"Seburuk apa? Aku sudah terbiasa mendapatkan kabar buruk bahkan dari orang yang dekat denganku,” Olivia kembali berkata. Dengan nada datar sembari menatap Nolan. “Baiklah. Kalau begitu kita temui saja mereka sekarang juga.” Olivia kembali memasang wajahnya. Dia mengikuti langkah Nolan yang sudah berjalan lebih dulu darinya. Dia sedikit mempercepat langkahnya karena pria yang ada di depannya melangkah dengan lebar. Sehingga dirinya tidak bisa mengejarnya. Nolan menyadari akan hal itu. Dia pun memperlambat sedikit langkahnya. Sekesal apa dia pada wanita yang ada di belakangnya. Dia tetap masih peduli dengannya. “Di mana mereka semua?” tanya Nolan. Pada seorang pria yang baru saja membuka pintu rumah. “Semuanya suda menunggu Anda di ruang tengah.” Setelah mendengar itu Nolan mengangguk dan dia berjalan menuju ruang tengah yang dikatakan oleh pria tadi. Yang merupakan pelayan di rumah itu. Olivia pun masuk ke dalam rumah itu. Dia memberikan sedikit senyumnya saat pelayan pria
"Iya aku. Dia sudah memanfaatkan aku untuk menjalankan misinya balas dendam pada ayahku. Dia juga bisa memanfaatkan kamu untuk mencapai ambisinya yang lain,” sambung Olivia. Sekarang giliran Olivia yang menyerang Miranda. Dia tidak akan bisa dikalahkan dengan mudah oleh wanita itu. Dia sudah banyak belajar dari Miranda sehingga dirinya bisa sedikit mengimbanginya. Dia melontarkan semua hal yang bisa membuat wanita itu menjadi tidak yakin dengan cintanya pada Nolan. Dia tersenyum miring saat melihat rasa kesal dari raut wajah wanita itu. “Terus saja mengatakan hal itu. Aku sama sekali tidak percaya. Aku yakin pria itu sangat mencintai aku. Dia rela melakukan apa saja demi aku. Baik dulu maupun sekarang. Selamanya dia akan menjadi milik aku,” Miranda berkata dengan nada kesal pada Olivia. Olivia hanya tersenyum mendengar perkataan yang terlontar dari mulut wanita yang ada di depannya. Dia melihat ke arah belakang Miranda. Terlihat Nolan. Adel dan Ian yang mendekat ke arahnya. “Ka
Olivia sudah berada di dalam sebuah kamar. Dia duduk di atas sofa. Dengan sebuah kotak di atas pangkuannya. Dia menatap kotak itu yang baru diberikan oleh Adel kepadanya. “Kamu bukalah dan bacalah dengan tenang. Aku akan melihat situasi di luas sana. Apabila kamu memerlukan laptop ... kamu bisa menggunakannya,” Adel berkata pada Olivia. Sembari menyimpan sebuah laptop di atas meja. “Terima kasih.” Olivia melihat Adel tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Wanita itu pun akhirnya ke luar dari dalam kamar. Lalu menutup pintu kamar dengan rapat. Dia kembali menatap kotak itu dan membukanya. Ada beberapa amplop putih dan sebuah flash drive. Sebelum membuka flash drive itu. Dia lebih memilih membaca amplop putih yang ada tiga dan semuanya ada nomornya. “Mengapa ayah menomorinya? Apakah aku harus membuka yang nomor satu dulu?” gumam Olivia. Lalu dia mengambil amplop nomor satu. Dia membukanya dan mulai membacanya. Dia melihat juga jika tulisan itu adalah tulisan sang ayah. Dia sedik
“Olivia ...,” pekik Nolan. Dengan refleks dia memegang tubuh Olivia yang hampir jatuh di atas tanah. “Jangan pedulikan aku. Cepat selesaikan mereka semua,” Olivia berkata dengan nada lirih. Nolan menggendong Olivia. Dia mendudukkan Olivia di bawah pohon. Dan menyandarkannya ke batang pohon besar. Dia menatap wanita yang sangat dicintainya itu. “Bantu mereka,” Olivia kembali berkata dengan nada lirih pada Nolan. Olivia melihat wajah Nolan yang berbeda dari biasanya. Lalu dia sekilas melihat ke arah Adel dan Ian yang masih melawan musuh yang belum bisa dikalahkan. Dia pun melihat Nolan berdiri lalu membalikkan tubuhnya. Pria itu berjalan ke arah mereka berdua. “Kalian sudah membuatku geram!” tukas Nolan. Dengan nada dingin dan aura membunuhnya pun terasa semakin jelas. Tanpa banyak bicara lagi Nolan pun mulai menyerang mereka yang sudah membuat Olivia mengorbankan dirinya. Dia mencari pria yang sudah memukul Olivia dan dirinya bertekat untuk membuat pria itu menyesalinya. Olivi
Olivia memejamkan matanya. Dia menerima ciuman hangat yang diberikan Nolan kepadanya. Dia juga merindukan semua sentuhan dan ciuman Nolan yang bisa membuat tubuh dan pikirannya melayang. “Aku sangat mencintaimu,” Nolan berkata pada Olivia dengan nada lirih. Setelah dia melepaskan ciumannya. Nolan pun kembali mencium Olivia dengan lembutnya dan penuh dengan gairah. Dia mendorong tubuh wanitanya itu perlahan sembari terus menciumnya. Ciumannya semakin agresif tatkala Olivia membalas ciumannya. Olivia membuka matanya saat ada seseorang yang mengetuk pintu kamar. Begitu juga dengan Nolan. Akan tetapi, pria itu sama sekali tidak memedulikannya dan dia terus saja mencium Olivia. Namun, ketukan itu kembali terdengar. Itu membuat Nolan sedikit kesal. Dia melepaskan ciumannya. Lalu berdiri dan berjalan dengan kesal mendekat ke arah pintu. Dia membuka pintu kamarnya dan melihat siapa yang sudah berani mengganggunya. “Ada apa? Mengapa mengganggu aku!” tukas Nolan. Dengan nada kesal pada
"Ini baik atau buruk?” Olivia kembali bertanya pada Nolan. “Sebaiknya kita makan dulu. Sebelum makanannya menjadi dingin.”Olivia merasa jika pria itu sedang mengulur waktu mengatakan apa yang sedang terjadi. Namun, dia tahu jika Nolan tidak akan mengatakannya sebelum dirinya menyantap hidangan makan malam yang sudah disediakan. Dia pun akhirnya menyantap makanan yang ada di atas meja. Begitu juga dengan Nolan. Tidak ada dari mereka yang bicara karena saat ini Nolan hanya ingin makan dengan tenang.“Masuk!” perintah Nolan. Pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Olivia melihat ke arah pintu. Dia melihat pelayan wanita yang tadi mendekat ke arahnya. Sembari membawa meja dorong. Pelayan wanita itu menghentikan langkahnya saat sudah berada di dekatnya.“Rapikan semuanya!” perintah Nolan pada sang pelayan.“Baik, Tuan.”Sang pelayan pun langsung merapikan meja dengan cepat. Setelah mejanya rapi, dia pun pamit undur diri. Dia ke luar dari dalam kamar dan menutup pintu kamar
Olivia kembali melenguh. Dia begitu menikmati setiap sentuhan dan sapuan lidah Nolan di setiap inci dadanya. Dia memegang rambut Nolan lalu meremasnya dengan penuh gairah. Nolan pun semakin bergairah tatkala mendengar suara Olivia yang begitu menggoda. Tangannya pun mulai berjalan menuju dada Olivia. Dia meremas dua gundukan kembar itu dan sesekali menyesapnya dengan lembut. “Ada apa?!” pekik Nolan dengan nada kesal. Pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Nolan sangat kesal sehingga dia menghentikan apa yang sedang dilakukan olehnya. Sedangkan Olivia hanya tersenyum karena entah mengapa apabila sedang melakukan hal itu selalu saja ada yang mengganggunya. “Coba kamu ke luar sana. Siapa tahu ada hal yang penting,” Olivia berkata pada Nolan. Sembari mengambil pakaiannya dan mengenakannya. Nolan pun langsung beranjak dan dia berjalan dengan kesal menuju pintu kamarnya. Dia membuka pintu kamar dan melihat seorang pria yang tidak lain adalah pengawalnya. “Ada apa?!” tanya Nol
Olivia mengabaikan perintah Nolan dan selama di dalam perjalanan pria itu terus berusaha untuk menghubunginya. Itu membuat Olivia semakin kesal saja dengan Nolan yang menurutnya mengekang semua hal yang ingin dilakukan olehnya. “Ada apa dengannya? Mengapa dia semakin posesif saja?” gumam Olivia. Sembari terus menjalankan mobilnya menuju tempat pertemuannya dengan pria itu.Akhirnya Olivia pun tiba di tempat yang sudah dijanjikan oleh pria itu. Dia memarkirkan mobilnya. Setelah itu dia berjalan menuju restoran itu. Dia disambut di depan pintu oleh pelayan restoran dengan senyum ramahnya. “Nona Olivia Sander, mari saya antar Anda,” ucap sang pelayan itu.Olivia mengerutkan dahinya karena pelayan restoran itu mengenalinya. Rasa penasaran di dalam pikirannya kembali menguat. Sebenarnya siapa orang yang ingin bertemu dengannya. Sehingga bisa menjelaskan pada pelayan restoran ini tentang dirinya.Dia mengikuti langkah pelayan itu. Dia sedikit bingung saja mengapa dirinya tidak meliha