"Jangan bercanda denganku!” Olivia kembali berkata pada Ian. Yang ada di ujung telepon.Dia langsung mematikan ponselnya dan tidak begitu lama ada pesan singkat yang masuk. Olivia melihat pesan itu yang berasal dari Ian yang mengirimkannya sebuah alamat yang harus ditujunya. Olivia pun mengenakan helmnya dan kembali menyalakan motornya. Dia menarik gas motornya sehingga melesat meninggalkan lokasinya saat ini. Dia sama sekali tidak menyadari jika saat ini ada yang sedang mengikutinya. “Rupanya ada yang mengikutiku,” gumam Olivia. Saat dia menyadarinya dan menambah kecepatan motornya. Dia meliuk-liukkan tubuhnya untuk melewati kendaraan yang ada di depannya. Dia juga berniat untuk segera tiba di lokasi yang sudah diberikan oleh Ian padanya. Serta menghindari orang-orang yang sedang mengikutinya. Akhirnya dia berhasil lepas dari kejaran orang-orang yang sedari tadi mengikutinya. Dia pun terus memacu motornya hingga akhirnya tiba di sebuah rumah sederhana. “Apakah di sini?” gu
“Jelaskan padaku, Alex!” Olivia kembali berkata pada pria yang ada di depannya. “Kamu tanya saja sendiri pada, Nolan,” jawab Alex. Lalu dia pergi meninggalkan kamar. Olivia menatap Nolan. Seraya ingin tahu jawaban dari pertanyaan yang dilayangkan olehnya tadi pada Alex. Namun, terlihat jelas jika Nolan juga tidak ingin menjelaskan padanya. “Sudahlah,” Olivia berkata sembari menghela napasnya. “Yang dia maksud adalah ibu tirimu.” “Mengapa ibu tiriku bisa membuat hubungan kita hancur? Apakah rencana malam itu yang aku dengar memang benar adanya?” “Tidak. Aku sama sekali tidak berniat untuk kembali bersama dengannya. Bagiku, Miranda adalah masa lalu yang sangat menyakitkan.”Olivia mendengarkan penjelasan Nolan. Dia melihat jika pria itu serius tidak akan kembali pada Miranda. Dia pun duduk di samping Nolan. “Percayalah padaku. Alex, berkata seperti itu karena dia tahu kebusukan wanita itu,” kata Nolan.“Aku masih bingung saja antara Ian, Alex dan Dean yang begitu percaya
Olivia menatap dengan sorot mata penuh dengan tanya. Dia menunggu pria yang ada di depannya untuk menjawab pertanyaan yang dilayangkan olehnya. Akan tetapi, perhatiannya teralihkan dengan suara dering ponselnya. Dia melihat nomor ponsel sang ayah yang menghubunginya. Dia pun mengangkatnya. “Ada apa lagi?” tanya Olivia. Setelah mengangkat teleponnya. Dia mengerutkan dahinya karena orang yang ada di ujung telepon bukan sang ayah. Dia pun mendengarkan perkataan orang itu. “Di mana ayahku? Dan bagaimana keadaannya?” tanya Olivia. Pada orang yang ada di ujung telepon yang tidak lain adalah asisten sang ayah. Dia mendengarkan jawaban asisten ayahnya yang ada di ujung telepon. Rasa khawatir semakin membesar dan dia pun menutup sambungan teleponnya. “Nolan, bisakah kita kembali? Ayahku masuk rumah sakit,” tanya Olivia. Pada Nolan yang masih ada di dekatnya. “Oke,” jawab Nolan. Mereka berdua pun pergi dari rumah persembunyian mereka selama satu minggu ini. Dan mereka langsung m
Olivia masih menunggu jawaban dari pria yang ada di depannya itu. Dia ingin tahu apakah Nolan memang mengetahui sesuatu yang sama sekali belum diketahui olehnya. “Ayolah. Jangan membuatku semakin merasa jika kamu memanfaatkan aku,” Olivia kembali berkata kepada Nolan. Nolan hendak menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Olivia. Namun, dia urungkan karena ponselnya berdering. Dia langsung mengangkatnya karena yang menghubunginya adalah Dean. “Ada apa?” tanya Nolan dengan nada datar pada Dean yang ada di ujung telepon. Nolan mendengarkan semua hal yang dikatakan oleh Dean. Dahinya mengerut saat mendengar semuanya. Dia pun menutup sambungan teleponnya. “Percepat laju mobilnya!” perintah Nolan pada sang sopir. “Baik, Tuan.” “Ada apa?” tanya Olivia pada Nolan. “Kamu akan tahu jika kita sudah tiba di rumah.” Olivia pun tidak banyak bicara lagi. Meski di dalam benaknya mulai memikirkan Angel. Dia merasa jika sesuatu telah terjadi pada Angel yang selama satu minggu ini belum d
“Kamu mengapa membela, Dean?!” tanya Nolan. Saat melihat orang yang baru saja memerintahkan Dean untuk menghabisi Olivia dan Angel. “Ups ... maaf aku salah. Maksudku habisi saja pria keras kepala dan bodoh itu,” jawab seorang pria sembari menghentikan langkahnya setelah ada di dekat Nolan. Olivia menggelengkan kepalanya saat melihat dan mendengar perkataan pria itu. Yang tidak lain adalah Alex yang baru saja tiba di rumah dan dirinya tidak tahu ada kepentingan apa pria itu. “Diam kamu, Alex! Jangan ikut campur dengan urusanku!” sungut Dean. Yang kesal dengan perkataan Alex. Dean semakin kesal saja karena dia tidak mendapatkan dukungan dari para sahabatnya. Padahal yang dilakukan olehnya sudah benar karena dia berpikir jika Nolan dan yang lainnya sudah salah paham dengan Miranda. Dia begitu percaya penuh dengan semua hal yang dikatakan oleh Miranda. Dia juga ingin jika Nolan kembali bersama dengan Miranda meski dirinya tahu jika saat ini wanita itu masih menjadi istri dari Leon
“Angel, aku mohon ... jangan lakukan ini,” Olivia kembali berkata pada wanita yang ada di depannya. “Ini harus aku lakukan. Jika aku terus ada di dekatmu maka rasa kesal dan benci akan semakin membesar. Aku tidak tahu apakah bisa menahannya atau tidak.”“Maafkan aku ... sungguh aku meminta maaf atas semua kesalahan yang sudah ayahku perbuat.” “Memaafkan itu sudah aku lakukan. Akan tetapi, aku tetal tidak bisa ada di sisimu. Berikan aku waktu untuk menenangkan pikiranku,” ucap Angel. Sembari menyerahkan sebuah kalung kepada Olivia. Olivia menerima kalung itu dan dia menOlivia menerima kalung itu dan dia melihat kepergian Angel yang detik ini masih dianggapnya sebagai sahabatnya. Dia juga merasa yakin jika jauh di lubuk hati Angel paling dalam masih menganggapnya sebagai sahabat. Dia memandangi kalung yang ada di tangannya setelah melihat kepergian Angel. Dia kembali menatap ke arah sang sahabat tetapi Angel sudah pergi. “Aku harap kamu kembali setelah semuanya selesai,” gu
“Masuklah! Akan aku kenalkan siapa dia!” perintah Nilan pada Olivia.“Sepertinya aku tidak bisa pergi bersamamu. Ayahku meminta aku untuk kembali ke rumah.”“Baiklah. Besok aku akan menemuimu dan aku tidak ingin ada alasan lagi.”Olivia pun menutup kembali pintu mobil. Dia merasa kesal sekaligus sedih karena Nolan begitu dingin kepadanya. Dia terus menatap mobil Nolan hingga akhirnya sudah tidak terlihat lagi olehnya. “Aku pikir dia akan membujuk aku agar mau pergi bersamanya,” gumam Olivia. Ponselnya berdering dan dia berpikir jika yang menghubunginya adalah Nolan. Dia mengambil ponselnya dari dalam tas dan melihat siapa yang menghubunginya. Rasa kecewa muncul karena yang menghubunginya adalah sang ayah. Dia mengangkat teleponnya dan mendengarkan apa yang dikatakan sang ayah yang ada di ujung telepon. “Baiklah aku akan kembali ke rumah malam ini,” ucap Olivia sembari berjalan menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari posisinya saat ini. Dia menutup sambungan telepon
“Aku sangat merindukanmu,” ucap Nolan dengan nada lirih pada Olivia. Lalu dia mencium leher Olivia dengan lembut. Dia menghentikan sejenak menciumi setiap inci leher Olivia. Dia menatap wajah wanitanya itu dan tersenyum. Dia pun melepaskan satu per satu kancing kemejanya lalu dia melepaskan pakaian yang melekat di tubuh Olivia. “Aku akan memuaskanmu,” Nolan berbisik lalu dia kembali mencium bibir Olivia dengan agresif. Secara perlahan bibirnya mulai menelusuri setiap inci tubuh Olivia dan dia menghentikannya saat berada di dada Olivia. Dia memegang payudara Olivia dan meremasnya dengan lembut. Dia pun mencium salah satu payudara Olivia dan bermain di sana sejenak. Dia semakin bergairah saat merasakan tubuh Olivia menggeliat dan mendengarnya desahannya. “Nolan ....” Nolan tidak menimpali Olivia. Bibirnya malah kembali bekerja menciumi tubuh Olivia hingga kembali menggeliat. Dia berhenti saat sudah ada di dekat area sensitifnya dan melihatnya sejenak lalu memainkannya secara
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb