“Kamu mengapa membela, Dean?!” tanya Nolan. Saat melihat orang yang baru saja memerintahkan Dean untuk menghabisi Olivia dan Angel. “Ups ... maaf aku salah. Maksudku habisi saja pria keras kepala dan bodoh itu,” jawab seorang pria sembari menghentikan langkahnya setelah ada di dekat Nolan. Olivia menggelengkan kepalanya saat melihat dan mendengar perkataan pria itu. Yang tidak lain adalah Alex yang baru saja tiba di rumah dan dirinya tidak tahu ada kepentingan apa pria itu. “Diam kamu, Alex! Jangan ikut campur dengan urusanku!” sungut Dean. Yang kesal dengan perkataan Alex. Dean semakin kesal saja karena dia tidak mendapatkan dukungan dari para sahabatnya. Padahal yang dilakukan olehnya sudah benar karena dia berpikir jika Nolan dan yang lainnya sudah salah paham dengan Miranda. Dia begitu percaya penuh dengan semua hal yang dikatakan oleh Miranda. Dia juga ingin jika Nolan kembali bersama dengan Miranda meski dirinya tahu jika saat ini wanita itu masih menjadi istri dari Leon
“Angel, aku mohon ... jangan lakukan ini,” Olivia kembali berkata pada wanita yang ada di depannya. “Ini harus aku lakukan. Jika aku terus ada di dekatmu maka rasa kesal dan benci akan semakin membesar. Aku tidak tahu apakah bisa menahannya atau tidak.”“Maafkan aku ... sungguh aku meminta maaf atas semua kesalahan yang sudah ayahku perbuat.” “Memaafkan itu sudah aku lakukan. Akan tetapi, aku tetal tidak bisa ada di sisimu. Berikan aku waktu untuk menenangkan pikiranku,” ucap Angel. Sembari menyerahkan sebuah kalung kepada Olivia. Olivia menerima kalung itu dan dia menOlivia menerima kalung itu dan dia melihat kepergian Angel yang detik ini masih dianggapnya sebagai sahabatnya. Dia juga merasa yakin jika jauh di lubuk hati Angel paling dalam masih menganggapnya sebagai sahabat. Dia memandangi kalung yang ada di tangannya setelah melihat kepergian Angel. Dia kembali menatap ke arah sang sahabat tetapi Angel sudah pergi. “Aku harap kamu kembali setelah semuanya selesai,” gu
“Masuklah! Akan aku kenalkan siapa dia!” perintah Nilan pada Olivia.“Sepertinya aku tidak bisa pergi bersamamu. Ayahku meminta aku untuk kembali ke rumah.”“Baiklah. Besok aku akan menemuimu dan aku tidak ingin ada alasan lagi.”Olivia pun menutup kembali pintu mobil. Dia merasa kesal sekaligus sedih karena Nolan begitu dingin kepadanya. Dia terus menatap mobil Nolan hingga akhirnya sudah tidak terlihat lagi olehnya. “Aku pikir dia akan membujuk aku agar mau pergi bersamanya,” gumam Olivia. Ponselnya berdering dan dia berpikir jika yang menghubunginya adalah Nolan. Dia mengambil ponselnya dari dalam tas dan melihat siapa yang menghubunginya. Rasa kecewa muncul karena yang menghubunginya adalah sang ayah. Dia mengangkat teleponnya dan mendengarkan apa yang dikatakan sang ayah yang ada di ujung telepon. “Baiklah aku akan kembali ke rumah malam ini,” ucap Olivia sembari berjalan menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari posisinya saat ini. Dia menutup sambungan telepon
“Aku sangat merindukanmu,” ucap Nolan dengan nada lirih pada Olivia. Lalu dia mencium leher Olivia dengan lembut. Dia menghentikan sejenak menciumi setiap inci leher Olivia. Dia menatap wajah wanitanya itu dan tersenyum. Dia pun melepaskan satu per satu kancing kemejanya lalu dia melepaskan pakaian yang melekat di tubuh Olivia. “Aku akan memuaskanmu,” Nolan berbisik lalu dia kembali mencium bibir Olivia dengan agresif. Secara perlahan bibirnya mulai menelusuri setiap inci tubuh Olivia dan dia menghentikannya saat berada di dada Olivia. Dia memegang payudara Olivia dan meremasnya dengan lembut. Dia pun mencium salah satu payudara Olivia dan bermain di sana sejenak. Dia semakin bergairah saat merasakan tubuh Olivia menggeliat dan mendengarnya desahannya. “Nolan ....” Nolan tidak menimpali Olivia. Bibirnya malah kembali bekerja menciumi tubuh Olivia hingga kembali menggeliat. Dia berhenti saat sudah ada di dekat area sensitifnya dan melihatnya sejenak lalu memainkannya secara
“Olivia, aku serius dengan apa yang aku ucapkan. Aku mohon maafkan aku,” Miranda kembali berbicara. Dan sekarang wanita itu menangis memohon maaf. Olivia melihat Miranda yang mulai bersimpuh di bawah kakinya dengan air mata palsunya itu. Dia sama sekali tidak akan pernah percaya dengan permintaan dan wajah memelas ibu tirinya itu. “Bangunlah, Miranda! Kamu tidak berhak melakukan semua ini. Dia putriku dan sudah pasti putrimu juga,” ucap Leon sembari membangunkan Miranda. “Tidak! Aku pantas melakukan semua ini. Aku sudah banyak membuat masalah untuk Olivia. Aku juga sudah membuatnya sangat menderita.” Miranda begitu bersikeras untuk meminta maaf kepada Olivia. Dia terus bersimpuh dan tidak ingin berdiri sebelum putri tirinya itu memaafkan semua perbuatan yang sudah dilakukan olehnya. Olivia tersenyum kecut. Melihat sandiwara ibu tirinya. Dia juga melihat raut wajah ayahnya yang mulai kesal. Namun, dia tidak akan memberikan kemenangan bagi ibu tirinya itu. “Kamu ingin maaf darik
Olivia masih duduk di atas pangkuan Nolan sembari melihat orang yang masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa izin. Dia merasa kesal juga mengapa tidak ada yang menghalangi orang itu.Dia menatap orang itu dan sekarang dia ingat dengannya. Orang itu adalah wanita yang ada di dalam mobil Nolan kemarin sore. Dia semakin kesal tetapi dia masih tetap duduk di atas pangkuan Nolan.
"Aku tidak peduli akan hal itu. Sebaiknya kamu simpan saja untukmu!” Olivia berkata pada ibu tirinya dengan nada datar.“Aku yakin jika kamu tahu semua ini. Maka kamu akan berpikir kembali untuk bersama dengannya.”Olivia kembali tersenyu
Olivia berusaha untuk melepaskan diri tetapi seseorang berhasil membekapnya hingga tidak sadarkan diri. Hingga akhirnya mereka bisa bernapas sedikit lega karena Olivia tidak memberontak. “Percepat mobilnya! Aku yakin bos sudah menunggu kita!” ucap seorang pria dengan kaus berwarna merah pada rekannya yang sedang memegang kendali setir. Mobil pun melaju dengan cepat dan akhirnya tiba di sebuah bangunan terbengkalai. Pria yang mengenakan kaus hitam menggendong Olivia dan membawanya masuk ke dalam bangunan itu. Dia mendudukkan Olivia di sebuah kursi kayu lalu mengikatnya dengan tali dengan erat. Tidak begitu lama Olivia pun tersadar dan melihat tiga orang pria sudah ada di depannya. “Siapa kalian?” “Itu tidak penting,” jawab pria dengan kau merah dengan nada datar. Olivia menyadari jika kedua tangannya terikat. Dia berusaha untuk melepaskan ikatan itu tetapi tidak bisa. Dia kembali menatap ke arah tiga pria yang ada di depannya. Dia sama sekali tidak mengenali mereka dan dia ya