Home / Romansa / Terjerat Obsesi CEO Arogan / Pertemuan Menegangkan

Share

Pertemuan Menegangkan

last update Last Updated: 2024-12-24 10:35:44

"Dari mana saja kau, Elena? Kenapa kau tidur di luar lagi?" tanya Gio dengan nada yang mencampurkan rasa khawatir dan kesal.

Malam itu, Elena baru saja tiba di rumah setelah seharian sibuk. Wajahnya terlihat lelah, namun sikap dinginnya semakin terasa begitu ia melangkah masuk.

Elena menoleh pelan, menatap Gio dengan tatapan dingin yang tak bisa disembunyikannya. "Meeting dengan klienku," jawabnya tanpa emosi. "Kau pun tahu restoranku sedang di ambang bangkrut."

Gio berkacak pinggang, mencoba menyusun kata-kata yang tepat. "Sudah kukatakan padamu, Elena. Aku akan membantumu—"

"Tapi, kapan?" potong Elena cepat, suaranya mengandung nada tajam yang selama ini jarang ia tunjukkan. Wajahnya tetap datar, namun matanya memperlihatkan kekecewaan yang mendalam.

"Kau hanya menjanjikan, tapi tidak pernah kau lakukan. Harus menunggu restoranku gulung tikar dulu, baru kau akan membantuku?" lanjutnya tanpa memberi Gio kesempatan berbicara.

Elena menggeleng pelan, seolah tak percaya dengan janji-janji kosong Gio. Tanpa menunggu jawaban dari suaminya, ia melangkah menuju kamarnya, meninggalkan Gio yang tertegun di tempatnya.

Gio mengerutkan kening, bingung dengan perubahan sikap Elena yang begitu tiba-tiba. Ia bergumam pelan, "Ada apa dengannya? Apakah klien itu menolak kerja sama dengannya?"

Mengusap rambutnya dengan gerakan frustrasi, Gio menghempaskan tubuhnya kembali ke sofa. Namun, ponselnya berdering, membuyarkan pikirannya. Melihat nama "Jesika" di layar, senyuman kecil terukir di bibirnya.

"Jesika..." gumam Gio sebelum mengangkat telepon itu.

**

Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Di kantor Karl.

Pria itu tengah duduk di kursinya yang mewah, sibuk memeriksa dokumen di mejanya. Vincent, sekretaris pribadinya, masuk dengan langkah sigap sambil membawa sebuah map berisi dokumen perjanjian kerja sama.

"Selamat pagi, Tuan," sapa Vincent sopan sambil meletakkan map di meja Karl.

Karl mengambil dokumen tersebut, membukanya, dan mulai membaca dengan saksama. Setelah yakin, ia menandatangani kontrak kerja sama dengan Elena F&B tanpa ragu. Namun, sesuatu melintas di benaknya. Ia menutup dokumen itu dengan suara pelan sebelum berbicara.

"Cari tahu tentang Gio," perintah Karl dengan nada dingin dan penuh otoritas. "Pria ini adalah suami Elena, pemilik restoran yang akan bekerja sama dengan kita."

Vincent mengangguk, siap melaksanakan tugas itu. Namun, Karl menambahkan informasi lain. "Dia juga bagian dari klien kita. Nama perusahaannya The Ask Company," ucapnya, menambahkan tekanan pada kata-katanya.

Dengan cekatan, Vincent membuka iPad di tangannya. Ia mulai mengetik nama "The Ask Company," melacak segala informasi terkait perusahaan tersebut. Beberapa detik kemudian, ia menemukan data yang relevan.

“Giovani Maxime,” Vincent memulai. “Berusia tiga puluh tahun, berstatus sebagai suami Elena Anderson. Pernikahan mereka telah berjalan selama tiga tahun. Memiliki hobi bermain golf dan sudah menjalankan bisnis bahan pangan lebih dari lima tahun.”

Karl mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, tanda pikirannya tengah bekerja cepat. Wajahnya tetap dingin, namun ada kilatan di matanya yang sulit ditebak.

“Cari tahu lebih dalam tentang perusahaannya dan bukti perselingkuhannya!” titah Karl tegas. Ia mengambil map berisi kontrak kerja sama lalu bangkit dari kursinya dengan gerakan pasti.

Vincent memandang bosnya dengan penuh keheranan. “Biar aku saja yang memberikan kontrak ini,” tambah Karl sambil melangkah keluar.

Vincent membelalakkan matanya. Ia tidak percaya Karl, yang biasanya mendelegasikan tugas semacam itu, memutuskan untuk turun tangan langsung.

"Sejak kapan bosku ini mau mengantarkan kontrak sendiri?" gumam Vincent sambil menggaruk kepalanya.

Sebuah pemikiran tiba-tiba terlintas di benaknya. “Apakah dia sedang jatuh cinta? Tapi bukankah Elena adalah istri Gio?” tanyanya pada dirinya sendiri. Namun, jawabannya segera muncul. Ia teringat laporan perselingkuhan Gio, dan ini membuatnya semakin terkejut.

“Jangan-jangan, ini ada hubungannya dengan itu!” serunya, lalu buru-buru keluar dari ruangan. Namun, ketika ia tiba, Karl sudah tidak ada di sana. “Cepat sekali hilangnya,” keluh Vincent, bingung bagaimana bosnya bisa menghilang tanpa jejak.

Lima belas menit kemudian. Karl sudah tiba di restoran Elena. Tempat itu masih lengang karena belum jam operasional. Ia berjalan masuk dengan langkah mantap, disambut oleh Maia, asisten pribadi Elena.

“Selamat pagi, Tuan. Ada yang bisa dibantu?” sapa Maia sopan, sedikit gugup melihat sosok Karl yang memancarkan aura otoritas.

“Aku ingin bertemu dengan Elena. Pemilik restoran ini,” jawab Karl dengan nada datar namun tegas.

Maia mengangguk. “Nyonya Elena belum sampai, Tuan. Mungkin—” Maia terhenti sejenak ketika melihat seseorang masuk ke restoran. “Ah! Itu dia.”

Karl menoleh ke belakang. Tatapannya bertemu dengan Elena yang baru saja tiba. Namun, wajah Elena tampak tegang begitu melihat Karl ada di sana tanpa pemberitahuan.

Karl segera menyadari penyebab ketegangan itu. Elena tidak sendiri. Di sampingnya, Gio berdiri dengan ekspresi penuh tanya, tangannya melingkar di pinggang Elena, seolah ingin menunjukkan kepemilikannya.

“Karl?” Gio membuka percakapan dengan nada datar namun sinis. Ia menatap pria itu dengan alis mengerut. “Lama tidak bertemu.”

“Gio,” balas Karl akhirnya, suaranya tenang namun mengandung dinginnya es. “Kebetulan sekali kita bertemu.”

Elena merasa canggung berada di antara dua pria itu. “Karl, kau tidak memberi tahu bahwa akan datang ke sini,” ucapnya, mencoba memecah ketegangan.

Karl menatap Elena dengan tajam, cukup lama untuk membuat wanita itu sedikit bergeser dari posisi Gio. “Ada sesuatu yang perlu kubahas langsung denganmu, Elena. Kebetulan ada Gio di sini. Sangat kebetulan sekali.”

Deg!

Jantung Elena berdebar tak karuan mendengar ucapan Karl. “Apa … yang ingin kau bahas, Karl?”

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
apa akan ada perang antara karl dan gio waah sepertinya seru mereka bakal ngomong apa ya
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Karl apa yang akan kamu bicarakan, jangan bikin jantungan deh
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
sok... soan posesif ke Elena begitu liat ada Gio di restoran maen peluk aja tuh pinggang Elena kok kamu ngga nolak sih el... jijik banget laah maish mau dipegang2 laki kang selingkuhmu itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Keputusanmu sudah Benar

    “Silakan duduk,” titah Elena, suaranya terdengar datar namun berusaha tetap sopan.Karl menarik kursi di hadapannya dan duduk dengan postur santai. Ia menyilangkan kakinya dengan elegan, lalu menatap Gio dan Elena yang duduk berdampingan. Pandangannya terfokus pada tangan Gio yang melingkar di pinggang Elena.“Kau sangat mencintai istrimu, ya?” tanya Karl dengan nada dingin yang hampir seperti ejekan. “Sampai-sampai kau tidak ingin melepaskan tanganmu di pinggangnya?”Gio menaikkan alis, jelas merasa tersinggung oleh pertanyaan itu. Namun, ia menjaga nadanya tetap tenang. “Tentu saja,” jawabnya pendek, berusaha tidak terpancing.“Oh!” Karl menyunggingkan senyum kecil yang tampak lebih seperti provokasi. “Kedatanganku ke sini hanya untuk satu hal. Mengantarkan kontrak kerja sama dengan restoran Elena.”Gio mengerutkan keningnya, terkejut. “What? Tunggu dulu. Perusahaan sebesar milikmu—The Blue Company—benarkah ingin bekerja sama dengan restoran kecil seperti milik Elena?”Karl mendonga

    Last Updated : 2024-12-28
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Foto Mengejutkan dari Karl

    “Apa kau akan menuntut hal itu terus-menerus padaku, Karl?” tanya Elena dengan suara bergetar, meski matanya tetap mencoba menentang sorot mata tajam pria di depannya.Karl tetap duduk di sampingnya, wajahnya tak menunjukkan belas kasih. “Dan kau sudah tahu jawabannya. Kenapa masih bertanya seolah aku akan melupakan apa yang sudah kita lewati, hm?”Nada suaranya rendah, namun setiap kata yang terucap bagaikan belati dingin yang menggores sisi rapuh hati Elena.Seolah tak puas dengan hanya kata-kata, Karl mengangkat tangan, jemarinya yang kokoh menggenggam dagu Elena dengan tegas namun penuh kendali.Mata mereka bertemu—mata hitam Karl seperti jurang tak berdasar yang menelan segala logika. “Jangan pernah berpikir aku akan melepaskanmu begitu saja,” bisiknya pelan, nyaris seperti janji gelap yang bergetar di udara.Ketika tangan Karl akhirnya melepaskan dagunya, Elena merasakan jantungnya berdegup tak beraturan, seakan baru lepas dari cengkeraman sesuatu yang menakutkan dan menggetarka

    Last Updated : 2025-01-11
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Dua Pilihan untuk Elena

    “Dari mana kau mendapatkan foto itu?” suara Elena menggema pelan namun tajam ketika langkahnya berakhir di ambang restoran yang remang dengan cahaya lilin. Wajahnya mengeras, matanya berkilat oleh campuran cemas dan ketakutan.Karl menyambut kehadirannya dengan angkuh, seolah waktu dan masalah adalah sekadar angin yang lewat di tepi kesadarannya.Alis pria itu terangkat, mencerminkan rasa penasaran yang nyaris sinis. “Kenapa? Kau terlihat begitu terguncang,” ujarnya ringan, seulas senyum bermain di bibirnya yang dingin, sedingin hati yang tampaknya tak tersentuh oleh hiruk-pikuk dunia Elena.“Karl,” suara Elena sedikit bergetar, menggambarkan perjuangan batin yang nyaris tak tertahankan, “kau masih sendiri, dan aku—aku sudah bersuami. Jika foto itu tersebar, semua orang akan menganggapku wanita murahan yang tidak tahu malu. Aku mohon, bantu aku sekali ini saja.”Udara di sekitar mereka terasa semakin berat, seperti berkonspirasi dengan kegelisahan yang tak terucapkan.Karl mengulurkan

    Last Updated : 2025-01-11
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Ego Besar Gio

    “Aku tidak pernah merasa dicintai olehnya. Dia hanya memikirkan karir dan pekerjaannya,” ucap Elena akhirnya, suara serak itu seolah membawa beban yang terpendam selama bertahun-tahun, membuncah keluar seperti air yang tumpah dari bendungan.Ia menatap Karl dengan sorot mata yang berkabut, rapuh namun tegar, mencari pengertian di wajah pria di hadapannya.Karl menaikkan satu alisnya, sikapnya terkesan acuh namun mengandung tanda tanya yang menusuk. “Atas cinta atau perjodohan?”“Pernikahan kami? Atas dasar cinta,” jawab Elena, bibirnya melengkung pahit seperti menelan pil yang getir.“Aku dan Gio menjalin hubungan selama kurang lebih satu tahun sebelum memutuskan untuk menikah.” Kata-katanya menggantung di udara, seperti bayang-bayang yang menolak untuk pergi, menyisakan keheningan yang menghantui.Karl menghela napas panjang, aroma red wine yang kaya dan asam menyusup di antara mereka.Ia membawa gelas kristal ke bibirnya, lalu menyesap dengan perlahan, matanya menatap Elena seperti

    Last Updated : 2025-01-12
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Harapan itu sudah Lenyap

    “Elena. Aku masih tidak menyangka jika investor kita adalah Tuan Karl—pemilik The Blue Company yang lebih sering berkolaborasi dengan restoran bintang lima!”Maia berseru penuh semangat, suaranya riang seperti lonceng kecil yang bergemerincing di udara.Ia berdiri dengan tangan terlipat di dada, matanya berbinar-binar seolah dunia baru saja membuka pintu penuh keajaiban di hadapannya.Elena hanya tersenyum tipis sambil terus memotong bahan-bahan untuk menu baru yang sedang ia persiapkan.Udara di dapur terasa hangat oleh aroma rempah-rempah yang menggoda, namun pikirannya terasa dingin, seperti beban berat yang menekan hatinya tanpa henti.“Dia teman kuliahku lima tahun yang lalu, Maia,” ucap Elena, nada suaranya tenang namun penuh lapisan yang sulit ditebak. “Jadi, tidak ada salahnya membantu sesama teman.”Namun, kenyataan yang sebenarnya tersembunyi jauh di balik kata-kata itu. Karl, dengan tatapan matanya yang tajam dan caranya berbicara yang selalu terukur, tidak pernah benar-ben

    Last Updated : 2025-01-12
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Terjebak dalam Permainan Karl

    “Kalaupun iya, apa yang ingin kau lakukan?” Karl balik bertanya, suaranya mengalun seperti arus sungai yang tersembunyi, dingin namun membawa ancaman.Elena terdiam. Tubuhnya kaku seperti patung marmer yang dihantam badai, hanya suara kecil salivanya yang tertelan memecah keheningan. Dia terdiam, bukan karena tidak tahu jawabannya, tetapi karena Karl, seperti biasa, tidak memberinya ruang untuk sebuah kepastian.“Sebaiknya tidak perlu membahas itu lagi, Karl. Ada apa meneleponku?” katanya, berusaha mengalihkan pembicaraan dengan suara selembut kapas yang disapu angin.“Apa kau sudah melakukan perintahku?” Suara Karl menjadi lebih tajam, menusuk seperti ujung pisau yang baru diasah. “Menambah menu dan membuang menu yang jarang dipesan oleh konsumen?”“Ya,” jawab Elena dengan nada yang hampir pudar, seperti lilin kecil yang berjuang melawan tiupan angin. “Aku sudah melakukannya sesuai dengan perintahmu. Aku sedang memasak beberapa menu yang kau berikan padaku saat makan malam itu.”“Goo

    Last Updated : 2025-01-13
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Pengakuan yang Mengejutkan

    “Elena? Ada Tuan Karl di ruang kerjamu. Sejak kapan dia ada di sana?” Maia bertanya, menghampiri Elena yang baru saja hendak memasuki ruangannya.Suaranya ringan, tapi pertanyaannya menghempas seperti angin dingin yang tiba-tiba menusuk tengkuk Elena.“Entahlah,” jawab Elena dengan nada yang berusaha terdengar netral, meski dadanya terasa seperti drum yang dipukul tanpa henti.“Dia memang sudah menguasai restoran ini. Akan selalu datang semau hatinya.” Ia berusaha menetralisir detak jantungnya yang terasa semakin menggila, seperti sedang berlomba dengan waktu.Maia terkekeh pelan, suaranya lembut seperti angin musim semi yang hangat. “Begitu rupanya. Ya sudah, sebaiknya temui dia. Investor terbesar harus dilayani dengan baik,” ucap Maia dengan senyum yang terbit di bibirnya, membuat kesannya seolah-olah Karl hanyalah pria dengan kuasa biasa.Namun, kata-kata ‘melayani’ itu menghantam Elena seperti petir di langit cerah. Merinding tiba-tiba menyelimuti tubuhnya.Mendengar istilah itu d

    Last Updated : 2025-01-13
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Menyerang Tanpa Ampun

    “Kau benar-benar gila, Karl!” desis Elena, suaranya seperti angin yang berhembus dari celah-celah dingin di musim dingin.Tatapannya penuh ketidakpercayaan, berusaha memahami pria di depannya yang dengan entengnya mengakui telah menanamkan benih di rahimnya.“Kau ingin menyalahkanku, hm?” Karl menyipitkan mata, sudut bibirnya terangkat dalam senyum yang lebih menyerupai seringai tajam.“Seharusnya, sebelum menyeretku ke dalam kamarmu, kau siapkan pengaman untukku. Kau pikir aku selalu membawa barang itu setiap hari?”Setiap kata yang keluar dari mulut Karl adalah peluru, menembus tanpa ampun. Elena merasa semakin tersudut, dadanya sesak oleh rasa bersalah dan marah yang bercampur aduk.Ia sontak menepuk keningnya, seperti mencoba menenangkan badai di dalam kepalanya. Ia menundukkan kepala, kedua matanya terpejam erat, seolah ingin menghilang dari kenyataan yang begitu kejam.Tubuhnya sedikit bergetar, dan dari bibirnya keluar umpatan pelan yang ditujukan untuk dirinya sendiri.“Aku me

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Kau Berhak Bahagia

    Cahaya matahari keemasan menyelinap masuk melalui celah tirai, menari lembut di atas kulit Elena yang masih terasa hangat. Dengan mata yang masih sedikit berat, ia mengerjap pelan, membiarkan pikirannya kembali ke kenyataan setelah malam panjang yang penuh dengan gelora dan kelembutan.Tangannya terulur, meraba sisi tempat tidur yang kosong. Dingin.Karl sudah tidak ada di sana.Elena menghela napas panjang. Bagaimana mungkin dia sudah bangun? Kita baru tidur pukul lima tadi.Rasa heran bercampur kekaguman mengisi benaknya. Ia tahu Karl bukan tipe pria yang bisa berdiam diri terlalu lama, tetapi tetap saja, hanya tidur dua jam lalu langsung bangun untuk beraktivitas seperti biasa? Itu di luar nalar.Dengan enggan, ia menyibakkan selimut, duduk di tepian ranjang sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Pandangannya turun ke lantai, di mana lingerie tipisnya masih tergeletak begitu saja—salah satu bukti dari malam yang menguras energi mereka. Pipinya sedikit merona saat mengingat

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Bercinta Sampai Pagi

    Setelah menempuh perjalanan panjang selama sebelas jam tiga puluh menit, akhirnya mereka tiba di sebuah pulau kecil yang dikelilingi lautan biru yang jernih. Dari atas jet, Elena sudah bisa melihat hamparan pasir putih yang bersih, ombak yang berkejaran dengan lembut, serta pepohonan hijau yang menghiasi pulau bak surga tersembunyi.Namun, yang paling mengejutkan adalah fakta bahwa hanya ada satu bangunan di seluruh pulau—sebuah villa mewah yang berdiri megah di tengah-tengah hamparan alam yang masih asri.Saat melangkah masuk ke dalam villa, Elena hampir tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Interiornya begitu elegan—lantai marmer dingin menyambut telapak kakinya, lampu gantung kristal menggantung anggun di tengah ruangan, dan jendela besar terbuka lebar, memperlihatkan pemandangan laut yang begitu luas seolah tak berujung.Elena melayangkan pandangan ke sekeliling, lalu menatap Karl dengan dahi berkerut. “Kenapa hanya ada satu villa saja di sini?” tanyanya penuh rasa ingin ta

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Menuju Hawaii

    “Ka—kau bercanda, kan?” suara Elena terdengar ragu, nyaris berbisik. Matanya membulat, menatap Karl dengan campuran keterkejutan dan ketidakpercayaan.Karl tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia menyunggingkan senyum tipis—senyum yang sarat akan misteri, seolah menyimpan banyak rahasia yang hanya dirinya sendiri yang tahu. Matanya menatap Elena dengan sorot tajam, seakan menguliti setiap reaksi yang terpancar dari wajah perempuan itu.“Apa aku terlihat bercanda, Elena?” tanyanya pelan, suaranya berat namun penuh keyakinan.Elena hanya bisa menelan ludah, dadanya sedikit terasa sesak. Tatapan pria di depannya begitu dingin, begitu tegas—dan dia tahu, Karl bukan tipe pria yang sekadar mengucapkan ancaman kosong. Dengan ragu, ia menggeleng pelan.Karl mendekat, membiarkan suaranya menjadi bisikan yang menusuk. “Listen to me. Aku tidak suka basa-basi pada orang yang menghalangi jalanku. Jika mereka terus menerus mengusik, maka jangan harap mereka akan hidup dalam damai.”Kata-kata itu t

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Akan Membunuhnya

    “Kenapa kau mengenalkanku sebagai calon istrimu di depan kolegamu?” tanya Elena dengan nada tajam setelah mereka keluar dari hotel tersebut.Langkah mereka melambat ketika mencapai taman kota. Malam sudah semakin larut, tapi lampu-lampu taman yang redup menciptakan suasana tenang. Air mancur di tengah danau buatan memancarkan bias cahaya keemasan, membentuk kilauan indah di permukaan air. Semilir angin malam menggoyangkan dedaunan, membawa serta aroma bunga yang samar.Karl berhenti di tepian danau, menghela napas panjang sebelum akhirnya menatap wajah Elena dengan ekspresi yang sulit diterka. Matanya berkilat, bukan karena cahaya lampu, tapi ada sesuatu yang lebih dalam di sana—sebuah rahasia yang selama ini ia pendam.“Kau tidak penasaran siapa yang menjadi selingkuhan dari istri Taylor tadi?” tanyanya, suaranya terdengar datar, tetapi menyimpan sesuatu di baliknya.Elena mengernyit, mencoba mencari jawaban dalam pikirannya sebelum akhirnya bertanya dengan nada hati-hati, “Memangn

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Calon Istri (?)

    “Ikut aku.”Elena yang tengah duduk di tepi ranjang mengangkat kepalanya, menatap pria itu dengan ragu. Sorot matanya mencari-cari petunjuk di wajah Karl, berharap bisa menebak apa yang ada dalam pikirannya. Namun seperti biasa, pria itu tetap sulit ditebak.“Ke mana?” tanyanya akhirnya, suaranya terdengar samar di tengah keheningan kamar.Karl tidak langsung menjawab. Ia hanya mengulurkan tangannya, memberi isyarat agar Elena segera berdiri. Dengan enggan, Elena bangkit, menyapukan tangannya ke gaun sutra yang ia kenakan. “Aku masih packing, Karl.”Senyuman tipis menghiasi bibir Karl, tetapi bukan senyuman lembut yang menghangatkan—melainkan senyuman penuh kendali. “Aku tidak memintamu untuk packing, Elena. Ada pelayan yang akan menyiapkan semuanya. Jadi, sekarang ikut aku.”Elena menghela napas panjang, rasa pasrah menyelimuti dirinya. Percuma mencoba menolak Karl. Kata tidak mau bukan bagian dari kamusnya jika berurusan dengan pria itu. Karl bukan hanya mendominasi dirinya, teta

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Terima Saja

    “Kau datang?” Suara Federick terdengar datar, tetapi matanya memancarkan sedikit keheranan saat melihat Karl memasuki ruang kerjanya. “Hm.” Karl melangkah santai, jasnya masih rapi tanpa satu pun kerutan, meskipun wajahnya terlihat sedikit lelah.Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa empuk di sudut ruangan, lalu menyandarkan kepala ke belakang sebelum akhirnya menatap Federick yang masih berdiri di dekat mejanya. “Ada yang ingin kusampaikan padamu.”Federick menautkan kedua alisnya sebelum berjalan mendekat. Ia duduk di kursi berhadapan dengan Karl, tubuhnya sedikit condong ke depan. “Ada apa?” tanyanya dengan nada waspada.Karl menghela napas panjang, seolah tengah mencari cara terbaik untuk menyampaikan sesuatu yang akan memicu reaksi besar dari lawan bicaranya. Pandangannya menelisik wajah Federick sebelum akhirnya berkata, “Aku akan pergi ke Hawaii.”Sejenak, ruangan itu hening. Federick menatap Karl dengan mata membesar, seolah tak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya. Kemu

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Anggap Saja Sedang Bulan Madu

    Hening.Elena membeku di tempatnya. Tangannya yang semula hendak meraih parfum di atas meja berhenti di udara.Ada sesuatu dalam nada suara Karl yang membuat dadanya sesak. Sebuah tuduhan, sebuah peringatan, dan yang lebih menyakitkan… kebenaran yang tak ingin ia akui.Karl tetap menatapnya, ekspresinya tak terbaca. Namun, jemarinya yang besar terangkat, perlahan menyentuh bahu Elena sebelum turun ke lengannya.Ia tidak mengatakan apa pun lagi, tapi genggamannya yang sedikit menekan di kulitnya mengisyaratkan bahwa pembicaraan ini belum selesai.Elena menghela napas panjang, dadanya naik turun dengan berat seakan beban yang menghimpitnya enggan enyah.Tatapannya menerawang, menembus batas ruang dan waktu, seolah berusaha mencari jawaban di balik gemerlap lampu kamar yang samar.“Sampai aku dan Gio resmi berpisah,” suaranya lirih, hampir tenggelam di antara detak jam dinding yang terasa lebih nyaring daripada biasanya.Ia menutup mata sesaat, sebelum bibirnya kembali bergerak, kali ini

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Ada Gio di Restoran Elena

    “Kau tidak ingin bangun, hm?”Bisikan Karl meluncur lembut di udara, suaranya sarat dengan kemanjaan dan ketertarikan yang menguar begitu dekat.Jemarinya yang besar dan hangat melingkar di perut Elena, menahan tubuh mungil itu di dalam dekapan paginya.Bibirnya yang sedikit kasar akibat semalaman penuh ciuman mengusik wajah Elena berkali-kali, menelusuri pipinya, kelopak matanya, hingga sudut bibir yang masih tertutup rapat dalam kantuk.Elena menggeliat pelan, tubuhnya seakan tenggelam dalam ranjang yang masih dipenuhi kehangatan sisa semalam.“Eum…” Suara lirihnya lebih mirip desahan malas daripada jawaban.Perlahan, matanya yang kecokelatan membuka, lalu menoleh ke samping, di mana Karl masih terbaring dengan mata mengamati setiap pergerakannya.“Pukul berapa ini?” tanyanya dengan suara serak, lebih mirip gumaman yang terseret di antara kesadarannya yang masih berkabut.Karl tersenyum kecil, jemarinya bermain di helaian rambut Elena yang sedikit berantakan. “Pukul satu siang.”“Wh

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Mencoba Menantang Maut

    “Selera Karl terlalu rendah jika menyukai Elena, wanita yang bahkan oleh Gio pun dibuang!” Suara Jesika meluncur tajam seperti belati yang terhunus di udara, sarat dengan ejekan dan kepedihan tersembunyi.Matanya menyala penuh perlawanan, bibirnya menipis dalam kemarahan yang ia tahan sekuat tenaga.Federick, alih-alih tersinggung, justru meledak dalam tawa. Tawa rendah yang menggema di dalam ruangan, bergetar dengan nada mengejek.“Justru Gio salah pilih lawan, Jesika.” Ia mengangkat dagunya, menatap Jesika seolah sedang menikmati kejatuhan lawannya.“Dia telah mengkhianati Elena, dan ternyata Elena memiliki pria dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari Gio.”Ia menyipitkan matanya, membiarkan kata-katanya menancap di benak Jesika sebelum mengakhirinya dengan senyum penuh kemenangan. “See? Jangan berharap kau bisa merebut Karl dari Elena!”Jesika mengepalkan tangannya erat, jemarinya bergetar dalam amarah yang berusaha ia tekan. Rahangnya mengeras, menahan keinginannya untuk melaya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status