“Adeline, sejak kapan kau di sini?” River bertanya datar.Tanpa menjawab, sang istri justru masuk ke ruang kerjanya. Dia menghampiri Siegran alih-alih River.“Siapa Johan?” Adeline bertanya tepat di hadapan asisten River tersebut.Dia sengaja melakukannya agar Siegran jujur, tanpa bisa bersekongkol dengan River.“Adeline, aku akan menemuimu setelah bicara dengan Siegran,” tukas River, tapi Adeline tak menggubrisnya.Itu membuat Siegran kian bingung. Sudah jelas River melarangnya membicarakan Johan di depan Adeline.“Katakan, Siegran!” Adeline mendesak.Dia bersikeras sebab samar-samar mendengarkan mereka bicara tentang bayi. “Adeline.” River pun meraih tangan istrinya.Wanita itu menoleh dengan ekspresi dingin. “Aku masih bicara dengan Siegran.”“Siegran sedang sibuk. Dan dia hanya akan menuruti ucapanku,” sahut River dengan sorot tenang, tapi nadanya mengandung tekanan.Adeline seketika menyeringai tipis. “Itu semakin membuatku curiga.”“Istriku, kau tahu aku tidak mungkin membohong
WARNING: chapter ini mengandung adegan dewasa!“A-apa maksudmu?” Adeline bertanya bingung.River menaikkan sebelah alis. Tangannya merentang, memberi isyarat pada sang istri agar segera melucuti pakaiannya.Namun, Adeline malah melipat tangannya di depan dada dengan curiga.“Kau mau mempermainkanku?” katanya dengan ekspresi berubah datar.“Lakukan kalau kau penasaran.”“Cih!” Adeline langsung mendesis sambil membuang muka.‘Sebenarnya apa rencana pria ini?’ batin Adeline semakin penasaran.Dia berdehem, lalu berdiri di hadapan River. Matanya menatap lurus manik abu pria itu, tapi tangannya mulai menarik jas hitam pria itu dan membuangnya ke ranjang.“Aku tahu ini hanya permainan licikmu, Tuan Reiner!” bisik Adeline yang seketika memicu seringai tipis sang suami.Wanita itu menarik dasi dan melepas satu per satu kancing kemeja River. Aroma woody menyeruak dari tubuh pria itu, sungguh membuat Adeline ingin memeluknya. Dan saat Adeline menjatuhkan kemeja River, maniknya membola melihat p
“Apa maksudnya ini?!” tukas River dengan rahang mengeras.Tatapannya tajam, tapi juga gemetar. Siegran dan Dieter yang membawa berita itu bahkan tak sanggup melanjutkan.“Kenapa kalian diam?! Cepat katakan!” dengus River mendesak.Meski berat, tapi Siegran akhirnya berkata, “mo-mohon maaf, Tuan River. Sebenarnya kami sudah melihat berita ini beberapa hari lalu, tapi kami harus menyelidikinya lebih dalam.”River menyimak tajam, dan Dieter semakin menciut.“Polisi menemukan mayat bayi laki-laki yang dimutilasi di Danau Atitlan. Mereka bilang itu bayi prematur karena tubuhnya sangat kecil. Bahkan setelah diperiksa, bayi itu baru berusia beberapa minggu, Tuan.”“Maksudmu bayi itu Johan?!” sahut River tegas, tapi juga mengandung getaran. Sungguh, Siegran tidak berani langsung membenarkan. Dia menunduk dengan menyesal.“Wajah bayi itu hancur dan Polisi tidak bisa mengindentifikasinya. Ta-tapi … ciri-ciri yang mereka sebutkan sangat mirip dengan Tuan Muda Johan,” tutur Siegran terbata.Sial
Satu pesan dari Adeline langsung membuat River buncah. Dia memutar kemudi dan melesat kencang meninggalkan sirkuit untuk segera menemui Jennifer. Setelah tiba di mansion Devante, River bergegas naik ke lantai atas. “Adeline, bagaimana keadaan Jenny?” tukas River begitu membuka pintu kamar bayinya. Sang istri yang sedang berdiri di dekat ranjang Jenny, kini berpaling cemas saat River menghampirinya. “Perawat sudah memberinya obat penurun demam, tapi panasnya belum turun. Dokter bilang ini memang reaksi bayi setelah imunisasi, tapi aku sangat khawatir dengan Jenny,” tutur Adeline kalut. River pun memeluk wanita itu, dia bisa merasakan kecemasan Adeline. “Kau tenang saja, Jenny kita kuat. Dia akan baik-baik saja,” kata River menenangkan. Meski dia sendiri gelisah, tapi River tak mungkin menunjukannya pada Adeline. Dirinya mendekati Jenny, menyentuh pipi mungil bayi itu dan menjaganya bersama Adeline semalaman. “Tidurlah, istriku. Aku yang akan menemani Jenny.” River membelai bahu
“Apa yang kalian ributkan?” tukas River yang baru masuk kamar Jennifer.“Daddy!” Jennifer berbinar.Dirinya seketika berlari menghampiri River. Pria itu tersenyum, dia menggendong anak perempuannnya, lalu mengangkat tubuh Jennifer ke atas ala pesawat terbang.“Jenny, katakan pada Daddy. Apa yang kalian bicarakan tadi?” tukas River penasaran.Alih-alih menjawab, Jennifer justru bertanya, “Daddy, ikan buntal itu seperti apa?”“Heuh? Ikan buntal?” sahut River yang lantas mendapat anggukan putrinya. “Hem … ikan buntal itu panjang dan runcing. Kepalanya bundar, bibirnya menonjol dan perutnya besar. Dia tidak punya sisik, tapi tubuhnya diselimuti duri.”Mata bulat Jennifer berkaca-kaca saat mendengar penjelasan River. Dan itu membuat River heran.“Ada apa, Jenny? Kenapa kau jadi sedih?” Pria itu menaikkan kedua alisnya.“Apa aku jelek seperti ikan buntal?” Jenny bertanya dengan suara gemetar.“Siapa yang bilang Jenny-ku jelek?” Jennifer sekejap menunjuk kakaknya seraya berkata tegas. “Jens
“Itu bukan Reins!” Anais menyeru dengan manik lebar. Adeline yang juga menyadarinya langsung lega. Dia memeluk Jenson dan Jennifer dan kembali duduk. Rupanya seseorang yang jatuh adalah peserta pacuan yang tak sengaja menyenggol kuda peserta lainnya. Akhirnya dua orang itu berhenti karena sepertinya ada yang cedera. Namun, peserta pacuan lainnya tetap bertanding. “Mommy, Daddy tidak apa-apa ‘kan?” Jennifer bertanya sambil memegang tangan Adeline. Anak kecil itu tampak khawatir. Adeline berpaling padanya sembari menjawab, “ya, Daddy akan baik-baik saja, Sayang. Kau tahu, Daddy sangat pandai berkuda.” “Ya, Dadddy hebat. Daddy tidak akan jatuh!” sambar Jennifer berbinar. Mereka kembali fokus ke arena. Itu adalah putaran terakhir yang menentukan pemenangnya. Kuda River dan Siegran bersaing sengit. Bahkan River yang semula memimpin, sudah beberapa disalip oleh asistennya tersebut. Namun, pada jarak sepuluh meter dari garis finis, kuda River berlari lebih kencang dan berhasil melewati
“Nona! Nona Jenny?!” Siegran memekik sembari mencari di sekitar kandang kuda.Namun, alih-alih Jennifer yang muncul, justru seorang penjaga kandang itu yang menghampiri Siegran.“Ada apa, Tuan?” Dia bertanya bingung.“Apa Anda melihat Nona Jenny? Gadis kecil yang tadi memilih kuda poni ini,” sahut Siegran buncah.Penjaga itu mengernyit, lalu membalas, “bukankah Nona muda tadi ada di dalam kandang?”“Dia tidak ada di sana. Sepertinya Nona Jenny keluar melihat kuda poninya, tapi saat kami menyusulnya, dia tidak ada di sini.” Siegran semakin bingung.Jenson yang berdiri di dekat kuda poni putih milik Jennifer, tiba-tiba berkata, “Paman Siegran, sepertinya Jenny pergi ke suatu tempat. Dia meninggalkan helmnya.”Ya, helm pink Jennifer tergeletak di dekat kuda poni. Jenson mengambilnya dengan cemas.Saat itulah, River tiba di sana. Dia heran melihat semua orang bingung.“Ada apa dengan kalian?” tukasnya mendapukkan alis.“Daddy, Jenny hilang!” Jenson menyambar yang sontak membuat manik Rive
*** “Maaf, Tuan. Tapi area di luar jalur lintasan La Huerta sangat berbahaya. Itu hutan, dan mungkin ada hewan liar di sana. Ini berbahaya untuk Anda,” tutur seorang staff peternakan La Huerta saat River memintanya membuka gerbang belakang. Itu membuat River Frustasi. Ya, dia tidak menemukan Jennifer di seluruh sudut tempat itu. Jadi kemungkinan besar anak perempuannya keluar area La Huerta. “Putriku hilang, aku harus mencarinya meski harus ke neraka sekalipun. Jadi cepat buka gerbangnya!” decak River kukuh. Staff La Huerta itu bimbang. Dia hafal benar kawasan ini, dan dirinya tak mau dituntut jika memang terjadi sesuatu pada keluarga Herakles. “Anda tenang saja. Kami tidak akan menyalahkan Anda hanya karena membuka gerbang ini,” sambar Siegran angkat bicara. “Buka sekarang!” River kembali mendesak. Staff tadi buru-buru merogoh kunci dari sakunya. Dia gemetaran karena kesulitan menemukan kunci gembok gerbang yang tak pernah dibuka bertahun-tahun itu. “Tolong cepatlah,” tukas Si