“Kamu beneran suka dengan Kelly?” Brandon menatap sahabatnya dengan mata menyelidik.Mereka telah mengantar Gracia dan Kelly ke apartemen masing-masing. Akhirnya, Brandon setuju Kelly menginap di tempat tinggalnya sebelum menikah. Sementara Gracia awalnya tetap ingin menginap di mansion, namun Brandon menolak dengan alasan ia dan Ian ingin mendiskusikan masalah perusahaan.Ian tersenyum mendengar pertanyaan Brandon. “Wajar, bukan? Kelly itu ... selain cantik dan cerdas, ada sesuatu di dirinya yang entah kenapa sangat menarik. Unik.”Rasanya Brandon dapat mendengar jantungnya berdebar kuat saat ini mendengar pujian Ian untuk Kelly. Ia mengetatkan rahang, mencoba untuk tidak membalas pernyataan sahabatnya.“Bagaimana menurutmu? Apa aku cocok dengan Kelly?” Ian merentangkan tangannya dan berputar di depan Brandon.“Tidak tau.” Brandon mendengus kesal.“Hehe. Tenang saja, aku tidak akan melakukan pendekatan sekarang. Mungkin setelah kalian bercerai. Aku siap menunggu.”Sengaja, Ian memana
Ruang rapat dipenuhi jajaran petinggi perusahaan. Kelly tidak merasa asing dengan situasi ini. Sejak kecil, Kelly bahkan sering ikut rapat dengan orang tua atau kakak-kakaknya.Di depan mereka ada meja panjang dengan lima produk parfum. Kemasan botol yang elegan dan mewah sangat menarik perhatian. Saat ini, Gracia sedang menjelaskan situasi yang mereka hadapi.“Rapat ini untuk menentukan akan kita apakan produk-produk gagal ini.” Gracia mengakhiri kata-kata pembukaan.Ian mengambil alih. “Saat ini ada beberapa pilihan. Produk dimusnahkan, direvisi pabrik atau ... dijual.”Terdengar bisikan demi bisikan. Mereka tidak mengira ada pilihan untuk tetap menjual produk gagal.“Kelly sudah hadir di sini untuk memberikan pendapatnya. Silahkan, Kelly.” Ian tersenyum dan mempersilahkan Kelly bicara.Kini, semua mata menatap Kelly. Karyawan baru yang sejak awal kehadirannya mendapat perhatian karena banyak mendapat keistimewaan. Mereka bahkan tidak tau, mengapa Kelly menjadi bagian dari pengambil
“Ngapain, Kak Cha?” Kelly mengamati apa yang dilakukan kakaknya.Pagi itu, Kelly baru keluar dari kamar. Ia melihat Sacha sedang memijat kepala Cedric dari belakang. Sementara Cedric sedang serius menatap layar laptop dengan berbagai buku tebal kedokteran di sisi kanannya.Seolah mengerti pertanyaan di mata Kelly, Sacha berkata, "Treatment untuk rambut yang mulai menipsi."Keyna mengangguk-angguk, lalu terkekeh. "Professor itu memang biasanya botak.”“Sudah,” potong Cedric sambil menutup laptopnya. “Rambutku baik-baik saja, Sayang.”Cedric kini berdiri sambil menyampirkan tas laptop di bahu. Tangan kirinya memegang beberapa jurnal kedokteran. Tangan kanannya meraih pinggang Sacha dan merapatkan tubuh mereka.“Cup.” Cedric mencium bibir Sacha. “Aku pergi dulu. Jemputan sudah menunggu di lobi.” Sebelum pergi, ia juga memberikan kecupan sekilas di pipi Kelly.“Kak Cedric jadi belum sarapan. Maaf, ya.” Kelly terlihat tidak enak hati karena tidak menjamu tamunya.“Memang Cedric yang berang
“Sacha ada keperluan sebentar untuk mengambil brosur universitas. Setelah itu kami antar kamu bekerja sebelum kami ke bandara.” Cedric menjelaskan mengapa mereka berhenti di sebuah gedung pendidikan.Kelly tersenyum tipis mendengar pernyataan Cedric. Alma adalah putri pertama Kak Sacha dan Kak Cedric. Memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan juga bercita-cita menjadi dokter seperti Papanya.Sambil menunggu Sacha, mereka berbincang tentang keluarga. Cedric mengatakan Sacha sekarang sudah tidak terlalu sibuk dengan produk kecantikannya. Dan memilih lebih banyak meluangkan waktu menemani keluarga.“Persis seperti yang Mommy lakukan dulu. Membatalkan beasiswa menjadi profesor muda agar bisa tetap memiliki waktu bersamaku dan Daddy.”Cedric mengangguk setuju. “Keyna memang banyak memberi inspirasi pada keluarga Dalton. Aku akui itu.”Mendengar ucapan Cedric, mata Kelly memicing dengan wajah keras . “Bukankah tidak sopan memanggil ibu mertua dengan panggilan nama saja?”Cedric tergelak. “Me
“Kamu harus gerak cepat jika memang suka dengan Kelly, Ian.” Gracia tersenyum setengah bibir. “Ada salah satu pegawai kita memergoki Kelly makan malam romantis dengan lelaki setengah baya.“Dan kalian langsung bergosip pagi ini bahwa lelaki itu adalah kekasih Kelly.” Ian mendengus kesal.“Mungkin bukan kekasih.” Gracia mencondongkan tubuhnya ke arah Ian. “Lebih tepatnya, simpanan Om-Om.”“Jangan bicara sembarangan, jika tidak memiliki bukti!” bentak Ian.“Buktinya, hari ini ia memakai tas dan aksesoris branded. Mana mampu seorang pegawai rendahan membeli barang-barang seperti itu. Pasti hadiah dari Om di restoran tersebut.”“Siapa tau barang KW.”Gracia tergelak mendengar ucapan Ian. Wanita itu merasa tersinggung Ian meragukan kemampuannya melihat barang branded original dan KW. Gracia yakin benda-benda yang digunakan Kelly adalah asli, bahkan keluaran model terbaru butik ternama.Mereka sedang berada di depan meja Brandon. CEO perusahaan itu memijat kening mendengar tunangan dan sahab
“Pasti ada sesuatu.”Sacha mondar-mandir di depan meja kerja kakaknya. Ia telah kembali dan langsung ke kantor karena tak sabar ingin menceritakan pertemuannya dengan adik mereka.“Sesuatu seperti apa, Cha? Wajar jika Kelly masih beradaptasi dengan dunia kerja.” Frederix, anak sulung keluarga berkata santai.“Tapi ... Kelly bekerja sebagai pegawai administrasi. Ya ampun, Kak Freedd. Adik kita, kerja sebagai pegawai rendahan dan sering dibully di sana.” Sacha membelalakkan matanya.“Oke. Bagian perundungan itu, aku juga tidak suka.”“Ya sudah. Jemput Kelly sekarang. Suruh ia bekerja di sini saja. Kelly paling nurut sama kamu.”Belum sempat Frederix menjawab, pintu ruang kerja terbuka. Louis masuk tergesa dan segera menutup pintu.“Ada apa dengan Kelly?”Sacha memang mengirim pesan pada kakak dan adik laki-lakinya tentang Kelly. Kini, Sacha terpaksa mengulang cerita yang baru ia sampaikan pada Frederix agar adiknya – Louis mengerti situasi yang adik bungsu mereka hadapi.Louis mengangguk
“Kamu hebat malam ini.” Ria mengacungkan jempolnya pada Kelly.“Hebat bagaimana? Biasa saja.” Kelly membalas dengan kekehan kecil.Para tamu undangan sudah pulang. Mereka sedang membereskan perlengkapan kantor yang penting dan membawanya ke tempat aman. Kelly mengamati sekeliling. Ia tidak melihat Brandon di mana pun.“Apa CEO kita memang begitu? Tidak bersosialisasi saat pesta?”Ria mengangguk. “Tuan Brandon seorang introvert. Ia benci keramaian. Biasanya, hanya bertahan maksimal dua jam di pesta, lalu pulang diam-diam. Lima tahun aku menjadi pegawainya, jadi sudah terbiasa melihat beliau begitu.”Kelly membuka mulutnya karena terkejut dengan cerita Ria. Pasti menyiksa sekali bagi seorang introvert harus bekerja seperti ini. Ia jadi mengerti mengapa Ian dan Gracia tampak paling memegang peranan di perusahaan.“Untungnya semua relasi bisnis memahaminya. Mereka juga respect pada prestasi dan karya-karya perusahaan RichScent meski CEO-nya tidak suka bergaul.” Selesai beberes, Ria dan K
Kelly mengembuskan napas panjang. Layar ponselnya terpampang berbagai foto kebersamaan keluarga yang sedang makan bersama di taman belakang mansion sang Daddy.Wajah yang sedih tentu tak ia perlihatkan. Kelly hanya mengirim ikon hati besar ke grup keluarga besarnya tersebut.Sementara ia sendirian di taman luas nan mewah. Sunyi, serasa tak ada kehidupan di sekitarnya. Semakin hari, ia merasa dirinya dan Brandon amat sangat berbeda.Kelly tumbuh dan berkembang dalam kasih sayang banyak orang. Di lain pihak, Brandon adalah sosok yang tidak dekat dengan keluarga.Lalu, Kelly tersentak mendapati punggung hingga bahunya diselimuti selendang khasmir dari belakang. Ia menoleh dan lebih terkejut lagi mendapati Brandon yang melakukannya.“Sudah kubilang, angin di sini cukup dingin.”“Oh iya. Terima kasih selendangnya.” Kelly mengangguk singkat dan memegangi ujung selendang.Hening kembali. Brandon hanya berdiri di samping Kelly tanpa berkata apa-apa lagi.“Tumben kamu turun.” Kelly memberanika
“Paling mirip kamu? Kayanya Arsen. Dia lebih kalem.”Brandon mendekat, lalu berjongkok di samping sang istri yang masih menyusui. “Maksudku bukan wajahnya, Babe. Tapi cara mereka menyusu.” Brandon menyeringai kala melihat istrinya melotot padanya.“Bisa-bisanya bercanda begitu. Kalau kedengeran suster gimana?”“Nggak papa. Pasti mereka paham.” Brandon menyahut tak peduli.Butuh waktu hampir satu jam bagi Kelly untuk memastikan bayi-bayinya telah kenyang. Saat telah selesai dengan Arsen dan Mimi, suster membantu mengembalikan bayi-bayi itu ke box mereka.Brandon sendiri masih belum berani menggendong bayi-bayinya. Ia langsung menggeleng dan mundur satu langkah saat suster ingin membimbingnya cara menggendong bayi.“Jangan sekarang. Aku belum siap. Mereka sepertinya masih rapuh sekali.” Brandon mendesah melihat tubuh bayi-bayinya yang mungil.Saat akan keluar dari ruangan, terdengar bayi menangis. Kelly menoleh dan melihat Reno terbangun.“Kok sebentar banget Reno tidurnya, Sus?” Kelly
Tanpa menoleh, Brandon hapal suara siapa yang bicara dengannya. Ia mengangguk dan membalas, "Terima kasih.""Kamu masih marah padaku?"Brandon menoleh menatap Ian. "Marah?""Kamu jarang bahkan hampir tidak pernah menghubungiku." Ian menghela napas berat. "Bahkan saat istrimu melahirkan pun, kamu tidak mengabariku.""Kupikir kamu sibuk dengan... Audrey."Gantian kini Ian yang menoleh ke samping menatap Brandon. "Aku sibuk mengurusi semua bisnismu!"Brandon mengerutkan kening, lalu membalik tubuhnya ke samping menghadap Ian. "Mulai keberatan dengan pekerjaan? Apa sekarang kamu kekurangan waktu karena telah memiliki tunangan? Mau resign?"Ian menatap tajam mata sahabatnya. "Aku nggak pernah ngomong begitu. Tapi kalau kamu memang mau aku mundur, ya sudah."Hening seketika. Dalam sejarah persahabatan mereka, moment ini adalah yang pertama kalinya mereka bertengkar sengit.Brandon menghela napas panjang, lalu kembali menatap jendela di mana bayi-bayinya sedang tidur. Ian mengikuti apa yang
“Kenalkan, Arsenio Elzhan Richmont, Arvenio Elvert Richmont dan Kyomi Lovella Richmont.” Brandon menunjuk bayi satu, dua dan tiga pada keluarga Richmont dan Dalton.Bayi-bayi mungil itu sekarang berada di dalam inkubator dalam satu ruangan steril. Mereka dapat melihat jelas melalui jendela lebar. Wajah-wajah tampan dan cantik itu menarik perhatian semua anggota keluarga.“Kecil banget, Tuhan.” Sacha menatap ketiga bayi dengan takjub.“Ya kali, bayi lahir langsung gede, Kak.” Louis menyahut sewot. “Kaya nggak pernah lahiran aja komentarnya.”Sacha mencebik pada Louis. Keduanya lalu sibuk mengabadikan keponakan-keponakan mereka dan membagi foto-foto tersebut ke kerabat dan media sosial.Mommy Keyna tampak tak dapat menahan rasa haru. Setelah sebelumnya menyaksikan ketiga anak sambungnya melahirkan, kini ia dapat merasakan putri kandung satu-satunya memiliki anak. Tiga sekaligus.“Akhirnya aku memiliki cucu dari darah dagingku sendiri.” Mommy Keyna bergumam.“Jangan sampai Fred, Sacha da
Netra Ian berputar ke sekeliling kafe, mencari sosok yang ia tunggu. Lalu, lelaki itu melirik arlogi mewahnya.Sudah terlambat lima belas menit dari janji yang ditetapkan.Untuk membuang waktu, Ian menatap ponsel. Beberapa hari ini tidak pernah ada pesan dari Brandon. Padahal sebelumnya, sahabatnya itu bisa mengirim pesan dua sampai lima kali sehari.Apa Brandon semarah itu padanya? Sungguh, Ian merasa cukup tersiksa dengan keadaan ini."Hai, Yan.""Oh." Ian tersentak kaget saat melamun. Ia langsung tersenyum pada wanita yang menyapanya. "Hai, Jasmine.""Maaf menunggu lama." Jasmine membalas dan duduk di depan Ian.Ian tersenyum penuh pengertian. "Itu tandanya, pasienmu banyak, bukan?"Jasmine terkekeh. "Lumayan lah."Ian memandang wanita di depannya yang sedang menyeduh teh. Jasmine lebih kalem saat ini. Boleh dibilang ia telah menjelma menjadi wanita dewasa yang lebih elegan."Terima kasih mau menemuiku, ya." Ian berucap.Jasmine hanya tersenyum dan mengangguk. Ini kali pertama mere
“Tuan Brandon?” Seorang perawat lelaki membangunkan Brandon dengan memberikan aroma menyengat di hidungnya.Brandon mengendus, lalu membuka mata. Ia langsung sadar bahwa sekarang berada di ruang rumah sakit.“Kenapa aku di sini? Mana istriku?” Brandon bertanya panik.“Anda pingsan di ruang operasi, Tuan.”“Sial!” Brandon memijat keningnya dan teringat kala dokter akan membedah perut Kelly, ia langsung merasa lunglai. “Apa istriku sudah melahirkan?”“Nyonya Kelly minta ditunda sampai anda sadar.”Kembali ke ruang operasi, Brandon segera menghampiri Kelly.“Babe, maaf.” Brandon menciumi wajah Kelly. “Kita mulai sekarang agar kamu tidak kesakitan lagi, ya.”Dokter tersenyum dan mengangguk. “Sebaiknya anda fokus pada istri anda saja, Tuan. Proses mengeluarkan bayi ini memang tidak nyaman.”Pernyataan dokter membuat Brandon menatap wajah Kelly. Keduanya berbincang, meski sesekali Kelly meringis kecil.“Sakit, Babe?” Brandon mencium genggaman tangan Kelly.Kelly menggeleng. “Tidak, sih. Han
Tanpa berhenti berjalan, Brandon menjawab pertanyaan kak Fred. “Kelly kontraksi.”Mendengar ucapan Brandon, Frederix membuntuti sang adik ipar. Ia bahkan ikut masuk ke dalam kamar. Kelly sedang berpegangan pada sofa dan mengatur napas.“Babe.”Kelly menoleh dengan wajah agak pucat. “Sakit, Brad.”Brandon menyiapkan bola besar untuk Kelly duduki. Lelaki itu memegangi istrinya yang duduk di atas bola dan ikutan mengatur napas .“Aku panggil Mommy Key, ya.” Frederix kemudian menghilang di balik pintu.“Sudah berapa lama kontraksinya, Babe?” Brandon yang bertanya, sambil mencoba menelepon dokter kandungan.“Sepuluh menit, tidak teratur. Kadang sakit, kadang tidak.”Tangan Brandon tak henti mengusap punggung Kelly. Ia bicara pada teleponnya dan menceritakan situasi Kelly pada dokter.Sambil bicara, Brandon lalu terlihat mengemasi tas dan mengambil dompetnya. Ia juga mengambil sepatu flat dan membantu Kelly menggunakannya.“Kita ke rumah sakit.” Brandon berkata setelah menutup teleponnya. “
Persalinan semakin dekat. Mansion Brandon kembali ramai dengan keluarga yang datang untuk menyambut si kembar tiga. Bahkan kakak-kakak dan keponakan-keponakan Kelly pun datang dan menginap di mansion.Beberapa hari ini para grandpa dan grandma masih sibuk di kamar bayi. Mereka meminta izin untuk mengatur dan menata kamar bayi. Kelly dan Brandon tentu saja tidak keberatan.Kelly duduk di sofa menyusui dan memperhatikan orang tua dan mertuanya. Mommy Keyna dan Mommy Florence sedang berdiskusi tentang aksesoris ranjang bayi tiga. Sementara Daddy William dan Daddy Donald lebih cepat menyelesaikan ranjang bayi satu dan dua.Hingga akhirnya keempatnya berkumpul di depan ranjang bayi tiga. Kelly menggeleng samar saat mereka begitu selektif.“Akh.” Keelly meringis dan mengatur napas.Mommy Keyna langsung mendekat. “Ada apa? Mereka bergerak bersamaan lagi?”“Kontraksi, Mom.” Kelly berdiri dan mencoba berjalan mondar-mandir dibimbing Mommy Keyna.“Bayi-bayi itu aktif sekali.” Daddy William mena
"Pagi, Brandon."Brandon menatap sekilas, lalu mengalihkan pandangan sambil memberi kode pada wanita yang baru datang itu untuk duduk di depannya.Kelly mengizinkannya bertemu Audrey tetapi berpesan untuk tidak berpandang-pandangan lama dengan wanita lain.Wanita cantik dengan tubuh ramping dan harum bunga jasmine itu mengangguk lalu duduk."Kelly bilang kamu mau bertemu?"Brandon tidak langsung menjawab. Ia memilih menu sarapan favorit di kafe untuknya dan Audrey. Bicara sambil makan akan membuatnya tidak perlu bertatapan dengan wanita tersebut."Ian menemuiku dini hari tadi dan menceritakan hubungan kalian." Brandon melirik jari manis Audrey yang terselip cincin berlian."Oh. Oke." Bingung berkomentar apa, Audrey hanya mengangguk dan menjawab singkat."Kamu mencintai Ian?" Kini, Brandon menatap tajam Audrey.Tidak memberi Audrey kesempatan menjawab, Brandon kembali berkata, "Aku rasa tidak, bukan? Rasanya terlalu cepat bagi kalian untuk jatuh cinta.""Tapi, kami serius ingin menikah
"Aku bisa jelaskan!" Ian membuntuti Brandon.Tengah malam, Eros menelepon Brandon dan mengabari bahwa Ian datang. Brandon mengira ada sesuatu yang genting, terpaksa meninggalkan Kelly di kamar.Dan sekarang saat ternyata Ian menemuinya hanya untuk membicarakan hubungannya dengan wanita di ranjangnya, Brandon segera membalik arah kembali ke kamar utama."Nggak perlu. Aku nggak mau tau, kok.""Ish... tapi aku mau cerita.""Nanti saja. Istriku sendirian di kamar."Brandon berjalan lurus meninggalkan Ian. Tapi, sahabatnya itu memang pantang menyerah."Wanita itu... Audrey!" Ian berteriak.Langkah Brandon terhenti. Dahinya berkerut saat membalik tubuh menghadap Ian."Audrey? Wanita yang katamu, sok cantik, sok pinter, sok paling tau, sok keren dan paling sombong di dunia itu?"Ian melipat bibirnya ke dalam dan mengangguk pelan."Wanita yang barusan berada di ranjangmu itu adalah wanita yang kamu benci?"Sekali lagi, Ian mengangguk.Hening sejenak. Brandon tampak berpikir sambil mengamati s