“Kau terluka?” River bertanya cemas usai melepas pelukannya.Entah mengapa mata pria itu tampak gemetar seolah dunianya akan direnggut. Dan Adeline tidak mengerti sama sekali.“Tidak apa-apa, hanya luka kecil. Ini tidak—”“Apanya yang tidak apa-apa?!” River lekas menyambar saat menyadari bekas darah yang ada di pelipis Adeline. “Kepalamu berdarah dan kau bilang itu luka kecil?!”“I-ini … ini sudah tidak sakit.”“Mereka bajingan gila. Kau tidak tahu betapa berbahayanya mereka. Mengapa kau menganggap enteng semuanya? Dan lagi, bukankah aku sudah memberimu cincin pelacak? Mengapa kau tidak memakainya?!” sahut River mengandung emosi.Reaksi pria tersebut tampak berlebihan bagi Adeline. Dan lagi-lagi itu memicu perasaan aneh dalam hatinya.“Maaf, aku tidak tahu kapan cincin itu hilang. Tapi aku sekarang kan baik-baik saja. Kau tidak perlu—”“Aku tahu lebih dari siapapun seberapa brengseknya mereka. Para bajingan itu tidak akan memberi ampun meski seseorang memohon sampai berlulut di depan
‘Oh, shit! Aku tidak bisa menyingkirkannya karena tangan wanita ini terluka,’ batin River mengumpat. Dia melirik sang istri, tapi tak tega jika harus mengusik tidurnya. Terlebih Adeline baru saja mengalami penculikan dan tubuhnya cedera. Namun, tiba-tiba saja wanita itu menyusupkan kepalanya ke pelukan River. Dia mencari kehangatan hingga tak sadar memeluk suaminya. ‘Aku sudah bilang tidak akan melakukan apapun padamu, tapi jika kau terus seperti ini, aku tidak janji untuk menahan diri, Adeline!’ Seringai berbahaya seketika muncul di bibir River. Sampai esok hari, River dikejutkan dengan jubah tidur yang dia pakai terbuka lebar, menyisakan dada bidangnya yang menawan. Talinya porakporanda karena agaknya Adeline terus menariknya selama tidur. ‘Dasar, kucing kecil! Kau memang sesuatu, Adeline. Bagaimana bisa kau sangat liar padahal tanganmu masih sakit?’ River bergeming saat berpaling ke arah istrinya yang masih lelap. Tatapannya tak sengaja jatuh pada busungan payudara wanita itu.
“Kau setuju menikah denganku, artinya kau milikku!” River mendengus dengan tatapan tajam.Auranya yang kuat sangat menekan Adeline, hingga wanita itu merasa oksigennya diserot habis.Dengan manik gemetar, Adeline pun menyambar, “aku bukan milikmu. Aku memang istrimu, tapi hanya di atas kertas!”“Tidak dalam kamusku. Kau adalah orangku, Adeline. Aku berhak atas dirimu walau pernikahan ini palsu!” River bersikeras menentang.Adeline seketika menyatukan alisnya, tapi belum sempat menyahut, mulutnya dibuat bungkam saat jari telunjuk River tiba-tiba menyentuh bibirnya.“Jangan bicara dan dengarkan aku,” tutur pria itu dengan nada mendominasi. “Meski pernikahan kontrak mau itu satu tahun, satu bulan ataupun satu minggu, kau tetap milikku, Adeline!”Sungguh, kabut emosi kini naik ke wajah Adeline. Tapi dia terpaksa menahan ocehan ketika River mulai mengusap bibirnya penuh hasrat. Bahkan tanpa sopan, ibu jari pria itu menyusup ke sela mulut Adeline.“Bibir, mata, wajah dan tubuhmu ada dalam k
River masuk ke ruang dokter untuk mendengar penjelasan. “Maaf, saya harus menghubungi Anda karena keluarga beliau sedang ke luar negeri,” tutur sang Dokter ketika duduk di ruangannya. “Tidak masalah. Saya juga walinya, jadi Anda bisa menghubungi saya kapanpun.” River membalas tanpa ragu, tapi ada getaran di matanya. “Sebenarnya apa yang terjadi padanya?” “Beberapa bulan terakhir kondisi Nona cukup baik, tapi hari ini beliau hilang kendali, bahkan nyaris mengakhiri hidupnya,” tukas Dokter itu yang sontak membuat dada River terasa nyeri. Sungguh, luka lama yang berusaha River pendam, kini mencuat seolah merobek jantungnya. Namun, belum sempat dia menimpali, Dokter itu Kembali berkata, “seperti yang Tuan Reiner ketahui, Nona telah mengalami hal paling mengerikan sepanjang hidupnya. Itu bukan hanya kecelakaan, tapi insiden traumatis yang bisa membuatnya kambuh kapan saja.” River bungkam, wajah tampannya kini berubah pucat. Dia tahu benar kejadian itu sangat memilukan, sampai-sampai m
“Ponsel?” Adeline mengerutkan keningnya saat melihat isi paper bag yang diberikan Siegran.“Benar, Nyonya. Tuan River memberikan ini untuk mengganti ponsel Anda yang hilang,” balas Asisten River tersebut. “Lalu, Tuan River juga meminta Anda tetap istirahat sampai cedera Anda sembuh.”Wajah Adeline seketika berubah muram, tak senang dengan perintah itu.“Katakan pada Tuanmu, aku mudah bosan. Aku tidak bisa menjadi pajangan yang diam dan patuh padanya!” Adeline menyahut sinis.Dia berniat pergi, tapi Siegran segera menghalangi.“Mohon maaf, Nyonya Adeline.”“Siegran, aku tidak ingin berkata kasar padamu.” Adeline menyeringai, ada ancaman di dalam ucapannya. “Menyingkirlah, lagi pula dia kan bisa memantau ke mana pun aku pergi.”“Maaf, Nyonya. Saya hanya menjalankan perintah Tuan River,” balas Siegran tetap setia pada Tuannya.Adeline mulai kesal dan memutar bola matanya.“Dia saja bebas pergi ke manapun, bahkan tidak pulang semalaman! Mengapa aku harus menurut padanya dan diam di rumah?
Semua orang berpaling ke arah wanita yang baru masuk ruangan River. “Bibi Anne?” River pun menyatukan alisnya. Ya, Lariat Anne-sahabat ibu River itu datang dan membuat setiap pasang mata heboh. “Hei, apa maksud Anda, Nyonya Lariat?!” Caesar menggeram marah. Alih-alih langsung menjawab, Anne malah berjalan menuju mereka. Dia menatap Caesar amat sinis dan lantas berkata, “Anda pasti tahu kalau Bianca berbohong, tapi Anda melindunginya karena dia putri Anda.” “Jaga bicara Anda, Nyonya Lariat. Bianca tidak pernah berbohong. Apa salah putri saya sampai Anda memfitnahnya, hah?!” sahut Caesar meninggikan nadanya. Bukannya menjelaskan, Lariat Anne malah meringis. Sejak tadi dia berusaha menahan tawanya, tapi akhirnya meledak juga setelah mendengar gertakan Caesar. “Astaga, Tuan Caesar Oilis. Rupanya Anda tidak mengenal putri Anda sendiri. Jika memang Bianca yang menyelamatkan River, apa Anda punya bukti?!” dengus Anne menaikkan sebelah alisnya. “Bahkan wanita itu berenang sangat buruk.
Wajah Freya berubah pucat begitu melihat River. Dia tersentak hingga membuat kuas yang digenggamnya jatuh ke tanah. River segera mengambil kuas itu, lalu meraih tangan Freya seraya berkata, “kau harus hati-hati.” Namun, wanita tersebut lekas menarik tangannya secapat kilat seolah River membawa penyakit menular. Mata wanita itu memerah dan ekspresinya berubah ketakutan. “Freya?” River kembali memanggil. Tapi Freya sontak menjerit, “argh! Pergi ... jangan menyentuhku. Pergi dariku, jangan sentuh aku … kau jahat! Kau pria jahat!” Wanita itu tiba-tiba histeris sambil menutup telinga. Matanya pun terpejam dan berusaha menjauh dari River seolah pria itu akan menyakitinya. “Tidak, Freya. Aku bukan orang jahat. Lihat, aku. Aku Reins,” River berkata lirih, berupaya menenangkan wanita tersebut. Tapi ketika dia coba mendekat, Freya malah semakin histeris dengan tubuh gemetar ketakutan. “Argh, pergi!” Freya memekik kencang. Dan saat itu juga, beberapa suster langsung mendatanginya. “Tuan
‘Bu-bukankah dia putri pemilik Bank Dehan?!’ Mata Adeline gemetar saat mengenali sosok wanita yang jatuh di hadapannya.Adeline membeku, tapi Siegran bergegas menariknya keluar seraya bertanya, “Anda baik-baik saja, Nyonya?”Asisten River itu panik, tapi Adeline tak menjawab, mulutnya sangat berat karena masih terkejut. Siegran pun membawa Adeline menjauh dari sana, saat orang-orang mulai berkerumun untuk melihat wanita yang jatuh tadi. Mereka saling berbisik dengan wajah tegang.‘Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Mengapa dia tiba-tiba jatuh?’ batin Adeline dalam hati.Seingatnya, putri pemilik Bank Dehan itu memang depresi setelah mengugurkan bayinya, karena Ludwig dan Alfred tidak mau bertanggung jawab.Di tengah huru-hara, tatapan Adeline tersita pada Mickey yang berdiri di kejauhan. Lelaki itu memandangi mayat putri pemilik Bank Dehan de