Sampai malam hari, Brandon tidak berani mendekati Kelly. Ia hanya memantau dari jauh. Kelly terlihat masih bersin-bersin.Akhirnya pagi hari, setelah mandi dan berpakaian rapi, Brandon mengetuk kamar Kelly. Ia menggeleng karena setelah beberapa menit, pintu di depannya tidak juga terbuka. Padahal tangannya yang memegang baki makanan mulai pegal.Baru akan melangkah pergi, pintu terbuka. Brandon terpana melihat rambut berantakan dan wajah polos Kelly. Wanita itu terlihat belum sepenuhnya bangun.“Huh ... Brandon?” Kelly menggumam.“Aku bawakan sarapan.” Tanpa permisi, Brandon melangkah masuk dan memperlihatkan baki makanan. “Sarapanlah dulu.”“Terima kasih. Taruh saja di meja.” Dengan suara parau, Kelly menyahut.Wanita itu duduk bersandar di sofa saat Brandon meletakkan makanan di meja.“Bagaimana keadaanmu pagi ini?”“Obat sialan itu membuatku tidak bisa membuka mata. Ngantuk sekali.” Kelly mengeluh.Brandon tak suka mendengar wanita mengumpat di depannya. Tapi kali ini, menurutnya K
Dalam perjalanan ke kantor, Brandon terlihat tegang. Ia memegang setir dengan mengcengkramnya kuat-kuat. Masih terkejut karena Kelly mengusirnya dari kediamannya sendiri.Hanya karena ia ada janji rapat dengan klien pagi inilah, ia menurut dan pergi dengan perasaan gelisah. Dalam pikirannya, kenapa setiap kali mereka bercinta, selalu diakhiri dengan marah. Bukankah mereka menikmatinya?Wajah Brandon yang suram membuat Ian menghela napas berat. Bos-nya kembali datang dengan bad mood. Alamat rapat akan penuh dengan ketegangan.“Apa ada yang ingin kamu lakukan dulu?” tanya Ian saat Brandon menatap telapak tangannya yang diperban.Brandon hanya menggeleng pelan.“Mungkin ingin bercerita sesuatu? Rapatnya bisa aku undur beberapa menit.”Kali ini, Brandon mengembuskan napas panjang. Ia menyandarkan tubuh pada punggung kursi kebesarannya, mengaitkan jari-jari tangan dan mengusap-usap bibir.“Kamu mungkin tidak akan bisa memberiku solusi.”“Hmm ... kamu tau? Bercerita bukan hanya untuk mencar
Granny Eliza terdiam mendengar cerita Kelly. Hatinya berdesir mellihat wanita di sampingnya menangis perlahan. Meski baru beberapa bulan, Granny Eliza sudah merasa sayang pada Kelly.“Bagaimana kamu membantu Brandon jika kamu tidak di sini?” Granny Eliza berkata lembut.Kelly mendongak dan menatap wajah elegan Granny Eliza. “Aku akan tetap mempertahankan pernikahan sampai Brandon mendapatkan dana tersebut.”“Bagaimana jika pengacara mengecek keberadaanmu?”“Bilang saja aku pulang karena ... kondisi kesehatan orang tuaku.”Satu garis muncul di antara alis Granny Eliza. “Orang tuamu sakit?”Tidak mau berbohong, Kelly menggeleng. Ia mengatakan ayahnya memiliki penyakit jantung dan ia hanya ingin memastikan bahwa saat ini keadaannya baik-baik saja.“Kamu bisa meneleponnya.”Embusan napas berat terdengar. Hampir setiap malam, sang Daddy melakukan video call. Tapi, itu tidak sama dengan bertemu secara langsung.“Aku ... maksudnya, setelah menikah diam-diam, aku merasa sangat bersalah dengan
Mungkin jika Kelly tidak minum obat flu, ia tidak akan tidur nyenyak. Dalam tidur, Kelly bahkan bermimpi bermesraan dengan Brandon, lalu terbangun dengan debaran jantung yang kuat."Tolol. Ngapain aku mimpi begitu, sih!" Kelly mengumpat untuk diri sendiri.Tidak bisa tidur lagi, Kelly bermain ponsel. Ia mengecek berita di media sosial. Identitasnya dan keluarga masih tersembunyi. Begitu juga dengan status pernikahan rahasianya."Aman." Kelly berucap penuh kelegaan.Karena masih sangat pagi, Kelly memutuskan jogging sebelum mandi. Wanita itu mengenakan sport bra dan legging."Akhirnya sepatu olahraga ini dipakai lagi." Kelly terkekeh karena sejak datang ke negara ini ia belum sempat jogging.Sambil berjalan, Kelly melakukan pemanasan. Ia mengamati sekeliling dan mencari jalur jogging di sekitar taman.Setelah cukup pemanasan, Kelly mulai berlari mengelilingi taman. Ternyata mansion Brandon sangat luas dengan tanaman yang tertata indah. Karena berlari dengan mata menatap sekeliling, Kel
“Bisa nggak sih dia jadi jelek sebentar saja?”“Apa? Kamu ngomong apa barusan?” Brandon menegur Kelly.Kelly jadi gelagapan sendiri. Tadinya ia hanya bermaksud bicara pada diri sendiri. Kenapa justru kata-kata itu keluar dari bibirnya?“Nggak. Itu jalanannya jelek banget.” Kelly berkilah cepat.Wajah Brandon merengut. “Sepertinya tadi kamu tidak bilang begitu.”“Umm ... apa kita akan terlambat? Apa aku kabari Granny Eliza saja?” Kelly berusaha mengalihkan percakapan.Brandon menggeleng. “Tak perlu, tak apa.”Kelly mengangguk. Otaknya berputar untuk kembali mencari topik percakapan agar Brandon tidak curiga.“Tadi saat jogging, bagaimana kamu tau kalau aku nyasar ke pemukiman?”Sekilas, Brandon menoleh menatap Kelly. “Karena setelah lima menit kamu tidak terlihat di lintasan jalur lampu.”Akh. Jadi, dia sampai menghitung waktu demi melihat aku berada di jalur yang tepat? Kelly jadi geer sekarang.Tapi kemudian dengan cepat ia menggeleng. Brandon perhatian hanya karena khawatir. Jangan
Tiga pasang mata menatap heran pada Kelly. Secara tak sadar, Kelly menyanggah tegas pernyataan Mr. Karl."M -- Maaf. Maksudku, saat aku terakhir melihat di negaraku, Tuan Dalton baik-baik saja. Ia masih menjadi pembicara sebagai tamu kehormatan di universitasku." Kelly menjelaskan panjang lebar.Granny Eliza tersenyum lembut. "Oh begitu. Yaaa ... semoga beliau baik-baik saja sekarang.""Iya." Kelly membalas pelan."Ya sudah. Mungkin Brandon dan Karl masih ingin bicara tentang perkumpulan mereka. Ayo, kita berkeliling, Kelly." Granny Eliza meraih tangan Kelly dan menuntunnya berjalan keluar.Brandon melirik Kelly hingga wanita itu menghilang bersama Granny."Sekretaris itu cantik dan cerdas." Karl mengedipkan satu matanya pada Brandon.Brandon jadi sadar Karl mengamatinya melirik Kelly. Ternyata teman bisnisnya ini cukup jeli juga."Kamu juga cukup perhatian padanya saat rapat tadi.""Hanya membimbingnya saja." Brandon berkilah sambil mengibaskan tangan.Karl mengangguk-angguk. "Oh ya,
“Tentang kita!”“Tidak ada yang perlu kita bahas mengenai itu.” Brandon terdengar mendengus kasar.“Tapi, aku ingin kamu tidak selalu menghindariku.”“Aku memang tidak terbiasa berteman dengan wanita.”“Beri aku kesempatan, Brandon.”Brandon menggeleng. Tanpa kata pergi dengan cepat.Kelly yang berada di kamar mandi dan hendak keluar, terpaksa menahan langkah. Dari balik pintu yang telah ia buka sedikit, Kelly mendengar pembicaraan Brandon dan asisten pribadi Granny Eliza – Herlin.Sambil mengintip dan melihat keadaan telah aman, Kelly keluar dari kamar mandi. Dalam hati bertanya-tanya ada hubungan apa antara Brandon dan Herlin? Dari obrolan yang ia dengar, sepertinya mereka pernah memiliki hubungan khusus.Kepala Kelly menggeleng. Buat apa ia penasaran? Tapi ternyata, meski telah berusaha, tanda tanya itu tetap di pikirannya.Hingga jam kantor usai. Kelly tidak melihat lagi sosok Brandon.“Kelly,” panggil Granny Eliza. “Kita pulang bersama, ya.”“Eh, tidak perlu repot-repot mengantar
Kelly berlari keluar kamar. Ia turun melalui tangga dan bertemu Brandon. Spontan memeluk erat lelaki tersebut sambil tersedu.“Shit!” Brandon mendesis seraya membalas pelukan Kelly.Detik berikutnya, Kelly mendengar suara memekakkan telinga. Brandon telah menyalakan alarm bahaya. Lelaki itu lalu menenangkan Kelly di ruang tamu.“Ada apa?” Brandon bertanya meski Kelly masih menenggelamkan wajah di dadanya.“Hiks, hiks, bingkisan itu .... ““Kotak yang ada di depan pintumu? Itu bukan dariku.”Mendengar ucapan Brandon, Kelly semakin menangis. Brandon melepaskan pelukan Kelly dan menatap wajahnya. Tangan Brandon mengusap air mata di pipi wanita di depannya.“Apa isinya?”“Ba – Bangkai kucing.”Sesaat, Brandon menahan napas. Lalu, menarik tubuh Kelly kembali ke dalam pelukan. Tangannya kini mengusap-usap punggung Kelly agar wanita itu tenang.Baru kali ini, Kelly melihat mansion Brandon ramai. Para pelayan berdiri berjejer. Para sekuriti mondar-mandir. Bahkan ada lelaki-lelaki berseragam.
Arsen, Reno dan Mimi saat ini telah berusia tiga tahun. Orang-orang yang belum mengenal mereka selalu berpikir bahwa hanya Arsen dan Reno yang merupakan anak kembar, sementara Mimi adalah adik bungsu mereka. Perbedaan ketiganya memang semakin terlihat.“Aku mau punya anak perempuan lagi.” Kelly berkata sambil menatap Mimi yang sedang duduk di pangkuan Brandon sambil menggambar.“Aku tidak mau. Mimi saja sudah cukup.” Dengan keras kepala, Brandon menggeleng.Masalah ini belum selesai sampai bertahun-tahun. Kelly masih menginginkan memiliki anak lagi sementara Brandon yang merasa tak tega istrinya hamil dan melahirkan menolak mentah-mentah kemauan Kelly.“Aku akan bilang Mommy Florence untuk mencuri benihmu dan memasukkan ke rahimku.” Kelly berkata ketus.“Aku akan minta Mommy Keyna diam-diam memberimu suntikan KB.” Brandon menyahut tak kalah sengit.Mereka terdiam saat Mimi tiba-tiba menatap orang tuanya bergantian.“Mimi mau bilang grandpa, mommy dan daddy berantem lagi.” Mulut mungil
Kelly dan Brandon menoleh cepat. Frederix, Sacha, Louis serta pasangan mereka berkumpul tak jauh dari tempat Kelly dan Brandon berdiri.Spontan, Kelly langsung terisak. Wanita itu berlari masuk ke dalam dekapan kakak sulungnya, Frederix. Selama beberapa saat Frederix, Sacha dan Louis juga memeluk adik bungsu mereka.Brandon membuang pandangan. Keluarga Dalton selalu saja membuatnya terharu dengan kebersamaan dan kasih sayang mereka.“Maafkan aku, ya, Kak. Mommy dan Daddy jadi pergi.” Kelly sesunggukan di dada Frederix.“Hehe. Kami pernah meninggalkan daddy sendirian. Sekarang, kami jadi tau bagimana rasanya ditinggalkan.”“Tapi, kami rela. Mommy dan daddy sudah cukup menemani kami hingga memiliki anak-anak yang mulai besar.”“Sekarang, waktunya mommy dan daddy menemani keluargamu berkembang dan bertumbuh.”Mendengar pernyataan Frederix, Sacha dan Louis, Kelly menghentikan tangisnya. Meskipun Brandon bilang, keluarga Dalton dapat kapan saja berkunjung, tetap saja Kelly tau, jadwal kaka
Kelly menatap suaminya yang terdiam memandang foto tersebut. Ia jadi ikut mengamatinya. Foto kebersamaan Kelly dan Marc remaja.Di foto, Kelly terlihat kalem, sementara Marc bergaya tengil dan menggoda Kelly.“Apa kamu seperti melihat masa depan Mimi dan Reno?” tebak Kelly.Cepat, Brandon menggeleng. “Jangan! Kamu tau aku tidak suka melihatmu ribut dengan Marc.”Senyum terukir di wajah Kelly. Ia akan memastikan putra-putrinya saling menyayangi. Meski ia tau Marc juga menyayanginya dengan versi lelaki itu sendiri.Selama berada di mansion William, Kelly mengenalkan anak-anaknya dengan lingkungan sekitar. Setiap hari mereka bermain di taman, berenang atau ke aviary. Reno terlihat yang paling menikmati kegiatan outdoor.“Mimi kepanasan, Babe. Bawa masuk saja.” Brandon tak tega melihat wajah Mimi yang putih jadi kemerahan.Hingga Arsen dan Mimi masuk bersama suster mereka, Reno masih asyik bermain bubble di taman. Brandon menemani putranya sementara Kelly menyusui Arsen dan Mimi.“Sudah m
Tentu saja Kelly tidak menolak tawaran Brandon. Apalagi, ia tidak enak jika mengandalkan Mommy Florence dan Daddy Donald mengingat Kak Dheena sebentar lagi akan melahirkan.“Beneran Uncle Rich juga mau hadir di wisudaku?” Marc memandang Brandon tak percaya.“Nggak boleh?” Brandon balas bertanya.Marc mengangguk tegas. “Boleh! Boleh banget!”Universitas tempat Marc belajar akan geger jika mereka tau seorang triyulner akan hadir untuk mendukungnya. Lelaki muda itu berteriak kesenangan dan memberitahu seluruh keluarga.“Lho, apa benar yang diucapkan Marc? Kalian mau ke negara Kelly?” Mommy Florence tergopoh datang menghampiri.Kelly jadi merasa tak enak hati karena merencanakan ini secara mendadak. Ia langsung berdiri dan merangkul mommy mertuanya.“Nggak papa kan, Mom? Nanti sebelum Kak Dheena melahirkan aku pulang.” Kelly berjanji.“Waahh... kami akan sangat kangen pada Arsen, Reno dan Mimi.” Daddy Donald jadi ikut melow.“Cuma satu minggu, Mom, Dad.” Brandon menimpali. “Semoga Kak Dhe
Brandon terduduk dan merebut benda pipih itu dari tangan Kelly. Matanya menatap tanpa berkedip pada permukaan benda. Lalu, menatap sang istri yang juga sedang memandangnya.“Garis satu? Kamu tidak hamil?”“Nggak.” Kelly menggeleng.“Huuffftt.” Brandon kembali merebahkan diri ke ranjang sambil mengembuskan napas panjang penuh kelegaan.Kelly terkekeh dan memangku wajah dengan tangannya. “Seneng banget kelihatannya aku nggak hamil lagi.”Tubuh Brandon menyamping menghadap sang istri. Tangannya mengusap sayang wajah Kelly.“Bukan begitu. Aku akan senang kamu hamil lagi. Masalahnya, si kembar tiga masih bayi. Kondisi kamu pasca melahirkan juga belum stabil.”“Aku sudah baik-baik saja, kok. Cuma pura-pura nggak stabil.” Kelly tergelak.“Jahat!”“Hahahaha!” Kelly kembali tergelak dan sibuk menghindari tangan Brandon yang mengelitiki pinggangnya. “Sudah, Brad! Ampun!”Brandon memang berhenti. Ia menindih tubuh Kelly dan menatap wajah cantik di bawahnya. Tiba-tiba, dahi Brandon berkerut.“Kena
“Ini ruangan untukmu.” Kelly tersenyum pada sang suami. Tangannya menghapus cepat air mata yang jatuh ke pipi.Kelly merapatkan tubuh pada Brandon yang berdiri kaku di tengah ruangan. Sadar, suaminya masih tercengang mendapati kejutan darinya, Kelly menangkup wajah tampan Brandon.“Terima kasih untuk kesabaranmu selama ini. Aku tau kamu masih berjuang untuk berada di antara keramaian keluargaku. Di mansion ini, bahkan kamar kita bukan lagi tempat privatemu.”Setelah melahirkan dan kembali ke mansion, Kelly menyadari bahwa mansion Brandon tidak pernah sepi. Keluarganya selalu datang berbondong-bondong, bahkan menginap.“Aku tidak keberatan, Babe.” Brandon berkata pelan.“Aku tau.” Kelly menatap mata Brandon dalam-dalam. “Tapi, aku mau menjadi istri pengertian yang paham kalau sesekali, suaminya butuh kesunyian.”Brandon mengangkat kedua alisnya sedikit. Ia kembali mengamati sekitar. Berusaha mencerna bagaimana ruangan ini bisa ada.“Aku belajar dari ahlinya.” Kelly berkata seolah menja
Brandon tidak langsung menjawab. Ia tau pasti ada seseorang yang memposting keberadaannya di supermarket barusan.“Belanja.” Brandon menjawab singkat.“Kamu tau? Aku sedang sibuk memblokir berita tentang si kembar tiga. Sekarang aku harus menghapus lagi foto-fotomu di supermarket.” Ian terdengar mengeluh.“Ya sudah. Tidak perlu dihapus. Biarkan saja.”Hening sejenak. Brandon tau sahabatnya pasti sedang mengerutkan kening karena bingung dengan pernyataannya barusan.“Yakin?”“Apa ada yang aneh dengan foto-foto itu?”“Tidak juga.”“Foto-foto si kembar?”“Buram. Tapi terlihat wajah.”“Tidak perlu juga kamu take down. Minggu depan, Granny Eliza juga akan mengumumkan kelahiran kembar tiga ke media kok.”Brandon menutup komunikasi setelah Ian mengerti. Ia merasa sudah tidak penting lagi mengurusi media sosial. Sudah saatnya ia pasrah jika oang-orang penasaran pada keluarganya.“Kenapa, Brad? Kelly bertanya saat naik ke ranjang.“Ian lapor ada yang posting foto-foto kita barusan juga foto-fo
"Kenapa kamu ngadu-ngadu pada Daddy kalau aku sering kesal padamu?" Kelly memberengut pada Brandon."Aku hanya minta nasehat, Babe." Brandon menjawab lemah. Ada sedikit rasa penyesalan sekarang. "Please, jangan marah. Maafkan aku."Kelly menghela napas panjang. Kalau Brandon sampai minta nasehat pada Daddy, itu memang artinya ia cukup frustasi pada sikapnya.Kepala Kelly akhirnya mengangguk. Ia berbalik badan untuk pergi dari kamar, namun Brandon memegang lengannya."Babe." Tanpa banyak bicara, Brandon memeluk erat istrinya.Hanya sejenak, karena Kelly mendorong dada suaminya dengan kencang. "Dadaku sakit kamu peluk begitu.""Maaf." Sekali lagi, Brandon memohon."Aku mau ke ruang bayi." Kelly berucap datar."Tapi kamu baru dari sana, Babe.""Memang kenapa?""Aku... aku juga butuh kamu."Kelly mendengus pelan. "Sudah kubilang aku sedang tidak ingin ada di dekatmu."Brandon memejamkan mata sejenak lalu berkata, " Tolong katakan apa salahku.""Aku sudah bilang ini bukan salahmu. Aku hany
Demi melihat istrinya senang, Brandon mulai belajar menggendong bayi. Perawat memberi Brandon bayi Arsen yang terlihat paling tenang. Meski begitu, Brandon hanya memegangnya selama tiga detik.“Sudah, Sust. Tanganku mulai gemetaran.”Kelly yang sedang menggendong Reno menggeleng samar. Meski begitu, paling tidak, Brandon mencoba. Reno telah tidur di dekapan Kelly.“Sayang, pangku Reno sebentar.” Kelly meletakkan bantal besar di pangkuan Brandon dan membaringkan Reno di atas bantal tersebut. “Aku mau pipis dan ganti pembalut.”Dengan kaku, Brandon duduk menatap putranya. Ia sama sekali tidak berani bergerak karena takut membangunkan Reno. Tapi, jarinya perlahan mengelus pipir Reno.Brandon tersenyum merasakan betapa halus kulit bayinya. Lama-kelamaan, Brandon mengelus rambut halus Reno, jari-jari tangan dan kaki.“Hatchii!” Tiba-tiba, Brandon bersin. Detik berikutnya, Reno tersentak dan menjerit.“Babe!” teriak Brandon kalut. “Babe, Reno bangun!"“Sebentar, sayang. Aku belum selesai.”