Joe tau temannya yang ini sangat gila dan memiliki pemikiran di luar nalar. Menikmati malam bersama istrinya sampai memiliki bayi? Itu hal gila selama 20 tahun dia berada di samping Alex."Kau tau namaku tidak bisa kembali bersih sebelu ada bukti kalau aku benar-benar bukan gay bukan," ucap Alex sambil menuangkan anggur ke gelas."Untuk kali ini kau gila. Lebih baik kau pergi ke sarang bandit itu dan menggadaikan nyawamu. Aku lebih senang mati terhormat saat membelamu dari pada merampas istrimu." Joe menatap jengkel Alex.Joe tau pernikahan Debora dan Alex hanya kontrak semata. setidaknya dia bisa memperlakukan wanita itu seperti wanita pada umunya. Bukan budak nafsu yang biasnya dia pilih acak di bar.Debora adalah wanita baik. Terlihat jelas bagaimana Stevi dan Lidya menuangkan cinta kasih tulus padanya.Joe sempat melihat kalau wanita itu juga tulus merawat Alex saat dia mengalami luka tembak di dada kala itu. Wanita itu terlalu berharga bila di sebut pelacur."Jadi kau mulai meny
Seorang wanita duduk di sebuah sofa mewah dengan warna merah. Sofa ini mengukir kenangan suram untuknya.Karena sofa ini dia harus kehilangan orang yang amat mencintainya. Tidak hanya itu, bahkan masa depannya juga hancur secara bersamaan."Akhirnya kau datang juga," kekeh pria yang turun dari tangga.Pria itu melangkah menuruni tangga dan tertawa renyah saat melihat Clara sudah duduk manis di ruang tamunya."Aku menyetujui kerja sama yang kau tawarkan. Aku tidak mau wanita gembel itu merebut posisiku," jawab Clara dengan nada datar."Baiklah, bisa di atur. Persis seperti yang aku bilang kemarin, kau akan memulai karirmu dengan bantuanku. Kelebihannya kau bisa dapat dengan mudah menyiksa wanita itu tanpa sepengetahuan Alex," ucap Akeno sambil duduk di sofa.Akeno menatap Clara penuh arti. Dari pandangannya wanita itu sudah tau apa yang dia maksud."Apa yang kau mau dariku? aku tau semua bantuan ini tidak gratis," sahut Clara."Ternyata kau masih sama seperti yang dulu, tidak mudah di
Debora dann alex melangkah menuruni tangga. seperti biasanya. Mereka akan berperan seperti sepasang suami-istri baru yang penuh cinta dan kehangatan.Mereka bergandengan tangan seolah dunia hanya milik berdua. Lidya dan Andreas menatap penuh bahagia melihat putra mereka bahagia dengan gadis pilihannya."Astaga, aku seperti ingin kembali ke dua puluh tahun silam. Aku iri pada mereka," ucap Lidya yang menyenggol pundak Andreas.Debora tersenyum kecut. Dia berusaha menutupi kejanggalan pada langkahnya. Akibat pertempuran hebat barusan kakinya perih untuk di gerakkan.Dia memang berpengalaman namun dua ronde dalam satu waktu dan ukurannya yang jauh dari rata-rata membuat dirinya lumayan tersiksa.Bukan hanya Lidya, stevi merasakan hal yang sama seperti Mamanya. Dia bersyukur bisa melihat sang Kaka bangkit dari keterpurukan.Debora duduk di samping Stevi sedangkan Alex di samping Andreas. Mereka memulai acara denga berbincang hangat sampai Lidya menyadari sesuatu."Apakah kau baik-baik sa
Stevi menatap nanar ke arah jalanan ramai lancar lewat jendela. Matanya tak bisa terpejam walau tubuhnya sangat letih.Sesekali dia melempar pandangan ke arah Debora yang masih terlelap. Dia tersenyum kecil melihat kepolosan temannya itu.Dalam hatinya selalu berdoa semoga Kakanya dan wanita ini selaluseperti ini. kakanya sudah melewati banyak hal yang membuat perubahan besar dalam hidupnya.Entah hanya kebetulan atau ada hal lain yang terjadi. Setelah Debora hadir dalam hidup Kakaknya. Dia jarang melihat luka dalam baru pada tubuh sang Kakak. Mata Stevi masih menatap pemandanga dari jendela. Mobil mereka mulai memasuki kawasan pelabuhan. Kuraang sebentar lagi mereka akan sampai ke kapal yang membawa ke tempat tujuan.Cuaca sangat terik, semoga saja Debora tidak kegerahan menggunakann baju itu. pandanga Stevi beralih pada mobil yang menyalip mobilnya.Sepertinya dia kenal dengan mobil tersebut. Stevi mencoba mengingat siapa pemiliknya. Namun karena tak kunjung menemukan jawaban dia
Joe menaruh tubuh lemas Debora ke atas kasur dengan ukuran sedang. Meskipun kapal ini terbilang cukup mewah. Namun kamar hanya menfasilitasi dua kasur yang hanya cukup di tempati satu orang.Mata Joe menatap nanar ke arah wanita yang masih terlelap itu. "Kalau kau bisa melihat dari sisi yang berbeda, pasti kau tidak akan melepaskan Alex dengan alasan apapun." Joe segera melangkah pergi dari kamar.Di tempat yang berbeda. Stevi masih tercengang dengan sosok yang baru saja melewatinya begitu saja. Dia berharap saat ini dirinya bermimpi.Wanita itu tiba-tiba menghentikan langkahnya dan mendekati Stevi yang masih berdiri mematung."Halo adikku sayang, lama sekali kita tak berjumpa." Clara menyapa Stevi dengan senyuman penuh arti."Untuk apa kau di sini?" tanya Stevi tanpa basa-basi."Apa kau tidak merindukanku? Kenapa kau bilang seperti ini," ucap Clara melangkah semakin mendekat dan hendak memeluk.Stevi mundur beberapa langkah ke belakang. Dia tak mau tangan kotor itu menyentuhnya. Ras
Seorang Pria duduk di kursi kerjanya. Di hadapannya terdapat laptop dan beberapa kertas yang berserakan. matanya menatap nanar ke arah laptop yang masih menyala.Di belakangnya berdiri seorang pria paruh baya dengan aura berwibawanya. Terdengar embusan napas pelan berulang kali, seolah orang itu menahan amarahnya."Kau tau siapa dia kan? Papa tidak mau ikut campur dengan dunianya yang rumit," ucap pria dengan jabatan wali kota itu.Pria yang berusia dua puluh tahun lebih muda itu hanya diam. Otaknya saat ini berkecamuk. Ingin sekali dia membantah semua ucapan pria itu walaupun fakta itu benar adanya.Hatinya masih tak mampu menerima kenyataan pahit ini. di tambah lagi konsekuensinya."Papa sudah selesai? Kalau sudah, Papa bisa pergi." Keanu mulai memainkan jarinya di keyboard laptop.Seakan di guyur bahan bakar, kobaran api kecil mendadak berkobar setelah mendengar ucapan Putranya."Apa katamu! Apa otakmu sudah gila dan tidak bisa berpikir?." Bruno menggebrak meja Keanu keras.Kertas b
Alis Stevi bertaut. Joe tadi juga melakukan hal yang sama. Mengingat pria dengan otot roti sobek itu membuatnya mengingat sesuatu."Jadi apa maksudmu memberi Debora sepenuhnya ke Joe?" Stevi menatap lekat mata Alex."Tidak ada yang penting. Kau harus memakai otakmu karena musuh kali ini menyerang bukan lewat senjata, kau mengerti." ucap Alex mengalihkan pembicaraan."Yaa, lebih tepatnya kau yang di uji saat ini. Kita lihat bagaimana hati hello kitty mu itu akan bangkit kembali," jawab stevi melangkah menjauh.Alex menarik napas panjang dan mengembuskan nya kasar. Dia tidak mampu menjawab ucapan sang Adik karena semua fakta itu benar.Tanpa dia sadari hatinya mulai luluh pada Wanita yang saat ini terbaring ini. Belum lagi kisah masa lalunya yang datang membuatnya saat ini berada di dalam kebimbangan.Pintu di ketuk pelan. Stevi membukanya. Dia tidak menyangka ada tamu besar yanng datang."Pak Michel? Silahkan masuk," ucap Stevi mempersilahkan pria paruh baya itu masuk.Pria itu salah t
Alex duduk di haluan kapal. Dia menatap ombak kecil yang menari-nari di hadapannya. Angin meniup wajahnya. Alex menutup matanya, merasakan angin yang membawa hawa panas akibat cahaya matahari yang terik.Sepintas ingatan masa lalunya terputar dalam kegelapan. Di sana dia melihat Clara memakai dres biru yang membuatnya terlihat begitu anggun.Sampai pada pemandangan yang berubah menjadi menyesakkan saat seorang pria datang memeluk mesra Clara dari belakang. Seketika Alex membuka matanya."Argh, shitt ..." Alex mengacak rambutnya. Kenapa dia begitu sulit melupakan wanita yang menancapkan luka dalam padanya. Semua terasa menyesakkan dada."Kau juga di sini?" tanya Clara yang baru saja menginjakkan kakinya di haluan kapal.Alex menatap dingin ke arah wanita itu. Entah ini takdir atau memang kebetulan. Yang jelas saat ini dirinya masih enggan bertemu walau rasa rindunya terus menjerit.Alex melangkah melewati wanita yang memakai kimono itu. Tiba-Tiba Wanita itu memeluk erat Alex dari bela
Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Debora dan Lidya duduk di halaman belakang. Mereka duduk menemani Angel yang sedang sibuk dengan buku gambar dan crayonya.Lidya tak henti-hentinya memuji hasil coretan tangan mungil itu. Debora mendaratkan kecupan di ujung kepala Angel."Apakah aku menganggu?" tanya Alex yang baru saja bergabung.Ketiga orang itu menyambut hangat ke datangan Alex. Angel segera bangkit dan berhamburan menuju Paman baiknya.Alex meraih Angel dan mengangkatnya dalam gendongan. Keduanya sudah seperti sepasang Dady dan putrinya."Paman baik, aku puny gambar untgukmu," ucap Angel memeluk Alex."Terima kasih Sayang, Paman baik juga punya kejutan untumu," ucap Alex menatap bahagia mata bulat yang saat ini menatapnya."Yey ... apa itu Paman?" tanya Angel penasan.Alex menurunkan gadis kecil itu dan merogoh saku jas bagian belakang. Dia mengeluarkan sebuah amplop putih yang bertuliskan nama salah satu sekolah terbaik di kota tersebut.Karena penasaran, Debora dan Lidya melangkah mendekat. Mata Debora berkaca k
Stevi duduk di atas kasur. Matanya melihat bintang yang bertaburan di langit malam. Terdengar suara pintu di ketuk."Masuk," ucap Stevi dengan suara lantang.Joe masuk membawa nampan yang berisi makan malam dan beberapa obat. Dengan hati-hati dia menaruh nampan itu di atas meja.Stevi turun dari ranjang dan memeluk Joe dari belakang. Wajah pria itu memerah. Dia tidak bisa menahan rasa bahagianya. Walau wanita ini bukan melihat dia yang sebenarnya."Kau harus makan dan minum obat," ucap Joe memutar tubuhnya dan mencubit pipi Stevi."Suapin dong," sahut Stevi manja."Oke, asal harus minum obat ya," jawab Joe menuntun Stevi untuk duduk di sofa.Pria itu menyodorkan sepotong steak yang sudah di potong kecil-kecil. Dengan semangat Stevi membuka mulut dan melahap daging tersebut.Joe menatap dalam wanita yang selama ini dia cintai. Sepertinya penyamaran ini tidak buruk juga. Dia bisa dekat dengan Stevi tanpa harus cek-cok setiap pagi."Ada apa?" tanya Stevi menatap dalam Joe.Joe menggeleng
Debora duduk di hamparan rumputb hijau. Di hadapannya ada sebuah batu yang bertuliskan nama orang yang paling berarti di hidupnya.Orang itu rela berkorban untuk dirinya. Mengesampingkan kesenangannya demi dirinya. Memberi apapun yang dia miliki untuknya.Namun apa yang bisa dia berikan, dia tidak pernah memberi apapun pada wanita tua itu selain kesengsaraan. Tidak pernah ada kebahagiaan sdikitpun.Satu per satu orang meninggalkan pemakaman. Di sana hanya meninggalkan Alex dan Debora. Keduanya duduk dan menatap nanar batu yang di penuhi dengan kelopak bunga itu."Kenapa aku begitu tidak berguna Alex? Lihatlah, bahkan aku belum memberi kebahagiaan sedikitpun pada Bibi," ucap Debora pedih."Bibi sudah menganggapmu sebagai anak, melihatmu bahagia, dia juga merasakan hal yang sama Baby," jawab Alex memeluk pundak Debora."Ini tidak adil untuknya Alex, dia menjual segalanya demi kehidupanku dan Angel. Dia pergi sebelum aku membayar semuanya," ucap Debora dengan air mata yang terus berlina
Seorang gadis kecil menangis di depan pintu ruang IGD. Di sampingnya ada dua orng tua yang sedari tadi mencoba menenagkannya. Tak jauh dari mereka ada sekitar lima orang berpakaian serba hitam yang berdiri di depan lorong.Wanita gendut itu meraih gadis kecil dan mendekapnya dalam pangkuan. Berulang kali dia mengelus pucuk kepala anak itu. Mencob menghentikan tangisnya."Tenanglah Nak, Bibimu pasti akan baik-baik saja," ucap Wanta gendut itu."Bibi sakit Apa Nek, kenapa dia pingsan?" tanya Angel sambil menghapus air mata yang terus mengalir."Bibimu hanya kecapekan. Sebentaar lagi pasti dia akan sadar dan kembali bermain-main denganmu," ucap Nenek gendut yang memeluknyaa.Sementara Kakek gendut masih memperhatikan kelima orang yang berjaga di depan lorong. sesekali dia menatap Angel dan orang-orang itu bergantian.Dia hanya tak menyangka akan menyelamatkan seorang anak yang oraang tuanya memiliki kedudukan tinggi. Mereka pasti bukan orang biasa saat melihat penjagaan seketat ini.Seda
"Kakak tidak bisa datang?" tanya Stevi menatap Lidya penuh harap."Dia sedang dalam perjalanan bisnis. Mereka akan segera kembali," ucap Lidya mengelus pucuk kepala putrinya.Wanita yang baru saja tersadar dari depresinya itu melempar pandangannya kesamping. Dia menatap pria yang amat dia cintai duduk di sana.Pria itu memasang wajah sedih sebelum melempar senyum hangat padanya. Sama seperti sebelumnya, dia selalu bisa merubah mimik wajah dengan cepat."Kau membutuhjan sesuatu?" tanya Keanu menatap Stevi teduh."Aku lapar," jawab Stevi manja."Baiklah tunggu sebentar, aku akan membelikan makanan untukmu," jawab Keanu bangkit dari kursi dan melangkah menjauh.Lidya menatap pedih pria itu. Semua pengorbanan dan penantiannya selama ini tidak ada artinya. Dia yang beerjuang tetapi orang lain yang memetik manisnya."Tunggu sebentar, Mama mau pesan beberapa barang," ucap Lidya berlari kecil menyusul pria yang baru saja pergi."Joe!" panggil Lidya.Pria itu menghentikan langkanya. Sesaat Joe
Di tempat yang begitu tenang, Bibi Lauren duduk sambil memegang sebotol susu. Ujung matanya melihat seorang anak kecil melangkah mendekatinya.Matanya menyipit, dia melihat dengan seksama siapa yang datang. Buliran bening terjatuh saat lansia itu mengetahui siapa yang datang."Halo Nenek?" sapa Angel.Bibi Lauren mematung. Dia mencoba menahan laju air mata yang hendak melaju deras."Halo Nak, kau kembali?" tanya Bibi lauren.Anak itu mengangguk lirih dan duduk di samping sang Nenek. Dia melihat ada tiga botol susu di samping Nenek itu. Bertanada kalau dia sudah duduk di sini begitu lama."Apakah Nenek menungguku?" tanya Angel yang melihat Nenek itu menatapnya dalam.Bibi Lauren tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tangan keriputnya membelai pipi chubby yang dulu sering dia cium.Tuhan begitu baik padanya. Dia melindunginya, bahkan memberinya hadiah yang sangat istimewa."Apakah aku boleh memelukmu?" tanya Bibi Lauren masih terpaku menatap angel.Angel mengangguk lirih. Dia berges
Joe melangkah memasuki ruang rawat. Di sana masih ada Nyonya besarnya yang duduk meringkuk di kursi. "Anda bisa pulang Nyonya, biar Saya yang menjaga Nona Stevi," ucap Joe ramah.Lidya menggelengkan kepalanya. Dia memutar kursinya menghadap Joe. matanya menatap pria yang begitu tulus pada putrinya."Sejak kapan kau mengenal Stevi?" tanya Lidya seriussss."Nona Stevi membantu Saya masuk ke dalam Klan Tuan Alex, di sini saya menemukan keluarga yang tidak pernah saya miliki sebelumnya," jawab Joe membalas tatapan Lidya.Joe teringat saat pertama bertemu Stevi. Saat itu dia berjalan di tengah keputusasaan. Dia mencari keberadaan Sang Kakak yang entah ada di mana.Dia telah mencari Sang kakak di setiap bar besar. Tidak jarang kehadirnnya membuat keributan dan pada akhirnya dirinya babak belur.Saat itu dia meringkuk di emperan toko. Bajunya penuh noda darah yang mengering. Tak hanya itu, wajahnya sudah tidak berbentuk karena banyak luka lebam."Kalau mau jadi jagoan bukan seperti itu cara
Lidya menatap kepergian Putra dan menantunya. Terlihat senyum haru di wajah cantiknya. Seperti pepatah mengatakan, pasti ada pelangi setelah badai datang.Alex menggandeng tangan Debora dan melangkah pergi. Langkah panjang Alex terhenti saat menatap ketiga orang yang berdiri di depan pintu."Sepertinya aku sudah terlalu sabar denganmu belakangan ini," ucap Alex melempar pandangan ke arah Joe.Seketika Joe menundukkan kepala diikuti oleh kedua temannya. Mereka meneguk liur dan berdoa semoga Tuannya dalam mood yang baik."Kau meninggalkan tugasmu, dan mengejar cintamu di sini. Kau pikir aku akan simpati padamu dan tidak menghukum semua keteledoraamu ini?" ucap Alex melepaskan tangan Debora dan mendekati Joe.Debora mengkerutkan alisnya. Dia mulai menampakkan wajah protesnya. Wanita itu menghalang langkah Alex."Apa kau gila, Lihatlah! Dia sudah menjaga Adikkmu dengan tulus. Kau masih ingin menghukumnya?" Tanya Debora tidak percaya.Alex menggeser tubuh Debora dan menghentikan langkah ka