Seorang pria sedang berdiri di tepi pantai. Matanya menatap perahu yang membawa beberapa orang dengan pakaian penyelam lengkap.Ada puluhan orang yang menyelam di titik berbeda. Pria tersebut mondar-mandir dengan wajah geram."Joe, kembali ke rumah sakit. Cari tau siapa yang berani memberi ku obat tidur," perintah Alex dengan penuh amarah."Dante, cari petunjuk di dalam hutan. Aku tidak percaya kalau mereka lenyap begitu saja," lanjut Alex."Dan kau Rain. Kembali ke markas. Aku pasti ada orang dalam yang ingin bermain-main denganku. Tida mungkin orang asing dapat melewati penjagaan ketat ku," Alex mengepalkan tangannya kuat.'Mari kita mulai peperangan sesungguhnya, Akeno' batin Alex.Joe dan teman-temannya segera pergi menjalankan tugas. Mereka pergi ke tempat tujuan masing-masing. Sedangkan Alex masih setia berdiri di tengah angin malam yang membawa hawa dingin mulai menusuk sumsum tulang.Lampu senter kepala menyorot ke segala arah menunjukan kalau orang-orang di dalam air sedang
Berulang kali Keanu mengumpat sambil memakai bajunya satu per satu di kamar mandi. Kenapa orang itu selalu menganggu waktunya.Sedangkan Stevi mencoba merapikan kamarnya. Dia tidak mau orang di luar mencurigainya. Entah apa yang terjadi pada sang kekasih bila orang itu mengetahui kalau dia ada di sini."Stevi, buka pintunya!" ucap orang di luar meninggikan suara.Bungkam, Stevi tidak mau menjawab sepatah katapun sebelum pekerjaannya selesai. Terdengar suara benturan keras. Pintu mulai di dobrak oleh orang di luar."Shitt, dasar merepotkan!" Stevi mengumpat sambil mengelap sisa cairan kental berwarna putih yang berada di selimutnya.Pintu hampir berhasil di dobrak. Stevi memilih membalik selimutnya. Memutar sisi luar menjadi sisi dalam dan segera merebahkan tubuhnya di kasur.Wanita itu meraih ponsel dan memasang wajah sesantai mungkin. Di saat yang bersamaan pintu berhasil di dobrak.Seorang pria terbelalak melihat wanita yang dia khawatirkan malah asik bermain dengan gawainya. Terden
Hamparan bintang yang bersinar di langit gelap membuat hati Joe terasa lebih tenang. Entah mengapa hanya merekalah yang dapat menentramkan jiwanya.Ingatannya kembali pada masa sulit lima belas tahun yang lalu. Di saat Kakaknya pergi bekerja. Hanya bintang-bintang inilah yang menemaninya.Tanpa terasa buliran air mata mulai menetes di pipinya. Sejak kepergian Kakaknya itu, Alex yang menemani hari-harinya. Sampai suatu saat dia bertemu kembali dengan Kakaknya dalam keadaan berbeda."Kakak, apakah kau bisa melihatku saat ini?" tanya Joe di tengah tangisnya."Apa yang harus aku lakukan Kak?" lanjut Joe mengusap air matanya."Aku mencintainya, tapi dia mencintai yang lain. Bahkan pria itu adalah hama yang perlu di basmi. Astaga Kak, aku tidak tau harus bagaimana?" Joe mengusap kasar wajahnya.Bisakah dia melihat wanitanya bersedih. Dia bisa terima kalau memang takdirnya bukanlah bersama wanita tersebut. Akan tetapi, melihatnya hancur? Joe belum siap dengan semua ini "Argh! Kenapa kau haru
Rain sampai di markas. Tempat di mana Bibi Lauren an Angel tinggal. Beberapa orang menyambut kedatangan Rain dengan penuh hormat.Dia segara melangkah menuju lorong di mana kamar Angel berada. Empat orang mengikuti langkah Rain dari belakang."Siapa yang berani menyerang kita?" tanya Rain."Ma-af Tuan, kami tidak sadarkan diri." Pria yang berdiri di belakang Rain menghentikan langkahnya."Apa!" Rain menghentikan langkah dan memutar tubuhnya. Rain menatap tajam ke arah empat orang yang berdiri di belakangnya. Tampak wajah ketakutan yang terpasang di masing-masing orang."Aku tidak akan pernah memaafkan siapapun yang berani bermain-main denganku. Bukankah kalian tau, apa hukuman untuk pengkhianat?" tanya Rain sambil mengeluarkan senjata andalannya.Dia mengeluarkan sebilah benda pipih yang mengkilap. Hanya melihatnya saja, semua orang bergidik ngeri. Bukan tanpa sebab, mereka tau bagaimana sang Tuan pernah mencabik musuh hanya dengan sekali tebas dengan benda itu."Ba-baik Tuan. Ka-mi
Byurr ...Seorang pria baru saja keluar dari air dan merangkul satu pria yang tak sadarkan diri. Semua orang berkerumun saat pria itu berhasil menyelamatkan seorang yang baru saja menyelam tanpa baju menyelam yang lengkap."Tuan, apakah kau mendengar kami!" ucap seorang yang masih memakai pakaian selam.Pria itu menekan dada orang itu dan berulang kali menepuk pipinya. Namun tak ada respon. Orang itu masih tidak sadarkan diri. Dari arah yang lain. Datang seorang pria dengan rambut pirang dan bertubuh atletis berlari mendek. Wajahnya cukup cemas. Dia mencoba membelah kerumunan orang yang sedang mengitari orang yang baru saja keluar dari laut itu."Ada apa dengan Tuan Alex?" tanya Dante yang baru saja tiba.Dante segera membantu pria yang berusaha mengeluarkan air dari tubuh Alex. Mereka menekan dada dengan kuat hingga tak lama kemudian Alex batuk dan mengeluarkan air."Saya menemukan Tuan sudah tak sadarkan diri di dalam air," ucap pria yang menolong Alex."Mungkin Tuan Alex terlalu b
Joe menarik napas panjang. Dia menatap dalam mata Debora yang saat ini mulai resah."Kenapa kau diam? Apakah terjadi sesuatu pada Angel?" tanya Debora."Aku tidak bisa menghubunginya. Tapi kenapa Alex bisa, bahkan anak itu mengirim pesan suara padanya," lanjut Debora."Ehem ... Nyonya, saat ini kondisi sedang tidak baik-baik saja. Anda tau keadaannya, Akeno kalah dan pastinya dia tidak akan membiarkan semua terjadi begitu saja. Saat ini Tuan Alex menyiapkan beberapa orang untuk keamanan keluarganya, termasuk Nyonya Debora. Jadi Saya mohon Anda bisa mengerti. Mungkin lain waktu Nyonya bisa berkunjung ke rumah Angel." Joe mencoba menjelaskan dengan rinci. Wajahnya tampak serius menatap Debora.Melihat keyakinan pada Joe, Wanita di hadapannya terdiam sesaat. Yang di katakan anak buah sang suami benar. Melihat kekejaman musuhnya. Dia yakin kalau Semuanya akan baik-baik saja setelah ini."Baiklah, aku akan coba mengerti." Debora menghela napas panjang.Sesungguhnya dia sangat merindukan a
Debora masih mematung di depan pintu masuk rumah sakit. Dia matanya masih lekat menatap kepergian gerombolan perawat yang membawa pasien baru ke dalam ruang IGD.Dante masih setia membuntuti para suster. Mereka menghilang di balik pintu besar. Debaman pintu itu memecahkan lamunan Debora."Astaga, siapa itu?" Debora memutar langkah menuju pintu besar. "Nyonya, kami sudah malam. Kami tidak mau ada keributan disini, jadi Kami mohon jangan seperti ini," ucap Joe terengah-engah."Kami akan segera mengantar Anda setelah semua masalah ini selesai Nyonya," sahut Train yang baru saja datang menyusul langkah Joe.Debora tak segera menjawab. Wanita itu masih menatap pintu yang tertutup rapat. Karena penasaran, dia melangkah mendekati pintu."Nyonya, apakah Anda mendengar ucapan saya?" tanya Joe yang segera berdiri menghalangi jalan Debora."Sudah cukup, ayo Nyonya kita kembali. Saya tidak mau Tuan Alex marah," lanjut Joe yang memasang wajah garang.Dengan berat hati Debora memutar langkahnya da
Seorang wanita tersungkur di lantai. Terdapat banyaka kertas berceceran di sekitarnya. Wanita itu hanya menunduk dan menutup rapat mulutnya.Di hadapannya seorang wanita paruh baya msih meluapkan emosinya dengan omelan yang tiafda akhir."Apa arti keberadaanku di sini Maa," tanya Stevi pedih.Ucapan Stevi semakin membuat amarah Lidya memuncak. Anak itu selalu merasa di sisihkna di keluarga ini. Padahal seluruh anggota keluarga sangat menjaganya."Tutup mulutmu! Apa kau tidak punya otak hah ... Apa yang terjadi bila aku tidak masuk kamarmu? Kau akan melenyapkan semua bukti ini dan membiarkan dia kabur begitu saja?" meledak sudah amarah Lidya.Mendengar ucapan Mamanya membuat air mata Stevi meleleh seketika. Dia tidak percaya Mamanya bisa mencacinya separah ini hanya karena anak kecil yang hilang entah kemana. Bahkan anak kecil itu bukan darah daging keluarga ini.Stevi berdiri dari lantai. Sesekali dia menghapus air mata yang mengalir deras dengan jemarinya."Apa Mama tidak bisa memper
Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Debora dan Lidya duduk di halaman belakang. Mereka duduk menemani Angel yang sedang sibuk dengan buku gambar dan crayonya.Lidya tak henti-hentinya memuji hasil coretan tangan mungil itu. Debora mendaratkan kecupan di ujung kepala Angel."Apakah aku menganggu?" tanya Alex yang baru saja bergabung.Ketiga orang itu menyambut hangat ke datangan Alex. Angel segera bangkit dan berhamburan menuju Paman baiknya.Alex meraih Angel dan mengangkatnya dalam gendongan. Keduanya sudah seperti sepasang Dady dan putrinya."Paman baik, aku puny gambar untgukmu," ucap Angel memeluk Alex."Terima kasih Sayang, Paman baik juga punya kejutan untumu," ucap Alex menatap bahagia mata bulat yang saat ini menatapnya."Yey ... apa itu Paman?" tanya Angel penasan.Alex menurunkan gadis kecil itu dan merogoh saku jas bagian belakang. Dia mengeluarkan sebuah amplop putih yang bertuliskan nama salah satu sekolah terbaik di kota tersebut.Karena penasaran, Debora dan Lidya melangkah mendekat. Mata Debora berkaca k
Stevi duduk di atas kasur. Matanya melihat bintang yang bertaburan di langit malam. Terdengar suara pintu di ketuk."Masuk," ucap Stevi dengan suara lantang.Joe masuk membawa nampan yang berisi makan malam dan beberapa obat. Dengan hati-hati dia menaruh nampan itu di atas meja.Stevi turun dari ranjang dan memeluk Joe dari belakang. Wajah pria itu memerah. Dia tidak bisa menahan rasa bahagianya. Walau wanita ini bukan melihat dia yang sebenarnya."Kau harus makan dan minum obat," ucap Joe memutar tubuhnya dan mencubit pipi Stevi."Suapin dong," sahut Stevi manja."Oke, asal harus minum obat ya," jawab Joe menuntun Stevi untuk duduk di sofa.Pria itu menyodorkan sepotong steak yang sudah di potong kecil-kecil. Dengan semangat Stevi membuka mulut dan melahap daging tersebut.Joe menatap dalam wanita yang selama ini dia cintai. Sepertinya penyamaran ini tidak buruk juga. Dia bisa dekat dengan Stevi tanpa harus cek-cok setiap pagi."Ada apa?" tanya Stevi menatap dalam Joe.Joe menggeleng
Debora duduk di hamparan rumputb hijau. Di hadapannya ada sebuah batu yang bertuliskan nama orang yang paling berarti di hidupnya.Orang itu rela berkorban untuk dirinya. Mengesampingkan kesenangannya demi dirinya. Memberi apapun yang dia miliki untuknya.Namun apa yang bisa dia berikan, dia tidak pernah memberi apapun pada wanita tua itu selain kesengsaraan. Tidak pernah ada kebahagiaan sdikitpun.Satu per satu orang meninggalkan pemakaman. Di sana hanya meninggalkan Alex dan Debora. Keduanya duduk dan menatap nanar batu yang di penuhi dengan kelopak bunga itu."Kenapa aku begitu tidak berguna Alex? Lihatlah, bahkan aku belum memberi kebahagiaan sedikitpun pada Bibi," ucap Debora pedih."Bibi sudah menganggapmu sebagai anak, melihatmu bahagia, dia juga merasakan hal yang sama Baby," jawab Alex memeluk pundak Debora."Ini tidak adil untuknya Alex, dia menjual segalanya demi kehidupanku dan Angel. Dia pergi sebelum aku membayar semuanya," ucap Debora dengan air mata yang terus berlina
Seorang gadis kecil menangis di depan pintu ruang IGD. Di sampingnya ada dua orng tua yang sedari tadi mencoba menenagkannya. Tak jauh dari mereka ada sekitar lima orang berpakaian serba hitam yang berdiri di depan lorong.Wanita gendut itu meraih gadis kecil dan mendekapnya dalam pangkuan. Berulang kali dia mengelus pucuk kepala anak itu. Mencob menghentikan tangisnya."Tenanglah Nak, Bibimu pasti akan baik-baik saja," ucap Wanta gendut itu."Bibi sakit Apa Nek, kenapa dia pingsan?" tanya Angel sambil menghapus air mata yang terus mengalir."Bibimu hanya kecapekan. Sebentaar lagi pasti dia akan sadar dan kembali bermain-main denganmu," ucap Nenek gendut yang memeluknyaa.Sementara Kakek gendut masih memperhatikan kelima orang yang berjaga di depan lorong. sesekali dia menatap Angel dan orang-orang itu bergantian.Dia hanya tak menyangka akan menyelamatkan seorang anak yang oraang tuanya memiliki kedudukan tinggi. Mereka pasti bukan orang biasa saat melihat penjagaan seketat ini.Seda
"Kakak tidak bisa datang?" tanya Stevi menatap Lidya penuh harap."Dia sedang dalam perjalanan bisnis. Mereka akan segera kembali," ucap Lidya mengelus pucuk kepala putrinya.Wanita yang baru saja tersadar dari depresinya itu melempar pandangannya kesamping. Dia menatap pria yang amat dia cintai duduk di sana.Pria itu memasang wajah sedih sebelum melempar senyum hangat padanya. Sama seperti sebelumnya, dia selalu bisa merubah mimik wajah dengan cepat."Kau membutuhjan sesuatu?" tanya Keanu menatap Stevi teduh."Aku lapar," jawab Stevi manja."Baiklah tunggu sebentar, aku akan membelikan makanan untukmu," jawab Keanu bangkit dari kursi dan melangkah menjauh.Lidya menatap pedih pria itu. Semua pengorbanan dan penantiannya selama ini tidak ada artinya. Dia yang beerjuang tetapi orang lain yang memetik manisnya."Tunggu sebentar, Mama mau pesan beberapa barang," ucap Lidya berlari kecil menyusul pria yang baru saja pergi."Joe!" panggil Lidya.Pria itu menghentikan langkanya. Sesaat Joe
Di tempat yang begitu tenang, Bibi Lauren duduk sambil memegang sebotol susu. Ujung matanya melihat seorang anak kecil melangkah mendekatinya.Matanya menyipit, dia melihat dengan seksama siapa yang datang. Buliran bening terjatuh saat lansia itu mengetahui siapa yang datang."Halo Nenek?" sapa Angel.Bibi Lauren mematung. Dia mencoba menahan laju air mata yang hendak melaju deras."Halo Nak, kau kembali?" tanya Bibi lauren.Anak itu mengangguk lirih dan duduk di samping sang Nenek. Dia melihat ada tiga botol susu di samping Nenek itu. Bertanada kalau dia sudah duduk di sini begitu lama."Apakah Nenek menungguku?" tanya Angel yang melihat Nenek itu menatapnya dalam.Bibi Lauren tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tangan keriputnya membelai pipi chubby yang dulu sering dia cium.Tuhan begitu baik padanya. Dia melindunginya, bahkan memberinya hadiah yang sangat istimewa."Apakah aku boleh memelukmu?" tanya Bibi Lauren masih terpaku menatap angel.Angel mengangguk lirih. Dia berges
Joe melangkah memasuki ruang rawat. Di sana masih ada Nyonya besarnya yang duduk meringkuk di kursi. "Anda bisa pulang Nyonya, biar Saya yang menjaga Nona Stevi," ucap Joe ramah.Lidya menggelengkan kepalanya. Dia memutar kursinya menghadap Joe. matanya menatap pria yang begitu tulus pada putrinya."Sejak kapan kau mengenal Stevi?" tanya Lidya seriussss."Nona Stevi membantu Saya masuk ke dalam Klan Tuan Alex, di sini saya menemukan keluarga yang tidak pernah saya miliki sebelumnya," jawab Joe membalas tatapan Lidya.Joe teringat saat pertama bertemu Stevi. Saat itu dia berjalan di tengah keputusasaan. Dia mencari keberadaan Sang Kakak yang entah ada di mana.Dia telah mencari Sang kakak di setiap bar besar. Tidak jarang kehadirnnya membuat keributan dan pada akhirnya dirinya babak belur.Saat itu dia meringkuk di emperan toko. Bajunya penuh noda darah yang mengering. Tak hanya itu, wajahnya sudah tidak berbentuk karena banyak luka lebam."Kalau mau jadi jagoan bukan seperti itu cara
Lidya menatap kepergian Putra dan menantunya. Terlihat senyum haru di wajah cantiknya. Seperti pepatah mengatakan, pasti ada pelangi setelah badai datang.Alex menggandeng tangan Debora dan melangkah pergi. Langkah panjang Alex terhenti saat menatap ketiga orang yang berdiri di depan pintu."Sepertinya aku sudah terlalu sabar denganmu belakangan ini," ucap Alex melempar pandangan ke arah Joe.Seketika Joe menundukkan kepala diikuti oleh kedua temannya. Mereka meneguk liur dan berdoa semoga Tuannya dalam mood yang baik."Kau meninggalkan tugasmu, dan mengejar cintamu di sini. Kau pikir aku akan simpati padamu dan tidak menghukum semua keteledoraamu ini?" ucap Alex melepaskan tangan Debora dan mendekati Joe.Debora mengkerutkan alisnya. Dia mulai menampakkan wajah protesnya. Wanita itu menghalang langkah Alex."Apa kau gila, Lihatlah! Dia sudah menjaga Adikkmu dengan tulus. Kau masih ingin menghukumnya?" Tanya Debora tidak percaya.Alex menggeser tubuh Debora dan menghentikan langkah ka