"Ini baik atau buruk?” Olivia kembali bertanya pada Nolan. “Sebaiknya kita makan dulu. Sebelum makanannya menjadi dingin.”Olivia merasa jika pria itu sedang mengulur waktu mengatakan apa yang sedang terjadi. Namun, dia tahu jika Nolan tidak akan mengatakannya sebelum dirinya menyantap hidangan makan malam yang sudah disediakan. Dia pun akhirnya menyantap makanan yang ada di atas meja. Begitu juga dengan Nolan. Tidak ada dari mereka yang bicara karena saat ini Nolan hanya ingin makan dengan tenang.“Masuk!” perintah Nolan. Pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Olivia melihat ke arah pintu. Dia melihat pelayan wanita yang tadi mendekat ke arahnya. Sembari membawa meja dorong. Pelayan wanita itu menghentikan langkahnya saat sudah berada di dekatnya.“Rapikan semuanya!” perintah Nolan pada sang pelayan.“Baik, Tuan.”Sang pelayan pun langsung merapikan meja dengan cepat. Setelah mejanya rapi, dia pun pamit undur diri. Dia ke luar dari dalam kamar dan menutup pintu kamar
Olivia kembali melenguh. Dia begitu menikmati setiap sentuhan dan sapuan lidah Nolan di setiap inci dadanya. Dia memegang rambut Nolan lalu meremasnya dengan penuh gairah. Nolan pun semakin bergairah tatkala mendengar suara Olivia yang begitu menggoda. Tangannya pun mulai berjalan menuju dada Olivia. Dia meremas dua gundukan kembar itu dan sesekali menyesapnya dengan lembut. “Ada apa?!” pekik Nolan dengan nada kesal. Pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Nolan sangat kesal sehingga dia menghentikan apa yang sedang dilakukan olehnya. Sedangkan Olivia hanya tersenyum karena entah mengapa apabila sedang melakukan hal itu selalu saja ada yang mengganggunya. “Coba kamu ke luar sana. Siapa tahu ada hal yang penting,” Olivia berkata pada Nolan. Sembari mengambil pakaiannya dan mengenakannya. Nolan pun langsung beranjak dan dia berjalan dengan kesal menuju pintu kamarnya. Dia membuka pintu kamar dan melihat seorang pria yang tidak lain adalah pengawalnya. “Ada apa?!” tanya Nol
Olivia mengabaikan perintah Nolan dan selama di dalam perjalanan pria itu terus berusaha untuk menghubunginya. Itu membuat Olivia semakin kesal saja dengan Nolan yang menurutnya mengekang semua hal yang ingin dilakukan olehnya. “Ada apa dengannya? Mengapa dia semakin posesif saja?” gumam Olivia. Sembari terus menjalankan mobilnya menuju tempat pertemuannya dengan pria itu.Akhirnya Olivia pun tiba di tempat yang sudah dijanjikan oleh pria itu. Dia memarkirkan mobilnya. Setelah itu dia berjalan menuju restoran itu. Dia disambut di depan pintu oleh pelayan restoran dengan senyum ramahnya. “Nona Olivia Sander, mari saya antar Anda,” ucap sang pelayan itu.Olivia mengerutkan dahinya karena pelayan restoran itu mengenalinya. Rasa penasaran di dalam pikirannya kembali menguat. Sebenarnya siapa orang yang ingin bertemu dengannya. Sehingga bisa menjelaskan pada pelayan restoran ini tentang dirinya.Dia mengikuti langkah pelayan itu. Dia sedikit bingung saja mengapa dirinya tidak meliha
“Ini sebuah pemaksaan dan penculikan!” tukas Olivia. Setelah pria itu mendudukkannya di dalam mobil.“Kamu yang memaksa aku melakukan semua ini!” sambung Brian. Lalu dia menutup pintu mobilnya. Dan dia pun masuk ke dalam mobilnya. “Apa kamu sudah gila! Kamu tahu jika Nolan mengetahui semua ini maka semua bisnismu akan hancur!” “Aku melakukan ini karena untuk menyelamatkan kamu.”Olivia melihat ke arah Brian menunjuk. Dia melihat ada dua buah mobil yang baru saja berhenti di depan restoran. Dia juga melihat ada enam orang pria yang ke luar dari dua mobil itu dan mereka masuk ke dalam restoran.“Siapa mereka? Apakah kamu mengenalnya?” tanya Olivia pada Brian. Yang saat ini duduk di sampingnya. “Aku tidak tahu siapa mereka. Namun, yang pasti aku tahu tujuan mereka adalah dirimu.”Olivia terus menatap ke arah restoran. Dia ingin tahu siapa yang sudah menyuruh mereka semua. Akan tetapi, di dalam benaknya berpikir jika mereka semua adalah orang-orang yang diperintahkan oleh Mirand
“Aku pikir pria itu sudah tiada. Sehingga aku tidak berpikir kepadanya karena namanya benar-benar sama,” jawab Adel. Sembari menyerahkan ponsel yang ada di tangannya pada Olivia. “Jelaskan padaku. Apakah dia ada kaitannya dengan, Nolan?” Olivia melihat Adel mengangguk. Lalu dia mendengarkan apa yang dijelaskan oleh wanita yang ada di sampingnya itu. Namun, dia masih belum puas dengan semua hal yang dikatakan oleh Adel padanya. “Aku tahu jika semua yang aku katakan belum bisa membuatmu puas. Mungkin ada baiknya jika kamu bertanya tentang pria itu pada, Nolan,” Adel kembali berkata pada Olivia. Tidak berselang lama setelah Adel mengatakan itu. Terdengar suara seseorang yang mengetuk pintu kamar. Olivia beranjak dan dia berjalan mendekat ke arah pintu lalu membukanya. “Kamu ada di sini?” tanya Olivia. Setelah dia tahu siapa yang barusan mengetuk pintu kamarnya. “Mengapa kamu begitu terkejut? Apakah kamu tidak suka jika aku ada di sini?” “Bukan begitu. Aku pikir kamu tidak akan
“Nolan, cukup!” ujar Olivia. Sembari memegang tangan pria itu. Yang saat ini ada di dekat pintu dan hendak ke luar dari kamarnya. Olivia berdiri tepat di depan Nolan dan dia menatap wajah kekasihnya itu sangat geram. Dia tidak tahu mengapa Nolan bisa semarah ini karena mendengar jika Brian mengancamnya. Dia pun langsung mencium bibir Nolan dengan lembut. Setelah itu dia melepaskannya dan berkata, “Jangan pergi.” “Katakan apa yang dia ancam darimu?” tanya Nolan. Pada Olivia. “Dia akan menghancurkan perusahaan ayahku. Jika aku tidak meninggalkan kamu dan pergi ke dalam pelukannya.” Nolan mengepalkan kedua tangannya. Setelah mendengar jawaban dari Olivia. Dia tidak mengira jika Brian akan melakukan semua itu. Di dalam benaknya berkata jika dirinya harus bertemu dengan pria itu. “Kamu istirahatlah! Aku harus pergi.” “Tidak. Aku ingin kamu menemani aku. Aku tahu kamu akan menemuinya, ‘kan?” Olivia langsung memeluk Nolan. Dia tidak ingin pria itu pergi meninggalkannya untuk mala
Nolan semakin kesal saja pada Miranda yang tidak henti-hentinya mengganggu hubungannya dengan Olivia. Dia berpikir apakah dirinya sudah terlalu lembek pada wanita itu. Sehingga Miranda tidak jera dengan semua hal yang sudah dilakukan olehnya. “Apa yang kamu pikirkan, Sayang?” tanya Olivia. Setelah dia memeluk Nolan dari belakang. “Mengapa bangun?” “Aku tidak melihatmu di sampingku. Aku pikir kamu pergi meninggalkan aku.” “Mana mungkin aku pergi. Aku sudah berjanji padamu bukan?” timpal Nolan. Sembari memegang tangan Olivia yang melingkar di perutnya. Beberapa detik kemudian. Nolan melepaskan tangan Olivia. Dia membalikkan tubuhnya dan menatap wanitanya itu dengan lekat. Lalu dia menggendongnya dan berjalan perlahan masuk ke dalam kamar. “Apakah kamu masih memikirkan masalah pria itu?” Olivia kembali bertanya pada Nolan. “Banyak yang aku pikirkan. Namun, kamu tidak perlu mencemaskan aku. Sekarang yang harus kamu lakukan adalah selalu ada di sisiku.” Nolan pun merebahkan t
“Bagaimana kamu bisa masuk dengan mudah ke sini?!” tanya Olivia. Dengan nada dingin pada seorang pria yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Tidak sulit bagiku untuk masuk ke sini. Karena aku ingin bertemu dan bicara denganmu.” Pria itu memberikan senyumannya pada Olivia. Lalu dia duduk di kursi tepat di seberang Olivia yang masih terus memandanginya dengan sorot mata yang dingin. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh Olivia. Sebab dia hanya ingin bicara dengan wanita yang ada di depannya. “Dasar tidak tahu malu!” gumam Olivia. “Mengapa kamu tidak bisa melihat cinta di mataku? Apakah aku tidak pantas untukmu? Menurutku Nolan yang tidak pantas untukmu.” “Tuan Brian Alexander. Bisakah Anda tidak terus menghina kekasihku?” Olivia bertanya dengan nada menekan pada pria yang ada di depannya. “Aku tidak pernah menghinanya. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Dia adalah pria yang tidak pantas mendapatkan cinta darimu.” Brian pun mengeluarkan po
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb