“Ada yang tertembak!” Seseorang memekik.Beberapa orang di luar rumah sakit langsung heboh. Mereka panik dan mencari perlindungan bersama orang terdekat.River pun mendekap Adeline erat, tapi maniknya sontak melebar saat melihat Siegran ambruk dengan dada bersimpah darah.“Siegran!” tukas River terkejut, begitu pun dengan Adeline.Mereka menghampiri Siegran yang tampak kesakitan.Ya, sebelumnya Siegran tak sengaja melihat pria misterius mengarahkan pistol pada Adeline. Dalam waktu sesingkat itu, dia menghalangi tembakan yang harusnya mengenai sang nyonya.River merengkuh Siegran. Netranya memindai sekitar dan tak sengaja melihat mobil mencurigakan melesat kencang.‘Sialan!’ gemingnya mengumpat tajam.Dia memastikan Adeline di sampingnya, lalu berpaling lagi pada Siegran yang mengernyit sakit. Jelas sekali dia kehilangan banyak darah, karena peluru itu mengenai dada kirinya.“Bertahanlah!” River berkata tegas.Orang-orang berkumpul. Beberapa perawat datang dan langsung menghampiri mere
“Kami menemukannya di Danau Atitlan,” sahut Dieter dari seberang.Dia adalah bawahan Siegran yang sama loyalnya pada River. Mendengar rekannya tertembak, Dieter dan beberapa antek lain langsung melesat ke danau itu meskipun tengah malam.“Mobil itu tenggelam di danau, kami mendereknya dan menemukan seorang lelaki tewas di dalamnya, Tuan.”Alis River berkedut mendengar laporan itu. Tangannya pun mengepal geram karena kutu pengganggunya berani mati tanpa seijinnya.Dengan gigi terkatup, River pun bertanya, “siapa dia?!”“Sepertinya dia mantan anggota geng. Saya ingat dia pernah masuk penjara karena kasus pembantaian buruh pabrik. Sudah lama dia kabur dari penjara, Tuan, karena itu dia masuk daftar buronan, tapi ….” Dieter menjeda ucapnya.“Teruskan!” River berkata tegas. “Saya pikir dia juga dibunuh, Tuan!” sambar Dieter yang seketika membuat River mengernyit.Belum sempat River menyahut, Dieter kembali berkata, “saya menemukan bekas luka di lehernya. Kemunginan besar seseorang melenya
Adeline segera menutup telepon. Wajahnya menegang dan langsung memblokir nomor tak dikenal itu.‘Tidak! Aku pasti salah dengar. Mustahil dia kembali!’ batinnya dengan manik gemetar.Adeline tak bisa mengambil risiko jika masa lalunya kembali mengusik. Terlebih kini dia sedang hamil, wanita itu tak mau sesuatu yang buruk terjadi. Hingga dia memilih menghindari masalah.Adeline pun melirik dokumen yang berisi data-data tamu undangan hotel di mejanya. ‘Ya, ada yang lebih penting sekarang.’Dirinya lantas menghubungi manager hotelnya untuk menyiapkan undangan khusus bagi para tamu spesial.Malamnya, River pulang lebih cepat. Setelah insiden penembakan, dia selalu gelisah meninggalkan Adeline sendiri. Dia yang biasanya gila kerja, kini ingin cepat-cepat menemui istri dan menyapa bayi dalam kandungan Adeline.Namun, saat pria itu melihat wajah Adeline, dia merasa ada sesuatu yang wanita itu tutupi. Dia yang baru saja mandi dan masih mengenakan bathrope, menghampiri Adeline yang duduk di dep
River berlari ke podium dan langsung mendorong sang istri menjauh. Beruntung lampu gantung itu ambruk tanpa mengenai mereka.“Adeline, kau tidak apa-apa?!”River memeluk Adeline saat tersungkur, tapi sialnya perut Adeline yang menatap lantai, kini terasa sakit. Wanita itu mengernyit sembari memegangi perutnya.“Adeline?” River mulai panik.“Ah … River, perutku sakit.” Adeline merintih yang sontak membuat sang suami buncah.Amber dan tamu-tamu yang terkejut melihat insiden jatuhnya lampu gantung itu, kini berkerumun mendekati Adeline.“Adeline, kau baik-baik saja?!” Amber bertanya cemas.Namun, Adeline tak menjawab. Wajah wanita itu pucat dan terus merintih.Tanpa membuang waktu, River pun mengangkat Adeline dan langsung membawanya menuju mobil. Amber dan Siegran buru-buru menyusul. Asisten River itu membuka pintu mobil, lalu beralih ke bagian kemudi untuk segera melesat ke rumah sakit.Di kursi sebelah Siegran, Amber tampak panik. Maniknya berkaca-kaca saat menilik Adeline yang kesaki
‘Sialan! Dia menelan racun!’ batin Dieter geram.Dirinya berpaling ke arah rekannya, lalu berkata, “panggil ambulance, dia tidak boleh mati!”Ya, lelaki bertindik itu sepertinya memang ada kaitannya dengan kecelakaan Adeline. Dieter harus mengoreknya. Tapi sialnya, racun yang sengaja ditelan lelaki bertindik tersebut cukup mematikan. Usai mengejang dan mulutnya berbusa hebat, dia langsung tewas!“Astaga! Apa dia benar-benar meninggal?!” Seorang tamu menjerit.Tamu lainnya tersentak dan menyahut, “ada yang meninggal! Ada apa dengan acara ini? Ini membuatku merinding!”Tangan Dieter mengepal geram. Dia yang semula menyangga lelaki bertindik tadi, kini merebahkannya di lantai.‘Brengsek! Dia sengaja bunuh diri sebelum aku menginterogasinya!’ batin Dieter kesal.Sungguh, kejadian ini mirip insiden bulan lalu. Ketika Adeline nyaris tertembak, ada seseorang yang sengaja mati demi menutupi dalang di balik ini semua. Dan lagi-lagi, dalang itu begitu cerdik karena tidak meninggalkan petunjuk.
“Anda bilang apa? Bayi saya hilang?!” tukas River dengan wajah mengeras.Ekspresi suster yang datang ke ruang rawat Adeline semakin buncah. “Kami benar-benar mohon maaf.”River menatap Adeline yang masih terpejam, lalu berkata pada Suster. “Tolong jaga istri saya sebentar. Saya akan memanggil anggota keluarga saya.”Pria itu bergegas keluar. Langkahnya berapi-api saat dia menelepon Jade.“River?” Jade bicara dari seberang.“Apa Daddy sudah jauh?” River bertanya.“Katakan saja ada apa?” sahut sang Ayah mencium masalah.Rahang River mengeras saat berkata, “salah satu bayiku hilang!”“Apa? Maksudmu bayimu diculik?!” ujar Jade menyimpulkan.Anais yang duduk di kursi mobil samping pengemudi, langsung terbelalak. Dia menoleh pada suaminya dengan wajah cemas.“Apa yang terjadi?” tanya Anais, tapi Jade masih terdiam mendengarkan River bicara di telepon. “Jade, katakan padaku ada apa?!”“Johan diculik!” sahut Jade dengan gigi terkatup.“Di-diculik?!” Manik Anais bertambah lebar.“River meminta
*** “Adeline? Kau sudah sadar?” tukas Anais saat melihat menantunya mengedutkan alis. Ya, Adeline perlahan membuka mata. Dia masih sangat lemas, sekujur tubuhnya tak berdaya. “Mommy ….” Adeline memanggil lirih. Dia melirik perutnya yang sekarang datar. “Ah … bayiku?” Anais memegang bahu Adeline lembut, lalu berkata, “bayi-bayimu selamat. Kau melahirkan secara prematur dan Dokter menempatkan mereka di inkubator.” Mendengar itu, Adeline langsung lega. Dia ingat saat memberi sambutan di acara ulang tahun Picasso Hotel, lalu tiba-tiba lampu gantung di atasnya jatuh. “Mommy, di mana River?” tanya Adeline memindai sekitar, tapi tidak melihat suaminya. “Ah, dia keluar mengurus pekerjaan. Apa kau butuh sesuatu?” sahut Anais. Namun, belum sempat Adeline menjawab, pintu ruang rawat itu pun terbuka dan River muncul. “Adeline!” Pria itu menyeru antusias dan langsung menghampiri istrinya. River membelai kepala Adeline mesra, lalu berkata, “apa yang kau rasakan? Masih sakit?” “Aku hanya
“Adeline, sejak kapan kau di sini?” River bertanya datar.Tanpa menjawab, sang istri justru masuk ke ruang kerjanya. Dia menghampiri Siegran alih-alih River.“Siapa Johan?” Adeline bertanya tepat di hadapan asisten River tersebut.Dia sengaja melakukannya agar Siegran jujur, tanpa bisa bersekongkol dengan River.“Adeline, aku akan menemuimu setelah bicara dengan Siegran,” tukas River, tapi Adeline tak menggubrisnya.Itu membuat Siegran kian bingung. Sudah jelas River melarangnya membicarakan Johan di depan Adeline.“Katakan, Siegran!” Adeline mendesak.Dia bersikeras sebab samar-samar mendengarkan mereka bicara tentang bayi. “Adeline.” River pun meraih tangan istrinya.Wanita itu menoleh dengan ekspresi dingin. “Aku masih bicara dengan Siegran.”“Siegran sedang sibuk. Dan dia hanya akan menuruti ucapanku,” sahut River dengan sorot tenang, tapi nadanya mengandung tekanan.Adeline seketika menyeringai tipis. “Itu semakin membuatku curiga.”“Istriku, kau tahu aku tidak mungkin membohong