“Nolan, cukup!” ujar Olivia. Sembari memegang tangan pria itu. Yang saat ini ada di dekat pintu dan hendak ke luar dari kamarnya. Olivia berdiri tepat di depan Nolan dan dia menatap wajah kekasihnya itu sangat geram. Dia tidak tahu mengapa Nolan bisa semarah ini karena mendengar jika Brian mengancamnya. Dia pun langsung mencium bibir Nolan dengan lembut. Setelah itu dia melepaskannya dan berkata, “Jangan pergi.” “Katakan apa yang dia ancam darimu?” tanya Nolan. Pada Olivia. “Dia akan menghancurkan perusahaan ayahku. Jika aku tidak meninggalkan kamu dan pergi ke dalam pelukannya.” Nolan mengepalkan kedua tangannya. Setelah mendengar jawaban dari Olivia. Dia tidak mengira jika Brian akan melakukan semua itu. Di dalam benaknya berkata jika dirinya harus bertemu dengan pria itu. “Kamu istirahatlah! Aku harus pergi.” “Tidak. Aku ingin kamu menemani aku. Aku tahu kamu akan menemuinya, ‘kan?” Olivia langsung memeluk Nolan. Dia tidak ingin pria itu pergi meninggalkannya untuk mala
Nolan semakin kesal saja pada Miranda yang tidak henti-hentinya mengganggu hubungannya dengan Olivia. Dia berpikir apakah dirinya sudah terlalu lembek pada wanita itu. Sehingga Miranda tidak jera dengan semua hal yang sudah dilakukan olehnya. “Apa yang kamu pikirkan, Sayang?” tanya Olivia. Setelah dia memeluk Nolan dari belakang. “Mengapa bangun?” “Aku tidak melihatmu di sampingku. Aku pikir kamu pergi meninggalkan aku.” “Mana mungkin aku pergi. Aku sudah berjanji padamu bukan?” timpal Nolan. Sembari memegang tangan Olivia yang melingkar di perutnya. Beberapa detik kemudian. Nolan melepaskan tangan Olivia. Dia membalikkan tubuhnya dan menatap wanitanya itu dengan lekat. Lalu dia menggendongnya dan berjalan perlahan masuk ke dalam kamar. “Apakah kamu masih memikirkan masalah pria itu?” Olivia kembali bertanya pada Nolan. “Banyak yang aku pikirkan. Namun, kamu tidak perlu mencemaskan aku. Sekarang yang harus kamu lakukan adalah selalu ada di sisiku.” Nolan pun merebahkan t
“Bagaimana kamu bisa masuk dengan mudah ke sini?!” tanya Olivia. Dengan nada dingin pada seorang pria yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Tidak sulit bagiku untuk masuk ke sini. Karena aku ingin bertemu dan bicara denganmu.” Pria itu memberikan senyumannya pada Olivia. Lalu dia duduk di kursi tepat di seberang Olivia yang masih terus memandanginya dengan sorot mata yang dingin. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh Olivia. Sebab dia hanya ingin bicara dengan wanita yang ada di depannya. “Dasar tidak tahu malu!” gumam Olivia. “Mengapa kamu tidak bisa melihat cinta di mataku? Apakah aku tidak pantas untukmu? Menurutku Nolan yang tidak pantas untukmu.” “Tuan Brian Alexander. Bisakah Anda tidak terus menghina kekasihku?” Olivia bertanya dengan nada menekan pada pria yang ada di depannya. “Aku tidak pernah menghinanya. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Dia adalah pria yang tidak pantas mendapatkan cinta darimu.” Brian pun mengeluarkan po
“Apa yang kamu katakan benar. Kita harus lebih berhati-hati dengan mereka berdua. Akan tetapi, kita tidak boleh lengah karena bukan mereka saja yang harus kita waspadai,” sambung Adel. “Apakah ada informasi yang belum aku ketahui?” tanya Olivia pada Adel. Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Olivia merasa jika ada sesuatu hal yang belum dikatakan oleh Adel kepadanya. Dia menatap wanita yang ada di depannya dengan sorot mata yang penuh dengan selidik. “Ada beberapa saingan bisnis Nolan yang mulai mencari tahu akan dirimu. Sebaiknya kamu jangan pergi tanpa memberi kabar baik padaku atau kekasihmu.” "Baiklah. Kalau begitu aku akan kembali ke rumah. Apakah kamu bisa menyelesaikan semuanya?” “Pulanglah dan hati-hati. Aku masih bisa menyelesaikannya karena sebagian sudah dibubuhi tanda tangan olehmu.” Olivia pun mengangguk. Dia mengambil tas dan ponselnya yang ada di atas meja. Setelah itu dia berjalan meninggalkan ruangannya dan langsung menuju ke
Rasa cemas di dalam hatinya semakin besar. Setelah mendengar berita yang dikatakan oleh Adel. Dia ingin sekali bertemu dengan Nolan dan melihat dengan kedua matanya sendiri keadaannya. “Kamu sudah ada luar?” tanya Olivia pada Adel. Yang ternyata sudah ada di depan rumahnya. Dia mengambil tasnya dan bergegas berjalan ke luar dari dalam kamarnya. Lalu memutuskan sambungan teleponnya. Dia menuruni anak tangga dan langsung ke luar dari rumahnya. Dia melihat mobil Adel yang sudah terparkir. Tanpa banyak bicara lagi dia masuk ke dalam mobil Adel.“Cepat bawa aku menemuinya!” perintah Olivia pada Adel. Sembari memasang sabuk pengamannya.Olivia melihat Adel mengangguk dan mobil pun berjalan meninggalkan rumah. Di dalam perjalanan Olivia hanya diam, dia masih sibuk dengan apa yang ada di dalam benaknya.Sehingga dia tidak memperhatikan jalanan yang dilewatinya. Dia hanya mengkhawatirkan keadaan Nolan. Dia melupakan rasa kesalnya pada pria itu karena sudah menemui Miranda semalam. “Ka
“Kamu mengapa begitu keras kepala? Sudah aku katakan jika dia masih mencintai aku,” ucap seorang wanita dengan nada angkuh. Dia tak lain adalah Miranda. “Aku pikir tidak akan melihatmu di sini,” sambung Olivia. Dengan tenangnya dan dia berhasil menghilangkan raut wajah terkejutnya saat melihat ibu tirinya itu. “Biasakan saja untuk bisa terus melihatku jika kamu masih belum mau melepaskan Nolan. Selamanya pria itu akan menjadi milik aku.” Miranda terus mengatakan jika Olivia tidak bisa bersatu dengan Nolan. Meski banyak hal yang bisa menyatukan mereka berdua. Akan tetapi, banyak hal juga yang bisa memisahkan mereka berdua. Olivia masih dengan santainya mendengarkan apa yang dikatakan Miranda. Dia sama sekali tidak peduli akan hal itu. Dia melihat ke arah belakang. Terlihat Ian yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Jangan bicara sembarangan! Kamu tahu jika semua yang kamu lakukan tidak akan pernah berhasil!” ujar Ian yang sudah ada di belakang Miranda. Dan dia mendengar p
Olivia berhenti di depan kamar Nolan. Dia mendengar suara seseorang yang sedang berdebat. Dia mengenali suaranya dan langsung membuka pintu kamar itu. Dia melihat beberapa orang yang langsung memandang ke arahnya. “Mengapa kamu belum puas mencari keributan?” tanya Olivia. Pada wanita yang ada di depannya. “Siapa yang memulainya? Tanyakan saja pada asistenmu itu!” timpal wanita itu dengan sombongnya. “Miranda, bukannya kamu yang memulainya dengan mengusir aku dari dalam kamar ini?” jawab Adel. Adel pun kembali melontarkan semua hal yang membuatnya sangat kesal pada wanita itu. Dia sebenarnya sudah merasa muak dengan Miranda dan ingin menariknya atau menyeretnya ke luar dari dalam kamar dan vila ini. Olivia kembali diam dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh Adel. Dia juga mendengarkan perkataan Miranda yang sama sekali tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Adel tentang dirinya. “Cukup! Pergi kalian semua!” teriak Nolan. Yang sudah merasa gerah dengan perdebatan para w
“Brian Alexander,” jawab Ian. Yang sudah yakin dengan semua informasi yang didapatnya. “Sudah aku duga. Dia adalah orangnya,” sambung Nolan. Nolan kembali melihat ke arah Olivia yang masih terlelap di atas sofa. Dia semakin khawatir jika tidak menyelesaikan semuanya dengan cepat. Maka Brian akan mengincar Olivia. Pria itu hanya menginginkan kehancurannya dan sama sekali tidak tertarik atau jatuh cinta pada Olivia. “Sekarang apa yang akan kamu lakukan padanya?” tanya Ian pada Nolan. Olivia terbangun karena mendengar ponselnya berdering. Dan itu juga membuat Nolan belum menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Ian kepadanya. “Sejak kapan kalian ada di sini?” tanya Olivia. Setelah dia sadar jika di dalam kamar ada Adel dan Ian. “Tiga puluh menit yang lalu,” jawab Adel. Ponsel Olivia kembali berdering dan dia pun melihat siapa yang menghubunginya. Dia langsung mengangkatnya karena yang menghubunginya seseorang yang diperintahkan olehnya untuk mencari tahu siapa yang mengaca