Ningsih, dia adalah suamiku." Amel memperkenalkan Dimas dengan bangga."Amel, kamu sudah menikah ternyata. Kenapa aku nggak mendengar kabar apa pun dari kakek dan nenekmu?""Bibi Ningsih, aku baru saja menikah, nggak ada pesta besar-besaran juga. Kami berdua sibuk dengan pekerjaan kami, jadi kami hanya mendaftarkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil saja," jelas Amel sambil tersenyum."Ternyata begitu.""Bibi Ningsih, silakan lanjutkan pekerjaan kalian, aku akan membawanya berkeliling." Setelah mengatakan itu, Amel meraih tangan Dimas, lalu membawa pria itu pergi.Namun, Dimas tiba-tiba menghentikan langkahnya, lalu bertanya dengan tatapan serius, "Sayang, bagaimana kalau kita mempersiapkan pesta pernikahan saat kita kembali?"Amel pun bertanya dengan tatapan bingung, "Kenapa kamu tiba-tiba ingin mengadakan pesta pernikahan?""Aku pikir ini benar-benar nggak adil bagimu. Semua wanita pasti berharap untuk mengadakan pesta pernikahan yang megah. Kita berdua menikah dengan sedikit t
Begitu Lidya kembali ke kamar tidurnya, dia menerima telepon dari Andi."Salah paham, salah paham!" Begitu panggilan tersambung, suara Andi terdengar dari ujung lain telepon."Ada apa? Salah paham apa?" Lidya tiba-tiba mendapat firasat buruk."Dimas nggak selingkuh ataupun mengkhianati kakakku. Wanita yang dia ajak berbelanja hari itu ternyata adalah sepupunya. Kita yang sudah salah paham." Ketika mendengar Andi memberitahunya berita ini, Lidya seakan membeku."Jadi, Dimas nggak melakukan kesalahan apa pun pada Amel?" tanya Lidya dengan suara sedikit gemetar."Ya, itu semua salahku. Aku nggak menyelidikinya dengan jelas sebelumnya. Kita sudah salah paham padanya," kata Andi dengan penuh penyesalan. Dia seharusnya menyelidiki semuanya dengan jelas sebelum mengatakan apa-apa. Sekarang semuanya jadi kacau. Kalau keduanya benar-benar bercerai karena dirinya, Andi mungkin akan merasa bersalah seumur hidupnya."Gawat.""Ada apa?""Aku tutup dulu teleponnya, aku harus bicara dengan ibuku." Se
"Paman, Bibi, kalian datang rupanya. Kak Amel memberitahuku kemarin lusa kalau ada sesuatu yang harus dia lakukan. Dia memintaku menjaga toko selama beberapa hari. Dia sudah dua hari ini nggak datang ke sini," jawab Clara dengan jujur."Lihat apa yang aku katakan. Sekarang kalian sudah percaya, 'kan? Amel sangat mementingkan toko ini, bagaimana mungkin dia mengabaikannya kalau bukan karena ada sesuatu yang terjadi?" kata Mirna lagi.Kali ini, Gibran dan Lili sepertinya memercayai apa yang dikatakan Mirna. Lili dan Mirna juga tumbuh bersama, jadi dia juga cukup mengenal Mirna. Meskipun Mirna terkadang sangat kasar, wanita ini tidak akan pernah berbicara omong kosong."Cepat ... cepat telepon Amel untuk mencari tahu apa yang terjadi. Tanyakan di mana dia berada sekarang," kata Lili dengan suara bergetar sambil menatap Gibran tanpa daya. Tadi Lili keluar dengan terburu-buru, jadi bahkan lupa membawa ponselnya.Gibran mencari nomor telepon Amel dengan wajah serius, lalu langsung meneleponn