“Hik ... Hik ... Hik ...!"Cegukan Dini bukannya berhenti tetapi semakin menjadi - jadi. Kevin pun bingung dibuatnya, "Aaapa .. apa yang harus kulakukan?" Tanyanya kepada Dini dengan panik. Namun, hanya gelengan Dini yang ia dapatkan. Kondisi seperti itu mana mungkin Dini bisa menjawabnya "Om Pusaka ini bagaimana sih, mana bisa aku menjawab pertanyaannya." gerutu Dini dalam hatinya.Kenzi mondar - mandir menjambak rambutnya frustasi dengan masih mengenakan baju handuknya dan satu lagi pusakanya pun masih tegak berdiri yang memberikan pemandangan luar biasa terhadap Dini. "Hik ... Hik ... Hik ... !!!""Hik ... Hik ... Hik ... !!!""Hik ... Hik ... Hik ... !!!"Cegukan Dini semakin intens dan mata Dini melotot sempurna melihat pemandangan yang tak seharusnya ia lihat itu.Kenzi semakin pusing dibuatnya, dia ingin menyentuh Dini untuk membantu mengusap punggungnya namun Kenzi ragu akan melakukannya."Bolehkah aku membantu mengusap punggungmu?" Tanya Kenzi dengan canggung."Hik ... Hik .
Apa kamu sudah lama disini Max?" Tanya Kenzi tanpa rasa bersalah."Bagaimana menurut Tuan?" Max bertanya kembali dengan wajah kesal.“Sudahlah, Max lupakan. Kamu tenang saja tar gaji kamu bulan ini akan aku tambah plus dengan izin cuti selama seminggu. Tapi….” Kenzi sengaja menjeda ucapannya ingin melihat reaksi Max.“Tapi…apa Tuan?” tanya Max penasaran.“Setelah masalah ini kelar.” jawab Kenzi bingung harus mengatakan ke Max kalau Dini kembali pingsan.“Masalah apa lagi, Tuan. Bukankah masalah anu Tuan sudah beres?”"Ada masalah baru lagi, Max. Dia kembali pingsan” ungkap Kenzi dengan wajah memerah menahan malu. Ya Kenzi malu harus mengatakan Dini pingsan padahal belum ia apa-apain tapi bayangan Max pasti berpikir permainanku ganas sampai membuat wanita tersebut pingsan.Max tercengang mendengar penuturan Tuannya yang mengatakan wanita tersebut pingsan lagi lantas apa yang harus ia lakukan di sini.Tanpa mereka ketahui, Dini yang berada dikamar sudah bangun, ia mencari tas nya "Aduuh
Di dalam kamar, Dini kebingungan dan ia belum ada keberanian untuk dibawa Kenzi kerumah utama. Dini harus mencari alasan agar ia tidak jadi di bawa tapi alasan apa Dini masih belum memikirkannya.“Masa aku harus pura-pura pingsan lagi sih,” Dini berbicara sendiri sambil berjalan mondar mandir. “Tapi setidaknya aku harus mencoba berbicara dulu dengannya, apa tujuannya membawa aku kesini.” Dini pun membuka pintu kamarnya sedikit, ia mengintip dari balik pintu keberadaan Kenzi dan Max. Ternyata mereka tidak ada di ruang tengah mungkin mereka masih berada di ruang kerja. Dini pun keluar kamar dan menuju dapur, ia sudah sangat lapar dan saat ia membuka lemari pendingin tidak ada bahan makanan yang akan ia masak cuma ada telur dan sosis. Ia pun mengambil beberapa butir telur dan sosial serta mengambil beras yang ada di rice box. Dini akan memasak nasi goreng telur ceplok dan solusi.Wangi masakan sangat harum sampai ke penciuman dua laki-laki tampan yang baru saja keluar dari ruang kerja.
Saat ini Kenzi dan Dini berada berdua di ruang kerja dengan alunan jantung mereka yang berdetak dengan cepat. Kenzi berusaha mengharuskan dirinya di depan laptopnya sedang Dini mengatur nafas untuk bisa berbicara dengan Kenzi.“Apa yang ingin kamu bicarakan?” Tanya Kenzi, yang melihat gelagat Dini ragu untuk berbicara.“Ah iya saya hampir lupa.” jawab Dini dengan cengiran nya, “ saya ingin tahu, apa tujuan tuan membawa saya kemari? Apakah Tuan ingin saya memberes-beres apartemen ini? Bukankah masalah kita di hotel sudah selesai?” Dini bertanya dengan rentetan pernyataan yang membuat Kenzi mengerutkan dahinya.“Sepertinya kamu lupa kalau Ibu kamu sudah menjual kamu ke saya. Memang awalnya saya hanya menyewa kamu tapi dengan menghilangnya Ibu kamu dan membawa uang saya yang banyak tanpa ucapan terima kasih itu menandakan kalau kamu itu sudah di jual. Kamu tahu berapa saya beli kamu?”Jantung Dini berdetak cepat matanya pun berkaca-kaca mendengar penuturan Kenzi kalau Ibunya tega menjua
Pagi ini, Dini bangun dengan penuh semangat karena ia akan kembali kuliah. Setelah berbicara dengan Kenzi seharian Dini hanya berada di dalam kamar Kenzi, ia tidak tahu dimana Kenzi tidur yang ia tahu Kenzi berada di ruang kerja nya. Dini tidak berani menemui Kenzi kembali karena takut Kenzi marah dan menarik kembali kata-katanya yang mengizinkannya kuliah.Setelah Dini membersihkan dirinya, ia baru tersadar kalau tidak memiliki baju ganti bahkan pakaian dalamnya pun tidak ada karena saat di bawa kemari dia hanya memakai baju yang melekat di badan dan tas berisi dompet.“Sepertinya aku harus memakai ini kembali, nanti begitu aku keluar aku bisa mampir kerumah dan mengambil barang-barangku di rumah.” Gumam Dini sambil kembali memakai pakaian semalam. Selesai memakai baju ia pun keluar dari kamar untuk membuat minuman karena kalau untuk membuat sarapan sudah tidak ada bahan di dalam kulkas.Sesampainya Dini di dapur, terdapat paperbag dan memo kecil diatas meja makan yang berada di dapu
“Ratu….” Ucap Dini tersenyum saat mengetahui kalau yang menggebrak meja dengan sengaja adalah Ratu sahabatnya.Dengan wajah cemberut Ratu melipat kedua tangannya ke dada, “Kemana aja lo? Apa tidak menganggap gue teman lagi?”“Idih….jangan sok seram gitu ah. Gak cocok tau dengan wajah lo yang bulat.” bukannya takut Dini malah meledek Ratu.“Gak usah ngejek lo, jawab dulu pertanyaan gue.”“Sabar…sini duduk dulu. Lo da sarapan belum? Kalau belum pesan gih, biar gue traktir.”“Beneran ni, lo mau traktir gue. Tumben, lo menghilang dapat harta karun ya.” Ratu seolah lupa dengan jawaban yang ditanyakan ke Dini dan duduk di depan Dini kemudian memesan makanan pada Bu Tini.“Anggap saja begitu,” kata Dini sambil memasukkan makanan ke mulutnya yang tinggal sesuap lagi kasian kalau tidak dihabiskan.Makanan yang di pesan Ratu pun datang dan Ratu menikmati makanannya tanpa bicara ia takut keburu jam pelajarannya masuk. Dini memperhatikannya hanya menggelengkan kepala tadi sepertinya ia berlagak s
Di swalayan Identik dengan ramainya orang berbelanja namun tidak di swalayan yang saat ini Dini berada, Dini sampe terbengong melihat sekelilingnya tampak sepi hanya ada beberapa pegawai yang berdiri di sudut rak dengan wajah tertunduk. Kenzi yang berjalan didepan menghentikan langkahnya saat ia menoleh kebelakang ternyata Dini masih berjalan lambat sambil melirik ke kanan dan ke kiri.“Hei…kamu mau berbelanja apa mau bengong?” Teriak Kenzi.Dini yang mendengar teriak Kenzi segera berlari menghampirinya. Mereka pun berjalan berdampingan, terkadang mereka saling melirik bersama dan saat ketahuan curi pandang mereka pun menjadi canggung.“Om, kok disini sepi ya?” Dini yang penasaran akhirnya bertanya ke Kenzi.“Mana aku tahu,” jawab Kenzi datar. “Buruan belanja.”Dini pun mengeluarkan catatan yang tadi pagi sudah ia buat di tas selempangnya. Ia pun mengambil troli dan mulai mengambil beberapa bahan makanan yang dibutuhkan. Kenzi yang berada di belakang Dini hanya memandangi tingkah Dini
"Siapa wanita yang bersama kamu di swalayan? Apakah wanita yang sama saat kamu membeli gaun di butik langganan Mama?" tanya sang Mama yang saat ini berada di ruang kerja Kenzi.Artika yang mendapat pesan gambar dari teman sosialitanya yang saat itu juga berada di sekitar swalayan langsung mengirim ke anaknya Kenzi untuk meminta penjelasan namun rasanya tidak nyaman berbicara melalui telepon sehingga Artika mendatangi Kenzi di perusahaanya.“Mama dapat dari mana foto ini?” Kenzi malah bertanya bukannya menjawab pertanyaan Mamanya, Kenzi bisa bernafas lega karena saat di foto wajah Dini tidak kelihatan hanya punggungnya saja.“Tidak penting Mama dapat dari mana foto ini, kalau kamu tidak mau memberitahu siapa wanita ini Mama akan cari tahu sendiri atau Mama akan beritahukan kakek.”“Jangan dulu beritahu Kakek, Ma. Nanti Kakek memaksa Kenzi untuk langsung menikahinya.”“Jadi kamu hanya bermain-main dengan wanita itu seperti kamu bermain sama wanita sewaan kamu yang lainnya. Jangan bilan
Semua yang ada di meja makan terkejut dengan sikap Dini. Kenzi yang melihat Dini buru-buru ke kamar mandi segera menyusul. Artika pun segera ke dapur untuk membuat minuman jahe dengan wajah berbinar. Dewi dan Kelvin hanya saling melirik tidak tau harus berbuat apa. Setelah memuntahkan isi perutnya tubuh Dini tampak lemas, Kenzi pun membawa Dini ke kamarnya, namun sebelumnya ia meminta maaf pada Dewi dan Kelvin yang tidak bisa ikut makan bersama berhubung Dini sedang tidak enak badan. “Dewi, Kelvin lanjutkan saja makannya. Tante mau membawa minuman jahe dulu ke kamar Dini.” ucap Artika. “Iya, Tante.” Dewi menjadi tidak nafsu makan setelah melihat adiknya sakit. Sampai lemas begitu dan tidak bisa makan. “Sayang, Makanlah. Habis ini kita ke atas lihat keadaan Dini. Padahal dia tadi baik-baik saja. Kok tiba-tiba bisa sakit ya. Apa mungkin Dini sedang hamil.” Jawab Kelvin yang juga merasa heran dengan keadaan Dini yang tiba-tiba sakit. “Apa? Hamil?” Kelvin mengangguk sambil mengunyah
Seperti yang dijanjikan oleh Dini, hari ini Kenzi dan Dini pergi kerumah sakit untuk kembali memeriksa kesehatan mereka. Mereka pun segera masuk ke ruang Dokter Rita tanpa menunggu antrian karena sudah jauh-jauh hari Dini membuat janji.Di dalam ruangan serba putih tersebut, Dini melakukan rangkaian pemeriksaan. Jantung Dini berdetak lebih cepat saat sebuah alat menempel di perutnya dan Dokter Rita dengan wajah serius memperhatikan layar monitor yang ada di sebelah ranjang tempat Dini berbaring. Kenzi yang berada di samping Dini memegang tangan Dini yang tampak dingin.“Bagaimana Dok?” Tanya Kenzi yang mulai penasaran, karena sejak tadi Dokter tersebut hanya diam sambil sekali-kali menganggukkan kepalanya.“Semua baik-baik saja. Rahim istri Bapak juga bagus. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” jawab Dokter Rita dengan senyum ramah. Lalu meletakan alat yang ia gunakan tadi pada tempatnya dan meminta perawat membersihkan gel yang ada diperut Dini. Kemudian Dini merapikan pakaiannya dan
Pagi yang cerah, secerah seperti dua pasangan halal yang saat ini masih berada di ranjang dengan selimut menutupi tubuh keduanya tanpa sehelai benang. Entah pukul berapa mereka memejamkan mata, Kenzi bener-bener menuntaskan hasratnya yang telah lama terpendam. Tidur Kenzi pun terusik saat tangan Dini berpindah tempat yang tadinya memeluk tubuhnya sekarang berada di bawah perutnya dan otomatis membangunkan adiknya yang baru beberapa jam tertidur. “Sayang…kamu kembali membangunkannya.” gumam Kenzi dengan mata masih terpejam sambil menahan hasratnya yang kembali bangkit. “Hmmmm…” Dini cuma menggeliat, ia tidak paham dengan ucapan Kenzi malah tangannya mengelus-elus perut datar Kenzi bahkan memasukan jari telunjuknya ke dalam pusarnya. Sepertinya Dini memiliki mainan baru, perbuatan Dini tersebut membuat pusaka Kenzi berdiri semakin tegak. Kenzi yang tidak tahan segera menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh mereka, lantas Kenzi sudah berada di atas tubuh Dini. Dini sontak terkej
“Om kok mukanya jutek gitu sih?” Tanya Dini saat melihat perubahan wajah sang suami.“Gak kok.” jawab Kenzi dengan nada ketus.“Apa om masih kesel sama Kak Pram.” ucap Dini. Karena setelah Kak Pram datang wajah sang suami sangat kecut kayak jeruk nipis.Kenzi hanya diam dengan wajah datarnya. Dini sontak mengulum senyum dan menutup mulutnya dengan tangan takut tawanya kedengaran para tamu yang masih menikmati hidangan.“Apa ada yang lucu?” tanya Kenzi kembali terlihat kesal.“Om lucu banget kalau ngambek, masa gitu aja om cemburu padahal Dini uda jadi istri Om lo.” jawab Dini sambil terkekeh.“Ya kamu emang uda jadi istri aku tetapi cuma istri belum jadi istri seutuhnya. Kalau saja ini bukan acara Kakek Sanjaya inginkan mungkin sejak dari tadi aku udah mengurung kamu di kamar.”Tawa Dini terhenti, ia menatap Kenzi dengan pura-pura takut. Kenzi sudah sangat lama menahan diri untuk tidak menyentuhnya karena banyaknya pekerjaan tapi hari ini sepertinya akan menjadi malam panas buat merek
Dini tersenyum canggung saat Mama Artika mendekat, lalu Dini pun berbisik dengan pelan, “Mama ada pembalut…” ucap Dini sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Mata Mama Artika membola kemudian ia pun mengulum senyum sambil menghela nafas berat, ternyata sang menantu bukan tidak nyaman tinggal dirumah ini melainkan butuh pembalut dan sepertinya Kenzi harus menunda malam pertamanya dan itu berarti Artika harus juga bersabar untuk segera memiliki cucu.“Ayo…ikut Mama ke kamar.” ajak Artika pada Dini. Artika pun merangkul sang menantu menuju kamarnya untuk mengambil pembalut.Setelah mengambil pembalut pada Mama Artika, Dini pun kembali ke kamar Kenzi. Saat masuk kamar, Dini melihat Kenzi sudah berada di tempat tidur dengan memakai piyama sepertinya Kenzi sudah membersihkan diri saat ia keluar. Dini segera masuk ke kamar mandi dan tak lupa membawa handuk serta baju tidurnya.Tak lama Dini keluar dari kamar mandi dengan wajah segar. Ia menoleh ke ranjang dimana Kenzi tidur. Ia jadi bi
Setelah berbicara mengenai pesta pernikahan, Kakek Sanjaya pun kembali ke jogja di antar oleh Samuel dan Max. Sebenarnya Kakek Sanjaya masih ingin bersama cucunya karena masih ada rasa rindu yang terpendam setelah berpuluh tahun akhirnya bisa bertemu namun ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal lebih lama.Suasana rumah kembali sepi terlepas pulangnya Kakek Sanjaya. Dini hanya duduk dalam diam, ia yang biasanya bisa mencairkan suasana mendadak seperti orang kebingungan.“Ken, bawa Dini ke kamar. Dini pasti lelah dan butuh istirahat.” kata Artika yang menatap wajah lelah sang menantu.“Dini baik-baik saja, Tante.” jawab Dini yang merasa agak canggung harus berada di kamar Kenzi.Alis Artika menyatu mendengar ucapan Dini, “sayang panggil Mama dong jangan Tante lagi.” Ucap Artika dengan nada dibuat sedih.“Hah…maaf tan..eh Ma. Maaf Dini belum terbiasa.” jawab Dini yang merasa bersalah.“Iya sayang. Mama tahu. Ya sudah sana naik ke atas. Mama minta maaf ya, seharusnya pernikahan kalian…”
Dini terpaku menatap wajah datar sang Kakek yang menampakkan gurat kecewa, “apa yang akan Kakek lakukan sama Ibu?” Tanya Dini dengan nada suara khawatir.“Selama ini Ibu baik sama Dini, Dini juga mengerti perasaan Ibu. Mungkin berat bagi Ibu merawat Dini yang seorang anak dari selingkuhan suaminya. Jadi Kakek jangan marah sama Ibu, kalau Ibu tidak meninggalkan Dini mungkin Dini tidak akan bertemu dengan Om Kenzi begitu juga dengan pertemuan kita ini, Kek.” Jawab Dini dengan mata berkaca-kaca.Artika yang mendengar penuturan sang menantu merasa iba, walau tidak dijelaskan bagaimana kehidupan Dini bersama Ibu Tirinya tapi bisa Artika bayangkan kalau hidup Dini dulu sangat menderita. Artika dan suami telah mengetahui seluk beluk Dini bahkan sebelum Kakek Darma meninggal pun beliau sudah tau kalau pertemuan Dini dan Kenzi karena Dini dijual oleh Ibu tirinya. Dan untung saja Kenzi yang membelinya, bayangkan kalau laki-laki mesum yang membeli Dini waktu itu pastinya hidup Dini akan semakin
Mengingat kondisi sang Kakek yang semakin melemah. Dini yang seharusnya menemui keluarga Ibu Kandungnya harus ditunda. Pernikahan mereka pun memiliki sedikit kendala karena Dini telah menemukan keluarga dari pihak Ibunya, tidak mungkin Dini menikah tanpa meminta restu dari Kakek dari pihak Ibunya.Max pun memberitahu kepada Tuan Besar Samuel tentang masalah Dini kalau Dini merupakan cucu dari Sanjaya, Samuel pun segera menemui Sanjaya kediamannya untuk memberi tahu pernikahan cucunya tersebut. Perjalanan Samuel ke Jogja untuk menemu Sanjaya pun mendadak menjadi dramatis, ternyata Sanjaya merupakan sahabat Darma semasa kecil.Mengetahui kalau Darma sakit keras, Sanjaya pun ikut Samuel ke Jakarta untuk melihat keadaan Darma sekaligus menjadi saksi pernikahan cucu yang selama ini mereka cari.Dikediaman Sanjaya, Miska yang mengetahui kalau Dini akan menikah dengan Kenzi berusaha ingin ikut bersama Kakek Sanjaya, namun dicegah oleh Kelvin yang saat itu berada di kediaman sang Kakek. Kelvi
Sesampainya di rumah sakit, Kenzi dan Dini langsung menuju keruangan ICU tempat sang Kakek dirawat. Di luar ruangan tampak Mama Artika yang sedang menangis di pelukan Papa Samuel dan di sebelahnya ada Max yang sedang berbicara melalui telepon. Entah dengan siapa Max berbicara Kenzi tidak mau ambil pusing walau dihati ada rasa penasaran kenapa Max berada dirumah sakit lebih dahulu daripada dirinya.Langkah Kenzi semakin cepat dan hatinya semakin diliputi rasa cemas yang tidak kentara, Dini yang ikut merasakan kecemasan Kenzi pun menggenggam tangan Kenzi untuk memberikan Kenzi sedikit ketenangan.“Ma, Pa…” lirih Kenzi saat ia sudah berada di hadapan Arika dan Samuel. Pelukan Artika pun terurai dan menatap wajah anaknya dengan sedih.“Bagaimana keadaan Kakek?” Tanya Kenzi dengan suara bergetar. Karena melihat wajah kedua orang tuanya bisa Kenzi pastikan keadaan kakeknya memburuk apalagi Artika menjawab sambil menggeleng dengan airmata berlinang, lantas Samuel kembali memeluk sang istri s