“Argh!” Erangan lolos dari mulut Ludwig ketika peluru tenggelam di lengan kirinya.Seketika itu pistol yang dipegangnya pun jatuh.“Argh, brengsek!” umpatnya meraung karena kedua lengannya kebak peluru. “Siapa bajingan yang berani ….”Ludwig meredam ucapannya saat menoleh ke arah orang yang menembaknya. Maniknya membesar begitu melihat Johan di sana.“E-ergy?! Kenapa kau ada di sini, hah?! Sudah aku bilang kau harus … ugh!”Ucapan Ludwig terpotong saat Johan melesatkan pelurunya ke paha kanan Ludwig. Pria itu sontak ambruk dengan sebelah kakinya.River yang sudah lemas, kini tercengang karena putranya tiba-tiba datang.“Jo-johan? Bagaimana kau bisa ke sini?” gumamnya lemah.Johan melangkah masuk. Dia hanya melirik River tajam, lalu membuang pandangan ke arah Ludwig.“Argh, sialan!” Ludwig mengumpat dan berusaha meraih pistol yang tadi dijatuhkannya.Namun, belum sempat menyentuhnya, Johan malah menginjak tangannya.“Bajingan sialan! Singkirkan kakimu sebelum aku membantainya!” dengus
*** “Tuan River akan baik-baik saja, Nyonya. Saat ini beliau sedang tidur,” tutur Dokter Richard begitu keluar dari kamar River. Ya, malam itu Siegran buru-buru memanggil dokter Richard untuk ke mansion Devante. Beliau bergegas datang usai mendengar River terluka. “Terima kasih sudah menyelamatkan suami saya, Dokter.” Adeline menarik napas sesak, lalu bertanya, “apa saya boleh melihatnya?” “Silakan, Nyonya Adeline,” balas sang Dokter yang lantas menyingkir dari pintu. Adeline pun masuk, jantungnya serasa ditusuk jarum saat melihat River terkulai lemah di ranjang. Dirinya mendekat, duduk di pinggir ranjang seraya merengkuh tangan pria itu. “Kau pasti kesakitan,” tuturnya dengan alis menyatu. “River, maafkan aku. Ludwig melukaimu karena dia dendam padaku. Ini salahku. Maaf karena aku hanya memberimu luka.” Tangannya menjulur, membelai wajah tampan suaminya yang tak pernah pudar meski semakin tua. “Ke depannya, kau tidak boleh terluka tanpa seijinku,” bisik Adeline semba
*** “Sebaiknya kau istirahat. Lihat, lukamu saja belum sembuh.” Adeline menggerutu saat membantu River mengenakan jas hitamnya. “Aku harus hadir, Adeline. Aku ingin mengantar Dieter untuk terakhir kalinya,” sahut pria itu bersikeras. Ya, River selalu mengadakan upacara pemakaman yang layak untuk setiap anak buahnya yang gugur. Termasuk Dieter sekalipun. Semua orang berpikir Dieter kehilangan nyawa saat melindungi River dari Ludwig. Dan River tak berniat memberitahu pengkhianatan asistennya itu sekarang. River mengernyit saat jasnya tak sengaja menggores lengannya yang cedera, karena peluru yang mengenai tangannya. “Ah, maaf. Kau tidak apa-apa?” tukas Adeline cemas. River tersenyum tipis seraya menjawab, “tidak apa, ini tidak sakit. Aku kan sekuat Thor!” “Cih!” Adeline mendesis dan kembali membantu pria itu. “Anak-anak akan ikut. Aku meminta Siegran satu mobil dengan mereka.” Alih-alih menyahut, River malah merengkuh lengan Adeline dan memandu sang istri menatapnya. “Ada apa?”
***“Apa kau tidak masalah pergi ke pantai?” Adeline bertanya cemas. Dia tahu River punya trauma dengan lautan.Sang pria yang kini memeluknya di ranjang pun membuka mata.“Laut tidak membuatku takut sejak bertemu denganmu, Adeline,” bisiknya.Mendengar itu, Adeline pun tersenyum. Dirinya memang melihat River berulang kali melawan traumanya.“Jenny sangat ingin melihat laut. Anggap saja ini sebagai perayaan ulang tahunku juga,” sambung River merengkuh tubuh Adeline lebih erat.“Hah … kau memang keras kepala,” sahut Adeline mendesah.“Tapi kau menyukainya ‘kan?” River menyambar seiring sebelah alisnya yang terangkat.“Cih! Siapa yang bilang?!” Adeline membalas dengan senyum tertahan.River menyeringai melihat wajah wanita itu memerah. Dia pun membelainya dan lantas mendaratkan kecupan mesra di bibir Adeline.Hingga esok harinya di akhir pekan, mereka pun pergi ke vila keluarga Herakles di Flo Marina. Siegran dan beberapa anak buah River ikut ke sana untuk menjaga keamanan mereka.Begit
***San Pedro, musim semi.“Besok hari minggu, apa kalian mau ikut Nenek ke mansion Herakles? Kakek punya burung baru di kebun Turmalin,” tutur Anais sambil memangku Jennifer yang berusia lima tahun.Anak kecil yang semula asik memakan lolipopnya, langsung mendongak pada Anais. “Burung baru? Kali ini warnanya apa, Nenek?”Jenson yang mendengarnya langsung menyahut, “apa burungnya besar?”“Kalian akan tahu setelah melihatnya langsung!” sahut Anais sengaja membuat dua cucunya penasaran.Jennifer seketika turun dari pangkuan Anais. “Nenek, aku mau melihatnya!”Anak itu berpaling pada saudara laki-lakinya dan melanjutkan, “Jenson, ayo kita ikut Nenek dan lihat burungnya!”“Bilang pada Mommy jika kalian mau ikut Nenek. Jika Mommy mengijinkan, kalian bisa menginap 3 hari di mansion Herakles,” sahut Anais berbisik.“Ini seru. Aku akan meminta Kakek bermain di kebun Turmalin!” tukas Jenson antusias.Bocah itu menoleh pada adiknya dan berkata, “Jenny, ayo kita minta ijin Daddy dan Mommy!”Dia
“Senang bertemu Anda, Nona Nancy,” tutur River begitu menarik diri.Adeline seketika berpaling saat mendengarnya.‘Ah … jadi dia senang bertemu wanita seksi ini, ya? River Reiner, aku baru tahu ternyata seleramu mengejutkan!’ batin Adeline menatap tajam.River menyadari istrinya terganggu, tapi dia harus tetap menjaga sopan santun di depan Nancy.Wanita seksi itu menjulurkan tangannya membelai wajah River seraya berkata, “Anda datang untuk liburan?”River mencekal tangan Nancy dan tersenyum dingin. Tanpa ragu, dia merengkuh pinggang Adeline agar mendekat padanya.“Benar, Nona. Saya sedang liburan bersama istri saya-Adeline!” tukas pria itu tegas.Nancy menatap Adeline dari atas sampai bawah. “Menarik, istri Anda sangat cantik, Tuan Reiner.”“Terima kasih, saya sering mendengarnya!” sambar Adeline yang menjawab impulsive.Nancy seketika menyeringai, dia menawarkan jabatan tangan seraya berkata, “saya Nancy Weber!”“Adeline Herakles!” sahut istri River itu meraih tangan Nancy.Alih-alih
*** San Pedro, musim panas. “Maaf, Nona. Seseorang mengirimkan ini untuk Anda,” tutur Kepala Pelayan sembari menyerahkan karangan mawar merah muda pada Jennifer. “Benar itu untukku?” Jennifer menyahut heran.Biasanya kiriman bunga atau hadiah yang datang padanya, sebenarnya untuk Jenson. Ya, para gadis kerap menitipkannya pada Jenny dan meminta gadis itu menyerahkannya pada Jenson. “Kurir bilang ini untuk Nona Jenny,” sahut Kepala Pelayan tadi. Jennifer pun meraih bunga itu. Dia langsung mengambil catatan kecil yang terselip di antara bunga. [Bukankah bunganya cantik? Aku tidak sengaja melihat bunga ini dan ingat dirimu, Jenny. Aku menikmati dansa kita malam itu. Lionel] “Ah ….” Jennifer menyeringai saat membaca isi catatan tersebut.Dan itu membuat semua orang di meja makan jadi penasaran. “Siapa yang mengirimkannya, Sayang?” Adeline bertanya. “Lionel, Mommy,” sahut putrinya itu santai. Namun, semua orang malah mengernyit. Bahkan Johan langsung menghentikan tangannya yang s
Hello, my lovely readers!Inura Lubyanka menyapa. Ah iya, di dunia kepenulisan teman-teman juga ada yang panggil aku Rara. Kakak-kakak pembaca boleh panggil aku senyamannya.Bagaimana kabar kalian semua? Semoga baik-baik aja, yah. Aku harap di mana pun berada, kalian selalu jaga kesehatan dan dikelilingi orang-orang yang baik.Sebelumnya aku sangat berterima kasih pada kakak-kakak pembaca yang sudah antusias dengan cerita “Terjerat Hasrat Suami Kontrak”.Novel yang mengusung kisah River Reiner dan Adeline Daniester ini sangat berkesan bagi aku. Walau mungkin banyak kekurangan, tapi aku sangat senang menulis buku ini. Karena buku ini, aku bisa menuangkan semua isi kepala dan itu membuatku lega.Jujur, aku sangat jatuh cinta pada karakter River Reiner. River adalah putra Jade Herakles dari buku “Istri Pungut Sang Pewaris”. Dan aku sengaja membentuk karakter River berdasarkan apa yang diinginkan Jade.Ya, River punya segalanya. Dia pewaris, konglomerat generasi ketiga. Meski punya privil
Saat itulah Rachel naik ke lantai atas dan menghampiri Ashley. Dia berhenti di hadapan adik tirinya, lalu mengibaskan tangannya, memberi kode untuk minggir.Namun, dengan keras kepala Ashley tetap di tempatnya. Lagi pula ini rumahnya, ini kamar miliknya!“Aish … adikku, kau tidak mau pergi?” Rachel berkata sambil menaikkan sebelah alisnya.“Siapa yang kau sebut Adik, hah?!” Ashley menyahut sinis. “Apa kau tidak malu? Kau dan ibumu bisa masuk ke mansion ini karena belas kasih ayahku. Tapi sekarang, kau ingin merebut milikku?!”Alih-alih menyahut langsung dengan kata-kata, Rachel justru mengikis jarak dari Ashley. Dia semakin dekat, tapi Ashley tetap mengangkat dagunya tanpa gentar. Dan tiba-tiba saja, Rachel langsung menjambak rambut Ashley amat kuat, sampai-sampai gadis itu mendongak kesakitan.“Argh! Apa yang kau lakukan?!” Ashley mendengus kesal.Rachel semakin keras menarik rambut Ashley seraya menimpali. “Panggil aku Kakak!”“Siapa kau berani memerintahku?!” sambar Ashley berang.
“Rachel, tidurmu jadi terganggu, ya?” Rose berujar sambil mendekati gadis rambut pirang tersebut.“Mommy, apa yang terjadi?” Rachel melangkah ke arah pelukan Rose.Matanya memicing pada Ashley. Alisnya pun mendapuk, seolah jijik dengan penampilan Ashley yang berantakan. Apalagi pipinya tampak merah, bekas tamparan keras Derek.“Dia siapa, Mommy?” Rachel bertanya heran.“Ah … d-dia Ashley. Saudara—”“Dia adik tirimu!” Derek menyambar sebelum ucapan Rose tuntas.Namun, kalimat singkat itu sontak memicu Ashley membelalak bingung. Dia bahkan bungkam beberapa saat, berharap salah dengar. Akan tetapi raut wajah sang ayah tak menunjukkan candaan.“Hah! Apa yang Ayah katakan? Adik tiri?!” Ashley memastikan dengan leher tegang.Belum sampai Derek membenarkan, Rose dengan hati-hati berkata, “maaf, Ashley. Ibu terlambat memberitahumu, ya? Ini Rachel, kakak tirimu. Karena kita sudah menjadi keluarga, jadi Rachel akan tinggal di sini juga.”Mendengar itu, dada Ashley langsung berkobar. Satu siluma
“Asley, bagaimana kau bisa jadi seliar ini? Sejak kapan ayah mengajarimu minum alkohol? Apalagi main bersama lelaki berandalan, hah?!” Derek memberang penuh amarah.Sang putri yang tak mengerti dengan sikapnya, kini tertegun.“A-ayah … sepertinya Ayah salah paham. Aku memang ada di bar untuk ker—”“Kau masih berani membantah?!” Derek langsung menyambar sebelum ucapan Ashley tuntas.Gadis itu melangkah lebih dekat, berusaha menjelaskan agar ayahnya jadi tenang. Namun, Derek dengan geramnya menyambar beberapa lembar foto dari nakas belakangnya, lalu melemparkan pada Ashley.Manik Ashley sontak berubah selebar cakram saat melihat potret dirinya yang tengah pingsan, sedang berada di antara dua pria yang memegang botol alkohol.“Hah! A-apa ini?!” Ashley menegang.Dia tahu foto itu rekayasa. Pasti Rose yang membuatnya. Tapi tetap saja Ashley sangat merinding sebab pria-pria tadi adalah dua orang yang sebelumnya menyekap Ashley di gedung tua. Sial, sensasi empedu seperti naik ke tenggorokan
*** “Buka pintunya!” titah seorang lelaki berbadan gempal yang membawa nampan makanan. Rekannya yang memiliki tato ular di lehernya, melirik bubur di nampan itu.“Apa dia bisa memakannya?” tanyanya.Lelaki gempal tadi menaikkan sebelah alisnya seraya menimpali, “siapa yang peduli? Yang penting kita sudah memberinya makanan. Kalau dia tidak mau makan, ya sudah. Mati saja sana. Itu lebih memudahkan pekerjaan kita.”Temannya tadi menarik seringai miring dan lantas membuka kunci pintu ruangan Ashley disekap. Di sana, gadis itu tampak pucat sebab sudah sehari dua malam ini perutnya tidak terisi makanan atau minuman. Dia memicing tajam saat dua lelaki mendatanginya. Lelaki bertato ular tadi melepas tali yang mengikat tangan dan kaki Ashley pada pilar. Begitu bebas, gadis itu seketika ambruk karena seluruh tubuhnya lemas. Lelaki gempal pun menyodorkan nampan makanan pada Ashley. “Makanlah jika kau masih mau hidup!”Alih-alih senang, Ashley justru menampik nampan tadi hingga mangkok bubu
“Putraku. Golongan darah putraku dan River sama,” ujar Adeline diliputi tegang. Tenaga medis di hadapannya pun menimpali, “mohon maaf, apa maksudnya putra Anda yang juga terluka dan datang bersama Tuan River? Kondisinya tidak memungkinkan jika melakukan tranfusi darah saat terluka, Nyonya.” “Tidak. Adiknya, saudara kembar Jenson. Aku akan membawa saudara kembar putraku ke sini,” sahut Adeline menjelaskan. Ya, tak ada pilihan lain yang cepat selain meminta bantuan Johan. Akhirnya Adeline menghubungi pemuda tersebut dan memintanya datang ke rumah sakit. Usai menunggu beberapa waktu, Johan pun tiba. Dia bergegas mengikuti perawat untuk mendonorkan darahnya pada River. “Johan,” tutur Adeline memanggil sang putra yang baru datang. “Mommy, bagaimana keadaan Daddy dan Jenson?” tanya pemuda tersebut. Dengan ekspresi tegang, Adeline pun menimpali, “mereka baru saja memindahkan Jenson ke ruang rawat, tapi Daddy sangat membutuhkanmu sekarang.” “Mommy tenang saja, saya sudah di sini. Daddy
Jennifer menoleh ke belakang saat suara langkah itu tak lagi terdengar. ‘Apa tadi hanya perasaanku?’ gemingnya mengerutkan kening. Tatapannya terus waspada, lalu kembali melangkah menuju lokernya. Namun, ketika dia berjalan beberapa langkah, suara tadi kembali menggema seakan mengikutinya. Jennfer terhenti dan detik itu juga tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. “Hah!” Jennifer tersentak. Gadis itu dengan cepat berbalik dan langsung memukul lengan orang yang menyentuhnya. Dia hendak merengkuh punggung orang tersebut, lalu membantingnya. Akan tetapi, orang tadi malah mencekal tangan Jennifer, bahkan meraih pinggang gadis itu dan merapatkan pada tubuhnya. “Reflek yang bagus, gadisku,” bisik suara seorang pemuda. Jennifer mendongak. Di tengah kegelapan itu, dia menajamkan pandangan dan baru mengenali wajah orang di hadapannya. “Lionel?” katanya. “Apa aku mengejutkanmu?” sahut pemuda tersebut. “Ck!” Jennifer mendecak dan lantas mendorong Lionel menjauh darinya. Tapi pemuda itu kem
‘Hah! A-apa yang aku dengar?!’ batin Adeline tertegun.Ponsel yang digenggamnya pun jatuh. Dia nyaris tak percaya dengan pendengarannya, tapi suara yang memanggilnya sangatlah jelas. “Tidak mungkin! I-ini … tidak mungkin. Bajingan itu kembali?” gumamya terserang tegang.Bayangan wajah pria pemilik suara itu memenuhi kepala, hingga membuat napas Adeline tercekat. Sementara Johan yang semula berdiri di dekat jendela, kini langsung menghampiri sang ibu di tepi ranjang. Dia tampak cemas melihat Adeline terserang panik.“Mommy? Ada apa? Mommy baik-baik saja?” Pemuda itu bertanya.Adeline tak langsung menyahut. Bahkan dia seperti tak mendengar ucapan putranya. Johan pun menyentuh bahu wanita itu seraya berujar, “Mommy?”“Ah?!” Adeline akhirnya tersadar. “Johan, Mommy tidak apa-apa.” Wanita itu melanjutkan disertai senyum.Akan tetapi Johan tahu sang ibu tersenyum paksa. Dia melirik layar ponsel yang terjatuh ke ranjang, tapi Adeline buru-buru meraihnya dan membalik layarnya agar sang pu
S2: Aku Harus Memastikannya “Tuan River!” Terdengar suara lelaki memekik kencang. Itu anak buah River. Dia bergegas naik ke tangga dan menghampiri sang tuan. “Tuan River!” Lelaki itu membelalak saat melihat luka tembak dan darah yang mengalir dari perut River. “Tuan, bertahanlah. Kami akan membawa Anda ke rumah sakit!” Anak buah tersebut merengkuh River karena api dari ledakan di lantai dua mulai menyebar. Alih-alih langsung menurut, River malah menahan tangan anak buahnya tersebut. Dengan tatapan gemetar, pria itu bertanya, “Jenson. D-di mana Jenson? Apa kalian menemukannya?” “Ya, Tuan. Kami menemukan Tuan Muda Jenson jatuh dari atap,” sahut anak buah tersebut yang sontak memicu River melebarkan maniknya. “Tapi Anda tenang saja, Tuan Muda Jenson akan baik-baik saja. Beliau tidak terluka parah.” Mendengar itu, kecemasan River tak terkikis banyak. Dia tak akan lega sampai melihat kondisi sang putra dengan mata kepalanya sendiri. “Aku harus memastikannya!” tukas River penuh tekad
“Kau?!” Sorot Mata River bertambah tajam saat melihat sosok di balik masker hitam itu.Dia nyaris tak percaya, tapi wajah lelaki di hadapannya benar-benar jelas.“Apa kabar, Sepupu?!” ujar Frederick tersenyum miring.Ya, laki-laki itu memanglah Frederick Chen. Sepupu River yang lama koma akibat kecelakaan hebat sembilan belas tahun lalu. River tak tahu kapan Frederick sadar. Sudah lama dia tak mendengar kabarnya, karena Leah-nenek River telah memindahkan Frederick ke rumah sakit lain tanpa sepengetahuan orang lain.“Padahal aku merindukan Princess, tapi kau malah datang dengan tikusmu. Aku benar-benar kecewa!” Frederick melanjutkan sambil menaikkan kedua alisnya.Alih-alih langsung menyambar, River justru menekan cengkeraman lebih kuat di leher Frederick. Amukannya seketika membengkak saat sepupunya itu menyinggung sang istri.“Ugh ….” Napas Frederick sangat tercekat, tapi River tak peduli.“Kau! Berani sekali muncul di hadapanku lagi. Harusnya saat itu aku membunuhmu!” tukas River de