Namun, makin Amel berusaha menyeka air matanya, makin deras pula air matanya jatuh.Setelah Amel menutup panggilan telepon, Dimas buru-buru menelepon Amel kembali untuk meminta penjelasan. Namun, semua panggilan teleponnya dimatikan. Ketika Dimas menelepon lagi, Amel sudah mematikan ponselnya.Dimas pun segera pergi ke toko Amel. Dia ingin bertanya secara langsung kepada Amel tentang apa yang sudah dia lakukan sehingga Amel tidak bisa memaafkannya dan bersikeras untuk bercerai.Setelah Dimas pergi ke toko, Clara melihat ekspresi Dimas yang tampak mengancam dan bertanya dengan bingung, "Pak Dimas, kamu kelihatan sangat cemas. Apakah terjadi sesuatu?""Di mana Amel?" tanya Dimas dengan cemas dan kening yang berkerut.Clara menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Aku juga nggak tahu. Dia nggak datang ke toko pagi ini.""Apakah dia mengatakan sesuatu padamu?""Ya, tadi malam saat aku bersiap-siap untuk tidur, Kak Amel tiba-tiba mengirimiku pesan dan berkata kalau beberapa hari terakhir in
Amel selalu memilih untuk menahan amarahnya, tetapi sebagai sahabat terbaik Amel, Lidya tidak akan pernah membiarkan Amel menderita kerugian apa pun.Setelah dimarahi tanpa alasan yang jelas, Dimas menjadi semakin bingung dan bertanya, "Sebenarnya apa yang sudah aku lakukan?"Dimas benar-benar kebingungan dan terus berpikir dalam hati.Saat Dimas sedang duduk di dalam mobil dengan bingung dan tidak tahu harus mencari Amel ke mana, tiba-tiba Andi mengirimkan pesan WhatsApp."Kamu di mana? Ayo ketemu.""Aku sedang mencari kakakmu.""Aku tahu di mana kakakku. Temui aku dulu." Andi mengirimkan lokasinya pada Dimas. Dimas pun bergegas pergi ke tempat itu.Setelah Dimas sampai, Andi menatap Dimas dengan mata penuh permusuhan, kemudian berkata, "Kami sekeluarga sangat memercayaimu dan menyerahkan kakakku padamu. Aku benar-benar nggak menyangka kamu akan melakukan hal seperti itu."Bahkan Andi menuduh dirinya seperti ini, Dimas tiba-tiba kehilangan kesabaran dan menyahut, "Sebenarnya apa salah
"Sejujurnya, aku nggak tahu ke mana dia pergi. Aku cuma ingin membohongimu dan memberimu pelajaran. Aku nggak tahu kalau ini semua adalah kesalahpahaman," kata Andi dengan malu-malu. Saat bertemu dengan Dimas tadi, Andi selalu menunjukkan sikap garang di wajahnya. Sekarang dia lemas seperti sayur yang sudah layu."Kamu .... Sudahlah, lupakan saja. Sekarang aku nggak punya waktu untuk berdebat denganmu," ujar Dimas seraya memelototi Andi. Jika Dimas tidak menganggap Andi adalah adik kandung Amel, dia pasti sudah melayangkan kepalan tinjunya.Sementara itu, Irfan tiba-tiba menelepon pada waktu yang tidak tepat, "Pak Dimas, Dio sudah bersiap untuk kembali ke perusahaan. Masalahnya belum terselesaikan sepenuhnya. Beberapa waktu ini, kamu harus berhati-hati dan jangan sampai ketahuan oleh dia. Kalau nggak, semua rencana kita hancur.""Abaikan dulu masalah ini, bantu aku cari tahu di mana Amel sekarang. Kamu harus memberitahuku dalam waktu lima menit," sahut Dimas sebelum menutup teleponnya.
"Aku kangen kalian," ucap Amel sambil memeluk kakek dan neneknya, matanya tanpa sadar berkaca-kaca."Dasar anak nakal, bukankah Nenek sudah memberitahumu kalau dua hari lagi aku dan kakekmu akan pergi ke kota untuk mengunjungi kalian? Kamu malah datang kemari, pasti kamu kecapekan," hardik Tuty dengan penuh kepedulian."Aku nggak capek. Selama bisa bertemu dengan kalian, aku sama sekali nggak merasa capek.""Kamu ini memang pandai bicara, ya. Cepat masuk, siang ini Kakek dan Nenek akan memasakkan makan malam yang mewah untukmu.""Baiklah, aku sudah lama nggak makan makanan yang dimasak oleh Kakek dan Nenek," sahut Amel seraya mengikuti kakek dan neneknya ke dalam rumah dengan senyuman di wajahnya.Setelah kembali ke kampung halamannya, suasana hati Amel jelas menjadi jauh lebih baik."Amel, lihat betapa kurusnya kamu sekarang? Apakah kamu nggak makan dengan baik?" tanya Tuty saat menatap Amel dari ujung kepala sampai ujung kaki."Nenek, tentu saja aku makan dengan baik. Mungkin karena
Amel sedang duduk di bangku kecil sambil mengamati bintang-bintang dengan santai, tetapi suasana hatinya tidak bisa tenang, sosok Dimas selalu muncul di benaknya."Amel, beri tahu Nenek ... kali ini kamu datang karena ada masalah, 'kan?" tanya Tuty dengan prihatin. Wanita tua itu ikut mengambil bangku kecil, kemudian duduk di sebelah Amel.Amel menggelengkan kepalanya, lalu menjawab "Nggak kok, Nek.""Baguslah kalau memang nggak ada masalah. Tapi kenapa kali ini kamu datang sendirian? Kenapa Dimas nggak ikut bersamamu? Kakek dan Nenek bahkan nggak tahu kalian berdua sudah menikah. Kamu sudah dewasa, pasti sudah punya maksud sendiri," ucap Tuty seraya menghela napas berat.Amel dan Dimas hanya mendaftarkan pernikahan dan tidak melangsungkan pesta pernikahan, jadi mereka tidak mengundang kerabat dan teman-teman mereka. Setelah menerima akta nikah, Amel hanya mengirimkan foto akta nikahnya kepada kakek dan neneknya."Nek, Dimas seperti biasa sangat sibuk dengan pekerjaannya dan nggak puny
"Pak Dimas, aku masih akan mengatakan hal yang sama. Kalau Pak Dimas masih ingin bersama Bu Amel, sebaiknya Pak Dimas langsung temui Bu Amel dan jelaskan masalahnya sebaik-baiknya.""Oke, aku akan memberimu waktu lima menit untuk mencari tahu di mana dia berada sekarang. Kalau kamu nggak bisa menemukannya, gajimu bulan depan akan kupotong," kata Dimas sambil melirik Irfan dengan kejam."Untungnya, aku sudah membuat persiapan sebelumnya. Aku sudah menemukan lokasi Bu Amel saat dalam perjalanan menuju bar untuk menemui Pak Dimas. Menurut penyelidikanku, Bu Amel kembali ke kampung halamannya di desa. Sekarang, dia tinggal bersama kakek dan neneknya. Ini adalah alamat kampung halamannya," kata Irfan dengan bangga. Kemudian, Irfan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan alamat Amel kepada Dimas.Mata Dimas langsung berbinar. Dia menepuk pundak Irfan dengan gembira."Kalau aku berangkat sekarang, aku akan sampai di sana jam berapa?""Sekarang sudah tengah malam. Jalanan nggak akan macet. Pak
Dimas menemukan rumah kakek dan nenek Amel berdasarkan alamat yang diberikan oleh Irfan. Dia memarkir mobilnya di depan rumah, lalu mengambil semua hadiah yang sudah disiapkan sebelumnya dari bagasi.Kemudian, Dimas berdiri di depan pintu dan mengetuk pintu dengan keras. "Halo, apa ini rumah Dharma Santoso?""Ya, ya." Tuty yang sedang bersih-bersih di dalam rumah, bergegas menyambut Dimas begitu mendengar suara di luar."Aku istrinya Dharma. Ada perlu apa kamu mencarinya?" Tuty hanya pernah melihat foto Dimas di ponsel. Dia belum pernah bertemu dengan Dimas secara langsung. Oleh sebab itu, Tuty tidak mengenali Dimas saat bertemu dengannya."Halo, Nek. Aku suaminya Amel. Namaku Dimas Cahyadi." Dimas memperkenalkan diri sambil tersenyum. Kemudian, dia meletakkan hadiah yang dibawanya ke lantai dan mengulurkan tangan pada Tuty.Mendengar hal tersebut, Tuty tersenyum lebar. Dia menggenggam tangan Dimas dengan sangat antusias dan berkata, "Aduh, ternyata cucu menantuku. Lihatlah, Nenek ngga
'Bagaimana dia bisa menemukan tempat ini?' Amel berpikir dalam hati dan tanpa sadar merasa gugup."Pasti lagi-lagi bergosip dengan Ningsih, tetangga sebelah." Setelah berkata seperti itu, Dharma pun membuka pintu."Pasti kakekmu dan Amel yang kembali.""Sayang, apa ada tamu yang datang?" Dharma samar-samar seperti melihat ada orang asing yang duduk di ruang tamu."Lihat, siapa yang datang," kata Tuty sambil tersenyum dan melangkah keluar.Dimas juga mengikuti Tuty keluar dari ruang tamu. Kemudian, dia melirik Amel sambil tersenyum.Saat melihat Dimas, jantung Amel langsung berdegap kencang. Amel mengira dia akan merasa marah dan putus asa saat kembali melihat Dimas. Namun, ternyata dia malah makin sedih saat melihat Dimas hari ini."Siapa dia?""Halo, Kek. Aku suaminya Amel, cucu menantu Kakek," kata Dimas dengan sopan. Setelah berkata seperti itu, Dimas dengan sigap mengambil sayuran yang dibawa Dharma."Jadi, kamu itu Dimas?" Dharma juga merasa senang saat melihat cucu menantunya ter
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,