"Hah?" Amel pun mengenyit. Dia bergegas memapah Dimas dan menenangkan pria itu, "Kamu duduk dulu, jangan panik, tarik napas. Bagaimana kalau kamu istirahat dulu? Kalau masih nggak sembuh, aku akan membawamu ke rumah sakit."Dimas bersandar di sofa sambil memijat keningnya, tampak sangat lelah, "Nggak perlu ke rumah sakit. Sebelumnya aku juga pernah begini, aku hanya perlu istirahat.""Apakah kamu bisa menemaniku istirahat sebentar?"Dia menyipitkan matanya, tampak sangat kasihan, seperti anak anjing yang sedang sakit.Hati Amel pun langsung melunak. Dia langsung mengangguk dan duduk di samping Dimas, dia juga menyandarkan kepala Dimas ke bahu pria itu."Baiklah, kalau kamu merasa nggak nyaman, bilang padaku, ya.""Ya."Dimas mengangguk dan bersandar di bahu Amel sambil bernapas dengan tenang.Dari tubuh Amel tercium aroma manis yang samar, aromanya sangat enak sampai membuat orang agak mabuk.Begitulah, rencana Amel untuk mengajak Lidya dan seniornya untuk makan pun batal karena Dimas.
Pria itu memiliki tinggi 180 cm, mengenakan kemeja putih dan celana bahan. Dia memiliki mata yang indah. Ketika dia tersenyum, akan muncul lesung pipi, tampak agak imut.Yah, meskipun dia memakai pakaian orang dewasa, model rambutnya juga cukup biasa, semua itu tetap tidak bisa menutupi usianya yang masih muda.Dia seperti anak kecil yang memakai pakaian orang dewasa, agak tidak cocok.Tampaknya, Lidya menyukai pria yang lebih muda darinya.Dimas tersenyum dan duduk di samping Amel."Sudah kubilang 'kan dia sangat tampan, selera Lidya memang bagus!"Lili langsung memujinya.Mirna tersenyum lebar dan sangat puas dengan pria itu, dia sangat menyukainya. "Seleranya biasa saja."Kemudian, dia bicara lagi pada Lidya, "Semuanya sudah tiba, sekarang kamu bisa memperkenalkannya, jangan duduk saja. Kalian para anak muda 'kan pandai mengobrol, ayo banyak mengobrol."Lidya tersenyum dengan canggung, tampak kelabakan."Itu ... dia, namanya ...." Wajahnya memerah, seketika pikirannya menjadi kosong
Hanya saja, setelah memperkenalkan Kelvin, Amel tidak memperhatikan tatapan Dimas yang terlihat terkejut.Dia? Dia adalah ayahnya Lidya?Tidak disangka ada kebetulan seperti ini di dunia. Dimas mengernyit, hari itu mereka bertemu di klub, penerangannya sangat redup. Dimas sengaja tidak memperlihatkan wajahnya dengan jelas, mungkin wajahnya memang tidak bisa diingat, tapi suara seseorang tidak bisa diubah.Saat sedang termenung, Dimas mendengar suara Mirna yang berbicara dengan sangat tidak senang, "Akhirnya kamu pulang juga, bisa-bisanya kamu sesibuk ini saat putrimu membawa pacarnya pulang! Ayah macam apa kamu!"Bukan sekali dua kali Mirna mengomel seperti itu. Hubungan Kelvin dan Mirna biasa-biasa saja, jadi Kelvin pun mengernyit begitu mendengar omelan Mirna."Bukannya aku sudah bilang mau membicarakan sebuah proyek? Lagi pula, kalau aku nggak peduli dengan Lidya, untuk apa aku pulang? Hari ini aku sudah menolak dua proyek, kamu mau apa lagi? Kamu mau bertengkar di depan anak?""Kam
Benar-benar keras kepala!"Dimas, apa-apaan ini?" tanya Amel dengan muram dan nada menginterogasi.Dimas diam-diam menggertakkan giginya dan memancarkan tatapan tidak sabar.Kenapa si Kelvin ini banyak masalah sekali? Apakah Kelvin tidak bisa melihat calon menantunya saja? Untuk apa Kelvin menatapnya?Meskipun demikian, Dimas tetap menjelaskan dengan tenang, "Kurasa Paman Kelvin salah kenal. Meskipun margaku Cahyadi dan memang bisa dihitung sebagai anggota keluarga Grup Angkasa, tapi sekarang keluarga kami sudah terpisah. Beberapa tahun ini Keluarga Cahyadi sudah nggak banyak berhubungan dengan anggota keluarga yang mengurus Grup Angkasa. Kalau mau dibilang punya hubungan, mungkin wajahku saja yang agak mirip, karena itu Paman jadi salah mengenali orang."Dimas pun menghela napas dan berkata, "Sebenarnya agak memalukan, marga kami sama, tapi Keluarga Cahyadi sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan anggota keluarga Grup Angkasa. Kalau aku adalah orang dari Grup Angkasa, aku pasti bis
Amel melihat gerakan kecil Dimas, kemudian bertanya, "Kenapa? Kamu ada pekerjaan?"Dimas buru-buru mengambil ponselnya kembali, tersenyum seraya mengusap kepala Amel dan menjawab, "Nggak ada, ini cuma pesan WhatsApp dari teman."Benar, meskipun Dimas dan Andi masih belum menjadi teman, cepat atau lambat mereka pasti akan berteman. Setidaknya Andi akan menghargai apa yang dia lakukan hari ini.Dimas selalu berusaha untuk memanfaatkan kesempatan. Selama dia bisa meningkatkan hubungannya dengan Amel, dia akan melakukannya, apalagi hal semacam ini sangat mudah baginya.Terlebih lagi, hari ini lelucon di Keluarga Sentana memberi Dimas banyak pengalaman buruk, jadi apa pun yang terjadi dia harus menimbulkan keributan di Keluarga Sentana.Dimas menyunggingkan senyuman mencurigakan, tapi Amel tidak tahu kenapa Dimas tersenyum. Pria itu menengok ke samping, lalu melanjutkan untuk berbicara dengan temannya.Di sisi lain, Andi yang sedang berkonsentrasi rapat bersama beberapa rekannya, tiba-tiba
Saat berbicara, Andi sudah duduk.Karena kedua keluarga mereka selalu berhubungan baik, mereka tampak seperti satu keluarga. Oleh karena itu, tindakan Andi juga tidak membuat Keluarga Sentana keberatan.Di sisi lain, Lili yang mengingat masih ada tamu lain, mau tidak mau memarahi putranya, "Apa kamu nggak bisa telepon dan bertanya dulu? Hari ini Lidya mengenalkan pacarnya ke rumah, tolong jaga sikapmu."Setelah mengatakan itu, Lili tersenyum dan meminta maaf pada James, "James, jangan terlalu dipikirkan, mereka memang tumbuh bersama sejak kecil sampai dewasa, jadi mereka terlalu akrab."James menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum sopan seraya menjawab, "Nggak kok, Bibi."Andi bersikeras untuk duduk di sebelah Lidya, lalu mengambil hidangan sambil berkata, "Ya ampun, Bu. Kita adalah keluarga, kenapa harus dipikirkan. Benar, 'kan, Kak Lidya?"Andi mengucapkan beberapa kata terakhir dengan penekanan.Lidya nyaris tidak bisa tersenyum dan sama sekali tidak menanggapi.Andi tidak berhenti
"Mana mungkin!" hibur Mirna seraya menepuk tangan Andi.Mirna juga penasaran dengan hal itu, tapi sayangnya pengetahuan Mirna terbatas dan tidak bisa menanyakan hal yang mendalam seperti itu. Andi justru yang menjadi juru bicara Mirna.Sekarang juru bicaranya itu sedang terluka, jadi Mirna harus mendukungnya.Mirna memelototi putrinya seraya berkata, "Andi benar, memangnya kenapa kalau dia bertanya? Pengalaman James juga bukan pengalaman palsu dan patut disembunyikan dari orang lain. Apa masalahnya kalau dibicarakan?"Lidya terdiam.Hari ini tampaknya Lidya sedang dipaksa untuk mati, 'kan?"Ehem ...."Dimas tiba-tiba menyela, "Aku pikir mungkin James masih belum terbiasa setelah kembali dari luar negeri, jadi hari ini dia agak gugup saat bertemu dengan orang tua Lidya untuk pertama kalinya."James mengangguk seolah dia telah melihat penyelamatnya sambil berseru, "Benar, benar!"Dimas bertanya lagi, "Aku lihat kamu selalu melihat arlojimu saat makan tadi. Apa kamu masih ada keperluan la
Andi masih tidak bisa menahan senyumnya, kemudian membalas, "Ck, ck, ck, itu bukan urusanku. Aku cuma takut Bibi Mirna akan sedih. Tentu saja, kalau Kak Lidya bersedia menyuapku, aku akan merahasiakannya untukmu demi kesehatan fisik dan mental Bibi Mirna.""Dasar menyebalkan."Lidya melirik Andi sekilas, kemudian menyuruh James untuk segera pergi.Setelah James pergi, Lidya menghampiri kedua pria itu seraya memberi peringatan, "Sebaiknya kalian merahasiakannya dengan baik, kalau nggak ...."Andi menyela sambil mengangkat alisnya, "Kalau nggak, memang kenapa?"Kalau tidak, Lidya juga benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.Wajah Lidya berkerut, kelopak matanya terkulai, mulutnya melengkung seolah-olah langit telah runtuh. Lidya merasa sangat sedih hingga dia bisa menangis kapan saja.Dimas mengerutkan kening seraya membatin, 'Anak ini bicaranya begitu menyebalkan, masih mau punya pacar?'"Ehm, aku naik dulu. Kalian bisa ngobrol sendiri."Setelah itu, Dimas berbalik dan berjalan menuju
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,