Beranda / Romansa / Terjerat Obsesi CEO Arogan / Keputusanmu sudah Benar

Share

Keputusanmu sudah Benar

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-28 23:18:46

“Silakan duduk,” titah Elena, suaranya terdengar datar namun berusaha tetap sopan.

Karl menarik kursi di hadapannya dan duduk dengan postur santai. Ia menyilangkan kakinya dengan elegan, lalu menatap Gio dan Elena yang duduk berdampingan. Pandangannya terfokus pada tangan Gio yang melingkar di pinggang Elena.

“Kau sangat mencintai istrimu, ya?” tanya Karl dengan nada dingin yang hampir seperti ejekan. “Sampai-sampai kau tidak ingin melepaskan tanganmu di pinggangnya?”

Gio menaikkan alis, jelas merasa tersinggung oleh pertanyaan itu. Namun, ia menjaga nadanya tetap tenang. “Tentu saja,” jawabnya pendek, berusaha tidak terpancing.

“Oh!” Karl menyunggingkan senyum kecil yang tampak lebih seperti provokasi. “Kedatanganku ke sini hanya untuk satu hal. Mengantarkan kontrak kerja sama dengan restoran Elena.”

Gio mengerutkan keningnya, terkejut. “What? Tunggu dulu. Perusahaan sebesar milikmu—The Blue Company—benarkah ingin bekerja sama dengan restoran kecil seperti milik Elena?”

Karl mendongakkan kepala sedikit, ekspresinya tetap datar. “Kau menghina perusahaan istrimu sendiri, ya?” tanyanya dengan nada penuh sindiran, menatap Gio dengan intens.

Elena menoleh ke arah Gio, matanya memancarkan kekecewaan mendalam. Ucapan suaminya tadi seolah meremehkan segala usahanya selama ini.

“Maksudku…” Gio tergagap, menyadari kesalahannya. “Maksudku adalah, perusahaanmu selalu bekerja sama dengan bisnis besar. Kau tidak membutuhkan keuntungan kecil seperti ini. Bukankah itu tidak masuk akal?”

Karl menghela napas panjang, seolah bersabar menghadapi kebodohan Gio. “Kau rupanya tidak tahu moto di perusahaanku, Gio. Perusahaan mana pun akan kuberi jalan, jika mereka mau tumbuh bersamaku. Elena datang kepadaku, meminta bantuan. Aku memberinya jalan. Sesederhana itu.”

Nada Karl terdengar santai, namun setiap katanya bagaikan tombak yang menusuk ego Gio.

Gio mengepalkan tangannya di atas paha, berusaha menahan emosi. Ucapan Karl jelas memancing amarahnya, seolah-olah dirinya tidak mampu membantu Elena keluar dari keterpurukan.

“Batalkan kontrak kerja sama itu!” suara Gio memecah keheningan, dingin dan penuh otoritas, namun juga mengandung kemarahan yang terpendam.

Elena sontak menoleh, matanya membelalak penuh keterkejutan. “Gio! Apa maksudmu? Kau memang ingin membuatku bangkrut, huh?” ucapnya, suaranya bergetar antara kecewa dan tak percaya.

Gio melangkah maju, wajahnya tegang. “Tentu saja tidak, Elena! Karl hanya ingin memanfaatkanmu. Dia akan mengambil restoranmu begitu kau lengah!” tuduhnya tanpa pertimbangan, matanya menyiratkan keyakinan akan setiap katanya.

“Kau pikir aku sebodoh itu?” balas Elena, suaranya kini lebih tegas. “Kalau begitu, apa kau bisa membantuku? Perusahaanmu sendiri sedang goyah, Gio! Apa yang bisa kau lakukan untukku?”

Tantangan Elena membuat Gio terdiam sesaat, rahangnya mengeras. Namun, sebelum ia bisa membalas, Elena melanjutkan, nadanya penuh keteguhan.

“Aku sangat membutuhkan dana dari Karl. Jadi, jangan coba-coba menghalangiku untuk bekerja sama dengannya, Gio.”

Ucapan itu membuat darah Gio mendidih. Napasnya memburu, tangan mengepal erat di sisi tubuhnya. Andai saja Karl tidak ada di sana, mungkin ia sudah melampiaskan amarahnya, entah dengan kata-kata atau tindakan yang lebih buruk.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Gio bangkit dari duduknya. Langkahnya cepat dan penuh amarah saat ia meninggalkan ruangan, membanting pintu di belakangnya.

Keheningan yang tersisa terasa mencekam. Karl, yang menyaksikan adegan itu, hanya menyunggingkan senyum tipis. Ia melangkah mendekat ke arah Elena yang masih berdiri di tempatnya, mencoba menenangkan diri dari pertengkaran tadi.

“Keputusanmu sudah benar, Elena,” ucap Karl dengan nada rendah, tatapannya lekat mengunci wajah wanita itu.

Elena mendongak menatap Karl, bingung dengan ucapannya. “Apa maksudmu?” tanyanya pelan, suara yang semula tegas kini melemah.

Karl mendekat sedikit lagi, jaraknya hanya beberapa langkah dari Elena. Tatapannya berubah lebih intens, sementara senyum di wajahnya memudar, digantikan oleh ekspresi dingin.

“Jangan pura-pura tidak tahu, Elena,” desis Karl, suaranya tajam namun terdengar lembut seperti racun yang menyusup perlahan.

Elena menelan ludah, rasa tidak nyaman merambat ke tubuhnya. “Jawaban apa, Karl?” ulangnya, meski dalam hati ia sudah bisa menebak arahnya.

Karl tersenyum miring, seperti seseorang yang tahu dirinya memegang kendali penuh. “Menjadi teman tidurku dan ceraikan pria gila itu,” ucapnya langsung tanpa basa-basi, tatapannya masih menusuk ke arah Elena.

Bab terkait

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Bukan Malam yang Harus Dikenang

    “Kurang ajar! Pria tidak tahu diri. Berani sekali kau mengkhianatiku. Argh!” Elena terus mengoceh dalam keadaan mabuk di sebuah minibar yang ada di hotel bintang lima tersebut. Wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu tidak terima diselingkuhi oleh sang suami.“Apa yang kau lakukan di sini, Elena?”Wanita itu menoleh pelan setelah mendengar suara dari samping. Penglihatannya yang sudah memudar akibat mabuk, sontak menyipitkan mata menatap sosok pria tegap yang duduk di sampingnya. “Apa kau mengenaliku?” la menatap pria itu yang meski samar-samar, terlihat tampan.“Ada apa denganmu, Elena?” tanya pria itu dengan nada datarnya sembari membantu Elena agar duduk dengan tegap.“Aku ….” Elena menghela napas berat. Baru saja ia hendak berdiri, namun, kakinya terasa lemas hingga akhirnya hanya menatap wajah pria itu. “Apa kau mau menemaniku malam ini?” tanyanya dengan nada menggoda.Pria yang dengan paras wajah yang nyaris sempurna itu mengerutkan keningnya. Ia lalu menggeleng, tak menyik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Jadi Partner di Atas Ranjang

    "Ah! Aku memang bodoh. Aku sangat ceroboh!" keluh Elena sembari mengikat rambutnya yang berantakan."Mengapa aku harus bertemu dengannya?" gumam Elena pada dirinya sendiri, suaranya pelan namun penuh penyesalan. "Sudah lima tahun berlalu, bahkan aku telah menikah."Langkahnya membawa dia ke depan sebuah gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, mencakar awan seperti simbol dari ambisi dan kekuasaan. Gedung itu adalah tujuan pertemuannya hari ini, tempat ia harus bertemu dengan seorang klien penting.Setelah memilih sebuah gaun hitam sederhana yang elegan, Elena menggantinya di ruang ganti dengan tergesa. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, memperbaiki riasan seadanya, dan menyisir rambutnya yang sempat berantakan.Ketika pintu lift terbuka, Elena berjalan cepat menuju ruang rapat. Napasnya sedikit memburu saat ia mendorong pintu dan masuk. "Selamat pagi. Maaf, karena saya datang terlambat—"“Selamat datang, Nona Elena.”Senyum tersungging di wajah Karl—senyum yang tidak hanya s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Bersedia Melakukan apa pun

    "Apa kau gila?" ucapnya, nadanya meninggi, penuh dengan emosi yang terpendam. Karl mengangkat bahunya dengan santai, lalu mengarahkan matanya kembali pada Elena, tatapannya datar dan tanpa kompromi. "Suamimu yang gila, Elena. Bukan aku," jawabnya singkat, seolah pernyataannya adalah fakta yang tidak perlu diperdebatkan. Elena menarik napas panjang, mencoba menenangkan amarah yang mulai memuncak. "Ya, anggap saja begitu. Suamiku memang gila," katanya akhirnya, suaranya melemah saat rasa lelah meresap ke dalam dirinya. “Tapi, sebagai teman tidurmu … aku rasa kau yang gila, Karl!” ucap Elena dengan raut wajah kesalnya pada pria arogan di hadapannya ini. "Seperti yang kau katakan semalam." Karl mendekat menatap wajah Elena yang tampak tegang. "Kau sangat lihai di atas ranjang, Elena," bisiknya mengingatkan Elena tentang ucapannya semalam. "Dan aku mengakui itu. Selama ini aku tidak pernah menemukan wanita seliar dirimu. Dan aku rasa, kau sangat cocok menjadi teman tidurku."

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Tidak Perlu Berpikir Jauh

    "Dengar, Karl. Dia memang mengkhianatiku, tapi aku harus mencari tahu lebih dulu apa yang sebenarnya terjadi," ucap Elena dengan nada lirih, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri.Karl menyandarkan tubuhnya ke belakang, menatap Elena dengan senyum mengejek yang penuh makna. "Sekarang jelaskan," katanya, suaranya rendah namun penuh desakan, "apa yang terjadi sebelum kau masuk bar lalu mengajakku bercinta?""Atau sebenarnya kau sudah mencari tahu tentang perselingkuhan itu?" sambung Karl. "Tidak! Aku tidak tahu jika Gio selingkuh," jawab Elena datar. Ia menelan ludah dengan susah payah. Kata-kata Karl seperti cambuk yang menyentak pikirannya kembali ke momen-momen yang ingin ia lupakan. Bayangan itu muncul lagi, menghantam relung hatinya dengan kasar. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun dadanya terasa sesak."Aku... aku membawakan makan siang untuknya," katanya dengan suara bergetar. "Aku pikir itu kejutan kecil yang menyenangkan. Tapi..." Elena ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Menunggu Kabar Perceraianmu

    "A-aku...."Elena masih diliputi keraguan.Namun, Karl tidak memberikan gadis itu banyak waktu untuk berpikir. "Terlalu bodoh jika kau tetap bertahan meski sudah diselingkuhi, Elena." Karl menatap wanita itu dengan senyuman penuh arti. "Lagi pula, apa untungnya mempertahankan suami tidak berguna seperti itu? Apa dia bisa menolongmu ketika kau butuh bantuan seperti ini? Atau... kau masih mengharap dapat anak darinya?"Elena langsung terkesiap. "Tidak." Sisi emosinya kembali bergejolak. "Aku pastikan, aku akan bercerai. Aku juga tidak sudi mengandung anaknya." Elena duduk di kursi dengan tubuh yang sedikit tegang, menatap tangan-tangannya yang saling menggenggam erat di atas meja. Ia sudah menimbang-nimbang cukup lama, bahkan terlalu lama. Keputusannya ini akan mengubah segalanya. Ia mengangkat kepala, menatap Karl yang duduk santai di depannya, wajahnya tetap dingin dan tanpa ekspresi."Jadi, bagaimana keputusanmu, Elena?" Karl menyilangkan tangan di dada, pandangannya tajam namun p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Pertemuan Menegangkan

    "Dari mana saja kau, Elena? Kenapa kau tidur di luar lagi?" tanya Gio dengan nada yang mencampurkan rasa khawatir dan kesal.Malam itu, Elena baru saja tiba di rumah setelah seharian sibuk. Wajahnya terlihat lelah, namun sikap dinginnya semakin terasa begitu ia melangkah masuk.Elena menoleh pelan, menatap Gio dengan tatapan dingin yang tak bisa disembunyikannya. "Meeting dengan klienku," jawabnya tanpa emosi. "Kau pun tahu restoranku sedang di ambang bangkrut."Gio berkacak pinggang, mencoba menyusun kata-kata yang tepat. "Sudah kukatakan padamu, Elena. Aku akan membantumu—""Tapi, kapan?" potong Elena cepat, suaranya mengandung nada tajam yang selama ini jarang ia tunjukkan. Wajahnya tetap datar, namun matanya memperlihatkan kekecewaan yang mendalam."Kau hanya menjanjikan, tapi tidak pernah kau lakukan. Harus menunggu restoranku gulung tikar dulu, baru kau akan membantuku?" lanjutnya tanpa memberi Gio kesempatan berbicara.Elena menggeleng pelan, seolah tak percaya dengan janji-jan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Keputusanmu sudah Benar

    “Silakan duduk,” titah Elena, suaranya terdengar datar namun berusaha tetap sopan.Karl menarik kursi di hadapannya dan duduk dengan postur santai. Ia menyilangkan kakinya dengan elegan, lalu menatap Gio dan Elena yang duduk berdampingan. Pandangannya terfokus pada tangan Gio yang melingkar di pinggang Elena.“Kau sangat mencintai istrimu, ya?” tanya Karl dengan nada dingin yang hampir seperti ejekan. “Sampai-sampai kau tidak ingin melepaskan tanganmu di pinggangnya?”Gio menaikkan alis, jelas merasa tersinggung oleh pertanyaan itu. Namun, ia menjaga nadanya tetap tenang. “Tentu saja,” jawabnya pendek, berusaha tidak terpancing.“Oh!” Karl menyunggingkan senyum kecil yang tampak lebih seperti provokasi. “Kedatanganku ke sini hanya untuk satu hal. Mengantarkan kontrak kerja sama dengan restoran Elena.”Gio mengerutkan keningnya, terkejut. “What? Tunggu dulu. Perusahaan sebesar milikmu—The Blue Company—benarkah ingin bekerja sama dengan restoran kecil seperti milik Elena?”Karl mendonga

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Pertemuan Menegangkan

    "Dari mana saja kau, Elena? Kenapa kau tidur di luar lagi?" tanya Gio dengan nada yang mencampurkan rasa khawatir dan kesal.Malam itu, Elena baru saja tiba di rumah setelah seharian sibuk. Wajahnya terlihat lelah, namun sikap dinginnya semakin terasa begitu ia melangkah masuk.Elena menoleh pelan, menatap Gio dengan tatapan dingin yang tak bisa disembunyikannya. "Meeting dengan klienku," jawabnya tanpa emosi. "Kau pun tahu restoranku sedang di ambang bangkrut."Gio berkacak pinggang, mencoba menyusun kata-kata yang tepat. "Sudah kukatakan padamu, Elena. Aku akan membantumu—""Tapi, kapan?" potong Elena cepat, suaranya mengandung nada tajam yang selama ini jarang ia tunjukkan. Wajahnya tetap datar, namun matanya memperlihatkan kekecewaan yang mendalam."Kau hanya menjanjikan, tapi tidak pernah kau lakukan. Harus menunggu restoranku gulung tikar dulu, baru kau akan membantuku?" lanjutnya tanpa memberi Gio kesempatan berbicara.Elena menggeleng pelan, seolah tak percaya dengan janji-jan

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Menunggu Kabar Perceraianmu

    "A-aku...."Elena masih diliputi keraguan.Namun, Karl tidak memberikan gadis itu banyak waktu untuk berpikir. "Terlalu bodoh jika kau tetap bertahan meski sudah diselingkuhi, Elena." Karl menatap wanita itu dengan senyuman penuh arti. "Lagi pula, apa untungnya mempertahankan suami tidak berguna seperti itu? Apa dia bisa menolongmu ketika kau butuh bantuan seperti ini? Atau... kau masih mengharap dapat anak darinya?"Elena langsung terkesiap. "Tidak." Sisi emosinya kembali bergejolak. "Aku pastikan, aku akan bercerai. Aku juga tidak sudi mengandung anaknya." Elena duduk di kursi dengan tubuh yang sedikit tegang, menatap tangan-tangannya yang saling menggenggam erat di atas meja. Ia sudah menimbang-nimbang cukup lama, bahkan terlalu lama. Keputusannya ini akan mengubah segalanya. Ia mengangkat kepala, menatap Karl yang duduk santai di depannya, wajahnya tetap dingin dan tanpa ekspresi."Jadi, bagaimana keputusanmu, Elena?" Karl menyilangkan tangan di dada, pandangannya tajam namun p

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Tidak Perlu Berpikir Jauh

    "Dengar, Karl. Dia memang mengkhianatiku, tapi aku harus mencari tahu lebih dulu apa yang sebenarnya terjadi," ucap Elena dengan nada lirih, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri.Karl menyandarkan tubuhnya ke belakang, menatap Elena dengan senyum mengejek yang penuh makna. "Sekarang jelaskan," katanya, suaranya rendah namun penuh desakan, "apa yang terjadi sebelum kau masuk bar lalu mengajakku bercinta?""Atau sebenarnya kau sudah mencari tahu tentang perselingkuhan itu?" sambung Karl. "Tidak! Aku tidak tahu jika Gio selingkuh," jawab Elena datar. Ia menelan ludah dengan susah payah. Kata-kata Karl seperti cambuk yang menyentak pikirannya kembali ke momen-momen yang ingin ia lupakan. Bayangan itu muncul lagi, menghantam relung hatinya dengan kasar. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun dadanya terasa sesak."Aku... aku membawakan makan siang untuknya," katanya dengan suara bergetar. "Aku pikir itu kejutan kecil yang menyenangkan. Tapi..." Elena ber

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Bersedia Melakukan apa pun

    "Apa kau gila?" ucapnya, nadanya meninggi, penuh dengan emosi yang terpendam. Karl mengangkat bahunya dengan santai, lalu mengarahkan matanya kembali pada Elena, tatapannya datar dan tanpa kompromi. "Suamimu yang gila, Elena. Bukan aku," jawabnya singkat, seolah pernyataannya adalah fakta yang tidak perlu diperdebatkan. Elena menarik napas panjang, mencoba menenangkan amarah yang mulai memuncak. "Ya, anggap saja begitu. Suamiku memang gila," katanya akhirnya, suaranya melemah saat rasa lelah meresap ke dalam dirinya. “Tapi, sebagai teman tidurmu … aku rasa kau yang gila, Karl!” ucap Elena dengan raut wajah kesalnya pada pria arogan di hadapannya ini. "Seperti yang kau katakan semalam." Karl mendekat menatap wajah Elena yang tampak tegang. "Kau sangat lihai di atas ranjang, Elena," bisiknya mengingatkan Elena tentang ucapannya semalam. "Dan aku mengakui itu. Selama ini aku tidak pernah menemukan wanita seliar dirimu. Dan aku rasa, kau sangat cocok menjadi teman tidurku."

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Jadi Partner di Atas Ranjang

    "Ah! Aku memang bodoh. Aku sangat ceroboh!" keluh Elena sembari mengikat rambutnya yang berantakan."Mengapa aku harus bertemu dengannya?" gumam Elena pada dirinya sendiri, suaranya pelan namun penuh penyesalan. "Sudah lima tahun berlalu, bahkan aku telah menikah."Langkahnya membawa dia ke depan sebuah gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, mencakar awan seperti simbol dari ambisi dan kekuasaan. Gedung itu adalah tujuan pertemuannya hari ini, tempat ia harus bertemu dengan seorang klien penting.Setelah memilih sebuah gaun hitam sederhana yang elegan, Elena menggantinya di ruang ganti dengan tergesa. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, memperbaiki riasan seadanya, dan menyisir rambutnya yang sempat berantakan.Ketika pintu lift terbuka, Elena berjalan cepat menuju ruang rapat. Napasnya sedikit memburu saat ia mendorong pintu dan masuk. "Selamat pagi. Maaf, karena saya datang terlambat—"“Selamat datang, Nona Elena.”Senyum tersungging di wajah Karl—senyum yang tidak hanya s

  • Terjerat Obsesi CEO Arogan   Bukan Malam yang Harus Dikenang

    “Kurang ajar! Pria tidak tahu diri. Berani sekali kau mengkhianatiku. Argh!” Elena terus mengoceh dalam keadaan mabuk di sebuah minibar yang ada di hotel bintang lima tersebut. Wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu tidak terima diselingkuhi oleh sang suami.“Apa yang kau lakukan di sini, Elena?”Wanita itu menoleh pelan setelah mendengar suara dari samping. Penglihatannya yang sudah memudar akibat mabuk, sontak menyipitkan mata menatap sosok pria tegap yang duduk di sampingnya. “Apa kau mengenaliku?” la menatap pria itu yang meski samar-samar, terlihat tampan.“Ada apa denganmu, Elena?” tanya pria itu dengan nada datarnya sembari membantu Elena agar duduk dengan tegap.“Aku ….” Elena menghela napas berat. Baru saja ia hendak berdiri, namun, kakinya terasa lemas hingga akhirnya hanya menatap wajah pria itu. “Apa kau mau menemaniku malam ini?” tanyanya dengan nada menggoda.Pria yang dengan paras wajah yang nyaris sempurna itu mengerutkan keningnya. Ia lalu menggeleng, tak menyik

DMCA.com Protection Status